Anda di halaman 1dari 16

DEFINISI ANTIBIOTIK

Antibiotik dapat dikatakan sebagai perusak kehidupan, atau dapat disebut juga
suatu zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai
kemampuan, dalam larutan encer, untuk menghambat pertumbuhan atau
membunuh mikroorganisme lainnya.

Cara Kerja ANTIBIOTIK


Berdasarkan mekanisme kerjanya dapat dibagi menjadi lima kelompok yaitu:
1. Mengganggu metabolisme sel mikroba
Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid, trimetoprin,
asam p-aminosalisilat (PAS), dan Sulfon.

2. Menghambat sintesis dinding mikroba


Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin, basitrasin,
vankomisin, dan sikloserin.

3. Mengganggu permeabilitas membran sel mikroba


Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien serta
berbagai antimikroba kemoterapeutik, umpamanya antiseptik surface active
agents.

4. Menghambat sintesis protein sel mikroba


Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah golongan aminoglikosid, makrolid,
linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol.

5. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba


Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin, dan golongan
kuinolon.

Jenis-jenis ANTIBIOTIK

Meskipun ada lebih dari 100 macam antibiotik, namun umumnya mereka berasal
dari beberapa jenis antibiotik saja, sehingga mudah untuk dikelompokkan. Ada
banyak cara untuk menggolongkan antibiotik, salah satunya berdasarkan
struktur kimianya.

Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:


a. Golongan Aminoglikosida
Diantaranya adalag amikasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilimisin,
paromisin, sisomisin, streptomisin, dan tobramisin.

b. Golongan Beta-Laktam
Diantaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem),
golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim),
golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin).

Salah satu contoh dari golongan beta-laktam ini adalah golongan sefalosporin
dan golongan sefalosporin ini ada hingga generasi ketiga dan seftriakson
merupakan generasi ketiga dari golongan sefalosporin ini.

Seftriakson
Obat ini umumnya aktif terhadap kuman gram-positif, tetapi kurang aktif
dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama. Untuk meningitis obat ini
diberikan dua kali sehari sedangkan untuk infeksi lain umumnya cukup satu kali
dalam sehari.

Dosis lazim obat ini ialah 1-2 g/hari IM atau IV dalam dosis tunggal atau dibagi
dalam 2 dosis. Seftriakson tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik 0.25 ; 0.5 ;
dan 1 g. Apabila obat ini diberikan sebanyak 250mg akan sangat ampuh dan
tanpa komplikasi oleh karena itu menjadi pilihan utama untuk uretritis oleh
gonokokus.

c. Golongan Glikopeptida
Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.

d. Golongan Poliketida
Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin,
roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin,
oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

e. Golongan Polimiksin
Diantaranya polimiksin dan kolistin.

f. Golongan Kuinolon (fluorokuinolon)


Diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin,
levofloksasin, dan trovafloksasin.

Golongan ini dapat digunakan untuk infeksi sistemik. Mekanisme resistensi


melalui plasmid seperti yang banyak terjadi pada antibiotika lain tidak dijumpai
pada golongan kuinolon, namun dapat terjadi dengan mekanisme mutasi pada
DNA atau membrane sel kuman.

Golongan flourokuinolon aktif sekali terhadap enterobacteriaceae (E. coli,


Klebsiella, Enterobacter, Proteus), Shigella, Salmonella, Vibrio, C. jejuni, B.
catarrhalis, H. influenza, dan N. gonorrhoeae. Golongan ini juga aktif terhadap Ps.
Aeruginosa. Berbagai kuman yang telah resisten terhadap golongan
aminoglikosida dam beta-laktam ternyata masih peka terhadap fluorokuinolon.

Streptokokus (termasuk S. pyogenes grup A, Enterococcus faecalis, dan


Streptococcus viridans) termasuk ke dalam kuman yang kurang peka terhadap
fluorokuinolon. Kuman-kuman anaerob pada umumnya resisten terhadap
fluorokuinolon.

Golongan kuinolon baru umunya dapat ditoleransi dengan baik. Efek sampingnya
yang terpenting adalah pada saluran cerna dan susunan saraf pusat. Manifestasi
pada saluran cerna terutama berupa mual dan hilang nafsu makan, merupakan
efek samping yang paling sering dijumpai. Efek samping pada susunan saraf
pusat umumnya bersifat ringan berupa sakit kepala, vertigo dan insomnia.

Efek samping yang lebih berat pada SSP seperti reaksi psikotik, halusinasi,
depresi dan kejang, jarang terjadi. Penderita berusia lanjut, khususnya dengan

arteriosklerosis atau epilepsi, lebih cenderung mengalami efek samping susunan


saraf ini.

g. Golongan Streptogramin
Diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan kinupristindalfopristin.

h. Golongan Oksazolidinon
Diantaranya linezolid dan AZD2563.

i. Golongan Sulfonamida
Diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.

j. Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam


fusidat.

Antibiotik dapat pula digolongkan berdasarkan organisme yang dilawan dan jenis
infeksi. Berdasarkan keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, dapat
dibedakan antibiotik yang membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja,
dan antibiotik yang berspektrum luas, yaitu yang dapat membidik bakteri gram
positif dan negatif.

ANTIBIOTIK -LAKTAM
Posted on March 26, 2008 by farmakoterapi-info
ANTIBIOTIK -LAKTAM

Menurut definisi Waskman, antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi
mikroba jenis lain. Definisi ini harus diperluas, karena zat yang bersifat antibiotik

ini dapat pula dibentuk oleh beberapa hewan dan tanaman tinggi. Macammacam antibiotik yaitu: antibiotik -laktam, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida
(kelompok eritromisin), linkomisin, aminoglikosida, polipeptida dan fosfomisin.
Antibiotik -laktam adalah antibiotik yang paling awal ditemukan dan
dikembangkan. Yang termasuk antibiotik -laktam, antara lain: penisilin,
sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor enzim -laktamase. Senyawa
yang berbeda-beda ini sama-sama memiliki cincin -laktam. Spektrum kerja
antibiotik -laktam yang mencakup mikroba Gram negatif dan Gram positif,
bervariasi bergantung pada masing-masing senyawa. Ada antibiotik -laktam
yang berspektrum luas terhadap mikroba Gram positif dan Gram negatif, ada
pula yang hanya bekerja terhadap Gram negatif atau Gram positif saja dan
beberapa hanya baik digunakan untuk mikroba tertentu.

Karakteristik Dasar
Golongan -laktam termasuk obat-obat bakterisidal (membunuh
mikroorganisme). Golongan ini menghambat pembentukan dinding sel bakteri
dengan mengganggu sintesis peptidoglikan. Enzim-enzim pada bakteri yang
dipengaruhi oleh -laktam disebut penicillin-binding proteins (PBPs). Terdapat
bermacam-macam PBPs yang dibedakan menurut fungsi, kuantitas dan afinitas
terhadap -laktam.
Pada prinsipnya, sebagian besar efek -laktam melawan perkembangan bakteri
yang membangun dinding sel mereka secara intensif. Di sisi lain, -laktam tidak
begitu efektif melawan mikroba yang dinding selnya tidak memiliki peptidoglikan
(Chlamydia, mycoplasmata, rickettsiae, mycobacteria).

Farmakodinamik
Golongan -laktam termasuk dalam kelompok antibiotik time-dependent
(bergantung pada waktu), dimana antibiotik ini membunuh lebih baik saat
konsentrasi konstan berada di atas konsentrasi hambat minimum (KHM). Laju
dan tingkat penghambatan relatif konstan saat konsentrasinya sekitar empat kali
KHM dari mikroorganisme, sehingga tujuan terapi adalah untuk
mempertahankan keadaan ini selama mungkin pada tempat infeksi saat interval
dosis. Puncak konsentrasi pada obat-obat golongan -laktam tidak terlalu
penting. Pada infeksi sedang, konsentrasi yang cukup untuk mengobati infeksi
yaitu bila melampaui 4050 % KHM pada interval pemberian. Durasi optimum
dimana konsentrasi antibiotik tetap berada di atas KHM belum diketahui.
Maka dari itu, penggunaan antibiotik -laktam dengan dosis normal atau lebih
tinggi tetapi belum bertahan dalam waktu yang cukup lama, tidak akan
menghasilkan efek terapi yang diinginkan. Pada umumnya dosis obat
berbanding lurus dengan konsentrasi obat dalam plasma, dan konsentrasi dalam
plasma berbanding lurus juga dengan efek yang dihasilkan. Sedangkan untuk

obat golongan -laktam hal ini tidak berlaku, karena walaupun dosis obat
berbanding lurus dengan konsentrasi obat dalam plasma, tetapi efek yang
dihasilkan obat golongan -laktam tidak berbanding lurus dengan konsentasi di
dalam plasma. Hal ini dikarenakan obat-obat golongan -laktam baru akan
menghasilkan efek yang diinginkan ketika kita menggunakan obat tersebut
dengan dosis normal (tertentu) dengan waktu (durasi) penggunaan yang cukup
lama (tertentu).

Farmakokinetik
Sebagian besar golongan -laktam tidak tahan terhadap asam dan terurai oleh
asam lambung. Absorbsi -laktam pada saluran pencernaan terbatas. Sebagian
besar sediaan -laktam adalah sediaan parenteral. Esterifikasi dari obat asli
terkadang diperlukan untuk memfasilitasi absorbsi. -laktam yang teresterifikasi
sebaiknya diberikan bersama makanan.
Golongan -laktam sebagian besar tersebar di ekstraselular. Penetrasi -laktam
pada membran biologis dan penetrasi intraselulernya terbatas, terkadang hal
tersebut dapat diatasi dengan pemberian dosis yang lebih tinggi.
Sebagian besar golongan -laktam dieksresikan lewat ginjal, kecuali oxacillin,
cefoperazon, ceftriaxon.
Waktu paruh golongan -laktam lebih singkat yaitu berkisar antara 22,5 jam.
Ceftriaxon memiliki waktu paruh yang lebih panjang yaitu sekitar 8 jam dalam
sekali pemberian.

PUSTAKA
Anonim, 2008, Antibacterial, http://antibacterials,aic.cuhk.edu.hk.html diakses
pada tanggal 26 Maret 2008
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi Kelima, Penerbit ITB, Bandung

Penggunaan Obat Antibiotik yang Bijak


13 Aug 2008 / ARTIKEL, Kesehatan Umum, Obat, Makanan, & Diet

Penggunaan Obat Antibiotik yang Bijak


Billy N. <billy@KonsulSehat.web.id>
Obat antibiotik adalah obat yang sangat sering diresepkan dokter pada para
pasien, misalnya pada pasien dengan gejala utama demam. Masyarakat pun
sering menggunakan obat antibiotik tanpa resep dokter.
Menurut definisinya, obat antibiotik adalah bahan yang berfungsi untuk
menghambat pertumbuhan atau menhancurkan kehidupan mikroorganisme,
dalam hal ini adalah bakteri. Dalam dunia kesehatan, obat antibiotik digunakan
untuk menghentikan infeksi bakteri di dalam tubuh manusia. Obat antibiotik
terdiri dari banyak golongan yang dibagi lagi menjadi banyak jenis dengan cara
kerja berbagai macam.
Di seluruh dunia, obat antibiotik tergolong sebagai obat keras yang hanya bisa
didapatkan dengan resep dokter, sehingga pembelian & penggunaan obat
antibiotik tanpa resep dokter adalah suatu langkah yang salah, karena
penggunaan obat antibiotik yang tidak tepat/rasional dapat menimbulkan
berbagai bahaya bagi penggunanya.
Penggunaan obat antibiotik yang tidak rasional/tepat adalah:
- Dosis atau lama pemakaian yang tidak sesuai standar pengobatan
- Indikasi pengobatan yang salah
- Tidak diresepkan oleh dokter
- Penggunaan yang terlalu sering.
Hal ini, selain berbahaya bagi penggunanya, juga dapat menimbulkan kekebalan
(resistensi) bakteri terhadap obat antibiotik tersebut, sehingga obat antibiotik
tersebut tidak bisa digunakan kembali (tidak mempan) untuk infeksi bakteri yang
sama.
Untuk tuntas dalam mengatasi infeksi yang diakibatkan oleh bakteri & mencegah
bakteri kebal terhadap antibiotik yang digunakan, maka dokter meresepkan obat
antibiotik sesuai dengan standar pengobatan yang ada. Hal ini di masyarakat
dikenal sebagai obat antibiotik harus habis & selalu disebutkan/dituliskan oleh
dokter/petugas apotek.
Ada salah kaprah yang berkembang di masyarakat, bahwa setiap demam pasti
disebabkan oleh infeksi bakteri sehingga harus diobati dengan obat antibiotik.
Padahal, gejala demam bukan hanya disebabkan oleh infeksi bakteri, tetapi oleh
berbagai penyakit lain, termasuk infeksi kuman selain bakteri, misalnya virus
atau protozoa, yang tidak bisa diobati dengan obat antibiotik. Namun, banyak
yang selalu meminta resep obat antibiotik pada dokter ketika mengalami
keluhan demam.

Banyak dokter juga terkesan terlalu mudah dalam memberikan resep obat
antibiotik yang kurang sesuai indikasi. Untuk mencegah hal ini, coba untuk selalu
bertanya indikasinya setiap dokter meresepkan obat antibiotik.
Banyak keluhan atau penyakit yang diakibatkan oleh infeksi bukan bakteri tetapi
salah dalam pengobatannya karena menggunakan obat antibiotik, misalnya:
- Diare: lebih dari setengahnya disebabkan oleh virus.
- Pilek, batuk, & radang tenggorokan: hampir seluruh keluhan tersebut
diakibatkan oleh virus.
Jika mengalami keluhan-keluhan di atas, adalah tidak tepat jika langsung
menggunakan obat antibiotik, karena penyakitnya sebagian besar bukan
diakibatkan oleh infeksi bakteri.
Berikut petunjuk sederhana dalam penyakit-penyakit yang umum terjadi untuk
membedakan infeksi oleh bakteri atau virus:
- Diare: yang disebabkan oleh bakteri biasanya disertai oleh lendir & darah,
sedangkan yang disebabkan oleh virus biasanya hanya ada sedikit lendir &
darah.
- Pilek, batuk, & radang tenggorokan: dahak atau cairan hidung biasanya
berwarna kuning atau hijau untuk infeksi bakteri, sedangkan yang disebabkan
oleh virus biasanya dahak atau cairan hidung berwarna bening atau putih.
- Demam: yang disebabkan oleh virus biasanya mendadak tinggi & disertai nyeri
persendian, sedangkan yang disebabkan oleh bakteri biasanya suhu tubuh
bertahap naik.
- Pemeriksaan laboratorium (atas rujukan dokter): pada infeksi bakteri terdapat
peningkatan jumlah lekosit (sel darah putih) melebihi angka normal dalam
pemeriksaan darah rutin.
Hal-hal di atas tidak selalu terjadi, karena bisa saja ada infeksi virus yang disertai
infeksi bakteri atau sebaliknya. Adalah lebih baik untuk berkonsultasi dengan
dokter langganannya.
Apapun penyebab diare, pengobatannya adalah mengganti cairan tubuh yang
hilang akibat diare dengan minum cairan ber-elektrolit (oralit). Untuk diare yang
disebabkan oleh virus, akan membaik dengan sendirinya dalam waktu 4-5 hari.
Namun, karena angka kematian akibat diare yang tinggi pada anak, lebih baik
anak yang mengalami diare ada di bawah pengawasan dokter.
Dalam menangani pilek, batuk, atau radang tenggorokan, pengobatan yang
umum adalah istirahat & minum lebih banyak dari biasanya disertai asupan zat
gizi yang cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Jika keluhan-keluhan
tersebut diakibatkan oleh infeksi virus, tidak perlu diberikan obat.

Untuk mengatasi demam (dengan penyebab apapun) yang berlangsung 1-2 hari,
dapat diberikan obat pereda demam seperti parasetamol atau ibuprofen.
Disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter apabila demam berlangsung 3
hari atau lebih.
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan obat antibiotik yang rasional/tepat adalah
yang:
- Sesuai indikasi, yaitu untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri
- Dengan konsultasi & diresepkan oleh dokter
- Dosis & lama penggunaan sesuai standar pengobatan
- Jika perlu, didukung oleh hasil pemeriksaan penunjang/laboratorium.
Tips dalam penggunaan obat antibiotik:
- Banyak obat antibiotik yang sudah tersedia dalam bentuk generik, sehingga
jangan ragu untuk meminta resep obat generik ketika dokter menyatakan bahwa
penyakitnya perlu diobati dengan obat antibiotik.
- Catat namanya jika mengalami reaksi alergi terhadap obat antibiotik tertentu.
Sampaikan nama obat tersebut pada dokter setiap kali berobat & akan
diresepkan obat antibiotik, sehingga dokter dapat memilih obat antibiotik dari
golongan/jenis lainnya.
(c)KonsulSehat.web.id
PRODUKSI METABOLIT SEKUNDER DENGAN TEKNIK BIOTEKNOLOGI
1. PENDAHULUAN
Industri maju, seperti yang kita saksikan sekarang tidak akan pernah ada tanpa
dukungan pengembangan dan penyempurnaan teknologi sebelumnya secara
berkesinambungan. Dalam perkembangannya, teknologi bergerak dalam tiga
tahap yang berbeda; penelitian, pengembangan dan pemasyarakatan
(komersial). Di awali dengan penelitian dasar yang kurang memperhatikan
kegunaan dari hasil penelitian, dilanjutkan dengan penelitian terapan yang
bertujuan mencari keterangan lanjutan untuk program pengembangan, dan
akhirnya dikembangkan dengan rancangan rekayasa, baik terhadap produk
maupun cara pengolahan dalam menciptakan barang barang baru untuk
dimasyarakatkan atau dipasarkan. Dalam dua abad terakhir ini, setidaknya ada
tiga jenis revolusi dalam industri; industri batubara dan kereta api, industri
minyak dan kimia serta industri elektronika dan bioteknologi. Yang paling baru
dan ramai dibicarakan dewasa ini adalah revolusi industri bioteknologi, sebagai
hasil dari penemuan dan meluasnya pengetahuan dasar tentang proses
kehidupan pada tingkat molekul, sel dan genetik. Melalui bioteknologi, banyak
permasalahan bersifat biologik yang pada masa lampau belum diketahui para
ahli, sekarang telah dapat dipecahkan. Bioteknologi dan rekayasa genetik yang
menyajikan pemecahan baru terhadap masalah yang bersifat biologik telah

dapat menantang para ahli untuk lebih menaruh perhatian yang besar dalam
bidang ini. Berangkat dari dataran pemikiran yang membatasi bioteknologi
sebagai sebuah sistem pendekatan baru dalam mengubah bahan mentah
melalui pengubahan yang bersifat biologik menjadi produk yang berguna, maka
paduan ilmu di bidang biologi, biokimia dan rekayasa ini diharapkan
menghasilkan penemuan baru atau penyempurnaan dalam pemecahan masalah
kesehatan, pertanian dan lingkungan. (Maksum R, 2004).
Bahkan sampai saat inipun menurut perkiraan badan kesehatan dunia (WHO),
80% penduduk dunia masih menggantungkan dirinya pada pengobatan
tradisional termasuk penggunaan obat yang berasal dari tanaman. Sampai saat
ini seperempat dari obat-obat moderen yang beredar di dunia berasal dari bahan
aktif yang diisolasi dan dikembangkan dari tanaman. Sebagai contoh misalnya
aspirin adalah analgesik yang paling popular yang diisolasi dari tanaman Salix
dan Spiraea, demikian pula paclitaxel dan vinblastine merupakan obat
antikanker yang sangat potensial yang berasal dari tanaman.
Permasalahannya adalah bagaimana menjaga tingkat produksi obat herbal
tersebut dengan bahan baku obat herbal yang terbatas, karena sebagian besar
bahan baku obat herbal diambil dari tanaman induknya. Di khawatirkan bahwa
sumber daya hayati ini akan musnah disebabkan oleh adanya kendala dalam
budidayanya. Bahkan disinyalir bahwa bahan obat herbal yang diproduksi dan
diedarkan di Indonesia saat ini sebagian besar bahan bakunya sudah mulai
diimpor dari beberapa negara lain.
Peranan bioteknologi dalam budidaya, multiplikasi, rekayasa genetika, dan
skrining mikroba endofit yang dapat menghasilkan metabolit sekunder sangat
penting dalam rangka pengembangan bahan obat yang berasal dari tanaman
obat ini. Bahkan dengan kemajuan yang pesat dalam bidang bioteknologi ini
telah dapat dihasilkan beberapa jenis tanaman transgenik yang dapat
memproduksi vaksin rekombinan (Maksum R, 2004).
Salah satu bentuk perkembangan bioteknologi adalah proses peningkatan
produksi terhadap produk metabolit sekunder. Hal ini dilakukan untuk dapat
menghasilkan suatu produk metabolit sekunder yang bersifat unggul dan dalam
jumlah melimpah.
Permasalahnya saat ini adalah bagaimana peranan bioteknologi dapat
membantu meningkatkan produksi metabolit sekunder dari mikroba, maupun
teknik bioteknologi lainnya. Dari jurnal-jurnal yang sudah di review didapatkan
bahwa beberapa senyawa bahan alam dapat dihasilkan oleh beberapa spesies
mikroba.
Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas pemanfaatan teknik bioteknologi dalam
produksi metabolit sekunder terutama pemanfaatan mikroba.
2. REKAYASA GENETIKA
Kemajuan yang telah dicapai dalam bidang bioteknologi dan

teknik DNA rekombinan telah membantu mempercepat dan meningkatkan


berbagai penelitian menuju ke arah pemahaman tentang biosintesis metabolit
sekunder. Berbagai penelitian telah berhasil mengidentifikasi beberapa enzim
yang berperan penting dalam jalan metabolisme, dan telah berhasil dilakukan
rekayasa dan manipulasi terhadap enzim-enzim tersebut. Teknik rekayasa
genetika dengan melakukan transformasi genetik telah dilakukan untuk
memanipulasi lebih dari 120 jenis spesies dari sekitar 35 famili tanaman
menggunakan perantara bakteri Agrobacterium ataupun transformasi langsung.
Agrobacterium tumafaciens, dan Agrobacterium rhizogenes, merupakan bakteri
Gram negatif yang terdapat di dalam tanah yang menyebabkan tumor crown gall
dan hairy root pada tanaman. Bakteri Agrobacterium tumafaciens mengandung
megaplasmid yang berperan penting dalam induksi tumor tanaman yang
diberinama Ti plasmid. Selama proses infeksi, T-DNA yang merupakan segmen
penting dari Ti plasmid ditransfer ke dalam nukleus sel yang terinfeksi dan
terintegrasi ke dalam kromosom hospesnya. Sedangkan bakteri A. rhizogenes
dapat menginduksi proliferasi multi branched di tempat akar yang terinfeksi,
sehingga disebut dengan hairy root. Melalui infeksi ini dapat ditransfer T-DNA
yang dikenal dengan root inducing plasmid (Ri plasmid), dan kemudian dapat
terintegrasi ke dalam kromosom sel tanaman.
Kemampuan bakteri Agrobacterium tumafaciens, dan A. rhizogenes yang mampu
masuk ke dalam nukleus dan berintegrasi ke dalam kromosom tanaman inilah
yang dimanfaatkan oleh para peneliti bioteknologi untuk melakukan modifikasi
secara genetik guna meningkatkan produksi matabolit sekunder tanaman obat,
baik tanaman dikotil ataupun monokotil. Transformasi genetik terhadap
tumbuhan obat telah banyak yang berhasil dilakukan. Beberapa di antaranya
adalah transformasi genetic menggunakan Agrobacterium tumafaciens terhadap
tanaman transgenik Azadirachta indica yang mengandung rekombinan plasmid
pTiA6 , Atropa belladonna, dan Echinea purpurea dan terbukti dapat
meningkatkan komposisi alkaloid secara signifikan.
Demikian pula transformasi genetic menggunakan Agrobacterium rhizogenes
telah berhasil meningkatkan produksi artemisin sebesar 4.8 mg/ L, dari kultur sel
Artemisia annua L, dan dapat meningkatkan produksi alkaloid puerarin dari
kultur sel Pueraria phaseoloides. Berbagai jenis tanaman lain juga telah diteliti
peningkatan kadar metabolit sekunder yang dihasilkannya melalui transformasi
genetik dengan Agrobacterium rhizogenes antara lain adalah terhadap kultur
sel/jaringan yang berasal dari tanaman Aconitum heterophyllum, Digitalis lanata,
Papaver somniferum L, dan Solanum aviculare.
3. PRODUKSI ANTIBIOTIK DENGAN MEMANFAATKAN MIKROBA
Peranan mikroba sendiri dalam usaha peningkatan hasil metabolit sekunder
memegang peranan yang cukup penting. Di mana mikroba yang terlibat dalam
peningkatan metabolit sekunder termasuk di antaranya adalah antibiotik,
pigmen, toksin, kompetisi ekologi dan simbiosis, feromon, enzim inhibitor,
imunomodulating agents, reseptor antagonis dan agonis, petisida, anti tumor

agents,dan growth promoters dari tanaman dan hewan. Sehingga mikroba


berpengaruh penting dalam kehidupan (Demain, 1998).
Selain itu juga diketahui bahwa aktifitas metabolit sekunder dari mikroba terbagi
menjadi dua yaitu :
1.

Metabolit sekunder dengan aktifitas non-antibiotik yaitu :

a. Antitumor agents
b. Protease/peptides inhibitors
c. Inhibitors of cholesterols biosynthesis
d. Inhibitor Angiotensin-Converting Enzyme (ACE)
e. Inhibitor lain
f. Immunosupresant.
1.

Metabolit sekunder dengan aktifitas antibiotik, yaitu :

a. Antibacterial agents
b. Antifungal agents
Produksi antibiotik sendiri saat ini menggunakan berbagai teknik produksi, teknik
umum yang sering digunakan terutama adalah memproduksi antibiotik adalah
fermentasi dan modifikasi senyawa kimia dari hasil fermentasi.
Antibiotik merupakan molekul kecil yang disintesis oleh enzim. Aktifitas enzim
sangat diperlukan dalam setiap jalur kompleks, selain itu juga penting untuk
diketahui bahwa ada pengaruh fisiologis untuk mampu meningkatkan produksi
fermentatif bagi organisme penghasil antibiotik. Produksi dari metabolit sekunder
sendiri dihasilkan setelah fase pertumbuhan terhenti. Karena banyak antibiotik
yang dihasilkan oleh organisme spore-forming (Streptomyces yang merupakan
prokariot dan filamentous fungi yang merupakan eukariot) dan karena produk
antibiotik dan sporulaton baru mulai dihasilkan pada awal fase stasioner, salah
satu dugaan, proses ini terjadi dengan menggunakan mekanisme overlapping,
yang dimodulasi oleh intercellular signaling molecules. Termasuk juga sinyal dari
peptida dan lakton membran permeabel mirip dengan lakton acyl-homoserine
yang dikenal bekerja sebagai quorum-sensing signal dalam bakteri Gram-negatif.
(Glazer, 2007)
Bagaimanapun juga dalam beberapa kasus diketahui bahwa tidak ada ikatan
yang kuat antara formasi spora dan produksi antibiotik, hal ini sanagat jelas
dalam produksi antibiotik melalui nonsporulating organism. Sebagai contoh dari
tipikal Gram-negatif, quorum signal lakton N-Hexanoyl homoserin menginduksi
produksi dari carbapenem yang dihasilkan oleh Erwinia carotovora (yang masih
behubungan dengan E. Coli) dengan melakukan ikatan secara langsung kepada
operon protein repressor yang memproduksi carbapenem, juga dalam beberapa
spesies Streptomyces, juga pada reseptor sistolik untuk aktifasi secara langsung

dari lakton pada transkripsi gen untuk produksi antibiotik dengan cara yang
sama.

Gambar 1. Lakton yang bekerja sebagai intrasellular signal dalam Streptomyces


(kiri) dan bakteri Gram-negatif.
Syarat untuk melakukan proses difusi adalah melalui sinyal quorum-sensing yang
merupakan bagian dari penjelasan fakta bahwa produksi antibiotik sangat
terbatas pada fase stasioner, dimana kepadatan sel akan menjadi lebih tinggi.
Hipotesis yang dapat diambil pada kepadatan sel yang rendah, pertumbuhan
secara cepat dan oleh sebab itu metabolisme primer merupakan prioritas utama
dan hanya pada saat pertumbuhan menjadi perlahan saat kepadatan sel tinggi,
menyebabkan sel mengeluarkan banyak energi untuk bias memproduksi
metabolit sekunder, yaitu berupa antibiotik. Banyak organisme yang
memproduksi antibiotik justru kurang produktif dengan adanya kelebihan
sumber karbon, seperti misalnya glukosa. Hal ini mengingatkan pada fenomena
catabolite repression yang kita ketahui dalam E. coli. Untuk mengatasi catabolite
repression, sumber karbon harus ditambahkan kedalam kultur medium dengan
hati-hati. (Glazer, 2007)
Dalam banyak kasus, kelebihan komponen nitrogen atau fosfat dalam medium
fermentasi yang mengalami pengurangan produksi antibiotik. Keuntungan
secara ekologi dari regulasi kemungkinan mirip dengan catabolite repression.
Fosfat ditunjukkan untuk menghambat transkripsi dari beberapa gen untuk
sintesis antibiotik, dan regulasi ini dihilangkan dalam tubuh mutants dengan
melakukan delesi dari PhoR-PhoP dari dua komponen sistem regulasi. (Glazer,
2007).
Beberapa ilmuwan menduga antibiotik sendiri adalah sebagai produk akhir,
kemungkinan usaha negatif-feedback regulation dalam proses sintesis. Data
pendukung berasal dari penelitian dengan penambahan penicillin ke dalam
kultur dari penicillin -produksi jamur ternyata menghambat sintesis dari
antibiotik. Ternyata tingkatan dari penicillin exogenous untuk menghambat
diperlukan dalam dalam jumlah tinggi dengan adanya overproduksi dari
penicillin, menyatakan bahwa resistensi dari feedback inhibition merupakan
sedikit factor dalam overproduksi dalam strain ini. (Glazer, 2007).
Metabolit sekunder disintesis dari metabolit primer, jadi produksi lebih efesien
dari antibotik memerlukan arus stabil dari prekursor. Dalam banyak kasus,
produksi dari prekursor terjadi suatu regulasi yang mekanismenya telah
diketahui. Sebuah contoh menarik bagaimana regulasi dari suplai prekursor dan
bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi produksi antibiotik yaitu berupa
kondisi kultur dari produksi -asam aminoadipik, sebuah prekursor untuk
biosintesis -laktam. Dalam jamur, -asam aminoadipik adalah intermediate
dalam jalur biosintesis lisin, karena lisin merupakan produk akhir dari jalur
biosintesis, dimana level dari lisinnya tinggi sehingga menutupi proses
biosintesis dengan menghambat enzim pertama dari jalur (feedback inhibition).

Hasilnya akan menyebabkan kekurangan intermediate yang ada di jalur,


termasuk -asam aminoadipik, jadi kehadiran dari lisin yang berlebih akan
menghambat dengan kuat produksi penicillin dari fermentasi P. Chrysogenum,
namun sebaliknya dengan penambahan lisin berlebihan menjadi stimulat pada
produksi cephamisin C dari streptomyces. Hal ini disebabkan -asam
aminoadipik disintesis secara total melalui rute lain dalam eubacteria, lisin
berfungsi sebagai prekursor. (Glazer, 2007).

Gambar 2. Jalur biosintesis dari -asam aminoadipik dari fungi dan prokariot
Selain -asam aminoadipik, biosintesis dari penisilin atau
cephalosporin memerlukan kehadiran sistein dan valin, Cara pembuatan sistein
dibuat berbeda dalam jenis berbeda dan bahkan berbagai strain. P.chrysogenum,
lebih banyak mengandung atom sulfur dari sistein yang merupakan turunan dari
inorganik sulfat didalam medium. Hal ini berbeda dengan A. chrysogenum,
dimana produksi dari cephalosporin diturunkan lebih banyak dari sistein
dibandingkan dari metionin melalui reaksi transsulfuration. Dalam kasus ini
metionin ditambahkan sebagai stimulat kuat produksi cephalosporin dan akan
mengurangi suplai sistein. Selain itu, ketika beberapa
jenis produksi lebih tinggi jumlah cephalosporin C yang telah diteliti,
muncul sebuah hubungan proporsional antara tingkat sistationin dan
-lyase, yaitu sebuah enzim yang terlibat dalam produksi sistein. (Glazer, 2007).

Gambar 3. Jalur umum dari biointesis sistein yang digunakan untuk sintesis laktam.
Dari beberapa pengembangan secara empirik dapat dibuat kondisi fermentasi
untuk produksi antibiotik. Ternyata banyak proses fermentasi dilakukan dalam
dua tahapan, dimulai dari tahapan spora, dengan aerasi yang cukup dan suplai
nutrient yang baik maka akan dihasilkan sel dengan kepadatan tinggi. Tahapan
ke dua adalah pada saat kultur dalam kondisi stasioner atau berhenti
pertumbuhannya dan memulai produksi antibiotik dengan tetap memperhatikan
nutrisi yang diberikan, dengan dikontrol secara hati-hati mengunakan
continuous-feed processes. (Glazer, 2007).
Yang menyebabkan proses fermentasi untuk produksi penisilin jauh lebih baik
dijelaskan dalam literature, daripada antibiotik lainnya. Dari data publikasi
menunjukkan bahwa saat ini tersedia dalam strain P. chrysogenum, fraksi besar
dari karbon dari glukosa ditambahkan ke dalam jalur penisilin G. Perhatian
khusus harus di bayar untuk menyediakan hanya jumlah yang cukup dari
prekursor rantai samping phenylacetic asam yang beracun, oleh karena itu harus
ditambahkan dengan perlahan menggunakan continuous-feed processes.

Secara umum proses fermentasi menggunakan proses batch fermentation, di


mana sejumlah medium dimasukkan ke dalam tank yang steril dan di inokulasi
dengan mikroorganisme. Kultur akan siap menuju fase lag dan exponensial dari
pertumbuhan dan akhirnya mendekati fase stasioner, di mana di fase ini hampir
tidak ada kenaikan kepadatan dari organisme, proses batch fermentation
merupakan sistem tetutup, sedangkan sistem terbuka dapat menggunakan
continuous fermentation. Medium steril dan segar ditambahkan secara konstan
dengan jumlah yang sama dari medium yang mengandung mikroorganisme
sehingga mengeluarkan produk secara konstan. Kelebihan dari continuous
fermentation sendiri adalah medium akan menghasilkan produk dengan
konsentrasi tinggi, sedangkan dalam batch fermentation justru banyak waktu
yang akan terbuang untuk menunggu medium mencapai konsentrasi produktif.
Walaupun continuous fermentation memiliki beberapa kelebihan, dalam skala
industri hanya sedikit produk yang bisa dihasilkan karena continuous
fermentation merupakan sistem terbuka, maka sangat sulit untuk
menghindarkan dari kontaminan.(Glazer, 2007).
PENUTUP
Metabolit sekunder dari mikroba ternyata merupakan bahan baku obat yang tak
ternilai harganya, perlu terus menerus mendapat perhatian kita semua.
Pemanfaatan teknologi bioteknologi terhadap mikroba di rasa sangat membantu
untuk memperoleh metabolit sekunder. Produksi metabolit sekunder dapat
dilakukan secara in vitro dalam skala besar. Demikian pula rekayasa genetika
dan transformasi genetik dapat meningkatkan produksi metabolit sekunder.
Peran mikroba yang dapat memproduksi metabolit sekunder berupa antibiotik
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan teknik fermentasi
yang sangat potensial untuk terus dikembangkan guna memperoleh metabolit
sekunder yang dapat digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit.
DAFTAR ACUAN
Demain AL. (1998). Induction of Microbial Secondary Metabolism. Internatl
Microbiol.
Glazer AN., Nikaido H. (2007). Microbial Biotechnology: Fundamentals Of Applied
Microbiology Second Edition. Cambridge University Press.
Hahn EJ., YS Kim, KW. Yu, CS Jeong,KY Paek. (2003). Adventitious Root Cultures of
Panax Gingseng and Ginsedoside Production Though Large Scale Bioreactor
System. J Plant Biotechnol.
Lu H., WX. Zou, JC. Meng, J. Hu, and RX Tan. (2000). New Bioactive Metabolites
Produced by Colletotrichum sp., an Endophytic Fungus in Artemisia annua. Plant
Sci.
Maksum R. (2004). Pemberian Vakasin melalui Tanaman Trangenik. Maj. Ilmu
Kefarmasian Indon.

Maksum R. (2005). Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit Dalam


Perkembangan Obat Herbal. Maj. Ilmu Kefarmasian Indonesia.
Stafford A., P. Morris, MW. Fowler.(1986). Plant cell Biotchnology: A perspective.
Enzyme Microbial Tech.
Strobel,GA.(2002).Microbial gifts from rain forests. Can. J. Plant Pathol.

Anda mungkin juga menyukai