Kemitraan Antara Pemerintah Desa
Kemitraan Antara Pemerintah Desa
LATAR BELAKANG
dengan Sekretaris Desa adalah Perangkat Desa yang bertugas membantu Kepala Desa dalam
bidang tertib administrasi pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat. Pada pasal 14 disebutkan bahwa Sekretaris Desa yang diangkat
menjadi PNS berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dapat dimutasikan setelah menjalani
masa jabatan Sekretaris Desa sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun.
Hubungan antara Pemerintah Desa dan Badan perwakilan Desa. Pertama, hubungan dominasi
artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak pertama menguasai pihak kedua;
kedua, hubungan sub koordinasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak kedua
menguasai pihak pertama, atau pihak kedua dengan sengaja menempatkan diri tunduk pada
kemauan pihak pertama, Ketiga, hubungan kemitraan artinya pihak pertama dan kedua
setingkat dimana mereka bertumpu pada kepercayaan, kerjasama dan saling menghargai.
Pemerintah Desa dalam melaksanakan tugas pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan
kepada masyarakat harus benar-benar memperhatikan hubungan kemitraan kerja dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa itu sendiri. Kemitraan dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Desa disini berarti bahwa dalam melaksanakan tugas pembangunan maupun
pemberian pelayanan kepada masyarakat, semua aparatur Pemerintahan Desa, baik itu Kepala
Desa, Sekretaris Desa, dan Badan Perwakilan Desa harus benar-benar memahami kapasitas
yang menjadi kewenangan maupun tugasnyamasing-masing. Sehingga dalam melaksanakan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa semua aparatur pemerintah desa dalam hubungannya
dapat bersinergi dan bermitra dengan baik dan tepat dalam meningkatkan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa yang profesional dan akuntabel.
Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Indonesia memang seringkali mengalami
persoalan-persoalan yang timbul terkait dengan hubungan tersebut, seperti hubungan antara
Kepala Desa dengan BPD. Beberapa issu yang terjadi dalam hubungan antara pemerintah
Desa (Kepala Desa) dengan BPD menurut hasil penelitian Tim Balitbang Propinsi Jawa
Timur (2001) sebagai berikut:
a) Adanya arogansi BPD yang merasa kedudukannya lebih tinggi dari Kepala Desa, karena
Kepala Desa bertanggung jawab kepada BPD;
b) Dualisme kepemimpinan desa, yaitu kepala desa dengan perangkatnya dan badan
perwakilan desa, yang cenderung saling mencurigai;
c) Sering terjadi mis-persepsi sehingga BPD sebagai unsur legislatif desa tetapi melakukan
tugas dan fungsi eksekutif kepala desa;
d) Anggota BPD sering belum bisa memilah antara fungsi pemerintahan desa dengan
pemerintah desa;
e)
f) Kinerja perangkat desa menjadi tidak efektif karena banyak mantan calon Kepala Desa
yang tidak jadi kepala Desa menjadi anggota BPD dan cenderung mencari-cari kesalahan
perangkat desa bahkan ada kesan pula mereka berusaha untuk menjatuhkan Kepala Desa ;
g) Dalam hubungan kerja organisasional, (1) dalam pelantikannya BPD dibekali oleh
DPRD; (2). BPD melakukan hubungan langsung dengan DPRD; (3). Terjadi kontradiksi
perilaku kerja BPD, misalnya BPD tidak mau berurusan dengan Camat.
Persoalan hubungan dalam penyelenggraan Pemerintahan Desa, tidak hanya terjadi anatara
hubungan Kepala Desa dengan BPD saja, namun antara Kepala Desa dengan Sekdes juga
sering menjadi kendala tersendiri. Hambatan hubungan antara Sekdes dengan Kepala Desa
biasa terjadi karena ada ketidaksepahaman Sekdes dalam menunjang tugas-tugas Kepala
Desa. Ada anggapan bahwa Sekdes sudah mendapat tunjangan kompensasi yang dihitung
berdasarkan masa kerja selama yang bersangkutan menjadi Sekretaris Desa.Penetapan
besaran tunjangan kompensasi bagi setiap Sekretaris Desa ditetapkan dengan keputusan
Bupati/Walikota.Disamping tunjangan yang diperoleh, pada pasal 14 disebutkan bahwa
Sekretaris Desa dapat dimutasikan setelah menjalani masa jabatan Sekretaris Desa sekurangkurangnya 6 (enam) tahun. Apabila selama Sekretaris Desa menjalankan tugas belum
mencapai 6 tahun dan ada permasalahan kinerja Sekretaris Desa dianggap tidak memuaskan
Kepala desa, maka Sekretaris Desa tidak dapat dimutasi. Jadi persoalan antara Sekretaris
Desa dan kepala Desa dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Kadang terjadi dilapangan Sekretaris desa masih mendapat bagian dari kas desa,
misalnya bagian pendapatan dari tanah bengkok, padahal Sekdes sudah mendapat tunjangan
kompensasi;
b) Sekretaris Desa mendapat hak pensiun, sedang Kepala Desa tidak. Hal ini membuat
Kepala Desa ingin Sekretaris Desa mempunyai kinerja yang bagus;
c) Sekretaris Desa yang tidak disukai oleh Kepala Desa karena kinerja yang tidak
memuaskan Kepala desa, sulit untuk dimutasi ketempat lain sebelum memiliki kinerja 6
tahun;
Jika ditinjau dari jumlah desa di Indonesia yang mencapai 70.611 desa, kebijakan pemerintah
yang akan diimplementasikan tidak akan terwujud 100%. Hal ini dikarenakan masih terdapat
5000an desa yang belum terdaftar dalam kantor Departemen Dalam Negeri. Kendala terbesar
lainnya yaitu jika kebijakan pemerintah tersebut benar-benar terealisasikan akan menjadikan
dana APBN semakin membengkak. Hal ini akan memicu permasalahan baru dalam
pemerintahan. Dengan kata lain mangatasi masalah dengan memunculkan masalah baru.
Adanya dukungan dan kesiapan dari para sekdes dalam melaksanakan kebijakan ini pada
kenyataanya belum disertai dukungan dari masyarakat. Sebagian masyarakat menganggap
kebijakan sekdes PNS seakan-akan terkesan diskriminatif bagi kepala desa, perangkat desa
dan juga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang berstatus sama sebagai unsur
pemerintahan desa. Kebijakan ini banyak memunculkan penafsiran, opini, dan tanda tanya
yang hingga saat ini belum menemukan titik terang. Bukan tidak mungkin berdampak
resonansi dimana semua Perangkat Desa lainnya juga mengharapkan atau menuntut untuk
menjadi PNS. Tuntutan ini secara praktikal dan realita lapangan tidak memungkinkan
mengingat bahwa definisi dari perangkat desa lainnya termasuk didalamnya ialah Kepala
Dusun/Dukuh atau RW dan sebagainya yang masih belum memungkinkan dan belum pernah
dikaji kemungkinan serta kepentingannya untuk di PNS-kan. Seperti dimaklumi bahwa
kepengurusan Kepala Dusun/Kuwu/ Kepala Dukuh atau RW dan RT dll sebagai perangkat
desa masih bersifat volunteer seperti halnya terjadi di berbagai negara. Lahirnya PP baru
yang sudah disiapkan pemerintah untuk Sekdes adalah PNS tersebut semakin membangun
optimisme perbaikan birokrasi Indonesia.
Persoalan terkait dengan Sistem kemitraan yang dibangun antara Kepala Desa dengan BPD
dan sistem hubungan antara Kepala desa dengan Sekretaris Desaakan
membawapenyelenggaraan Pemerintahan desa pada persoalanpembangunan Desa jauh dari
kesejahteraan. Agar beberapa persoalan mengenai hubungan antara Kades, Sekdes, dan juga
BPD dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa perlu dicarikan model kemitraan hubungan
yang tepat. Untuk itu dalam kajian ini akan dilakukan penelitian mendalam di beberapa Desa
maju dan tertinggal yang berada di Kabupaten Nganjuk, Lumajang, Bojonegoro, dan
Sampang sebagai daerah sampling yang berada di Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh tim peneliti kepada 16 Desa di 4 Kabupaten di
Jawa Timur, beberapa isu terkait dengan pola kemitraan dari perspektif BPD adalah adanya
sebuah pemahaman bahwa BPD mampu melaksanakan tugasnya sendiri tanpa adanya
bantuan dari Kepala Desa. Hal ini terjadi mengingat kades merupakan mitra kerja dari BPD
yang mempunyai kedudukan sejajar, sehingga kapasitas maupun kualitas BPD dituntut untuk
dapat bekerja sesuai dengan apa yang menjadi Tupoksinya seperti fungsi Pengawasan,
Legislasi, dan Anggaran. Namun disisi lain BPD sebenarnya mengakui bahwa kedudukannya
dengan Kades hubungannya saling membutuhkan dan sebagai mitra kerjasama dalam
penyelenggaraan Pemdes. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, Kades memiliki
peran dan kewenangan lebih untuk mengurus desa, BPD hanya bertindak sebagai mitra yang
dapat atau tidak dapat menyetujui apa yang menjadi kebijakan kades. BPD beranggapan
bahwa dirinya hanya sebagai secondary fungtion (mengontrol dianggap lebih rendah daripada
mengatur) dalam melaksanakan roda pemerintahan desa, dan merasa bahwa Kades yang lebih
mempunyai peran penting dan dominan.
Dalam masalah lainnya adalah bahwa hubungan antara Kepala Desa dengan BPD seringkali
bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini biasa terjadi saat kordinasi dalam
penyusunan kebijakan, rencana, program, maupun pembangunan Desa dan Pelayanan.
Namun hal ini memang biasa terjadi, karena BPD sebagai pembawa aspirasi
Masyarakat/penduduk Desa menginginkan pembangunan yang adil dan merata, namun
sebagai pelaksana (Kepala Desa) sering terlalu memperhitungkan antara prioritas
pembangunan dan pelayanan lain dan juga kaitannya terhadap anggarapan yang dimiliki oleh
Pemerintah Desa. Namun beberapa masalah tersebut setidaknya dapat diselesaikan dengan
jalan musrawarah, kordinasi, dan peran komunikasi yang efektif dalam menjembatani proses
pengambilan keputuan untuk kepentingan bersama.
didapatkan hasil bahwa yang menjadi isu pokok masalah dari pandangan Kades tentang
mutualitas adalah :
1. 1.
7).
Saya memandang bahwa posisi saya sejajar dengan BDP (Pertanyaan Nomor
Permasalahan senada diungkapkan oleh kepala desa, hampir disemua kabupaten kepala desa
beranggapan bahwa kedudukannya sebagai kepala desa tidaklah sejajar dengan BPD.
Permasalah ini mempunyai korelasi dengan permasalahan yang dialami oleh BPD. Kades
merasa mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, dan menganggap perannya sebagai
pemimpin desa, pengguna anggaran dan dipilih langsung oleh rakyat merupakan kedudukan
nomor satu di pemerintahan desa. Walaupun disisi lain Kades mengakui bahwa hubungannya
dengan BPD adalah saling membutuhkan dan bersifat mitra yang saling bekerjasama dalam
Pembangunan Desa dan pemberian pelayanan kepada masyarakat secara adil dan merata.
didapatkan hasil bahwa yang menjadi isu pokok masalah dari pandangan Sekdes tentang
mutualitas adalah :
1. 1.
Sering berselisih pendapat dengan Kepala Desa perihal bagaimana
membangun desa atau menyelesaikan masalah desa (Pertanyaan Nomor4)
2. 2.
Kinerja sekretaris desa mempengaruhi kinerja aparatur desa lainnya
(Pertanyaan Nomor 10).
Sekretaris desa merupakan jabatan yang sangat krusial di suatu desa, biasanya orang yang
menjadi sekretaris desa adalah orang yang mempunyai pengalaman dan usia kerja yang
cukup lama di pemerintahan desa. Diangkatnya sekretaris desa menjadi PNS salah satunya
bertujuan untuk memberikan apresiasi atas pengabdiannya selama ini. Karena sekdes
dianggap pejabat senior yang menguasai prosedur pekerjaan dan mengetahui seluk beluk
pemerintahan desa, sebagai besar sekdes di seluruh kabupaten yang menjadi responden
menganggap bahwa kinerja yang dilakukan Sekdes tidak banyak mempunyai pengaruh
terhadap kinerja aparatur desa lainnya. Ini disebabkan oleh adanya distribusi pekerjaan yang
tidak merata diantara kaur desa yang lain dengan sekretaris desa.
Sementara itu secara kasuistis, beberapa sekdes menganggap bahwa kedudukan PNS adalah
kedudukan yang sangat aman dalam pemerintahan desa, karena posisi dan gajinya yang tidak
mungkin akan gampang dirubah oleh kepala desa. Sehingga terkadang urusan pemerintahan
desa banyak diserahkan kepada kaur desa lainnya, dan kinerja sekdes menjadi kurang
optimal.
Di hampir mayoritas desa diangkatnya Sekdes menjadi PNS tidak menimbulkan konflik dan
kecemburuan dikalangan aparatur desa yang lainnya, karena kebanyakan telah menyadari
bahwa beban kerja sekdes yang dirasa amat berat telah mendapatkan apresiasi yang pantas
dengan diangkatnya sekdes menjadi PNS. Masalah yang muncul adalah ketika PNS yang
telah menjadi PNS namun tetap mendapatkan dan mengelola tanah bengkok dari pemerintah
desa. Seperti misalnya di Kabupaten Bojonegoro untuk Desa Sumberejo, Desa Pakuwon dan
Desa Sambongrejo sekdesnya telah diangkat menjadi PNS dan tetap mengelola tanah benkok.
Ini sedikit menimbulkan kecemburuan dikalangan aparatur pemerintahan yang lain.
didapatkan hasil bahwa yang menjadi isu pokok masalah dari pandangan BPD tentang
Identitas Organisasi adalah :
1. 1.
Secara pribadi saya mempunyai tujuan tertentu menjadi anggota BPD ini
Kinerja sekretaris desa mempengaruhi kinerja aparatur desa lainnya (Pertanyaan
Nomor 19)
2. 2.
Tujuan individu saya dalam BPD saat ini sudah tercapai (Pertanyaan Nomor
20).
Untuk dua pertanyaan mengenai tujuan pribadi dan pencapaian tujuan pribadi tersebut,
didapatkan prosentase hasil yang paling kecil. Disini berarti bahwa BPD memang memiliki
tujuan pribadi dalam menjadi anggota BPD, dan kebanyakan disini para responden
menegaskan pernyataan tersebut karena menginginkan tercapainya aspirasi yang mereka
bawa dari aspirasi masyarakat yang mereka wakili. Sebagai penyalur aspirasi msyarakat,
tentu BPD perlu memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam Pembangunan Desa dan
Pelayanan yang akan dilakukan oleh pemerintah Desa (Kades dan Sekdes).
a lainnya. Ini disebabkan oleh adanya distribusi pekerjaan yang tidak merata diantara kaur
desa yang lain dengan sekretaris desa.
Sementara itu secara kasuistis, beberapa sekdes menganggap bahwa kedudukan PNS adalah
kedudukan yang sangat aman dalam pemerintahan desa, karena posisi dan gajinya yang tidak
mungkin akan gampang dirubah oleh kepala desa. Sehingga terkadang urusan pemerintahan
desa banyak diserahkan kepada kaur desa lainnya, dan kinerja sekdes menjadi kurang
optimal.
Di hampir mayoritas desa diangkatnya Sekdes menjadi PNS tidak menimbulkan konflik dan
kecemburuan dikalangan aparatur desa yang lainnya, karena kebanyakan telah menyadari
bahwa beban kerja sekdes yang dirasa amat berat telah mendapatkan apresiasi yang pantas
dengan diangkatnya sekdes menjadi PNS. Masalah yang muncul adalah ketika PNS yang
telah menjadi PNS namun tetap mendapatkan dan mengelola tanah bengkok dari pemerintah
desa. Seperti misalnya di Kabupaten Bojonegoro untuk Desa Sumberejo, Desa Pakuwon dan
Desa Sambongrejo sekdesnya telah diangkat menjadi PNS dan tetap mengelola tanah benkok.
Ini sedikit menimbulkan kecemburuan dikalangan aparatur pemerintahan yang lain.
didapatkan hasil bahwa yang menjadi isu pokok masalah dari pandangan Kades tentang
Identitas Organisasi adalah :
1. 1.
Secara pribadi saya mempunyai tujuan tertentu menjadi Kepala Desa ini
(Pertanyaan Nomor 27)
2. 2.
Tujuan individu saya dalam Pemerintahan Desa saat ini sudah tercapai
(Pertanyaan Nomor 34)
3. 3.
Dari keseluruhan Kepala Desa yang ada bersepakat bahwa menyatakan bahwa mereka tidak
mempunyai tujuan individu yang bersifat atas kepentingan pribadi untuk menjadi Kepala
Desa. Adapun tujuan pribadi yang menjadi alasan untuk menjadi Kepala Desa adalah ingin
memberikan yang terbaik bagi masyarakat terutama dalam pembangunan Desa dan Pelayanan
kepada masyarakat. Adapun memang 2 Kepala Desa menjawab memiliki tujuan individu,
namun setelah diklarifikasi ternyata tujuan individunya adalah dalam bentuk panggilan hati
untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Desa, dan bukan untuk
memperkaya diri sendiri.
Tercapainya tujuan yang diinginkan oleh Kepala Desa saat ini dirasa memang pada
tercapainya keinginan untuk membangun Desa dalam meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bagi masyarakat. Segala bentuk pembangunan Desa dan pemberian pelayanan
kepada masyarakat yang akuntabel dan transparan memang menjadi tujuan bersama antara
BPD, Kades, Sekdes, Perangkat Desa, dan masyarakat Desa. Namun nampaknya tujuan
bersama tersebut saat ini belum sepenuhnya terpenuhi, mengingat tujuan bersama dari
Pembangunan Desa dan Pelayanan kepada masyarakat ini memerlukan proses pelaksanaan
yang sistematis dan terpadu. Banyak Kepala Desa mengakui bahwa dalam pelaksanaan
pembangunan Desa nya diperlukan waktu, anggaran, dan tenaga yang tidak sedikit. Untuk itu
dalam mempercepat tujuan bersama pembangunan Desa tersebut diperlukan kerjasama yang
baiak antara Pemkab, Pemdes, dan masyarakat.
didapatkan hasil bahwa yang menjadi isu pokok masalah dari pandangan Sekdes tentang
Identitas Organisasi adalah :
1. 1.
Secara pribadi saya mempunyai tujuan tertentu menjadi Sekretaris Desa ini
(Pertanyaan Nomor 18)
2. 2.
Tujuan individu saya dalam Pemerintahan Desa saat ini sudah tercapai
(Pertanyaan Nomor 19).
Hal ini senada dengan apa yang diutarakan dan dijelaskan oleh BPD dan Kades dengan jenis
pertanyaan yang sama. Memang pada dasarnya Sekdes mempunyai tujuan pribadi, namun
bentuk dari tujuan pribadi tersebut dikonfirmasikan dalam penjelasan melalui wawancara,
bahwa tujuan pribadi mereka tersebut bukan untuk memperkaya diri sendiri, namun
menginginkan sebuah perwujudan pelayanan yang baik. Dan tujuan pribadi ini bisa menjadi
usulan dan masukan yang positif kepada Kepala Desa dalam melaksanakan dan
menyelenggarakan Pemerintahan Desanya ke arah Pembangunan dan pelayanan yang
diinginkan bersama.
Mengenai tercapainya tujuan tersbut, banyak Sekdes yang memang berpendapat bahwa
tujuannya tersebut masih belum banyak tercapai, hal ini dikarenakan oleh kinerja sekdes dan
aparatur / perangkat Desa lainnya kurang merata, sehingga beban kinerja pembangunan dan
pelayan Desa menjadi tumpuan berat bagi Sekdes. Oleh karena itu Sekdes selalu melakukan
kordinasi dan komunikasi secara intens baik secara formal maupun informal kepada BPD,
dan khususnya dengan Kepala Desa.
aya diri sendiri.
Tercapainya tujuan yang diinginkan oleh Kepala Desa saat ini dirasa memang pada
tercapainya keinginan untuk membangun Desa dalam meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bagi masyarakat. Segala bentuk pembangunan Desa dan pemberian pelayanan
kepada masyarakat yang akuntabel dan transparan memang menjadi tujuan bersama antara
BPD, Kades, Sekdes, Perangkat Desa, dan masyarakat Desa. Namun nampaknya tujuan
bersama tersebut saat ini belum sepenuhnya terpenuhi, mengingat tujuan bersama dari
Pembangunan Desa dan Pelayanan kepada masyarakat ini memerlukan proses pelaksanaan
yang sistematis dan terpadu. Banyak Kepala Desa mengakui bahwa dalam pelaksanaan
pembangunan Desa nya diperlukan waktu, anggaran, dan tenaga yang tidak sedikit. Untuk itu
dalam mempercepat tujuan bersama pembangunan Desa tersebut diperlukan kerjasama yang
baiak antara Pemkab, Pemdes, dan masyarakat.
didapatkan hasil bahwa yang menjadi isu pokok masalah dari pandangan BPD tentang
pengelolaan konflik adalah :
1. 1.
Kepala Desa sulit menerima masukan atau evaluasi dari BPD (Pertanyaan
Nomor 29).
Secara lokalitas, dibeberapa daerah kedudukan BPD kurang dianggap oleh Kades, beberapa
masukan yang diberikan oleh BPD kepada Kades diterima namun tidak ditindak lanjuti.
Kasus-kasus yang berisifat kasuistis juga terjadi di beberapa desa terkait dengan kinerja BPD.
Seperti misalnya di Kabupaten Bojonegoro, Desa Sumberejo BPD terkesan selalu mengkritik
kinerja Kades dan menganggap bahwa kinerja kades dalam menjalankan pemerintahan desa
kurang maksimal. Dibeberapa desa juga mengeluhkan tentang transparansi Kades perihal
anggaran desa. BPD hanya sebatas mengetahui anggaran yang dikelola oleh pemerintahan
desa dan mendapatkan laporannya ketika akhir tahun. Tidak ada periodesasi
pertanggungjawaban rutin yang dibuat oleh Kepala Desa, walaupun beberapa desa juga telah
melakukan hal itu.
yaan yang sama. Memang pada dasarnya Sekdes mempunyai tujuan pribadi, namun bentuk
dari tujuan pribadi tersebut dikonfirmasikan dalam penjelasan melalui wawancara, bahwa
tujuan pribadi mereka tersebut bukan untuk memperkaya diri sendiri, namun menginginkan
sebuah perwujudan pelayanan yang baik. Dan tujuan pribadi ini bisa menjadi usulan dan
masukan yang positif kepada Kepala Desa dalam melaksanakan dan menyelenggarakan
Pemerintahan Desanya ke arah Pembangunan dan pelayanan yang diinginkan bersama.
Mengenai tercapainya tujuan tersbut, banyak Sekdes yang memang berpendapat bahwa
tujuannya tersebut masih belum banyak tercapai, hal ini dikarenakan oleh kinerja sekdes dan
aparatur / perangkat Desa lainnya kurang merata, sehingga beban kinerja pembangunan dan
pelayan Desa menjadi tumpuan berat bagi Sekdes. Oleh karena itu Sekdes selalu melakukan
kordinasi dan komunikasi secara intens baik secara formal maupun informal kepada BPD,
dan khususnya dengan Kepala Desa.
aya diri sendiri.
Tercapainya tujuan yang diinginkan oleh Kepala Desa saat ini dirasa memang pada
tercapainya keinginan untuk membangun Desa dalam meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bagi masyarakat. Segala bentuk pembangunan Desa dan pemberian pelayanan
kepada masyarakat yang akuntabel dan transparan memang menjadi tujuan bersama antara
BPD, Kades, Sekdes, Perangkat Desa, dan masyarakat Desa. Namun nampaknya tujuan
bersama tersebut saat ini belum sepenuhnya terpenuhi, mengingat tujuan bersama dari
Pembangunan Desa dan Pelayanan kepada masyarakat ini memerlukan proses pelaksanaan
yang sistematis dan terpadu. Banyak Kepala Desa mengakui bahwa dalam pelaksanaan
pembangunan Desa nya diperlukan waktu, anggaran, dan tenaga yang tidak sedikit. Untuk itu
dalam mempercepat tujuan bersama pembangunan Desa tersebut diperlukan kerjasama yang
baiak antara Pemkab, Pemdes, dan masyarakat.
didapatkan hasil bahwa yang menjadi isu pokok masalah dari pandangan Kades tentang
pengelolaan konflik adalah :
1. 1.
Sekretaris Desa masih mengelola tanah bengkok walaupun telah menjadi
PNS (Pertanyaan Nomor 43).
Di hampir mayoritas desa diangkatnya Sekdes menjadi PNS tidak menimbulkan konflik dan
kecemburuan dikalangan aparatur desa yang lainnya, karena kebanyakan telah menyadari
bahwa beban kerja sekdes yang dirasa amat berat telah mendapatkan apresiasi yang pantas
dengan diangkatnya sekdes menjadi PNS. Masalah yang muncul adalah ketika PNS yang
telah menjadi PNS namun tetap mendapatkan dan mengelola tanah bengkok dari pemerintah
desa. Seperti misalnya di Kabupaten Bojonegoro untuk Desa Sumberejo, Desa Pakuwon dan
Desa Sambongrejo sekdesnya telah diangkat menjadi PNS dan tetap mengelola tanah benkok.
Ini sedikit menimbulkan kecemburuan dikalangan aparatur pemerintahan yang lain.
asi pertanggungjawaban rutin yang dibuat oleh Kepala Desa, walaupun beberapa desa juga
telah melakukan hal itu.
yaan yang sama. Memang pada dasarnya Sekdes mempunyai tujuan pribadi, namun bentuk
dari tujuan pribadi tersebut dikonfirmasikan dalam penjelasan melalui wawancara, bahwa
tujuan pribadi mereka tersebut bukan untuk memperkaya diri sendiri, namun menginginkan
sebuah perwujudan pelayanan yang baik. Dan tujuan pribadi ini bisa menjadi usulan dan
masukan yang positif kepada Kepala Desa dalam melaksanakan dan menyelenggarakan
Pemerintahan Desanya ke arah Pembangunan dan pelayanan yang diinginkan bersama.
Mengenai tercapainya tujuan tersbut, banyak Sekdes yang memang berpendapat bahwa
tujuannya tersebut masih belum banyak tercapai, hal ini dikarenakan oleh kinerja sekdes dan
aparatur / perangkat Desa lainnya kurang merata, sehingga beban kinerja pembangunan dan
pelayan Desa menjadi tumpuan berat bagi Sekdes. Oleh karena itu Sekdes selalu melakukan
kordinasi dan komunikasi secara intens baik secara formal maupun informal kepada BPD,
dan khususnya dengan Kepala Desa.
aya diri sendiri.
Tercapainya tujuan yang diinginkan oleh Kepala Desa saat ini dirasa memang pada
tercapainya keinginan untuk membangun Desa dalam meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bagi masyarakat. Segala bentuk pembangunan Desa dan pemberian pelayanan
kepada masyarakat yang akuntabel dan transparan memang menjadi tujuan bersama antara
BPD, Kades, Sekdes, Perangkat Desa, dan masyarakat Desa. Namun nampaknya tujuan
bersama tersebut saat ini belum sepenuhnya terpenuhi, mengingat tujuan bersama dari
Pembangunan Desa dan Pelayanan kepada masyarakat ini memerlukan proses pelaksanaan
yang sistematis dan terpadu. Banyak Kepala Desa mengakui bahwa dalam pelaksanaan
pembangunan Desa nya diperlukan waktu, anggaran, dan tenaga yang tidak sedikit. Untuk itu
dalam mempercepat tujuan bersama pembangunan Desa tersebut diperlukan kerjasama yang
baiak antara Pemkab, Pemdes, dan masyarakat.
didapatkan hasil bahwa yang menjadi isu pokok masalah dari pandangan Sekdes tentang
pengelolaan konflik adalah :
1. 1.
Diangkatnya Sekretaris Desa menjadi PNS membawa kesenjangan tersendiri
dengan kepala desa dan apartur desa lainnya (Pertanyaan Nomor 31).
Persoalan Sekretaris Desa yang diangkat menjadi PNS, dirasa tidak ada menjadi masalah bagi
sebagian besar Pemerintah Desa yang ada. Hal ini dikarenakan justru dengan diangkatnya
Sekdes menjadi PNS, justru dapat meningkatkan kinerja Sekdes dalam urusan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pemberian pelayanan kepada masyarakat, dan hal
ini memberi dampak positif bagi pembangunan Desa selanjutnya. Meski demikian ada 2 Desa
yang berada di Pemkab Bojonegoro dan Pemkab Nganjuk pernah terjadi gejolak atau
kecemburuan sosial yang timbul bagi aparatur Desa lainnya atas diangkatnya Sekdes menjadi
PNS. Sebagian konflik memang timbul dari adanya kesejahteraan Sekdes yang lebih terjamin
ketimbang perangkat atau aparatur Desa lainnya. Dan belum lagi sebagian Sekdes yang telah
diangkat menjadi PNS tetap memiliki sebagian kecil hak atas pengelolaan Tanah Bengkok
Desa. Alasan mengapa sebagian pembagian hasil dari Pengelolaan Tanah Bengkok Desa
masih dibagi kepada Sekdes adalah karena sekdes merupakan aparatur dan perangkat Desa
yang masih memiliki hak atas pembagian pengelolaan Tanah Bengkok, meski hasil yang
diterima sedikit berkurang dibandingkan sebelum Sekdes diangkat menjadi PNS.
n dan masukan yang positif kepada Kepala Desa dalam melaksanakan dan menyelenggarakan
Pemerintahan Desanya ke arah Pembangunan dan pelayanan yang diinginkan bersama.
Mengenai tercapainya tujuan tersbut, banyak Sekdes yang memang berpendapat bahwa
tujuannya tersebut masih belum banyak tercapai, hal ini dikarenakan oleh kinerja sekdes dan
aparatur / perangkat Desa lainnya kurang merata, sehingga beban kinerja pembangunan dan
pelayan Desa menjadi tumpuan berat bagi Sekdes. Oleh karena itu Sekdes selalu melakukan
kordinasi dan komunikasi secara intens baik secara formal maupun informal kepada BPD,
dan khususnya dengan Kepala Desa.
aya diri sendiri.
Tercapainya tujuan yang diinginkan oleh Kepala Desa saat ini dirasa memang pada
tercapainya keinginan untuk membangun Desa dalam meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bagi masyarakat. Segala bentuk pembangunan Desa dan pemberian pelayanan
kepada masyarakat yang akuntabel dan transparan memang menjadi tujuan bersama antara
BPD, Kades, Sekdes, Perangkat Desa, dan masyarakat Desa. Namun nampaknya tujuan
bersama tersebut saat ini belum sepenuhnya terpenuhi, mengingat tujuan bersama dari
Pembangunan Desa dan Pelayanan kepada masyarakat ini memerlukan proses pelaksanaan
yang sistematis dan terpadu. Banyak Kepala Desa mengakui bahwa dalam pelaksanaan
pembangunan Desa nya diperlukan waktu, anggaran, dan tenaga yang tidak sedikit. Untuk itu
dalam mempercepat tujuan bersama pembangunan Desa tersebut diperlukan kerjasama yang
baiak antara Pemkab, Pemdes, dan masyarakat.
Isu Kemitraan Pemerintahan Desa
KLASIFIKASI
ISU
BPD
KADES
Regulasi mengenai
Regulasi
Kapasitas SDM
Pertanggungjawaban
anggota BPD dan
Kades kepada Bupati,
pengurusnya masih
bukan kepada BPD.
REGULASI
kurang begitu jelas,
Sehingga BPD tidak
sehingga di beberapa dianggap sebagai bentuk
Desa kinerja BPD
tangungjawab yang kuat
dirasa kurang
dalam penyelenggaraan
mumpuni.
Pemerintahan Desa
KELEMBAGAAN Kinerja BPD dirasa
Kepala Desa merasa
tidak sesuai dengan
sebagai aktor penting dan
Tupoksinya, BPD
dominan dalam
kadang terlalu luas ikutpenyelenggaraan
campur dalam
Pemerintahan Desa,
penyelenggaraan
sehingga BPD yang
Pemdes dan telalu
seharus sebagai mitra
kritis dalam
kerja, seringkali ditentang
mengevaluasi kinerja apa yang menjadi
Kades/ Sekdes.
masukan dan usulannya
bila tidak sesuai dengan
SEKDES
Regulasi Sekdes
yang telah menjadi
PNS dan masih
menerima bagi hasil
tanah bengkok dirasa
tidak sesuai dengan
UU tentang Desa
Sekdes dianggap
senior dan paling
memahami urusan
desa, sehingga
sebagian besar beban
penyelenggaran
Pemdes terletak pada
Sekdes.
KAPASITAS
Sebagian besar
anggota BPD dirasa
kurang mumpuni
dalam kapasitas
maupun kualitasnya
dalam bekerja, karena
standart mengenai
pendidikan bagi
anggota / pengurus
BPD kurang jelas.
LOKALITAS
Hubungan BPD
dengan Kades sering
bertentangan, karena
latar belakang BPD
adalah mantan Kades
sebelumnya dan di
beberapa Desa yang
lain juga karena di
latar belakangi konflik
intern antar aktor yang
menjabat.
Pola Kemitraan
Pembangunan pedesaan dilihat sebagai upaya mempercepat pembangunan pedesaan melalui
penyediaan sarana dan prasarana untuk memberdayakan masyarakat, dan upaya mempercepat
pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kokoh. Usaha pencapaian tujuan
pembangunan pedesaan tersebut dilakukan dalam jangka panjang yaitu peningkatan
kesejahteraan masyarakat pedesaan secara langsung melalui peningkatan kesempatan kerja,
kesempatan berusaha dan pendapatan berdasarkan bina lingkungan, bina usaha dan bina
manusia, dan secara tidak langsung adalah meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi
pembangunan nasional sehingga harus disadari bahwa hakekat dari pembangunan nasional
secara komprehensif adalah dengan meletakkan pondasi atau penopang yang kokoh pada
pembangunan di tingkat desa.
Tokoh utama diwilayah pedesaan dalam mengarahkan pembangunan kesejahteraan adalah
Kepala Desa dibantu perangkat desa dan bahu membahu bersama dengan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Fungsi BPD adalah menetapkan peraturan desa bersama
Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Fungsi strategis tersebut
diharapkan menjadi saluran aspirasi masyarakat yang kemudian dibentuk menjadi peraturan
desa dan setelah selesainya peraturan desa BPD berwenang untuk melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa. Fungsi dan wewenang ini
selaras dengan tugas kepala desa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat; memelihara
ketentraman dan ketertiban masyarakat; melaksanakan kehidupan demokrasi; melaksanakan
prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme;
menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa; menaati dan
menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan; menyelenggarakan administrasi
pemerintahan desa yang baik; melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan
keuangan desa; melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa; mendamaikan
perselisihan masyarakat di desa; mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;
membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat;
memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa; dan mengembangkan potensi sumber
daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.
Fungsi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan baik apabila
diantara para tokoh tersebut terjalin kemitraan dalam bekerja, mengutamakan kepentingan
umum ditunjang oleh kapasitas individu dalam menjalankan organisasi. Oleh Birkenhoff
(2002) kemitraan didefinisikan sebagai hubungan dinamis antara aktor berdasarkan pada
tujuan yang disepakati bersama, mencapainya melalui saling kesepahaman diantara banyak
divisi pekerjaan rasional berdasarkan perspektif keunggulan komparatif setiap mitra.
Kemitraan melihat saling keterpengaruhan, dengan keseimbangan antara sinergi dan
menghargai otonomi, menjadi satu dengan saling menghormati, partisipasi yang sama dalam
pembuatan keputusan, saling akuntabel dan transparan. Kemitraan dilakukan kedua belah
pihak sebagai solusi untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan dalam hal ini
pembangunan dan pelayanan publik.
Desa merupakan miniatur Negara Indonesia dimana desa menjadi ajang politik paling dekat
relasinya antara masyarakat dengan perangkat desa (pemegang kekuasaan). Perangkat desa
menjalankan tugas birokrasi dengan diawasi oleh Badan Permusyawaran Desa (BPD) yang
mewakili secara wilayah. Iklim demokrasi yang baik antara perangkat desa dengan BPD akan
menghasilkan pelayanan terbaik kepada masyarakat desa namun bila sebaliknya yang terjadi
maka pelayanan kepada masyarakat desa akan terganggu.
Pemerintah desa sebagai miniatur pemerintahan nasional, walaupun mendapatkan pendidikan
dan pelatihan dari instansi diatasnya namun lebih banyak ditekankan pada pelatihan untuk
penyusunan APBDes atau untuk pelaporan keuangan. Mereka, para perangkat desa tidak
memperoleh pendidikan dan latihan yangsistematis dan berkelanjutan sebagaimana diberikan
negara kepada PNS. Perangkat Desa memperoleh pembekalan awal mengenai tupoksi dan
tugas-tugas administrasi,tetapi setelah itu tidak memperoleh diklat teknis dan juga tidak ada
monitoring dan evaluasi.Terkadang sebagian perangkat Desa memperoleh diklat teknis
(misalnya administrasi,perencanaan, pendataan, keuangan) jika ada proyek diklat dari
pemerintah yangdatangnya tidak menentu.Disebabkan miskinnya pembinaan, maka kapasitas
(pengetahuan, wawasan danketerampilan) perangkat Desa sangat terbatas. Sebagian besar
perangkat Desa termasuk BPD tidak memahami berbagai peraturan dan tugas yang
menyangkut dirimereka sendiri, kecuali sebagian kecil perangkat yang mau mencari tahu atau
mereka yang kritis. Pada umumnya mereka bekerja apa adanya sesuai dengan kebiasaan
perangkat sebelumnya. Sebagai miniatur pemerintahan juga terkandung miniatur politik,
walaupun bukan penduduk asli bersangkutan seseorang bisa menjadi kepala desa dengan
Pola kemitraan ideal yang terbentuk dalam kuadran adalah tipe kemitraan dimana masingmasing memahami tugas dan fungsi serta kedudukan lembaga yang mereka wakili. Kepala
desa dengan perangkatnya serta BPD dengan warga di wilayahnya saling bermitra dalam
membangun desa. BPD membawa aspirasi masyarakat dan bersama dengan kepala desa
membuat peraturan desa dalam mewujudkan aspirasi sekaligus mengawasi jalannya
pemerintahan desa. Hal ini bisa terwujud bila masing-masing pihak mempunyai kapasitas
dalam bidang pemerintahan, organisasi, kompetensi, mementingkan kepentingan umum
diatas pribadi dan golongan, gambar berikut merupakan hasil temuan lapangan bahwa secara
umum desa di Jawa Timur telah menunjukkan posisi BPD dan Pemerintah Desa berada pada
kuadran kemitraan. Kesetimbangan kekuatan kedua lembaga tersebut terletak pada
dihidupkannya kembali Badan Perwakilan Desa dalam bentuk Badan Permusyawaratan Desa
yang mempunyai fungsi kontrol terhadap jalannya pemerintahan desa, kepala desa
melibatkan BPD dalam pembuatan kebijakan. Tipe tersebut menunjukkan bahwa kepala desa
dan BPD telah melaksanakan fungsinya sesuai dengan azas kemitraan dengan saling mengisi,
memahami dan memecahkan masalah bersama-sama, saling percaya, kerjasama dan saling
menghargai. Mereka saling terbuka terhadap kritik dengan secara proporsional, obyektif,
rasional, jujur, dan ada solusi.
Tujuan UU No. 32/2004 menetapkan pengisian sekretaris desa (sekdes) dengan PNS dengan
tujuan agar pelayanan administrasi di semua Desa bisa berjalan, terutama dalam administrasi
pertanggungjawaban keuangan Desa yang berasal dari APBN/APBD, selain karena
administrasi pertanggungjawaban juga dikarenakan agar tugas administrasi sekdes tidak
terganggu oleh suasana politik desa terutama menjelang atau sesudah pemilihan kepala desa.
Jabatan PNS seharusnya menjadikan sekdes netral sehingga dapat bekerja dan melakukan
tugas administrasi dengan baik. Status PNS bagi sekdes memberikan dampak lain, sekdes
juga harus berperan dalam konteks lokal dimana ia harus juga bisa melayani masyarakat desa
dalam kurun waktu 24 jam, diluar jam kantor. Dari segi birokrasi, PNS akan loyal kepada
atasannya bukan lagi loyalitas penuh kepada kepala desa. Hal ini juga menghadirkan sisi
positif dan negatif, yaitu sekdes bisa menahan laju tindakan kepala desa bila berada diluar
jalur kewenangannya untuk bertindak otoriter, mengambil keputusan diluar kebijakan desa
yang telah ditetapkan bersama namun juga bisa membuat hubungan kepala desa dengan
sekretaris desa kurang harmonis.
Status PNS bagi sekdes akan menjadikan ia harus terus masuk kantor desa sesuai dengan jam
kerja sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat berjalan dengan maksimal. Jaminan
penghasilan dari status PNS akan mampu membuat sekdes melakukan tugas perkantoran
dengan baik, hal ini juga mendasar kenapa sekdes menjadi pegawai negeri. Sebelumnya,
sekretaris desa mendapatkan penghasilan dari tanah bengkok desa, penghasilan tersebut tidak
akan menjadi masalah bila desa yang dikelola merupakan desa maju, namun menjadi
memprihatinkan kondisinya di desa yang kondisi keuangannya minim. Hal ini juga terjadi
pada kepala desa dimana kepala desa menurut UU No. 32 tahun 2004 mendapatkan
penghargaan yang diatur sendiri menurut kemampuan desa masing-masing. Bila desanya
maju atau kaya maka kesejahteraan kepala desa terjamin begitu pula sebaliknya bila tidak
maju atau miskin maka kesejahteraan kepala desa tidak terjamin sehingga akibatnya kepala
desa akan banyak meninggalkan kantor untuk bekerja untuk mendapatkan penghasilan.
Disisi lain, birokratisasi sekdes bisa menjauhkan sekdes dari masyarakat desa dan
menimbulkan kecemburuan sosial di tingkat perangkat desa atau bahkan kepala desa sendiri,
kalau kecemburuan sosial terjadi maka efektivitas pelayanan kepada masyarakat desa akan
menjadi pertanyaan.
Kepala desa dengan sekretaris desa adalah mitra dalam bekerja. Isu ini telah berlaku secara
umum untuk semua organisasi yang memperlakukan bawahan sebagai mitra kerja. Kemitraan
mengandung arti bekerja bersama melalu komunikasi efektif, pengembangan struktur dan
sistem sharing informasi, dan berkolaborasi. Bekerja bersama dalam kemitraan adalah
bekerja dalam tim dengan saling mendukung pekerjaan dan tugas masing-masing. Sekretaris
desa diharapkan lebih banyak memberikan masukan kepada kepala desa dalam pembuatan
keputusan/kebijakan. Kepala desa membutuhkan perangkat desanya dalam mensukseskan
program kerjanya, kepala desa bukanlah aktor tunggal pengelola organisasi pemerintah desa
namun ia juga bekerja bersama dengan para perangkat desa. Kepala desa harus memandang
sekretaris desa sebagai mitra kerja tidak hanya bawahan semata dan sekretaris desa harus bisa
memberikan masukan-masukan kepada kepala desa bukan hanya sebagai tenaga administrasi.
Pentingnya kinerja sekretaris desa dalam berbagai laporan pertanggungjawaban kegiatan desa
ataupun pertanggungjawaban bantuan yang diterima desa akan berpengaruh terhadap kinerja
aparatur desa lainnya dan bahkan akan berpengaruh terhadap bantuan-bantuan desa lainnya
dimasa mendatang. Laporan pertanggungjawaban desa sebagai bentuk dokumen yang
dipertanggungjawabkan oleh kepala desa kepada bupati melalui perangkat diatasnya.
Keterkaitan ini jelas menggambarkan pekerjaan bersama yang harus didukung oleh semua
perangkat desa. Keahlian sekretaris desa dalam mengelola aparatur desa dan organisasi
berpengaruh besar terhadap keberhasilan pembangunan desa. Posisi ini bila berjalan dengan
baik akan menghasilkan output yang baik. Kepala desa dengan tugasnya sebagai pengayom
masyarakat, pembuat keputusan didukung oleh sekretaris desa yang tidak hanya berfungsi
sebagai tenaga administrasi.
Saling bekerja dalam tim tidak memandang selisih paham sebagai sebuah persoalan besar
sebatas perselisihan tersebut adalah perselisihan paham dalam menangani persoalan sebaikbaiknya, bukan persoalan individu tetapi persoalan organisasi. Perselisihan yang terjadi
sebaiknya terjadi pada saat rapat bukan pada saat implementasi, perselisihan yang terjadi
harus terkomunikasikan dengan baik dengan sebuah solusi, apabila terdapat dua pendapat
berbeda antara kepala desa dengan sekretaris desa maka argumentasi yang didahulukan dan
mendapatkan satu keputusan bersama yang dilaksanakan bersama.
Sekretaris desa diwilayah penelitian mempunyai pengalaman yang cukup dimana rata-rata
mereka telah menjadi sekretaris desa di dua periode kepala desa bahkan ada yang mencapai
35 tahun sehingga dari pengalaman tersebut ia mampu mengetahui apa yang harus dilakukan
dalam mengelola organisasi pemerintah desa. Pengalaman saja tidak cukup bila harus
dihadapkan oleh perubahan peraturan seperti penyusunan RPJMDes, RPKDes, atau laporan
lainnya sehingga sekretaris desa tetap harus mendapatkan pembinaan dari pemerintah
kabupaten/kota melalui pendidikan dan pelatihan secara terus menerus dan sistematis dalam
mengangkat kapasitas sekretaris desa. Pelatihan ini juga harus diterapkan kepada kepala desa
dan BPD agar tercapai satu kesepahaman dalam mengelola pembangunan desa. Pelatihan
(capacity building) harus minimal mencakup perencanaan pembangunan desa, pengelolaan
keuangan desa, penyusunan kebijakan desa, kepemimpinan desa, manajemen pelayanan desa
dan pengambilan keputusan.
Uraian diatas menunjukkan bahwa PP 72 tahun 2005 berusaha untuk memodernisasi
pemerintahan desa tanpa disertai dengan kesejahteraan. Kesejahteraan yang dicoba awalnya
adalah salah satu perangkat desa yaitu sekretaris desa dengan menjadikannya pegawai negeri
sipil dengan mengabaikan perangkat desa lainnya. Kinerja organisasi tradisional ukurannya
berbeda dengan kinerja organisasi modern, pencampuran ini akan menjadi rancu apabila
amanat regulasi menginginkan kinerja organisasi modern tetapi aparat yang melaksanakan
masih bersifat tradisional. Tuntutan yang mungkin dan telah timbul adalah diangkatnya
kepala desa dan perangkat desa lainnya menjadi PNS bila disetujui akan memudahkan
modernisasi organisasi pemerintah desa namun yang perlu dipikirkan adalah adanya
peraturan desa, adat desa yang harus disesuaikan dengan organisasi modern dan tetap
mendapat ruang untuk berkembang. Desain organisasi modern seharusnya berkembang dari
dua arah, dari atas dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing desa, bukan dengan
memaksanakan regulasi yang berasal dari pemerintah pusat.
Kesimpulan
Hasil penelitian yang menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif menghasilkan
beberapa identifikasi permasalahan hubungan yang dihadapi antara BPD dengan Kepala desa,
Kepala desa dengan Sekretaris desa dirinci dalam poin penting berikut:
Permasalahan Hubungan
Permasalahan yang muncul untuk hubungan antara BPD dengan Kades di daerah penelitian
adalah:
1. Pertanggungjawaban kepala desa hanya disampaikan kepada Bupati melalui camat
sedangkan kepada BPD hanya diberikan dokumen laporan pertanggungjawaban dan
beberapa pokok pertanggungjawaban disampaikan kepada masyarakat desa
2. Ketidakseimbangan peran antara Kepala Desa dengan anggota BPD dapat menjadi
sumber permasalahan (komunikasi, dominasi, kepercayaan/trust).
3. Terjadinya kesenjangan kapasitas anggota BPD dan Kepala Desa meliputi pendidikan
dan pengalaman.
4. Kinerja BPD dirasa tidak sesuai dengan Tupoksinya, BPD kadang terlalu luas ikut
campur dalam penyelenggaraan Pemdes dan telalu kritis dalam mengevaluasi kinerja
Kades/ Sekdes.
5. Hubungan BPD dengan Kades sering bertentangan, karena latar belakang BPD adalah
mantan Kades sebelumnya dan di beberapa Desa yang lain juga karena di latar
belakangi konflik intern antar aktor yang menjabat.
Permasalahan yang muncul untuk hubungan Kades dengan Sekdes di daerah penelitian
adalah:
1. Ketidak setaraan identitas organisasi sekretaris desa dan indetitas organisasi kepala
desa dapat menjadi salah satu sumber ketidak harmonisan hubungan.
2. Regulasi Sekdes yang telah menjadi PNS dan masih menerima bagi hasil tanah
bengkok menjadi salah satu sumber ketidak harmonisan hubungan dan
ketidaksesuaian dengan UU tentang Desa.
3. Sekdes dianggap senior dan paling memahami urusan desa, sehingga sebagian besar
beban penyelenggaran Pemdes terletak pada Sekdes.
Pola Kemitraan
3. Meningkatkan kapasitas individu maupun organisasi bagi BPD, Kepala Desa dan
Sekretaris Desa serta perangkat desa lainnya melalui pelatihan yang
berkesinambungan melalui capacity building untuk meletakkan kembali peran
masing-masing lembaga agar memahami fungsi dan perannya masing-masing agar
dapat bekerja dan saling mendukung dalam kemitraan.
4. Modernisasi organisasi pemerintah desa seharusnya tidak menghilangkan identitas
desa secara adat dan budaya. Kearifan lokal perlu menjadi pertimbangan penting
dalam pembinaan kelembagaan pemerintahan desa.