Elistia Tripuspita
102010173
elistia.tripuspita01@gmail.com
PENDAHULUAN
Jika kita berbicara tentang persalinan sudah pasti berhubungan dengan perdarahan,
karena semua persalinan baik pervaginam ataupun perabdominal (sectio cesarea) selalu
disertai perdarahan. Pada persalinan pervaginam perdarahan dapat terjadi sebelum, selama
ataupun sesudah persalinan. Perdarahan bersama-sama infeksi dan gestosis merupakan tiga
besar penyebab utama langsung dari kematian maternal.1,2
Kematian maternal adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari
sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan
tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab kematian ini dapat dibagi
dalam 2 golongan, yakni yang langsung disebabkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas, dan sebab-sebab lain seperti penyakit jantung, kanker, dan lain
sebagainya.1
Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak melebihi 500
cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea. Perlu diingat
bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu persalinan sebenarnya hanyalah setengah dari
perdarahan yang sebenarnya. Seringkali sectio cesarean menyebabkan perdarahan yang lebih
banyak, harus diingat kalau narkotik akan mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh
darah.2,3
PEMBAHASAN
1.
DEFINISI
Perdarahan post partum adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih
pada persalinan pervaginam dan lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea.. Perdarahan dapat
terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta.3-5
Definisi lain menyebutkan perdarahan post partum adalah perdarahan 500 cc atau
lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.2
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian : 4,6-9
a.
b.
2. EPIDEMIOLOGI
2.1 Insiden 7,8
Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8 %.
Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan
pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk
menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.
2.2 Peningkatan angka kematian di Negara berkembang 9
Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal hal
ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan
transfusi, kurangnya layanan operasi.
3. ETIOLOGI
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, faktorfaktor yang menyebabkan perdarahan post partum adalah atonia uteri, perlukaan jalan
lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah.4,5,7
3.1 Tone Dimished : Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan
mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di
2
Partus lama
Plasenta previa
Solutio plasenta
3.2
Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Plasenta acreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir tiga puluh menit setelah janin lahir, hal itu
dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas
dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila
terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya.
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus
desidva sampai miometrium sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta
perkreta )
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta (inkarserasio plasenta). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25
% dari kasus perdarahan postpartum.
Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic mendukung
diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam
setelah persalinan ataupun pada perdarahan post partum sekunder. Apabila didapatkan
cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan curettage.
3.3 Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir :
a. Ruptur uterus
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara
lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan
persalinan dengan induksi oxytosin. Ruptur uterus sering terjadi akibat jaringan
parut section secara sebelumnya.
Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang
tersebut.
Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar
vagina.
Tingkat I : Uterus turun dengan serviks paling rendah dalam introitus vagina
Tingkat III : Uterus keluar seluruhnya dari vagina yang disertai dengan
inversio vagina (prosidensia uteri)
d. Vaginal hematoma
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai
arteri atau vena yang besar jika episitomi luas, jika ada penundaan antara
episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan
episiotomi.
Perdarahan yang terus terjadi dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada
perdarahan dari laserasi ataupun episiotomy.
Gambar 9. Episiotomi
3.4
Hipofibrinogenemia
Trombocitopeni
HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count )
Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit
4. FAKTOR RESIKO
Riwayat perdarahan postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko
paling besar untuk terjadinya perdarahan postpartum sehingga segala upaya harus
dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang
perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum : 8,9
a.
Grande multipara
b.
Perpanjangan persalinan
8
c.
Chorioamnionitis
d.
Kehamilan multiple
e.
f.
c. Plasenta succenturiata
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-lain.
6. PENCEGAHAN DAN MANAJEMEN
6.1 Pencegahan Perdarahan Postpartum
a. Perawatan masa kehamilan4
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang
disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja
dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan
melakukan antenatal care yang baik.
Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai
predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin
di rumah sakit.
b. Persiapan persalinan 7
Sebelum dilakukan persalinan dilakukan pemeriksaan fisik untuk menilai
keadaan umu serta tanda vital, juga pemeriksaan laboratorium untuk menilai kadar
Hb, golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan darah untuk persiapan
transfuse. Pemasangan cateter intravena dengan ukuran yang besar untuk
persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat
sebaiknya langsung dilakukan transfusi.
c. Persalinan 7
Setelah bayi lahir, lakukan massase uterus dengan arah gerakan circular atau
maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massase
yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun
sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan
bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang
berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum.
d. Penanganan Aktif Kala Tiga
o Pemberian suntikan oksitosin
-
Segera berikan bayi yang telah terbungkus kain kepada ibu untuk diberi
ASI
Pindahkan klem kedua yang telah dijepit sewaktu kala dua persalinan pada
tali pusat sekitar 5-10 cm dr vulva
Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (alas dengan kain) tepat
dibawah tulang pubis, gunakan tangan lain untuk meraba kontraksi uterus
dan menahan uterus pada saat melakukan peregangan pada tali pusat,
tangan pada dinding abdomen menekan korpus uteri ke bawah dan atas
(dorso-kranial) korpus.
Jika plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali
pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta,
jangan teruskan penegangan tali pusat. Setelah plasenta terlepas, anjurkan
ibu untuk meneran agar plasenta terdorong ke introitus vagina. Tetap
tegang ke arah bawah mengikuti arah jalan lahir.
Jika terjadi selaput robekan pada selaput ketuban saat melahirkan plasenta,
dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama
Jelaskan tindakan ini kepada ibu dan mungkin merasa tidak nyaman
Dengan lembut gerakkan tangan secara memutar pada fundus uteri, agar
uterus berkontraksi. Jika tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan
penatalaksaan atonia uteri
11
Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan.
Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
Gambar 14. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Sisa plasenta
Sebagian kecil dari plasenta yang tertinggal dalam uterus disebut sisa
plasenta,apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi
bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica
lakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret.
Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulit
dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan
hentikan pemberian uterotonica selama dilakukan eksplorasi. Setelah
15
16
Terapi pembedahan
o Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah tergantung
operator.
Begitu
masuk
bersihkan
darah
bebas
untuk
memudahkan
mengeksplorasi uterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat ruptur uteri
ataupun hematoma. Reparasi tergantung tebal tipisnya ruptur. Pastikan reparasi
benar-benar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena
hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase
apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intak dan tidak ada
perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian
uterotonica.
o Ligasi arteri
Ligasi uteri uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal dari
uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak
ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.
Ligasi arteri ovarii
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan
Ligasi arteri iliaca interna
Efektif mengurangi perdarahan yany bersumber dari semua traktus genetalia
dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi darah sekitar pelvis. Apabila
tidak
berhasil
menghentikan
perdarahan,
pilihan
berikutnya
adalah
histerektomi.
o
Histerektomi
Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan yang berasal dari
uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal
histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak
begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim,
servix,fornix vagina.
17
Efek Samping
Keefektifitasan
Onset : 2- 3 Belum
hipofisis menit
diketahui
kontraindikasinya
untuk
Misoprostol
(E1
Onset
3-5 Belum
analog menit)
prostaglandin)
diketahui
kontraidikasinya
untuk
Konsentrasi
Syntometrin
(kombinasi
dari kerja
cepat wanita
yang
dan preeklamsi,
mempunyai
eklamsi,
riw.hipertensi,
plasenta inkarserata)
ergometrin
yang
Ergometrin
menerus
TD meningkat
Onset : 6- 7 Kontraindikasi pada wanita yang mempunyai
(Preparat Ergot)
menit (IM)
kontraksi
kuat
uterus-resiko
plasenta inkarserata
Efek samping: mual, muntah, sakit kepala, dan
hipertensi.
Jangan digunakan bila obat sudah berubah warna
Tabel 2. Pemakaian Oksitosin pada Penanganan Aktif Kala III
Dosis dan Rute
IM = 10 unit
Wanita yang terpasang jalur IV = 10 IU IM atau 5
Yang
Harus
Kontraindikasi
Diperhatikan
IU bolus perlahan
dan Sebelum pemberian oksitosin, pastikan tidak ada
bayi kedua. Bila sudah diberi oksitosin, namun
ternyata ada bayi kedua, kemungkinan bayi kedua
terperangkap di uterus sangat kecil resikonya
Dosis Lanjutan
Dosis Maximum
Yang Harus Diperhatikan dan
IM = 10 unit
IV = infus 20 unit dalam 1 L cairan infus dengan
40 tetes per menit
Tidak lebih dari 3 L cairan infus+oksitosin
Jangan diberikan dalam bolus
Kontraindikasi
Tabel 4. Pemakaian Misoprostol pada Manajemen Perdarahan Postpartum
Dosis Maksimum dan Rute
Dosis Lanjutan
Yang Harus Diperhatikan dan
Kontraindikasi
KESIMPULAN
Perdarahan adalah salah satu penyebab utama langsung kematian maternal, terutama
di Negara yang kurang berkenbang perdarahan merupakan penyebab terbesar kematian
maternal.
Perdarahan post partum adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih
pada persalinan pervaginam dan lebih dari 1000 cc pada sectio cesarean. Perdarahan dapat
terjadi secar massif dan cepat, atau secara perlahan lahan tapi secara terus menerus.
Perdarahan hanyalah gejala, harus dicari tahu penyebabnya untuk memberikan
pertolongan sesuai penyebabnya. Diagnosis yang tepat menentukan tindakan yang harus
segera diambil. Waktu memiliki peranan yang amat penting,pasien perdarahan post partum
akan jatuh dalam kondisi syok hipovolemik dalam waktu <20 menit tanpa penanganan.
Kerjasama antar pelayanan kesehatan secara signifikan dibutuhkan untuk mengurangi jumlah
kematian maternal karena perdarahan pasca persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, H.Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat cetakan Kedua. Jakarta :Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008
20
2. Cunningham F G, Gant NF. Williams Obstetri. Edisi ke-21. Volume 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2011
3. Gabbe. Obstretics Normal and Problem Pregnancies. 4th ed. London: Churchil
Livingstone, Inc. 2002
4. Mochtar, R. Sinopsis Obstetris. Edisi Kedua Jilid Satu. Jakarta: EGC. 1998
5. Mansjoer, A, et all. Perdarahan Pasca Persalinan. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke tiga
Jilid Pertama. Jakarta, Media Aesculapius FKUI. 2002.
6. DeCherney, A H. Nathan, L. Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis & Treatment.
Ninth edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2003
7. The International Federation of Gynecology and Obstetrics. Prevention and Treatment of
Postpartum Hemorrhage in Low Resourse Settings. FIGO Guidelines. International
Journal Gynecology and Obstetrics 2012; 117: 108-118
8. World Health Organization. WHO recommendations for the preventiom and treatment of
postpartum haemorrhage. WHO Guidelines 2012.
9. United Stated Agency International Development. Fact Sheets: Uterotonic Drugs for the
Prevention and Treatment of PostpartumHemorhage. Prevention od Postpartum
Hemorrhage Initiative 2008: 1-10
21