Anda di halaman 1dari 13

TUGAS INTERAKSI OBAT

Interaksi Obat Di Luar Tubuh

Dosen: Dra.Refdanita,M.Si.,Apt
Nama: Yulia lizara
Nim: 13330122

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2016

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi respon tubuh
terhadap pengobatan terdapat interaksi obat. Obat dapat berinteraksi
dengan makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan atau dengan obat
lain. Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan.
Pengobatan dengan beberapa obat sekaligus (polifarmasi) memudahkan
terjadinya interaksi obat.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan
toksisitas atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi. Mekanisme
interaksi obat diantaranya yaitu inkompatibilitas ini terjadi diluar tubuh
(sebelum obat diberikan) antar obat yang tidak tercampurkan
(inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya
menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi,
yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan,
perubahan warna, terjadi kelembapan bahan obat dan lain lain, atau
mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi
obat.
Bagi seorang dokter, interaksi farmasetik yang penting adalah
interaksi interaksi antar obat suntik, dan interaksi antar obat suntik
dengan cairan infus. Banyak obat suntik tidak kompatibel dengan berbagai
obat suntik lain, yaitu dengan bahan obatnya atau dengan bahan
pembawanya, oleh karena itu dianjurkan tidak mencampurkan obat suntik
dalam satu semprit dengan cairan infus, kecuali jika bila jelas diketahui
tidak ada interaksi. Contoh : amfoterisin B mengendap dalam larutan
garam fisiologis atau larutan Ringer.

B. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan interaksi obat?
2. Apakah yang dimaksud dengan interaksi obat diluar tubuh?
3. Apa saja obat yang dapat berinteraksi
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan interaksi obat
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan interaksi diluar tubuh

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi
aktivitas obat. Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas,
atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Biasanya
yang terpikir oleh kita adalah antara satu obat dengan obat lain. Tetapi,
interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat dengan
herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan
infus
Karena kebanyakan interaksi obat memiliki efek yang tak dikehendaki,
umumnya interaksi obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi
prognosis. Namun, ada juga interaksi yang sengaja dibuat, misal
pemberian probenesid dan penisilin sebelum penisilin dibuat dalam jumlah
besar.
Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain
perubahan dalam farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi,
Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi (ADME) obat. Kemungkinan lain,
interaksi obat merupakan hasil dari sifat-sfat farmakodinamik obat
tersebut, misal, pemberian bersamaan antara antagonis reseptor dan
agonis untuk reseptor yang sama.
Obat dapat berinteraksi karena pengobatan dengan beberapa obat
sekaligus (polifarmasi), makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan,
atau dengan obat lain. Pada interaksi obat melibatkan dua jenis obat
yaitu: obat presipitan dan obat objek.
Obat Presipitan
Obat Presipitan adalah obat yang mempengaruhi atau mengubah
aksi efek obat lain. Ciri - ciri dari obat presipitan adalah sebagai berikut:
Obat - obat dengan ikatan protein yang kuat sehingga akan menggusur
obat dengan ikatan protein yang lemah. Dengan demikian obat-obat yang
tergusur kadarnya akan bebas dalam darah dan meningkat sehingga
menimbulkan efek toksik.
Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang
(Inducer) enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati.
Obat-obat yang dapat mempengaruhi atau merubah fungsi ginjal sehinga
eliminasi obat-obat lain dapat dimodifikasi.
Obat Objek
Obat objek adalah obat yang hasil atau efeknya dipengaruhi atau diubah
oleh obat lain. Cirinya adalah :
Mempunyai kurva dose response yang curam
Obat-obat dengan rasio toksis yang rendah
Insiden interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena
dokumentasinya masih sangat kurang, sering kali lolos dari pengamatan
karena kurangnya pengetahuan para dokter akan mekanisme dan

kemungkinan terjadinya interaksi obat, sehingga interaksi obat berupa


peningkatan toksisitas sering kali dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi
terhadap salah satu obat, sedangkan interaksi berupa penurunan
efektifitas sering kali diduga akibat bertambahnya keparahan penyakit.
Selain itu terlalu banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit untuk
diingat dan kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi
individual (populasi tertentu lebih peka misalnya penderita lanjut usia atau
yang berpenyakit parah, adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar
individu), penyakit tertentu (terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang
parah), dan faktor-faktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama
pemberian kronik)
Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi obat
a.
Faktor penderita
Umur (yang paling peka adalah bayi, balita dan orang lanjut
usia)
Sifat keturunan
Penyakit yang sedang diderita
Fungsi hati dan ginjal
b. Faktor obat
Jumlah obat yang digunakan
Jangka waktu pengobatan
Jarak waktu penggunaan dua obat
Urutan pemberian ohat
Bentuk sediaan obat

II.2 Macam-Macam Interaksi Obat


Inkompatibilitas adalah pencampuran antara dua reaksi atau lebih di
antara obat-obatan dan menimbulkan ketidakcocokan atau ketidaksesuaian.
Macam-macam inkompatibilitas

Inkompatibilitas Fisik

Inkompatibilitas Kimia

Inkompatibilitas Farmasetik

Inkompatibilitas Terapetik

Inkompatibilitas Fisika
Perubahan-perubahan yg tidak diinginkan yangg timbul pada waktu obat
satu dicampur dengan obat yang lain dan tidak terjadi perubahan kimia.
Contoh Inkom Fisika:
1. Immiscibility / tidak bercampur
2. Insolubility / tidak larut
3. Precipitation / pengendapan
4. Liquefaction of solid materials / pencairan bahan obat solid
5. Solidification or formation of gel (gelation) / pengerasan atau
pembentukan polimer gel

Inkompatibilitas Kimia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu pencampuran obat yang
disebabkan oleh berlangsungnya reaksi kimia/interaksi.
Hal ini berhubungan dengan aktivitas senyawa / gugus fungsi dari struktur kimia
suatu senyawa.

Umumnya ada 4 tipe dari Inkom Kimia :


1. Acids or acid salts
2. Alkalies or alkaline salts
3. Reducing agents
4. Oxidizing agents
Kejadian Inkom Kimia:
1. Pengendapan
2. Effervescence (pelepasan CO2)
3. Pelepasan gas lain
5. Bentuk produk lain
6. Perubahan warna
7. Ledakan
Inkompatibilitas Farmasetik
Kondisi dimana bahan-bahan obat (bahan aktif maupun bahan
tambahan) tidak dapat dicampurkan untuk menghasilkan
pharmaceutically elegant dosage form karena adanya inkompatibilitas
fisika atau / maupun kimia.
Inkompatibilitas Terapetik
Bila obat yg satu dicampur atau dikombinasikan dengan obat lain
akan mengalami perubahan-perubahan sedemikian rupa sehingga sifat
kerjanya dalam tubuh berlainan dari yg diharapkan.
Kondisi ini bisa dilihat dari resep obat seperti :
1. Obat salah / kontraindikasi
2. Dosis tidak sesuai
Interaksi obat :
1. meningkatkan effect dari kombinasi obat
2. mengurangi effect dari kombinasi obat

1.Interaksi farmasetis

Adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat


diformulasikan /disiapkan sebelum obat di gunakan oleh
penderita.Misalnya interaksi antara obat dan larutan infus IV yang
dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau
terjadi pengendapan.
Contoh lain : dua obat yang dicampur pada larutan yang sama
dapat terjadi reaksi kimia atau terjadi pengendapan salah satu senyawa,
atau terjadi pengkristalan salah satu senyawa dll.
Bentuk interaksi:
a. Interaksi secara fisik
Misalnya :
-Terjadi perubahan kelarutan
-Terjadinya turun titik beku
b. Interaksi secara kimia
Misalnya :
Terjadinya reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya
suatu obat selama dalam proses pembuatan ataupun selama
dalam penyimpanan.
2. Interaksi Farmakokinetika
Pada interaksi ini obat mengalami perubahan pada :
Absorbsi
Mekanisme yang dapat mengubah kecepatan absorbsi
obat dalam GI tract dipengaruhi banyak factor antara lain,
berubahnya: kecepatan aliran darah GI, motilitas GI, pH GI,
kelarutan obat, Metabolisme GI, Flora GI, atau Mucosa GI,
terbentuknya komplek yang tidak larut.
Distribusi
Transport aktif dari beberapa obat anti hipertensi
(bethanidine, Guenethidine, debricoquine) ke pangkal syaraf
simpatik yang merupakan tempat terjadinya efek terapeutik,
di inhibisi oleh antidepresan trisiklik (dan mungkin juga oleh
beberapa phenothiazine) sehingga terjadi penurunan kontrol
terhadap tekanan darah.
-metildopa.aMekanisme tersebut juga menjadi dasar dari
interaksi antara antidepresan trisiklik dengan clonidine.
Metabolisme
Banyak interaksi obat disebabkan oleh perubahan
dalam metabolisme obat. Satu sistem yang terkenal dalam
interaksi metabolisme adalah sistem enzim yang
mengandung cytochrome P450 oxidase. Sebagai contoh, ada
interaksi obat bermakna antara sipfofloksasin dan metadon.
Siprofloksasin dapat menghambat cytochrome P450 3A4
sampai sebesar 65%. Karena ini merupakan enzim primer
yang berperan untuk memetabolisme metadon, sipro bisa
meninggikan kadar metadon secara bermakna. Sistem ini

dapat dipengaruhi oleh induksi maupun inhibisi enzim,


sebagaimana dibahas dalam contoh berikut
Induksi enzim - obat A menginduksi tubuh untuk
menghasilkan lebih banyak obat yang memetabolisme obat
B. Hasilnya adalah kadar efektif dari obat B akan berkurang,
sementara efektivitas obat A tidak berubah.
Inhibisi enzim - obat A menghambat produksi enzim yang
memetabolisme obat B, sehingga peninggian obat B terjadi
dan mungkin menimbulkan overdosis.
Ketersediaan hayati obat A mempengaruhi penyerapan
obat B.
Ekskresi
Yang disebabkan karena obat/senyawa lain. Hal ini
umumnya diukur dari perubahan pada satu atau lebih
parameter farmakokinetika, seperti konsentrasi serum
maksimum, luas area dibawah kurva, waktu, waktu paruh,
jumlah total obat yang diekskresi melalui urine, dsb.
3.

Interaksi Farmakodinamika
Adalah obat yang menyebabkan perubahan pada respon pasien
disebabkan karena berubahnya farmakokinetika dari obat tersebut
karena obat lain yang terlihat sebagai perubahan aksi obat tanpa
menglami perubahan konsentrasi plasma.
Misalnya naiknya toksisitas dari digoksin yang disebabkan karena
pemberian secara bersamaan dengan diuretic boros kalium
misalnya furosemid.

II. 3 Sasaran Interaksi Obat


Ada 4 sasaran interaksi :
1.Interaksi Obat-obat
Tipe interaksi obat dengan obat merupakan interaksi
yang paling penting dibandingkan dengan ketiga interaksi
lainnya (Walker dan Edward, 1999).
Semua pengobatan termasuk pengobatan tanpa resep
atau obat bebas harus diteliti terhadap terjadinya interaksi
obat, terutama bila berarti secara klinik karena dapat
membahayakan pasien
2.Interaksi Obat makanan
Tipe interaksi ini kemungkinan besar dapat mengubah
parameter farmakokinetik dari obat terutama pada proses
absorpsi dan eliminasi, ataupun efikasi dari obat.
Contoh: MAO inhibitor dengan makanan yang
mengandung tiramin (keju, daging, anggur merah) akan
menyebabkan krisis hipertensif karena tiramin memacu
pelepasan norepinefrin sehingga terjadi tekanan darah yang
tidak normal (Grahame-Smith dan Arronson, 1992), makanan

berlemak meningkatkan daya serap griseofulvin, (Shim dan


Mason, 1993).
3.Interaksi Obat penyakit
Acuan medis seringkali mengacu pada interaksi obat
dan penyakit sebagai kontraindikasi relatif terhadap
pengobatan. Kontraindikasi mutlak merupakan resiko,
pengobatan penyakit tertentu kurang secara jelas
mempertimbangkan manfaat terhadap pasiennya (Shimp dan
Mason, 1993). Pada tipe interaksi ini, ada obat-obat yang
dikontraindikasikan pada penyakit tertentu yang diderita oleh
pasien. Misalnya pada kelainan fungsi hati dan ginjal, pada
wanita hamil ataupun ibu yang sedang menyusui
Contohnya pada wanita hamil terutama pada trimester
pertama jangan diberikan obat golongan benzodiazepin dan
barbiturat karena akan menyebabkan teratogenik yang
berupa phocomelia Juga pada pemberian NSAID pada Px
riwayat tukak lambung.
4.Interaksi Obat Hasil lab
Interaksi obat dengan tes laboratorium dapat
mengubah akurasi diagnostik tes sehingga dapat terjadi
positif palsu atau negatif palsu. Hal ini dapat terjadi karena
interferensi kimiawi. Misalnya pada pemakaian laksativ
golongan antraquinon dapat menyebabkan tes urin pada
uribilinogen tidak akurat (Stockley, 1999), atau dengan
perubahan zat yang dapat diukur contohnya perubahan tes
tiroid yang disesuaikan dengan terapi estrogen (Shimp dan
Mason, 1993)
II. 4 Interaksi Obat di Luar Tubuh
Interaksi obat selain terjadi di dalam tubuh atau terjadi setelah obat
diberikan kepada pasien, namun dapat terjadi sebelum diberikan kepada
pasien atau dengan kata lain interaksi obat terjadi di luar tubuh. Interaksi
obar diluar tubuh manusia disebut juga interaksi inkompabilitas, karena
interaksi ini terjadi sebelum obat diberikan antara obat yang tidak dapat
dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan
terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimia, yang hasilnya
mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan
lain-lain. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat.
Hal yang paling penting untuk diketahui oleh dokter maupun
apoteker sebagai tenaga kesehatan adalah interaksi obat diluar tubuh
yaitu interaksi antara obat suntik dengan cairan infus, dimana banyak
sekali obat-obat suntik yang inkompatibilitas dengan cairan infus.Selain itu
interaksi obat dapat terjadi pada saat formulasi atau disiapkan sebelum
digunakan oleh pasien.

BAB III
PEMBAHASAN

KAJIAN KOMPATIBILITAS SEDIAAN REKONSTITUSI PARENTERAL DAN


PENCAMPURAN SEDIAAN INTRAVENA PADA TIGA RUMAH SAKIT
PEMERINTAH DI SUMATERA BARAT
Penelitian ini merupakan gabungan antara metoda observasi
prospektif di rumah sakit dan pembuktian di laboratorium. Alat dan
bahan yang digunakan di laboratorium adalah: shaking incubator
(Memmert), Spektrofotometer UV-Vis (SHIMADZU 1700), sediaan
steril meropenem generik (Dexa Medica), sefotaksim generik (Dexa
Medica), fenitoin generik (PT. Ikapharmindo Putramas), aqua pro
injection, Ringer Laktat dan NaCl 0,9% (PT. Widatra Bhakti).
Penelitian di rumah sakit dilaksanakan selama masing-masing 3
bulan mulai bulan Oktober 2011 sampai Januari 2013 bertempat di
Bangsal Penyakit Dalam dan Bangsal Syaraf Rumah Sakit DR. M.
Djamil Padang, Ruang ICU RSSN Bukittinggi dan Bangsal
Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. M. Zein Painan. Pengamatan
dilakukan terhadap prosedur rekonstitusi injeksi kering meropenem,
seftriakson dan sefotaksim serta pencampuran larutan injeksi
fenitoin natrium meliputi: a. Lokasi rekonstitusi dan pencampuran

sediaan intravena b. Prosedur aseptis c. Jenis dan volume pelarut


yang digunakan masing-masing oleh 3 orang perawat yang
berbeda. Hasil pengamatan dicatat dan dibandingkan dengan
persyaratan di literature. Prosedur yang dilakukan perawat diulangi
di laboratorium untuk menganalisis apakah terjadi pengendapan
dan penetapan kadar zat aktif terlarut. Metoda analisis kuantitatif
yang dilakukan meliputi: a. Penetapan metoda analisis dan validasi
metoda analisis meropenem, fenitoin natrium dan sefotaksim (Patel,
2012; Walash, 2011 dan Kumar, 2011) Sejumlah tertentu zat aktif
dilarutkan di dalam sejumlah volume aqua pro injection kemudian
dikocok hingga homogen. Larutan induk kemudian diencerkan
sehingga konsentrasi menjadi 15 g/mL lalu diukur absorban
dengan panjang gelombang 200 400 nm untuk penetapan
panjang gelombang maksimum Untuk validasi metoda analisis,
dilakukan pengenceran bertingkat larutan induk zat aktif sehingga
menghasilkan suatu seri larutan zat aktif. Absorban masingmasing
larutan ditentukan pada panjang gelombang maksimum masingmasing zat aktif. Linearitas respon alat terhadap konsentrasi zat
aktif ditentukan melalui persamaan regresi kurva kalibrasi. Nilai
limit deteksi dan limit kuantitasi dihitung berdasarkan persamaan:
Limit deteksi (LOD) = 3,3 SD/S Limit quantitasi (LOQ) = 10 SD/S
Dimana SD adalah simpangan baku residual dan S adalah
kemiringan kurva. b. Penetapan Kelarutan Masing-Masing Obat
dalam Pelarut yang sesuai menurut literature (Trissel, 2009) Masingmasing zat aktif dilarutkan atau dicampurkan dengan pelarut yang
sesuai (meropenem dosis 1 g dilarutkan dengan 25 mL aqua pro
injection, fenitoin ampul dosis 100 mg dicampurkan dengan 50 mL
NaCl 0,9%, sefotaksim dosis 1 g dilarutkan dengan 12 mL aqua pro
injection) kemudian diletakkan dalam shaking incubator dengan
perputaran 100 rpm pada suhu 250C selama 2 jam untuk mencapai
kesetimbangan sistem. Larutan diukur absorbannya dengan
spektrofotometer UV. Penetapan kadar juga dilakukan pada selang
waktu 24 jam untuk melihat stabilitas larutan. c. Penetapan
Kelarutan Masing-Masing Obat dengan Jenis dan Volume Pelarut
yang Ditemukan di Rumah Sakit. Meropenem dosis 1 g dilarutkan
dengan 10 mL aqua pro injection kemudian dikocok sampai
homogen. Larutan disaring dengan kertas saring kemudian filtrat
diambil dan diukur absorbannya dengan spektrofotometer UV.
Penetapan kadar juga dilakukan pada selang waktu 24 jam untuk
melihat stabilitas larutan. Fenitoin ampul dosis 100 mg dicampurkan
dengan 50 mL Ringer Laktat. Larutan dikocok sampai homogen dan
diukur absorbannya dengan spektrofotometer UV. Penetapan kadar
juga dilakukan pada Prosiding Seminar Nasional dan Workshop
Peselang waktu 24 jam untuk melihat stabilitas larutan. Sefotaksim
dosis 1 g dilarutkan dengan 2,5 mL aqua pro injection kemudian
dikocok sampai homogen. Larutan disaring dengan kertas saring
kemudian filtrat diambil dan diukur absorbannya dengan

spektrofotometer UV. Penetapan kadar juga dilakukan pada selang


waktu 24 jam untuk melihat stabilitas larutan.

N
O
1.

Contoh interaksi obat di luar tubuh


Obat Praesipitan Obat objek
Mekanisme
(A)
(B)
kerja
penisilin
Larutan infus
Terbentukny
Ringer laktat
a senyawa
(RL)
kompleks
dan endapan

2.

karbenisilin

gentamisin

Menghambat
kerja
gentamisin

3.

Rifampisin

Isoniazid (INH)

4.

Phenytoin infus

natrium

Digerus
bersamaan,
menurunkan
aktifitas INH
karena
sifat
rifampisin
yang
higroskopis.
Terbentuk
endapan

efek

solusi

Penicilin
tidak
aktif
(endapa
n)
Gentami
sin tidak
aktif,
karbenisi
lin rusak
INH
mengala
mi
penurun
an
aktifitas

Obat tidak
dicampur
bersamaan

Obat tidak
diberikan
bersamaan

Pemberian
obatnya
dipisah,
tidak
digerus
bersama.

Terbentu
k
endapan

BAB IV
PENUTUP

IV.1 KESIMPULAN
Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi
aktivitas obat. Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas,
atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Interaksi
bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat dengan herbal, obat
dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infus

Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat


meningkatkan toksisitas atau mengurangi efektivitas obat yang
berinteraksi. Mekanisme interaksi obat diantaranya yaitu inkompatibilitas
ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan) antar obat yang tidak
tercampurkan (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan
terjadinya menyebebkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau
kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan,
perubahan warna, terjadi kelembapan bahan obat dan lain lain, atau
mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi
obat.

IV.2 Saran
Karena kebanyakan interaksi obat memiliki efek yang tak dikehendaki,
umumnya interaksi obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi
prognosis. Namun, ada juga interaksi yang sengaja dibuat, sebaiknya
dalam penggunaan obat yang akan dikombinasikan dokter
harus lebih memahami reaksi kimia atau inkompatibilitas dari pada obat
yang akan
diberikan, terutama untuk obat injeksi dan infus.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Center for Drug Evaluation and Research (CDER). In Vivo Drug


Metabolism/Drug Interaction Studies - Study Design, Data Analysis, and
Recommendations for Dosing and Labeling. 1999

2. Brazier NC, Levine MA. Drug-herb interaction among commonly used


conventional medicines: a compendium for health care
professionalsAmerican Journal of Therapeutics 2003; 10(3): 163-169
3. Soo An Choi. The role of pharmacist in NST. Proceedings of 11th
PENSA Congress. pp256-258.
4. Kowaluk EA, Roberts MS, Blackburn HD, Polack AE. Interactions
between drugs and polyvinyl chloride infusion bags. Am J Hosp
Pharm.1981;38(9):1308-14
5. Larry K. Fry and Lewis D. Stegink Formation of Maillard Reaction
Products in Parenteral Alimentation Solutions J. Nutr. 1982 112: 16311637
6. Stadler RH, Blank I, Varga N, Robert F, Hau J, Guy PA, Robert MC,
Riediker S. Acrylamide from Maillard reaction products. Nature. 2002 Oct
3;419(6906):449-50.
7. Fakultas Kedoteran UI.1995 Farmakologi dan Terapi Ed-4 hal 545559. UI-Press. Jakarta
8. http://www.untukku.com/artikel-untukku/interaksi-obat-apa-yangpatut-anda-ketahui-untukku.html
9. http://www.drugs.com/drug_interaction.html
10. http://www.drugs.com/drug_information.html

Anda mungkin juga menyukai