Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
Osteomielitis adalah penyakit pada tulang, yang ditandai dengan adanya
peradangan pada sumsum tulang dan tulang yang berdekatan dan sering dikaitkan
dengan hancurnya kortikal dan trabekular tulang.
Penyakit ini memiliki dua manifestasi yaitu osteomielitis hematogenous dan
contiguous osteomielitis dengan atau tanpa insufisiensi vascular yang selanjutnya
diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Osteomielitis paling sering timbul dari
patah tulang terbuka, infeksi pada kaki penderita diabetes, atau terapi bedah pada
luka tertutup. Penyebabnya dapat bervariasi, dapat disebabkan oleh bakteri, jamur,
atau berbagai organisme lain, dan dapat idiopatik seperti osteomielitis muktifocal
kronis yang berulang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFENISI
Osteomielitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomielitis akut
yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik.
ETIOLOGI
Permasalahan utama yang terjadi pada infeksi tulang yang kronis adalah
mencari penyebabnya. Dimana terapi yang diberikan harus sesuai dengan
identifikasi gen penyebab dan keadaan pasien. Terdapat banyak organisme
penyebab osteomielitis kronis namun sebanyak 75% penyebab terbanyak adalah
Staphylococus aureus. Organisme penyebab lain yaitu Eschericia coli, Proteus
atau Pseudomonas. Stafilokokus epidermidis merupakan penyebab utama
osteomielitis kronis pada operasi-operasi ortopedi yang menggunakan implant.
PATOFISIOLOGI
Infeksi terjadi ketika masuknya mikroorganisme melalui darah, secara
langsung dari benda-benda yang terinfeksi atau luka tembus. Trauma, iskemia,
dan benda asing dapat meningkatkan resiko invasi mikroorganisme ke tulang
melalui bagian yang terpapar sehingga organisme tersebut lebih mudah
menempel. Pada daerah infeksi fagosit dating untuk mengatasi infeksi dari bakteri
tersebut, namun dalam waktu yang bersamaan fagosit juga mengeluarkan enzim
yang dapat mengakibatkan lisisnya tulang. Bakteri dapat lolos dari proses tersebut
dan akhirnya menempel pada bagian tulang yang lisis dengan cara masuk dan
menetap pada osteoblas dan membungkus diri dengan protective polysacchariderich biofilm. Jika tidak dirawat dengan benar, tekanan intramedular akan
meningkat dan eksudat menyebar sepanjang korteks metafisis yang tipis dan
mengakibatkan timbulnya abses subperiosteal. Abses subperiosteal ini dapat
meningkat dan menyebar pada bagian tulang yang lain.

Pus yang ada dapat menyebar melalui pembuluh darah, sehingga dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intraosseus dan gangguan pada aliran darah.
Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya thrombosis. Nekrosis pada tulang juga
dapat terjadi dan mengakibatkan hilangnya peredaran darah periosteal. Nekrosis
pada segmen besar tulang mengakibatkan timbulnya sekuestrum. Sekuestra ini
memuat bagian infeksius yang mengelilingi bagian tulang yang sklerotik yang
biasanya tidak mengandung pembuluh darah. Kanal harversian diblok oleh
jaringan parut dan tulang dikelilingi oleh bagian periosteum yang mengalami
penebalan dan jaringan parut pada otot. Sekuestra merupakan muara dari
mikroorganisme dan mengakibatkan timbulnya gejala infeksi. Abses juga dapat
keluar membentuk sinus. Sinus dapat tertutup selama beberapa minguu dan
memberikan gambaran klinis penyembuhan, dapat terbuka (atau muncul pada
tempat lain) ketika tekanan jaringan meningkat. Antibiotic tidak dapat menembus
bagian yang avaskular dan tidak efeksi mengatasi infeksi.
Pembentukan formasi tulang baru (involucrum) secara bersamaan
dikarenakan periosteum berusaha untuk membentuk dinding atau menyerap
fragmen sekuestra dan membentuk stabilitas tulang yang baru. Sekuestrum
merupakan benda asing bagi tulang dan mencegah dari penutupan kloaka (pada
tulang) dan sinus (pada kulit). Sekuestrum diselimuti oleh involucrum yang tidak
dapat keluar atau dibersihkan dari medulla tulang kecuali dengan tindakan
operasi. Morfologi involucrum berfariasi dan memiliki reaksi periosteal yang
agresif dan dapat mengakibatkan timbulnya keganasan. Jika respon periosteal
minimal, hilangnya segmen tulang baik secara fokal maupun segmental tidak
dapat dihindarkan.
Gambaran morfologis dari osteomielitis kronis adalah adanya bagian tulang
yang nekrosis ditandai dengan tidak adanya oesteosit yang hidup. Kebanyakan
mengandung sel mononuclear, granula dan jaringan fibrosa menggantikan tulang
yang diserap oleh osteoklas. Jika dilakukan pewarnaan dpat ditemukan beberapa
macam organisme.

KLASIFIKASI
Cierny dan Mader (1990) membagi osteomielitis kronis menjadi empat tipe
penyakit anatomik (1-4) dan tiga kategori fisiologis (A, B, dan C). Pembagian ini
dbuat berdasarkan keadaan inang, keadaan anatomi tulang, faktor terapi dan
faktor prognosis.
Klasifikasi anatomik osteomielitis kronik Cierny & Mader :
-

Stage 1 : Endosteal, medullary lesion


Stage 2 : Superficial osteomyelitis limited to the surface
Stage 3: Localized, well-marked lesion with sequestration and cavity

formation
Stage 4 : Diffuse osteomyelitis lesions
Klasifikasi fisiologis osteomielitis kronik Cierny & Mader. Inang dibagi

menjadi A, B, dan C. Tipe A adalah pasien dengan karakteristik fisiologis,


metabolic dan imunologid normal. Tipe B adalah terganggu secara local, sistemis
atau keduanya. Tujuan utama terapi pada tipe B adalah untuk menghilangkan
faktor pengganggu yang membedakannya dari tipe A. Sedangkan tipe C adalah
pasien dengan terapi infeksi tulang lebih parah dari infeksi itu sendiri atau
seseorang yang sangat sakit sehingga dengan tindakan operatif tidak
memungkinkan
GAMBARAN KLINIS
Presentasi pada pasien dengan Osteomielitis Kronis biasanya merupakan
efek jangka panjang, berupa keluarnya sinus atau adanya nyeri tulang kronik
setelah mendapatkan terapi. Pasien juga terkadang mengalami eksaserbasi akut
dan biasanya memiliki riwayat osteomielitis sebelumnya, biasanya pada waktu
kecil. Demam pada umumnya tidak khas kecuali terdapat obstruksi pada sinus
yang mengakibatkan timbulnya infeksi pada jaringan.
Pada anamnesis biasanya didapat riwayat fraktur terbuka atau riwayat
osteomielitis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri pada tulang,
bengkaknya jaringan, dan kemerahan. Sinus, fistel, dan sikatriks bekas operasi
dengan nyeri tekan dapat ditemukan pada saat pemeriksaan fisik. Pada kasus-

kasus jangka panjang biasanya ditemukan adanya penebalan pada tempat dimana
adanya jaringan parut atau sinus yang menempel pada tulang yang terinfeksi.
Selain ini juga didapat kemungkinan adanya cairan seropurulen dan ekskoriasi
yang mngelilingi kulit. Juga dapat ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar
melalui kulit. Pada pasien osteomielitis post trauma, tulang kemungkinan
mengalami deformitas atau non-union.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboraturium menunjukan adanya peningkatan Laju
Endap Darah (LED), leukositosis serta peningkatan titer antibodi antistafilokokus. Pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas diperlukan untuk menentukan
organisme penyebabnya.
Pendekan radiologis pada pasien osteomielitis kronis dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui daerah tulang yang terinfeksi (panjang infeksi
intramedular yang aktif atau abses pada area yang nekrosis, sekuestrum, dan
fibrosis) dan untuk mengetahui jaringan kulit yang terlibat (area selulitis, abses,
dan sinus) sehingga pendekatan radiologis memiliki peranan penting dalam
mendeteksi infeksi aktif dan menentukan panjang debridement yang diperlukan
untuk mengeluarkan bagian tulang yang nekrosis dan jaringan lunak yang
abnormal.
Modalitas

radiologis

yang

dapat

digunakan

untuk

mendiagnosis

osteomielitis kronis adalah plain photo, ultra sound, nuclear imaging, CTdan
MRI.
Plain

photo

merupakan

pencitraan

awal

yang

digunakan

untuk

mendiagnosis osteomielitis kronis. Modlaitas ini tidak memerlukan biaya banyak,


tersedia dimana-mana dan akurat. Dalam mendeteksi osteomielitis kronis,
sensitivitas plain photo masih tinggi sekitar 90% pada 3-4 minggu setelah
presentasi klinis, walaupun spesifitasnya masih rendah sekitar 30%. Pada plain
photo dapat telrihat bone resorption dengan penebalan dan sklerosis yang

mengelilingi tulang. Sequestra

menunjukan adanya penebalan fragmen yang

tidak alami. Plain photo juga berguna dalam mendeteksi adanya kelainan
anatomis seperti fraktur, bony variants, deformitas, benda asing dan udara dalam
jaringan. Stress fracture, osteoid osteoma dan penyebab lain dari periosteitis
kemungkinan memiliki gambaran yang mirip denga osteom,ileitis kronis.

Plain Photo. Osteomyelitis chronic. Sclerosing ostemoemyelitis of the lower tibia (The bone
expansion and marked sclerosis). Source: Web MD

Beberapa penelitian menunjukan penggunaan ultrasound resolusi tinggi


dapat digunakan untuk mendiagnosis osteomielitis kronis karena dapat
mendeteksi reaksi periosteal, reaksi pembentukan tulang baru, dan perubahan
jaringan lunak sepanjang tulang. Tetapi ultrasound tidak dapat menungjukan
keadaan fisik dari tulang karena refleksi dari gelombang suara oada jaringan lunak
ke permukaan tulang. Ultrasonografi juga dapat mendeteksi kumpulan cairan pada
subperiosteal atau adanya abses pada jaringan lunak yang terdekat pada tulang.
Modalitas nuclear imaging yang dapat digunakan untuk mendeteksi
osteomielitis kronis bervariasi, meliputi
scanning,

99m

Technetium diphosponate bone

67

gallium scanning, Indium -111 WBC, dan jenis nuclear imaging

lainnya. Metode ini sangat sensitive dan memiliki tingkat radiasi yang rendah.
Sensitivitas sekitar 32-100% namun menurun pada anak-anak da orang tua dengan

osteoporosis, penyakit vascular perifer yang besar dan penyakit metabolic dan
memiliki spesifitas 0-100%.
CT scan sangat sesuai dalam mendeteksi adanya sekuestra, hancurnya
kortikal, abses jaringan lunak dan ananya sinus pada osteomielitis kronis.
Sklerosis, demineralisasi, dan reaksi periosteal juga dapat dilihat dengan
menggunakan modalitas ini. CT scan membantu dalam mengevaluasi keperluan
untuk tindakan operatif dan memberikan informasi penting mengenai luasnya
penyakit. Informasi ini juga berguna untuk menentukan metoda operatif apa yang
digunakan, CT scan juga sangat membantu dlaam melaksanakan biopsi tulang.
Keuntungan yang paling penting dari CT scan dapat menunjukan lesi pada
medulla dan infeksi pada jaringan lunak. CT scan merupakan modaloitas standard
dslam mendeteksi sekuestrum. CT scan juga sangat baik dalam menampilkan
tulang belakanbg, pelvis, dan sternum.

CT scan. Osteomyelitis chronic. Vertebral osteomyelitis aaocoated with a psoas abcess. Source:
Web MD

Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat berguna dalam mendeteksi


infeksi musculoskeletal, dimana setiap batasannya menjadi terlihat. Resolusi
spasial yang ditawarkan MRI sangat berguna dalam membedakan infeksi dari
tulang dan jaringan lunak, dimana hal ini merupakan permasalahan pada
pencitraan radio nuklir. Namun MRI, tidak seperti pencitraan radio nuklir, tidak
terlalu tepat untuk pemeriksaan seluruh tubuh dan adanya logam yang tertanam
kemungkinan menghambat artifak local. Osteomielitis biasanya tampak sebagai
gambaran sumsum tulang yang terlokalisasi dengan adanya penurunan densitas.

MRI. Osteomyelitis chronic. Bone marrow edema of the clavicle and periclavicular fluid
(pus). Source: Web MD

TATALAKSANA
Pengobatan osteomielitis kronis terdiri atas:
Pemberian antibiotik. Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan
antibiotik semata-mata. Pemberian antibiotik ditujukan untuk mencegah
terjadinya penyebaran infeksi pada tulang yang sehat lainnya dan mengontrol
eksaserbasi akut.
Tindakan operatif. Tindakan operatif dilakukan bilka fase eksaserbasi akut
telah reda setelah pemberian antibiotik yang adekuat. Operasi yang dilakukan
bertujuan untuk mngeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak
maupun jaringan tulang (sekuestrum) sampai kejaringan sehat sekitarnya.
Selanjutnya dilakukan drainase dan dilanjutkan irigasi secara kontinu selama
beberapa hari. Adakalanya diperlukan pananaman rantai antibiotik didalam bagian
tulang yang terinfeksi. Tindakan operatif juga bertujuan sebagai dekompresi pada
tulang dan memudahkan antibiotic mencapai sasaran dan mencegah penyebaran
osteomielitis lebih lanjut.

KOMPLIKASI

Terdapat resiko munculnya septic arthritis pada daerah dimana metafisis


terdapat pada bagian intraartikular (seperti pada proksimal femur, proksimal
radius, proksimal humerus, distal fibula). Risiko meningkat pada anak-anak
berusia kurang dari 2 tahun sebagai akibat dari uniknya pembuluh darah pada
anak-anak. Dimana pembuluh darah metafisis dan epifisis pada

anak-anak

berhubungan sampai sekitar umur 12-18 tahun dimana fisis berperan sebagai
perisai mekanis terhadap penyebaran infeksi.
Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa kontraktur sendi, penyakit
amiloid, fraktur patologis, perubahan menjadi ganas pada jaringan epidermis
(karsinoma epidermoid, ulkus marjolin), kerusakan epifisis sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Khan

AN.

Osteomyelitis

chronic.

Tersedia

dalam

http://emedicine.medscape.com/article/393345-overview
2. Harrisons Principles of Internal Medicine. New York. McGraw Hill. 2005.
3. Fakultas Kedokteran FK UI. Radiologi Diagnostik FK UI. Jakarta. EGC.
4. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta. EGC:
2004.
5. Rasjad C.

Pengantar

ilmu

bedah

ortopedi.

Jakarta.

PT Yarsif

Watampone:2007.
6. Nopriantha, Sitanggang. Temuan radiologis pada osteomielitis kronik.
Bali. Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (RSUP
Sanglah).

Anda mungkin juga menyukai