Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas hidup anak dapat dilihat kesehatannya melalui keadaan status
gizi yang baik dan merupakan salah satu indikator pembangunan (Yudesti dan
Prayitno, 2013). Anak sekolah dasar (SD) yang berusia 7-13 tahun merupakan
masa-masa pertumbuhan pesat kedua setelah masa balita, sehingga penting
untuk memperhatikan konsumsi makanannya. (Istiany dan Rusilanti, 2013).
Status gizi anak merupakan satu dari delapan tujuan yang akan dicapai
dalam Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yang diadopsi dari PBB
Tahun 2000 (Todaro, 2005 dalam Yudesti dan Prayitno, 2013). Kurang gizi
kronis berhubungan erat dengan pencapaian akademik murid sekolah yang
semakin rendah. Anak-anak yang kurang gizi lebih banyak yang terlambat
masuk sekolah, lebih sering absen dan tidak naik. (Khomsan, 2012).
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi status gizi
indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) usia 5-12 tahun di Indonesia yang
kurus dan sangat kurus mencapai 11,2%. Provinsi Jawa Barat prevalensi status
gizi gizi indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) usia 5-12 tahun yang
kurus dan sangat kurus mencapai 9,1%. Adapun berdasarkan pendidikan, yang
status gizinya kurus paling banyak berada pada pendidikan SD/MI yaitu 7,9%.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi menurut
UNICEF (1990), yaitu konsumsi makanan, status infeksi, ketersediaan dan
pola konsumsi rumah tangga, pola asuh, kebersihan dan sanitasi serta
pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan (Bappenas, 2011). Anak
sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kurangnya konsumsi gizi yang
seimbang dalam makanannya sehari-hari dan sebagai akibat dari kurang gizi
pada masa balita serta tidak adanya pencapaian perbaikan pertumbuhan yang
sempurna pada masa berikutnya. Kondisi gizi yang tidak seimbang, baik
kekurangan atau kelebihan gizi akan memengaruhi tumbuh kembang anak dan
pengembangan potensinya (Siagian dkk, 2012). Gizi dibutuhkan anak sekolah
untuk pertumbuhan dan perkembangan, energi, berpikir, beraktivitas fisik, dan
daya tahan tubuh. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih
besar dari pada golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan relatif cepat,
terutama penambahan tinggi badan (Devi, N, 2012 dalam Siagian dkk, 2012).

Anak usia sekolah mempunyai kebiasaan makan makanan jajanan yang dapat
mengakibatkan nafsu makan anak berkurang dan jika berlangsung lama akan
berpengaruh pada status gizi (Susanto, 2003 dalam Purtiantini, 2010).
Upaya peningkatan status gizi untuk pembangunan sumber daya
manusia yang berkualitas pada hakikatnya harus dimulai sedini mungkin,
salah satunya anak usia sekolah. Anak sekolah dasar merupakan sasaran
strategis dalam perbaikan gizi masyarakat (Caldern, 2002; Choi et al., 2008
dalam Pahlevi, 2012).
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti
Hubungan Pengetahuan Gizi dan Pola Makan dengan Status Gizi Anak
Sekolah Dasar di SDN 1 Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang Tahun
2016
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat
diambil yaitu, apakah ada hubungan pengetahuan gizi dan pola makan dengan
status gizi anak sekolah dasar di SDN 1 Manyak Payed Kabupaten Aceh
Tamiang Tahun 2016?
C. Tujuan Penelitian
1.

Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan karya tulis ini untuk mengetahui hubungan

pengetahuan gizi dan pola makan dengan status gizi anak sekolah dasar di
SDN 1 Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2016
2.

Tujuan Khusus

a.

Mengetahui gambaran pengetahuan gizi pada anak


sekolah dasar di SDN 1 Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang Tahun
2016

b.

Mengetahui gambaran pola makan pada anak sekolah


dasar di SDN 1 Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2016

c.

Mengetahui gambaran status gizi pada anak sekolah


dasar di SDN 1 Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2016

d.

Mengetahui hubungan pengetahuan gizi dengan status


gizi pada anak sekolah dasar di SDN 1 Manyak Payed Kabupaten Aceh
Tamiang Tahun 2016

e.

Mengetahui hubungan pola makan dengan status gizi


pada anak sekolah dasar di SDN 1 Manyak Payed Kabupaten Aceh
Tamiang Tahun 2016

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini, meliputi gizi masyarakat. Adapun
beberapa referensi yang digunakan sebagai acuan dalam pembuatannya yaitu:
1. Yudesti dan Prayitno, (2012) dengan judul Perbedaan Status Gizi Anak
SD Kelas IV Dan V Di SD Unggulan (06 Pagi Makasar) Dan SD Non
Unggulan (09 Pagi Pinang Ranti) Kecamatan Makasar Jakarta Timur
Tahun 2012. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada desain yang
digunakan yaitu, analitik observasional dengan pendekatan cross
sectional pada siswa sekolah dasar dengan pengukuran status gizi
menggunakan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U). Adapun
perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak
pada teknik pengambilan sampel, jenis data dan uji statistik yang
digunakan. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel
dengan cara multi stage random sampling, jenis data yang dikumpulkan
merupakan data numerik dan kategorik dan uji yang digunakan yaitu uji
T-test, sedangkan penelitian yang dilakukan menggunakan teknik
pengambilan sampel dengan cara systematic random sampling, jenis data
yang dikumpulkan merupakan data kategorik dan uji stastik yang
digunakan yaitu, Fisher Exact Test
2. Pahlevi, (2012) dengan judul Determinan Status Gizi Anak Sekolah
Dasar. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada desain yang
digunakan yaitu, analitik observasional dengan pendekatan cross
sectional pada siswa sekolah dasar. Adapun perbedaan antara penelitian
ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada teknik pengambilan
sampel, jenis data dan uji statistik yang digunakan. Penelitian ini
menggunakan teknik pengambilan sampel dengan cara purposive
sampling, data status gizi yang dikumpulkan menggunakan indeks
antropometri berat badan menurut umur (BB/U), dan uji yang digunakan
mernggunakan uji Chi Square, sedangkan penelitian yang dilakukan

menggunakan teknik pengambilan sampel dengan cara systematic random


sampling, data status gizi yang dikumpulkan menggunakan indeks
antropometri indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) dan uji statistik
yang digunakan yaitu, Fishers Exact Test.
E. Manfaat
1. Bagi responden
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada
responden akan pentingnya pengetahuan gizi dan penerapan pola makan
yang baik untuk mencapai status gizi yang baik.
2. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
para pendidik khususnya pada para guru untuk memberikan pemahaman
mengenai gizi dan pola makan yang baik bagi siswa terutama dalam masa
pertumbuhan dan perkembangan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai
masukan dan bahan perbandingan serta dijadikan dasar pemikiran dalam
penelitian selanjutnya.
4. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
sebagai pengalaman dalam merealisasikan teori yang telah didapat
dibangku kuliah, khususnya mengenai hubungan pengetahuan gizi dan
pola makan dengan status gizi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Tinjauan Teori

1.

Status Gizi
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel


tertentu. Sedangkan keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan
antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat gizi tertentu,
atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh
(Supariasa dkk, 2012).
Status gizi yang dinilai pada responden anak usia sekolah dalam
penelitian ini adalah status gizi antropometri dengan indikator indeks massa
tubuh menurut umur (IMT/U). Penilaian ini dipilih karena dianggap paling
mewakili status gizi anak usia sekolah usia 5-18 tahun dengan menggunakan
metode dengan indikator indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) (ZScore) dengan memperhatikan jenis kelamin (WHO, 2007 dalam Agyatmi,
2012).
Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U)
dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Pada tahun 1978, WHO lebih
menganjurkan penggunaan BB/TB, karena menghilangkan faktor umur yang
menurut pengalaman sulit didapat secara benar. Indeks BB/TB juga
menggambarkan keadaan kurang gizi akut waktu sekarang, walaupun tidak
dapat menggambarkan keadaan gizi masa lampau (Supariasa dkk, 2012).
Dari berbagai jenis indeks, untuk menginterpretasikannya diperlukan
ambang batas. Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks
BB/U, TB/U dan BB/TB sebagai berikut.

Tabel 1. Klasifikasi dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan Indeks


Ambang Batas
Indeks

Kategori Status Gizi


(z-Score)
Gizi Buruk
Gizi Kurang

<- 3 SD
-3 SD s.d. <-2 SD

Gizi Baik
Gizi Lebih

-2 SD s.d. 2 SD
>2 SD

Sangat Pendek

<- 3 SD

Pendek
Normal
Tinggi

-3 SD s.d. <-2 SD
-2 SD s.d. 2 SD
>2 SD

BB/PB atau BB/TB


Anak Umur 0-60 Bulan

Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk

<- 3 SD
-3 SD s.d. <-2 SD
-2 SD s.d. 2 SD
>2 SD

IMT/U
Anak Umur 0-60 Bulan

Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk

<- 3 SD
-3 SD s.d. <-2 SD
-2 SD s.d. 2 SD
>2 SD

Sangat Kurus
Kurus

<- 3 SD
-3 SD s.d. <-2 SD

Normal

-2 SD s.d. 1 SD

Gemuk
Obesitas

1 SD s.d. 2 SD
>2 SD

BB/U
Anak umur 0 60 Bulan

PB/U atau TB/U Anak Umur


060 Bulan

IMT/U
Anak Usia 6-18 Tahun

Sumber : Kemenkes, (2010)


Berdasarkan baku Harvard, status gizi dapat dibagi menjadi empat,
yaitu:
a. Gizi lebih untuk overweight, termasuk kegemukan dan obesitas
b. Gizi baik untuk well nourished
c. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate
PCM (Protein Calori Malnutrition)

d. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmikkwashiorkor dan kwashiorkor
Penyakit kurang gizi atau atau gizi kurang merupakan penyakit tidak
menular yang terjadi pada sekelompok masyarakat di suatu tempat. Umumnya
penyakit kekurangan gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
menyangkut multidisiplin dan harus selalu dikontrol, terutama masyarakat
yang tinggal di negara-negara yang baru berkembang (FK UI, 2008).
Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang
tumbuh merupakan masalah serius. Kondisi ini mencerminkan kebiasaan
makan yang buruk (Arisman, 2004). Anak-anak yang menderita gizi kurang
berpenampilan lebih pendek dengan bobot badan lebih rendah dibandingkan
rekan-rekan sebayanya yang sehat dan bergizi baik. Laju pertambahan bobot
akan lebih banyak terpengaruh pada kondisi kurang gizi dibandingkan tinggi
badan, sehingga penurunan bobot badan paling sering digunakan untuk
menapis anak-anak yang mengalami gizi kurang (Khomsan, 2003).
Anak-anak yang mengalami kegagalan pertumbuhan (berat badan tetap
atau turun dalam penimbangan selanjutnya) sering disebabkan oleh
kekurangan gizi atau sakit. Anak-anak tersebut mengalami kekurangan gizi
karena kurangnya makanan di tingkat rumah tangga, cara pemberian makanan
yang kurang baik, anak tidak mau makan atau faktor psikososial lainnya
(Khomsan, 2003).
Menurut WHO (2007) dalam Yudesti dan Prayitno (2012), indikator
status gizi yang digunakan harus peka terhadap perubahan status gizi
penduduk pada suatu saat tertentu dan masa yang akan datang. Peka dalam arti
bahwa suatu perubahan yang kecil pada status gizi masih dapat ditunjukkan
dengan nyata oleh indikator tersebut, sehingga dapat menjadi penentu perlu
tidaknya dilakukan suatu program intervensi gizi. Pertumbuhan fisik anak
yang bercirikan pertambahan besar ukuran-ukuran antropometri merupakan
indeks yang paling peka untuk menilai status gizi dan kesehatan (Jahari, 2007
dalam Yudesti dan Prayitno, 2012).
Menurut Supariasa dkk, (2012) penilaian status gizi dapat dilakukan
baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
a. Penilaian status gizi secara langsung
1. Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros.

Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi


antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian antropometri
dari sudut pandang gizi adalah berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai umur dan tingkat gizi. Dasar antropometri adalah konsep
pertumbuhan. Salah satu factor yang mempengaruhi pertumbuhan
adalah gizi. Jadi untuk mengukur status gizi seseorang dapat
digunakan antropometri (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).
Indeks

antropometri

adalah

pengukuran

dari

beberapa

parameter. Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari satu


pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang
dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah satu contoh dari
indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau yang
disebut dengan Body Mass Index (BMI) (Supariasa dkk, 2012).
IMT hanya dapat digunakan untuk orang dewasa yang berumur 518 tahun. Ada pun untuk anak sekolah dasar, parameter yang cocok
digunakan adalah umur, berat badan dan tinggi badan (Adriani dan
Wirjatmadi, 2012). Beberapa parameter antropometri yang
digunakan dalam penentuan status gizi anak sekolah antara lain:
a. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi.
Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi
status gizi yang salah. Namun, penentuan umur kadang dapat
menjadi masalah yang mengganjal, terutama di masyarakat
pedesaan, karena banyak yang tidak punyaakta kelahiran anak
atau surat keluarga (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Untuk
melengkapi data umur, dapat dilakukan dengan:
1) Meminta surat kelahiran atau kartu keluarga
2) Mencocokkan kalender lokal dengan kalender nasional
3) Berdasarkan daya ingat orang tua pada kejadian-kejadian
penting
4) Membandingkan dengan anak tetangga atau kerabat.
b. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu parameter massa tubuh yang
paling sering digunakan yang dapat mencerminkan jumlah dari

beberapa zat gizi seperti protein, lemak, air dan mineral. Untuk
mengukur Indeks Massa Tubuh, berat badan dihubungkan
dengan tinggi badan (Gibson, 2005 dalam Yudesti dan Prayitno,
2012).
c. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan dapat
merefleksikan pertumbuhan skeletal (tulang) (Hartriyanti dan
Triyanti, 2007 dalam Yudesti dan Prayitno, 2012). Selain itu,
tinggi badan merupakan antropometri dapat menggambarkan
keadaan lalu dan sekarang. Pengukuran tinggi badan anak
sekolah menggunakan alat pengukur tinggi mikrotoa dengan
ketelitian

0,1

cm.

Cara

pengukurannya

yaitu

dengan

menempelkan mikrotoa pada dinding yang lurus datar setinggi


2 meter. Anak yang akan diukur tingginya harus berdiri tegak
dengan kaki lurus, tumit, pantat, punggung dan bagian kepala
belakang harus menempel pada dinding. Kemudian mikrotoa
diturunkan sampai rapat pada kepala bagian atas anak, lalu baca
angka pada skala yang tampak pada gulungan mikrotoa. Angka
tersebut menunjukkan tinggi anak yang diukur (Adriani dan
Wirjatmadi, 2012).
Beberapa indeks antropometri yang digunakan dalam menentukan
status gizi anak sekolah antara lain:
1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Indeks berat badan menurut umur pada anak usia 6 bulan sampai 7
tahun dapat menggambarkan malnutrisi akut, yaitu keadaan malnutrisi
pada saat ini (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).
2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Indeks ini untuk menggambarkan apakah anak sekolah pernah
mengalami malnutrisi atau tidak di masa lampau.
3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Indeks ini untuk menggambarkan status gizi (malnutrisi) yang baru
saja terjadi (1, 2 atau 3 bulan yang lalu) pada anak sekolah. Ambang
batas yang digunakan dalam antropometri anak sekolah menurut
Adriani dan Wirjatmadi (2012) adalah:
a. Mean dan SD (Standar Deviasi)

Mean adalah nilai rata-rata ukuran anak yang dianggap normal,


dengan ini anak dapat ditentukan posisinya, yaitu, mean 1 SD
mencakup 66,6%, mean 2 SD menca kup 95% dan mean 3 SD
mencakup 97,7%.
b. Persentil
Besarnya persentil menunjukkan posisi suatu hasil pengukuran
dalam urutan yang khas, yaitu dari yang terkecil sampai terbesar,
dari 100 hasil pengukuran (100%). Persentil ke-10 berarti bahwa
anak tersebut berada pada posisi anak ke-10 berarti bahwa anak
tersebut berada pada posisi ke-10 dari bawah di mana embilan
anak kecil darinya dan 90 anak lebih besar darinya.
2. Klinis
Merupakan metode yang didasarkan atas perubahan-perubahan
yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcupupan zat gizi.
Hal ini dapat terlihat dari jaringan epitel atau organ-organ dekat
permukaan tubuh.
3. Biokimia
Merupakan penilaian status gizi dengan melakukan pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris pada berbagai macam
jaringan tubuh untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
4. Biofisik
Metode penilaian status gizi dengan melihat kemampuan fungsi
tubuh dan melihat perubahan struktur jaringan, dan biasanya
digunakan dalam situasi tertentu, seperti kejadian buta senja.
b.

Penilaian status gizi secara tidak langsung

1) Survei Konsumsi Makanan


Merupakan metode pengumpulan status gizi secara tidak langsung dengan
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Metode pengukuran konsumsi makanan yang paling sering dilakukan ada
dua, yaitu:
a) Food Frequency
Merupakan metode pengukuran konsumsi makanan untuk memperoleh
data tentang frekuensi, jumlah bahan makanan atau makanan jadi
selama proses tertentu, seperti hari, minggu, bulan atau tahun.

b) Recall 24 jam
Merupakan metode pengukuran konsumsi makanan dengan mencatat
jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi dalam periode 24
jam yang lalu.
2) Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan cara menganalisis data berbagai statistik,
seperti statistic kematian, berdasarkan umur, angka morbiditas dan
mortalitas.
3) Faktor Ekologi
Faktor ekologi merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi
malnutrisi pada masyarakat, keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi
dan sebagainya.
Pada keadaan status gizi kurang maupun status gizi lebih terjadi gangguan
gizi. Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau faktor sekunder.
Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam
kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan
pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan,
kebiasaan makan yang salah dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi
semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel tubuh
setelah makanan dikonsumsi (Almatsier, 2010)
2.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi


Menurut UNICEF (1990) dalam Bappenas (2011), faktor-faktor yang

mempengaruhi status gizi terbagi menjadi dua, yaitu faktor langsung dan
faktor tidak langsung. Ada pun faktor langsung yang mempengaruhi status gizi
secara langsung yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi. Sedangkan, untuk
faktor yang tidak langsung, dipengaruhi oleh sanitasi dan higiene, ketersediaan
pangan, pola asuh dan pelayanan kesehatan. Selain itu, pola asuh, sanitasi
higiene dan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, akses
informasi dan pendapatan keluarga.
a. Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan
komposisi zat gizi yang memenuhi syarat makanan beragam, bergizi
seimbang, dan aman. Pada tingkat makro, konsumsi makanan individu
dan keluarga dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yang ditunjukkan
oleh tingkat produksi dan distribusi pangan. Ketersediaan pangan

beragam sepanjang waktu dalam jumlah yang cukup dan harga


terjangkau oleh semua rumah tangga sangat menentukan ketahanan
pangan di tingkat rumah tangga dan tingkat konsumsi makanan
keluarga (Bappenas, 2011).
Menurut Supariasa, dkk (2002), tingkat konsumsi energi itu
berpengaruh secara langsung pada status gizi. Energi itu diperoleh dari
karbohidrat, protein dan lemak. Energi diperlukan untuk pertumbuhan,
metabolisme, utilisasi bahan makanan dan aktivitas. Kebutuhan energi
disuplai terutama oleh karbohidrat dan lemak, sedangkan protein untuk
menyediakan asam amino bagi sintesis protein sel dan hormon maupun
enzim untuk mengukur metabolisme. Dari hasil penelitian Pahlevi
(2012), diperoleh hasil bahwa konsumsi protein berpengaruh terhadap
status gizi anak. Anak membutuhkan protein yang cukup tinggi untuk
menunjang

proses

pertumbuhannya.

Penyediaan

pangan

yang

mengandung protein sangat penting, meskipun pertumbuhan masa


kanak-kanak berlangsung lebih lambat daripada pertumbuhan bayi,
tetapi kegiatan fisiknya meningkat.
b. Penyakit Infeksi
Dampak penyakit pada anak-anak sama dengan dampak
kekurangan gizi. Secara umum, adanya penyakit menyebabkan
berkurangnya asupan pangan karena selera makan menurun.
Scrimshaw dkk (1959) dalam Supariasa dkk (2002) menyatakan,
bahwa ada hubungan yang erat antara penyakit infeksi dengan kejadian
malnutrisi. Terjadi interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan
kejadian infeksi, infeksi akan mempengaruhi status gizi. Secara
patologis mekanismenya adalah penurunan asupan zat gizi akibat
kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi, dan kebiasaan
mengurangi makanan saat sakit, peningkatan kehilangan cairan atau
zat gizi akibat penyakit diare, mual atau muntah akibat perdarahan
yang terus-menerus, meningkatnya kebutuhan akibat sakit dan parasit
yang terdapat di dalam tubuh.
Data tentang laporan prevalensi diare and tifus nonspesifik di
antara anak usia sekolah di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi
anak-anak yang terkena penyakit ini di setiap provinsi berkisar antara 2
sampai 20 persen untuk diare dan antara kurang dari 1 persen sampai

sedikit lebih dari 3 persen untuk tifus. Ratarata angka ISPA pada anak
usia sekolah pada umumnya cukup tinggi; 20 persen atau lebih di
semua provinsi dan 30 persen atau lebih di hampir setengah dari
jumlah provinsi. Malaria telah diidentifikasikan sebagai penyebab
utama ketidakhadiran di sekolah dan prestasi belajar yang rendah.
Infeksi cacing telah dikenal dan dicatat memiliki angka tertinggi pada
anak usia sekolah di negaranegara yang tidak dapat mengontrol
infeksi tersebut karena buruknya sistem air dan sanitasi. Infeksi cacing
berperan penting dalam status gizi dan kesehatan anak usia sekolah
dan berkontribusi terhadap angka ketidakhadiran. Hal ini kemudian
dapat mengurangi kapasitas belajar yang menyebabkan menurunnya
prestasi belajar (Rosso dan Arlianti, 2010).
c. Ketersediaan dan Pola Konsumsi
Makan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia.
Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara
pengolahannya. Pola makan mempengaruhi penyusunan menu.
Seorang anak dapat memiliki kebiasaan makan dan selera makan, yang
terbentuk dari kebiasaan dalam masyarakatnya (Purwani dan Maryam,
2013).
Ketersediaan pangan didefinisikan sebagai rata-rata konsumsi
energi protein, Fe, asam folat, vitamin B12 per kapita per hari yang
diperoleh dari konsumsi bahan makanan keluarga tiap harinya baik
dalam rumah maupun diluar rumah tanpa memperhitungkan makanan
yang terbuang, sisa ataupun yang diberikan kepada binatang peliharaan
yang diperoleh dengan wawancara dengan metode pendaftaran
makanan menggunakan kuesioner terstuktur yang memuat daftar
makanan utama (Priswanti, 2004).
Pendapatan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan pangan
dalam keluarga, yang akan mempengaruhi konsumsi zat gizi, dan
akhirnya akan mempengaruhi status gizi (Sudaryati, dkk, 2014).
Keluarga dengan pendapatan yang rendah lebih banyak menderita gizi
kurang dibandingkan dengan keluarga yang memiliki pendapatan yang
cukup maupun tinggi (Supariasa dkk, 2012).
Berdasarkan kutipan Apriadji (2010) pada Departemen Gizi
dan Kesehatan Masyarakat (2010) dalam Palupi (2014), pendapatan

keluarga akan mempengaruhi daya beli keluarga sehingga akan


berpengaruh terhadap status kesehatan. Kemampuan keluarga untuk
membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya
pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri, serta tingkat
pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan. Keluarga dengan
pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi
kebutuhan makanannya sesuai dengan zat-zat gizi yang dibutuhkan
tubuh.
d. Kebersihan dan Sanitasi
Masalah gizi pada bayi dan anak balita di Indonesia disebabkan
penyakit infeksi yang erat kaitannya dengan sanitasi lingkungan
(Hidayat dan Fuada, 2011).. Anak-anak, terutama anak perempuan,
dapat lebih memilih untuk tidak pergi sekolah daripada harus
menggunakan fasilitas yang buruk. Ketika sebuah sekolah kekurangan
akses ketersediaan air dan fasilitas sanitasi, sementara siswa tidak
memiliki kebiasaan kebersihan diri yang baik, munculnya penyakit
yang serius di masa kanak-kanak akan semakin meningkat dan akan
mempengaruhi partisipasi siswa dan kapasitas belajar mereka (Rosso
dan Arlianti, 2010).
3.

Pengetahuan Gizi
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaaan manusia, atau

hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,
hidung, telingan dan sebagainya), dengan sendirinya, pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi
oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar
pengetahuan diperoleh dari indera penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan
seseorang

terhadap

objek

memiliki

intensitas

yang

berbeda-beda

(Notoatmodjo, 2010).
Secara garis besar, Notoatmodjo (2010) membagi pengetahuan ke
dalam enam tingkatan, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartika sebagai recall (memanggil) memori yang telah
ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau
mengukur seseorang itu tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaa-

pertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda anak mengalami kurang gizi,


dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek
tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan apabila seseorang telah memahami objek
yang dimaksud, dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip
yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, orang yang
telah memahami metodelogi penelitian, ia akan membuat proposal
penelilitian dimana saja, dan seterusnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan
atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponenkomponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada
tingkat

analisis

adalah

apabila

orang

tersebut

telah

dapat

membedakkan, megelompokkan membuat diagram (bagan) terhadap


pengetahuan atas objek tersebut.
e. Sintesis (syntesis)
Sintesis

menunjukkkan

kemampuan

seseorang

untuk

merangkum atau meletakkkan dalam satu hubungan yang logis dari


pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu
emampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang telah ada. Misalnya dapat meringkas atau merangkum kata-kata
dengan kalimat sendiri dari apa yang dibaca atau didengar, dapat
membuat kesimpulan.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
Penilaian ini denga sendirinya didasarkan atas suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Misal, aeorang kader dapat menilai atau menentukan seorang anak

kurang gizi atau tidak, dan sebagainya.


Pengetahuan gizi anak sangat berpengaruh terhadap pemilihan
makanan jajanan. Pengetahuan anak dapat diperoleh baik secara internal
maupun eksternal. Pengetahuan secara internal yaitu pengetahuan yang berasal
dari dirinya sendiri berdasarkan pengalaman hidup. Pengetahuan secara
eksternal yaitu pengetahuan yang berasal dari orang lain sehingga
pengetahuan anak tentang gizi bertambah (Solihin, 2005 dalam Purtiantini
2010).
Menurut Sukanto (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan, antara lain :
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan
sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.
b. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih
banyak akan mempunyai pengetahuan lebih luas.
c. Budaya
Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam
memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan.
d. Pengalaman
Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah
pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal.
e. Sosial Ekonomi
Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi akan menambah tingkat
pengetahuan.
Ada pun cara pengukuran pengetahuan menurut (Baliwati dkk, 2006), terdiri
dari:
1. Baik : > 80% jawaban benar
2. Cukup : 60-80% jawaban benar
3. Kurang: <60% jawaban benar
4. Pola Makan
a. Pengertian
Pengertian pola makan dalam Sulistyoningsih (2011) terdiri dari

beberapa pendapat, yaitu:


1. Buletin Gizi (1988), pola makan didefinisikan sebagai karakteristik
dari kegiatan yang berulang kali dari individu dalam memenuhi
kebutuhannya akan makanan, sehingga kebutuhan fisiologis, social dan
emosionalnya dapat terpenuhi.
2. Sri Kajati (1985), pola makan adalah berbagai informasi yang
memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan
yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas
untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.
3. Sri Handajani (1996), pola makan adalah tingkah laku manusia atau
sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang
meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan.
4. Suhardjo (1989), pola makan diartikan sebagai cara seseorang atau
sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengonsumsiny
asebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh fisiologis, psikologis,
budaya dan sosial.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dismpulkan bahwa pola makan
adalah gambaran mengenai kebiasaan makanan yang dikonsumsi seseorang
atau suatu kelompok meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan
sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosial budaya.
Pola makan yang baik mengandung makanan sumber energi, sumber
zat pembangun dan sumber zat pengatur, karena semua zat gizi diperlukan
untuk pertumbuhan dan pemiliharaan tubuh serta perkembangan otak dan
produktifitas kerja, serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan
kebutuhan. Dengan pola makan sehari-hari yang seimbang dan aman, berguna
untuk mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal
(Almatsier, dkk, 2011).

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan


Menurut Sulistyoningsih (2011), pola makan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan
lingkungan.
1. Faktor ekonomi
Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi

konsumsi

pangan

adalah

pendapatan

keluarga

dan

harga.

Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli


pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya
penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli
pangan baik secara kualitas maupun secara kuantitas.
Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi
yang cukup akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif
dalam pola makannya sehari-hari, sehingga pemilihan bahan makanan
lebih didasarkan pada selera dibanding aspek gizi.
2. Faktor sosial budaya
Pantangan dalam mengonsumsi jenis makanan tertentu dapat
dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari
oleh kebudayaaan umumnya mengandung perlambang atau nasihat
yang dianggap baik atau pun tidak baik yang lambat laun menjadi
kebiasaan atau adat. Kebudayaan mempunyai kekuatan cukup besar
untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan
yang akan dikonsumsi.
Kebudayaan juga menentukan kapan seseorang boleh dan tidak
boleh mengonsumsi makanan yang dikenal dengan tabu makanan,
meskipun tidak semua tabu makanan masuk akal dan baik dari segi
kesehatan. Tidak sedikit hal yang dilarang dalam suatu kebudayaan
merupakan hal yang baik dalam dunia kesehatan.
3. Agama
Pantangan yang didasari agama, khususnya agama Islam
disebut haram dan individu yang melanggar hukumnya dosa. Adanya
pantangan terhadap makanan/ minuman tertentu dari sisi agama
dikarenakan makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani dan
rohani bagi yang mengonsumsinya. Konsep halal haram sangat
mempengaruhi pemilihan makanan yang akan dikonsumsi. Perayaan
hari besar agama juga mempengaruhi pemilihan makanan yang
disajikan. Bagi agama Kristen, telur merupakan bahan makanan yang
selalu ada pada saat perayaan Paskah, sedangkan bagi umat Islam,
ketupat adalah bahan makanan pokok yang selalu tersedia pada saat
hari raya lebaran.
4. Pendidikan

Pendidikan

dalam

hal

ini

biasanya

dikaitkan

dengan

pengetahuan, yang akan mempengaruhi pemilihan bahan makanan dan


pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh, bagi orang yang
memiliki pendidikan rendah, makan itu yang penting mengenyangkan,
sedangkan bagi orang yang memiliki pendidikan tinggi cenderung
memilih bahan makanan secara seimbang.
5. Lingkungan
Faktor
pembentukan

lingkungan
perilaku

cukup

makan.

besar

pengaruhnya

Lingkungan

dapat

terhadap
mencakup

lingkungan keluarga, sekolah dan adanya promosi melalui media


elektronik maupun cetak.
Kebiasaan makan di keluarga sangat berpengaruh besar
terhadap pola makan seseorang, kesukaan makan seseorang terhadap
makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapt dalam keluarga.
Lingkungan sekolah termasuk di dalamnya para guru, teman
sebaya dan keberadaan tempat jajanan sangat mempengaruhi
terbentuknya pola makan bagi siswa sekolah. Anak-anak yang
mendapatkan informasi yang tepat tentang makanan sehat dari gurunya
dan didukung oleh tersedianya kantin atau tempat jajan yang sehat
akan membentuk pola makan yang baik pada anak.
Keberadaan iklan atau promosi makanan atau pun minuman
melalui media elektronik atau pun media cetak sangat besar
pengaruhnya dalam membentuk pola makan, tidak sedikit orang
tertarik untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu karena melihat
iklan di televisi. Akan sangat mendukung jika seruan mengonsumsi
makanan seimbang dipromosikan melalui media iklan di televisi,
sehingga masyarakat dapat tetap memilih makanan yang diinginkan
dengan tetap menerapkan prinsip gizi seimbang.
c. Klasifikasi Pola Makan
Pola makan ideal berdasarkan frekuensi makan menurut Tilong (2014)
ada tiga pembagian.
1. Dua Kali Sehari
Pola makan ini dianjurkan karena didasarkan pada psikologi
pelik dari manusia, dimana seseorang yang ingin makan harus

mengambil jeda sebelum menyantap makanan berikutnya. Jeda


tersebut dimaksudkan untuk menunggu hingga perut telah kosong atau
sensasi lapar terasa kembali.
Umumnya makanan tinggal di dalam perut selama enam hingga
delapan jam . ini menunjukkan bahwa jeda makan yang pertama dan
yang kedua berselang antara 8 hingga 10 jam. Pola makan dua kali
sehari dapat memberikan kesempatan pada perut beristirahat selama 12
jam. Sepanjang durasi itu, tubuh dapat menyimpan enzim yang
dibutuhkan, memperbaharui selaput lendir dan memperbaiki fungsi
normal kontraksi dari sistem pencernaan. Atas dasar inilah disarankan
untuk sarapan mulai dari jam 7 hingga 10 pagi, sedangkan untuk
makan kedua dimulai jam 1 siang hingga jam 3 sore.
2. Tiga Kali Sehari
Makan tiga kali sehari dapat dilakukan dalam tiga waktu
utama, yaitu sarapan, makan siang dan makan malam. Di antara ketiga
waktu makan ini, dianjurkan untuk melakukan 2 kali makan selingan
antara jam 10 pagi dan jam 3 sore. Hal ini didasarkan atas kondisi
irama tubuh , di mana setiap 2-3 jam gula darah akan mengalami
penurunan. Hal ini ditandai kondisi perut yang merasa lapar sebagai
isyarat bahwa tubuh perlu mendapatkan asupan energi. Asupan pada
selingan tidak harus berupa nasi, bisa berupa makanan pengganti
lainnya.
3. Lebih dari Tiga Kali Sehari
Ada pendapat yang menyatakan bahwa makan dua tau tiga kali
kurang baik untuk tubuh. Sebaliknya, makan lebih dari tiga kali
diyakini dapat meningkatkan metabolisme, mengontrol kadar gula
darah dan menstabilkan berat badan. Selain itu makan lebih dari tiga
kali dapat menekan jumlah porsi makan sehingga tidak lagi makan
dengan porsi yang banyak. Anjuran ini didasarkan pada kemampuan
ritme tubuh dalam menanggapi keadaan tubuh yang lapar atau tidak.
Kelompok yang menyatakan bahwa makan ideal lebih dari tiga kali
menyatakan pola makan ideal adalah lima kali sehari.
Ada pun pembagian makan yang ideal berdasarkan pemaparan di atas
adalah makan tiga kali sehari, dengan dua kali makan selingan.

Tabel 2.Susunan Makanan Rata-rata Sehari Anak Usia 1-12 tahun

Gol. Umur

Nasi Lauk
Sayur Buah Susu MinyakGula
BB TB 100 g ikan 50 tempe 100 gr 100 gr 200ml 5 gr 10 gr
(Kg) (cm) (3/4
Gr
50 gr (1 gls) pepaya (1 gls) (1/2
(1
gls) (1 ptg) (1 ptg)
(1 ptg)
sdm) sdm)

Anak-anak
1-3 th
12 90
3p
1p
1p
4-6 th
17 110 4p
2p
1p
7-9 th
25 120 41/2 p 2p
2p
Pria
10-12 th
35 138 51/2 p 1 1/2 p 2p
Wanita
10-12 th
37 145 51/2 1 1/2 p 2p
Keterangan: p= penukar; gls= gelas; ptg= potong

1p
2p
3p

2p
3p
3p

1p
1p
1p

2p
4p
4p

2p
2p
2p

3p

4p

1p

6p

3p

3p

4p

1p

6p

3p

Sumber: Almatsier, (2011). Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan 5. Food


Frequency Questionare (FFQ)
Metode ini menurut Supariasa, dkk (2012), digunakan untuk
memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau
makanan jadi selama periode tertentu, seperti hari, minggu, bulan atau tahun.
Selain itu, dengan metode ini dapat diperoleh gambaran pola konsumsi
bahan makanan secara kualitatif. Bahan makanan yang ada dalam daftar
kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering
oleh responden.
Kelebihan metode food frequency questionare:
a. Relatif murah dan sederhana
b. Dapat dilakukan sendiri oleh responden
c. Tidak membutuhkan latihan khusus
d. Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dan
kebiasaan makan
Kekurangan metode food frequency questionare:
a.

Tidak dapat menghitung asupan zat gizi sehari

b.

Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data

c.

Cukup menjemukkan bagi pewawancara

d.

Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan


jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner

e.

Responden harus jujur dan mempunyai motivasi yang tinggi

6. Gizi Anak Sekolah


a. Karakteristik Anak Sekolah
Kelompok anak sekolah (umur 6-12 tahun) termasuk ke dalam
kelompok rentan gizi. Kelompok rentan gizi adalah suatu kelompok
yang paling mudah menderita gangguan kesehatan atau rentan karena
kekurangan gizi. Kelompok ini berada pada masa pertumbuhan atau
perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih
besar dan apabila kekurangan zat gizi maka akan terjadi gangguan gizi
atau kesehatannya. Beberapa gambaran karakteristik anak sekolah
dasar antara lain sebagai berikut: karakteristik anak sekolah dasar yang
pertama adalah senang bermain, karakteristik yang kedua senang
bergerak, karakteristik yang ketiga senang bekerja dalam kelompok
dan karakteristik keempat senang merasakan atau melakukan sesuatu
secara langsung. Anak sekolah dasar senang bergerak dan dapat duduk
dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Dalam pergaulan dengan
kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses
sosialisasi. Seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar
setia kawan, belajar tidak tergantung pada orang lain dan diterima di
lingkungannya, belajar menerima tanggung jawab, belajar bersaing
dengan orang lain secara sehat dan sportif (Notoatmodjo, 2003).
Tabel 3. Angka Kecukupan Gizi Anak Sekolah Usia 7-9 tahun dan 10-12 tahun

Komposisi
Zat Gizi
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat (g)
Air (ml)
Vit A (mcg)
Vit D (mcg)
Vit E (mg)
Vit K (mcg)

Usia 7-9
Tahun
1850
49
72
254
26
1900
500
15
7
25

Usia 10-12 tahun


Laki-Laki
Perempuan
2100
2000
56
60
70
67
289
275
30
28
1800
1800
600
600
15
15
11
11
35
35

Vit B1 (mg)
Vit B2 (mg)
Vit B3 (mg)
Vit B5 (mg)
Vit B6 (mg)
Folat (mg)
Vit B12 (mg)
Biotin (mg)
Kolin (mg)
Vit C (mg)
Sumber: AKG, (2013)
b.

0,9
1,1
10
3
1,0
300
1,2
12
375
45

1,1
1,3
12
4
1.3
400
1,8
20
375
50

1,0
1,2
11
4
1,2
400
1,8
20
375
50

Pola dan Konsumsi Makan untuk Anak Usia Sekolah


Perilaku dan kebiasaan orang tua dalam hal makanan yang
dipengaruhi oleh faktor budaya akan mempengaruhi sikap suka dan
tidak suka seorang anak terhadap makanan. Satu keluarga diusahakan
untuk makan bersama untuk menjalin komunikasi antaranggota
keluarga. Sebuah studi yang dilakukan terhadap sekelompok anak usia
9-14 tahun menunjukkan terdapat hubungan positif antara kegiatan
makan malam bersama dalam keluarga dengan kualitas diet anak. Pola
makan anak juga dipengaruhi oleh media massa dan lingkungan (guru,
teman sebaya). Anak-anak ingin mencoba makanan yang diiklankan di
televisi. Pengaruh teman sebaya juga cukup besar, karena anak usia
sekolah lebih banyak menghabiskan waktu denganteman sebaya
dibanding dengan keluarga (Sulistyoningsih, 2011).
Makanan sehari anak usia sekolah sebaiknya terdiri atas tiga
kali makanan lengkap dan dua kali snack di antara waktu makan.
Susunan hidangan terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah
dan susu. Istiany dan Rusilanti (2013), menguraikan pola makan anak
sekolah berdasarkan kelompok umurnya, yaitu usia 7-9 tahun dan 1012 tahun sebagai berikut:
1) Usia 7-9 tahun
Pada usia ini anak pandai menentukan makanan yang disukai
karena sudah mengenal lingkungan. Banyak anak menyukai makanan
jajanan yang hanya mengandung karbohidrat dan garam yang hanya
akan membuat cepat kenyang dan dapat mengganggu nafsu makan
anak. Pada usia ini perlu pengawasan dalam pemilihan makanan agar
tidak salah atau pun terpengaruh oleh lingkungan.
2) Usia 10-12 tahun

Pada usia ini, kebutuhan anak sudah harus dibagi dalam jenis
kelaminnya. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik
sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak. Sedangkan anak
perempuan biasanya sudah mulai haid sehingga memerlukan energi
protein dan zat besi yang lebih banyak.
c.

Masalah Gizi Anak Usia Sekolah


Masalah gizi dan kesehatan anak umumnya adalah gizi buruk,
gizi kurang, gizi lebih, masalah pendek, anemia kekurangan besi, dan
karies gizi. Kurangnya vitamin A (KVA) dan gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY) juga masih merupakan masalah gizi
pada anak-anak di Indonesia (Almatsier dkk, 2011).
Secara keseluruhan, prevalensi pendek (menurut TB/U) pada
anak umur 5-12 tahun adalah 30,7% terdiri dari, 12,3% sangat pendek
dan 18,4% pendek. Selain itu, berdasarkan IMT/U pada anak umur 512 tahun adalah 11.2 persen, terdiri dari 4,0 persen sangat kurus dan
7,2 persen kurus. Selain permasalah status gizi, anemia gizi besi
masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan prevalensi
pada anak usia 5-12 tahun mencapai 29%, sedangkan permasalahan
anak yang berisiko kekurangan iodium usia 6-12 tahun dari hasil
pemeriksaan nilai eksresi iodium dalam urin (EIU) mencapai 14,9%,
ditambah lagi permasalahan yang berkaitan dengan vitamin A dapat
dilihat dari prevalensi kebutaan nasional sebesar 0,4 %, dengan
prevalensi severe low vision umur 6 tahun ke atas secara nasional
sebesar 0,9 % (Riskesdas, 2013). Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan
prevalensi masalah gigi dan mulut usia 5-14 tahun yaitu 21,6%.
Frekuensi makan gula dan kelengketannya pada gigi lebih
berpengaruh terhadap terjadinya karies gigi dibanding minuman
manis. Banyaknya penggunaan bahan tambahan pangan (food
additive) seperti penambah rasa, zat pengawet, pewarna dan pemanis
juga perlu diwaspadai karena sering digunakan melebihi batas aman
atau menggunakan bahan berbahaya untuk kesehatan (Almatsier dkk,
2011).

BAB III
KERANGAKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan pada tinjauan pustaka, dapat
dibentuk sebuah kerangka teori sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Teori Status Gizi


Sumber: Modifikasi UNICEF (1990) dalam Bappenas 2011 dan
Solihin dalam Purtiantini (2010)
3.2 Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

3.3 Hipotesa
1.

Ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi pada


anak sekolah dasar di SDN 1 Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang
Tahun 2016

2.

Ada hubungan antara pola makan dengan status gizi pada anak
sekolah dasar di SDN 1 Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang Tahun
2016

3.4 Definisi operasional dan Aspek Pengukuran


Agar tidak terjadi salah penafsiran, maka terlebih dahulu akan penulis
kemukakan beberapa pengertian penting yang berhubungan dengan judul,
antara lain :
1. Pengetahuan Gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat
gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman
dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah
makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta
bagaimana hidup sehat. Pengetahuan gizi adalah skor yang diperoleh
dari jawaban kuesioner responden yang berhubungan dengan zat gizi,
kebutuhan gizi, dan permasalahan gizi yang diukur dengan skor
jawaban terhadap pertanyaaan dan dikategorikan sebagai berikut :
1. Baik, jika > 80% jawaban benar.

2. Kurang baik, jika 80% jawaban benar.


Skala : Nomina
2. Pola konsumsi makan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah,
frekuensi dan jenis atau macam makanan. Penentuan pola konsumsi
makan harus memperhatikan nilai gizi makanan dan kecukupan zat
gizi yang dianjurkan. Hal tersebut dapat di tempuh dengan penyajian
hidangan yang bervariasi dan dikombinasi, ketersediaan pangan,
macam serta jenis bahan makanan mutlak diperlukan untuk
mendukung usaha tersebut. Disamping itu jumlah bahan makanan yang
dikonsumsi juga menjamin tercukupinnya kebutuhan zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh. Pola konsumsi adalah suatu perilaku yang
berhubungan dengan makan dan makanan seperti frekuensi makan
yang diperoleh dari hidangan baik makanan pokok maupun jajanan
yang dikonsumsi perhari dengan metode food frequency. Kriteria
penilaian didasarkan pada skala Guttman atas jumlah pertanyaan
keseluruhan yaitu sebanyak 20 pertanyaan. Untuk setiap pertanyaan
diberikan nilai skor 0 (nol) jika menjawab tidak sesuai dengan pola
makan yang seharusnya dan nilai skor 1 (satu) jika menjawab sesuai
dengan pola makan yang seharusnya. Pengukuran pola makan
dilakukan dengan menggunakan rumus interval kelas:
I= R/K

I = interval
R= Range/kisaran (100-0= 100%)
K= Jumlah kategori (2)
(Sugiono, 2003)
Maka,
Skor tertinggi= 1 x 20=20 (100%)
Skor terendah = 0 x20 = 0 (0%)
Batas Atas = skor tertinggi = 100%
Batas Bawah = (Batas atas - I) = (100-50) = 50
Kriteria objektif :

Pola makan baik : apabila skor >50% dari 20 pertanyaan yang diberi
skor
Pola makan buruk : apabila responden memiliki skor <= 50% dari 20
pertanyaan yang diberi skor.
3. Status Gizi
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabel tertentu. Status gizi yang dinilai pada responden anak usia
sekolah dalam penelitian ini adalah status gizi antropometri dengan
indikator indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U). Penilaian ini
dipilih karena dianggap paling mewakili status gizi anak usia sekolah
usia 5-18 tahun dengan menggunakan metode dengan indikator indeks
massa tubuh menurut umur (IMT/U) (Z-Score) dengan memperhatikan
jenis kelamin. dibagi atas 4 kategori, yaitu :
-

Obesitas , bila nilai Z Score > + 2 SD

Gemuk, bila nilai Z- Score > +1SD sampai +2SD

Kurus, bila nilai Z Score terletak antara < 2 SD sampai - 3SD

Sangat Kurus, bila nilai Z Score < - 3 SD

Normal, bila nilai Z Score terletak antara - 2 SD sampai + 2 SD

Dalam penelitian ini status gizi tersebut diatas dikategorikan menjadi:


-

Status Gizi normal: nilai Z Score terletak antara - 2 SD sampai + 2


SD

Status Gizi Tidak Normal: Obesitas, Gemuk, Kurus dan Sangat Kurus
sesuai dengan nilai Z score diatas.

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Ramcangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan metode
pendekatan cross

sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada

penelitian dengan variabel sebab atau faktor resiko dan akibat atau kasus
yang terjadi pada obyek penelitian yang diukur dan dikumpulkan secara
simultan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2005).
4.2 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di

SDN 1 manyak payed yang termasuk

dalam ruang lingkup wilayah kerja puskesmas manyak payed. Penelitian


dilakukan pada agustus 2016.
4.3 Populasi dan sampel
4.3.1

Populasi Penelitian

populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2007). Populasi yang dimaksud disini adalah sasaran penelitian yang

memiliki karakteristik tertentu yaitu sesuai dengan jenis penelitian yang


dilakukan. Menurut Arikunto (2010) yang dimaksud dengan sampel adalah
sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Berdasarkan penjelasan
tersebut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
murid kelas 1 SD dan kelas 2 SDN 1 Manyak Payed yang berjumlah 125
orang.
4.3.2

Sampel Penelitian

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode


nonprobability sampling dengan teknik total sampling. Kriteria inklusi
sampel penelitian ini adalah siswa kelas 1 dan kelas 2 SDN 1 Manyak
Payed yang hadir saat dilakukan penelitian.

4.4 Metode pengumpulan data


4.4.1

data primer

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer,
yaitu data yang didapat langsung dari responden. Pengumpulan data
dilakukan dengan metode angket dengan menggunakan instrumen
kuesioner untuk penilaian tingkat pengetahuan dan pola makan. Data berat
badan anak diperoleh melalui pengukuran dengan menggunakan
timbangan electronic personal scale dengan kapasitas maksimal 150 kg.
Sementara Data tinggi badan anak diperoleh melalui pengukuran dengan
menggunakan mikrotoa.
4.4.2

data sekunder

Data sekunder pada penelitian ini meliputi profil umum Puskesmas


Manyak Payed Kecamatan Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang dan
data siswa kelas 1 dan kelas 2 SDN 1 Manyak Payed.
4.5 Metode analisa data
4.5.1

Analisa Univariat

Analisa data dengan mendistribusikan variable tingkat pengetahuan,


pola makan dan status gizi siswa kelas 1 dan kelas 2 SDN 1 Manyak

Payed yang disajikan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi.


4.5.2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan dari masingmasing variabel independen yaitu tingkat pengetahuan dan pola makan
dengan variabel dependen (status gizi). Uji analisa dengan menggunakan
uji chi-square pada taraf kepercayaan 95% sehingga diketahui hubungan
antar variabel penelitian.
4.6

Kesulitan dan Keterbatasan Penelitian

1. Hambatan Penelitian
a. Terbatasnya biaya dan waktu.
b. Pengetahuan dan pengalaman penulis yang minim dalammelaksanakan
penelitian.

2. Keterbatasan Penelitian
Cara pengumpulan data yang dilaksanakan hanya menguraikan angket
tertutup (kuesioner) yang disusun berdasarkan konsep teoritis tanpa diikuti
dengan observasi sehingga masih terdapat kemungkinan responden tidak
jujur memberikan jawaban sehingga terjadi bias.

BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1GambaranUmumWilayahKerjaPuskesmasManyakPayed
5.2AnalisisUnivariatHasilPenelitian
5.2.1GambaranUmumResponden
Siswayangmenjadirespondendalampenelitianiniberjumlah121
orang.Respondenmerupakansiswayangberadadikelas1dan2SDN1
ManyakPayedyanghadirsaatdilakukanpenelitian.AdapunDistribusi
frekuensirespondenberdasarkanjeniskelamindantingkatankelassebagai
berikut.
Tabel5.1DistribusiFrekuensiAnakSekolahDasarKelas1dan2SDN1
Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2016

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Laki-Laki

49

40.5

40.5

40.5

Perempuan

72

59.5

59.5

100.0

121

100.0

100.0

Total

BerdasarkanTabel5.1siswayangmenjadirespondendalampenelitian
iniberjumlah121orang,49orangdiantaranyaatausetaradengan40,5%laki
laki,dan72orang(59,5%)perempuan.
Jumlah responden yang diambil dari setiap kelas jumlahnya tidak
sama,sehinggaselainberdasarkanjeniskelamin,adapuladistribusifrekuensi
respondenberdasarkankelas,sebagaiberikut.

Tabel5.2.DistribusiFrekuensiAnakSekolahDasarKelas1dan2SDN1
Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2016
Kelas Siswa
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

1 SD

64

52.9

52.9

52.9

2 SD

57

47.1

47.1

100.0

Total

121

100.0

100.0

BerdasarkanTabel5.2,jumlahrespondenyangpalingbanyakberasal
darikelasI,yaitu64orang(52,9%),halinidisebabkanjumlahsiswayangada
dikelasIpalingbanyakdiantarakelaslainnya,sehinggarespondenpaling
banyak berasal dari kelas tersebut. kelas yang respondennya paling sedikit

berasaldarikelasII,yaitu57orangatausetaradengan47,1%.
Responden yang terpilih di setiap kelas mempunyai umur yang
bervariasi, mulai dari yang paling muda hingga yang usianya menginjak
remaja.Distribusifrekuensirespondenberdasarkanumursebagaiberikut.
Tabel5.2DistribusiFrekuensiUmurAnakSekolahDasarKelas1dan2SDN
1 Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2016
Umur Siswa
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

6 Tahun

64

52.9

52.9

52.9

7 Tahun

52

43.0

43.0

95.9

8 Tahun

4.1

4.1

100.0

121

100.0

100.0

Total

BerdasarkanTabel5.2respondenpalingbanyakmemilikiumur6
tahun,yaituberjumlah64orang(52,9%)danyangpalingsedikitmemiliki
umur8tahunyaitu5orang(4,1%).

C. Hasil
1. AnalisisUnivariat
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil distribusi frekuensi
statusgizi,pengetahuandanpolamakanresponden.
a.StatusGizi
Pengukuranstatusgiziyangdilakukanpadaanakkelas1dankelas
2sekolahdasarmenggunakanindikatorindeksmassatubuhmenurut
umur(IMT/U).Berdasarkanhasilpenelitian,diketahuistatusgizianak
kelas1dan2SDN1ManyakPayed.Adapundistribusifrekuensinya
sebagaiberikut.

Tabel8.DistribusiFrekuensiStatusGiziAnakSekolahDasarKelas1
dan2SDN1 Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2016
Status Gizi
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Kurang

12

9.9

9.9

9.9

Normal

94

77.7

77.7

87.6

Gemuk

15

12.4

12.4

100.0

121

100.0

100.0

Total

BerdasarkanTabeldiatas,respondendari81orangmemilikiyang
statusgizinormal94orang(77,7%)danada12orang(9,9%)yang
statusgizinyasangatkurus,sedangkanyangstatusgizinyaobesitasada
15orang(12,4%).
b.PengetahuanGizi
Pengukuranpengetahuananakkelas4dan5terkaitgizidilakukan
dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan hasil penelitian,
pengetahuananakterkaitgizidistribusifrekuensinyasebagaiberikut.
Tabel9.DistribusiFrekuensiPengetahuanGiziAnakSekolahDasar
Kelas1dan2SDN1 Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang Tahun
2016
Tingkat Pengetahuan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Baik

57

47.1

47.1

47.1

Cukup

50

41.3

41.3

88.4

Kurang

14

11.6

11.6

100.0

121

100.0

100.0

Total

BerdasarkanTabeldiatas,dari81respondenyangpengetahuan
terkait gizinya baik ada 70 orang (86,4%) dan responden yang

pengetahuannyatidakbaikada11orang(13,6%).
PolaMakan

c.

Pengukuran pola makan anak kelas 4 dan 5 dilakukan dengan


menggunakan food frequency questionare (FFQ). Berdasarkan hasil
penelitian,distribusifrekuensipolamakananaksebagaiberikut.
Tabel10.DistribusiFrekuensiPolaMakanAnakSekolahDasarKelas
1dan2SDN1 Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2016
Pola Makan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Baik

80

66.1

66.1

66.1

Tidak Baik

41

33.9

33.9

100.0

121

100.0

100.0

Total

BerdasarkanTabeldiatas,dari81respondenyangmemiliki
polamakanyangbaikyaitu2orang(2,5%)danrespondenyang
polamakannyatidakbaikberjumlah79orang(97,5%).
2.AnalisisBivariat
Berdasarkan analisis bivariat, ditentukan hubungan antara
status gizi dengan pengetahuan gizi dan hubungan status gizi
denganpolamakan.
a.HubunganPengetahuanGizidenganStatusGizi
Hubunganpengetahuangizidenganstatusgizidapatdilihatpadatabel
sebagaiberikut.
Tabel11.HubunganPengetahuanGizidenganStatusGiziAnak
SekolahDasarKelas1dan2SDN1 Manyak Payed Kabupaten Aceh
Tamiang Tahun 2016

StatusGizi

Baik

Tidak
Normal
N
%
23 32,9%

n
47

%
67,1%

n
70

%
100% 0,038

TidakBaik
Total

3
26

8
55

72,7%
68,3%

11
81

100%
100%

Pengetahuan
Gizi

27,3%
31,7%

Normal

Total

P
Value

BerdasarkanTabel11,diketahuidari81orangresponden,26orang
atau31,7%memilikistatusgiziyangtidaknormaldan55orangatau
68,3% memiliki status gizi yang normal. Dari 81 orang itu pun
diketahuipengetahuannyaterkaitgizi,70orangmemilikipengetahuan
yangbaikterkaitgizidan11orangmemilikipengetahuanyangtidak
baikterkaitgizi.Adapundari70orangyangmemilikipengetahuan
gizibaikyangstatusgizinyatidaknormalberjumlah23orang(32,9%)
danorangyangstatusgizinyaNormalberjumlah47orang(67,1%).
Dari 11 orang yang pengetahuan gizinya tidak baik, yang status
gizinya Tidak Normal ada 3 orang (27,3%) dan yang status gizinya
Tidak Normal ada 8 orang (72,7%).
Nilai p value dari status gizi dan pengetahun yaitu, 0,038.Hasil ini
lebih dari nilai (0,05), sehingga berdasarkan hasil uji Chi-square
tidak ada hubungan antara status gizi dengan pengetahuan gizi.
b.HubunganPolaMakandenganStatusGizi
Hubungan pola makan dengan status gizi dapat dilihat pada
tabelsebagaiberikut.

Tabel12.HubunganStatusGizidenganPolaMakanAnakSekolah
DasarKelas1dan2SDN1 Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang
Tahun 2016

Baik

StatusGizi
Tidak
Normal
Normal
n
%
n
%
23 32,9% 47 67,1%

n
70

%
100% 0,023

TidakBaik
Total

3
26

11
81

100%
100%

PolaMakan

27,3%
31,7%

8
55

72,7%
68,3%

Total

P
Value

BerdasarkanTabel12,diketahuidari81orangresponden,yang
memilikipolamakanbaikberjumlah2orangdanyangmemilikipola
makanyangtidakbaikada79orang.Dari2orangyangpolamakannya
baikmemilikistatusgiziyangnormal,sedangkandari79orangyang
polamakannyatidakbaik,26orang(32,1%)memilikistatusgizitidak
normaldanyangstatusgizinyanormalberjumlah53orang(67,9%).
Hasilnilaipdaristatusgizidanpolamakan,yaitu1,0,lebihbesar
darinilai=0,05yangartinya,tidakadahubunganantarapolamakan
denganstatusgizi.
D.Pembahasan
Dari81orangrespondenmayoritasnyamemilikistatusgizinormal
55orang(67,9%)danada1orang(1,2%)yangstatusgizinyasangat
kurus,sedangkanyangstatusgizinyaobesitasada3orang(3,7%).
Halinimenunjukkanbahwasebagianbesaranakmemilikistatus
giziIMT/Uyangnormal.ParameterIMT/UmenurutKemenkesRI
tahun2005adalahsebagaiberikut,sangatkurus:<3SD,kurus3SD
s.d <2 SD, normal 2 SD s.d 1 SD, gemuk 1 SD s.d 2 SD, dan
obesitas>2SD.
Agar memudahkan dalam proses pengolahan dan analisis data

statistika,dilakukanpengelompokkanstatusgizi,dimanaanakyang
statusgizinyasangatkurus,kurus,gemukdanobesitastermasukke
dalam kelompok status gizi Tidak Normal dan anak yang status
gizinyanormaltermasukkedalamkelompokstatus gizi Normal.
Adapunanakyangpengetahuannyabaikyangmemilikistatusgizi
normal26orangatau31,7%memilikistatusgiziyangtidaknormal
dan55orangatau68,3%memilikistatusgiziyangnormal.
1.HubunganPengetahuanGizidenganStatusGizi
Dari81orangrespondendiketahuipengetahuannyaterkaitgizi,
70orangmemilikipengetahuanyangbaikterkaitgizidan11orang
memilikipengetahuanyangtidakbaikterkaitgizi.Adapundari70
orangyangmemilikipengetahuangizibaikyangstatusgizinyaTidak
Normalberjumlah23orang(32,9%)danorangyangstatusgizinya
Normalberjumlah47orang(67,1%).Berdasarkanhasilanalisisdata
statistik, diketahui bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan
denganstatusgizidengannilaip>dari.
Adapunskorpengetahuanyangpalingtinggiyaitu,25danyang
paling rendah yaitu, 10. Pengetahuan gizi dikatakan baik apabila
jawaban
benar80% pertanyaan atau sekitar 20 pertanyaan dari 25 pertanyaan.
Berdasarkan Lampiran 9a, pertanyaan yang paling banyak dijawab
dengan salah oleh responden yaitu pada pertanyaan nomor 10
mengenai makanan kemasan atau yang dibungkus lebih terjamin
keamanannya. Responden yang jawabannya salah pada nomor 10
berjumlah24orang,17orangdiantaranyamemilikistatusgizinormal
dan7orangdiantaranyamemilikistatusgizitidaknormal.Adapun
pertanyaanyangpalingbanyakdijawabdenganbenaryaitupertanyaan
nomor1mengenaikebersihanmakananyaitudijawabbenaroleh80
orangresponden,dari80orangresponden,yangmemilikistatusgizi

normal59orangdantidaknormal21orang,sehinggadapatdiketahui
bahwa reponden telah memiliki pengetahuan mengenai kebersihan
makanan.

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau


hasiltahuseseorangterhadapobjekmelaluiinderayangdimilikinya
(mata, hidung, telingan dan sebagainya), dengan sendirinya, pada
waktupenginderaansampaimenghasilkanpengetahuantersebutsangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dana persepsi terhadap objek.
Sebagianbesarpengetahuandiperolehmelaluiinderapengedarandan
penglihatan. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai
intensitas yang berbedabeda (Notoatmodjo, 2010). Tingkat
pengetahuangizidankeamananpangansiswaberpengaruhterhadap
sikap dan perilaku dalam pemilihan pangan yang dibeli, dengan
pengetahuangizidankeamananpanganyangbaik,diharapkansiswa
akanmemilihpanganyangamandanbergizi(Purtiantini,2010).
Pengetahuan gizi sangat penting, dengan adanya pengetahuan
tentangzatgizimakaseseorangdenganmudahmengetahuistatusgizi
mereka. Zat gizi yang cukup dapat dipenuhi oleh seseorang sesuai
dengan makanan yang dikonsumsi yang diperlukan untuk
meningkatkan pertumbuhan. Pengetahuan gizi dapat memberikan
perbaikan gizi pada individu maupun masyarakat (Suhardjo, 1986)
dalamKhairina(2008).
Hasilpenelitianinisesuaidenganpenelitianyangdilakukanoleh
Hendrayati,dkk (2010) status gizi responden dan pengetahuan gizi
responden pada umumnya baik, namun tidak ada hubungan yang

bermaknadiantarakeduanya.Pengetahuangiziyangbaiktidakselalu
mendasari pilihan makanan yang bergizi, hal ini masih dipengaruhi
olehkebiasaandankemampuandayabeli.Padapenelitianinitidak
ditelusurifaktordayabelikeluargaataupunuangsakuanak.
Berbedadenganhasilpenelitianyangdilakukan,hasilpenelitian
dari Handono, (2010) menyatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan gizi dengan status gizi. Tingkat
pengetahuangiziyangtinggidapatmembentuksikappositifterhadap
masalah gizi. Sikap yang didasari atas pengetahuan akan lebih
langgeng daripada sikap yang tidak didasari pengetahuan.
Pengetahuan dibutuhkan dalam hal pemberian dan pemilihan
makananan,sehinggaseoranganaktidakmengalamikekurangangizi.
2. HubunganPolaMakandenganStatusGizi
Pola makan responden diketahui dari 81 orang responden,
yang
memiliki pola makan baik berjumlah berjumlah 2 orang dan yang
memilikipolamakanyangtidakbaikada79orang.Dari2orangyang
polamakannyabaikmemilikistatusgiziyangnormal,sedangkandari
79orangyangpolamakannyatidakbaik,26orang(32,1%)memiliki
statusgizitidaknormaldanyangstatusgizinyanormalberjumlah53
orang(67,9%).
Berdasarkandataanalisisstatistik,diketahuitidakada
hubungan
antara pola makan dengan status gizi, dengan nilai p > . Hasil
penelitianiniberbedadenganpenelitianyangdilakukanWaladow,dkk
(2013), di mana berdasarkan hasil penelitiannya terdapat hubungan
yangsignifikanantarpolamakandenganstatusgizi.
Polamakandikatakanbaikapabilahasilkuesionerdanwawancara

food frequency questionare baik. Skor pola makan tertinggi dari


kuesioneryaitu,9danyangterendahyaitu,1.Adapunkomponenpola
makanyangditanyakandalamkuesionersebagaiberikut.
Berdasarkan Lampiran 9b,dapatdiketahuipertanyaanpolamakan
yang banyak dijawab salah oleh responden yang memiliki status gizi
tidaknormalyaitupertanyaannomor7dan8yaituterkaitfrekuensijajan
seharidanjenismakananyangbiasadikonsumsiuntuk snack.Dari81
orang,50orangjajanlebihdari3kalisehari,dari50orangtersebut,yang
memiliki status gizi normal 38 orang dan yang status gizinya tidak
normal 12 orang. Berdasarkan pertanyaan nomor 8, dapat diketahui
bahwadari81orangresponden,42orangmengkonsumsichiki,gorengan
danpermensaatjajan.

Dari 42 orang tersebut, 32 orang di antaranya memiliki status gizi


normaldan10orangmemilikistatusgizitidaknormal.
Berdasarkan hasil food frequency questionare (FFQ), dapat
diketahui bahwa makanan yang paling sering dikonsumsi yaitu
makananpokokatausumberkarbohidratdanjajanan,diantarasumber
karbohidratyangseringdikonsumsiyaitu,nasi,mie,roti,buburdan
lontong.Makananjajananyangpalingseringdikonsumsidiantaranya,
cimol, cilok, chiki, cireng dan minuman ringan. Makanan tersebut
walau pun termasuk makanan jajanan, namun bahan utamanya dari
jenis tepungtepungan, sehingga dapat diambil kemungkinan bahwa
status gizi anak sekolah yang normal bisa jadi diakibatkan oleh
banyaknya atau seringnya mengkonsumsi makanan sumber
karbohidrat.
Polamakanyangbaikmengandungmakanansumberenergi,sumber
zat pembangun dan sumber zat pengatur, karena semua zat gizi
diperlukan untuk pertumbuhan dan pemiliharaan tubuh serta

perkembangan otak dan produktifitas kerja, serta dimakan dalam


jumlahcukupsesuaidengankebutuhan.Polamakanseharihariyang
seimbang dan aman, berguna untuk mencapai dan mempertahankan
statusgizidankesehatanyangoptimal(Almatsier,dkk,2011).Pola
makananaksekolahberdasarkanhasilpenelitian,kebanyakankurang
beragam, kebanyakan mengkonsumsi makanan jajanan, dan
kebanyakanmakananjajananyangdikonsumsibersumberdaritepung
tepunganyangmerupakansumberkarbohidrat.Halinisesuaidengan
pendapat Natalia, dkk (2012), di mana pengetahuan baik maupun
kurangcenderungmengonsumsipolamakanyangtidakberagam.Hal
ini berkaitkan dengan menu makanan keluarga yang disajikan pada
umumnya sudah baik, tetapi pemilihan pola konsumsi makan yang
kurangbaik.Selainitu,polamakananakdipengaruhiberbagaifaktor
(Sulistyoningsih, 2011), salah satunya yaitu lingkungan. Faktor
lingkungancukupbesarpengaruhnyaterhadappembentukanperilaku
makan. Lingkungan sekolah, termasuk guru, teman dan keberadaan
tempatjajanmempengaruhiterbentuknyapolamakansiswa.DiSDN
Sukasenang, terdapat kantin sekolah yang di dalamnya banyak
pedagang yang berjualan makanan jajanan, sehingga mempengaruhi
polamakananak.

BABV
SIMPULANDANSARAN
A.Simpulan
Gambaranpengetahuangizianaksekolahdasarkelas4dan
5 di SDN Sukasenang dari 81 responden, yang baik 70 orang
(85,4%) dan responden yang pengetahuannya tidak baik ada 12
orang(14,6%).Adapungambaranpolamakananaksekolahdasar
kelas4dan5diSDNSukasenangdari81respondenyangmemiliki
polamakanyangbaikyaitu2orang(2,4%)danrespondenyang
polamakannyatidakbaikberjumlah80orang(97,6%).Dari81
orang responden, yang memiliki status gizi normal 56 orang
(67,3%)danada1orang(1,2%)yangstatusgizinyasangatkurus,
sedangkanyangstatusgizinyaobesitasada3orang(3,7%).
Pengetahuangizitidakberhubungandenganstatusgizianak
kelas4dan5diSDNSukasenang.Begitupulaantarapolamakan
dengan status gizi anak kelas 4 dan 5 di SDN Sukasenang.
Sebaiknya meningkatkan konsumsi lauk pauk, sayur dan buah
untukmeningkatkankeragamanmakanan.

B. Saran
1. BagiSiswa
Diharapkan bagi siswa untuk lebih memperhatikan makanan yang
dikonsumsi dan lebih teratur dalam mengkonsumsi makanan yang
seimbang, tanpa memilahmilah makanan jenis tertentu, serta
disarankan mengurangi konsumsi makanan yang berbahan dasar
tepunguntukmengurangiasupanmakanansumberkarbohidrat.
2. BagiSekolah
Diharapkan kepada sekolah dapat memberlakukan ketentuan
tertentukepadapenjualmakanandikantinsekolahagarmenjual
makanan yang memenuhi syarat kebersihan dan menyehatkan.
Beberapajenismakananyangdijualdikantinsekolahdiantaranya,
batagor, martabak, cilok, cimol, lontong, sate, snack (chiki,
permen, dan beberapa jenis minuman ringan) yang biasa
dikonsumsisiswa.
3. BagiPenelitiSelanjutnya
Dalampenelitiantentanghubunganstatusgizidenganpengetahuan
gizidanpolamakanperludiperhatikanpemilihanwaktupenelitian,
jenisinstrumenyangdigunakandanbesarsampeldalampenelitian,
sehinggamemperkecilterjadinyabias.

Anda mungkin juga menyukai