PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Perkembangan pariwisata saat ini telah menunjukan dampak secara
multiplier terhadap semua pihak yang berperan di dalamnya, termasuk masyarakat
sebagai pihak yang berperan secara pasif. Para praktisi sebagai pihak aktif yang
memperoleh keuntungan, dituntut cermat melihat peluang dan potensi pasar yang ada.
Diharapkan output yang dihasilkan dapat memunculkan berbagai upaya yang
semakin kreatif dan penuh inovatif dalam memberikan produk dan jasa
kepariwisataan berkualitas kepada wisatawan. Destinasi wisata mulai menciptakan
pelayananpelayanan secara dinamis sebagai bentuk dan upaya konsistensi sebuah
destinasi untuk menarik minat dan mampu mendatangkan wisatawan yang pada
akhirnya menciptakan kepuasan hingga membuat mereka datang kembali.
Pariwisata Bali sebagai salah satu icon destinasi wisata di Indonesia dan
menjadi destinasi yang cukup diperhitungkan pada tingkat dunia (Pramono; 2013),
senantiasa berupaya berkreasi untuk menciptakan produk wisata dengan kesan fresh
dan tidak menjenuhkan. Perubahan-perubahan didesain secara sengaja dan holistik
untuk mengikuti keinginan dan memenuhi motivasi wisatawan yang semakin
dinamis. Motivasi wisatawan ini penting bagi sebuah destinasi sebagai acuan dalam
menentukan desain atau menciptakan produk wisata, terlebih lagi saat ini terjadi
pergeseran motivasi wisatawan terhadap aktivitas wisata. Wisatawan ingin
mendapatkan manfaat lebih untuk suatu produk jasa yang dibelinya. Tidak hanya
kepuasan melainkan juga mengarah pada motif kesehatan dan kebugaran dengan
istilah health prevention (Raiutama; 2011). Berdasarkan atas perubahan motif
1
tersebut, muncul produk wisata wellness sebagai respon sebuah destinasi terhadap
permintaan wisatawan sebagai aktifitas yang memberikan manfaat ganda yaitu bukan
hanya senang namun juga sehat.
Wisata wellness merupakan produk bagian dari jasa pariwisata telah menjadi
trend wisata kekinian. Dalam perkembangannya wisata wellness berkembang begitu
pesat seiring dengan peningkatan atas permintaan untuk menikmati kesehatan dan
kebugaran yang telah menjadi kebutuhan, gaya hidup bahkan menjadi aktualisasi
masyarakat dunia seiring dengan peningkatan kesejahteraan hidup manusia. Dalam
Global Spa Summit pada tahun 2010, menyatakan pengaruh resesi finansial dunia
telah merubah demografik dan sikap budaya konsumen menuju pada sikap budaya
konsumen pasca resesi (post rescession consumer). Ada empat indikator kunci dalam
sikap budaya ini, salah satu diantaranya ialah komponen health and wellbeing,
artinya good health dan wellness menjadi pusat yang memungkinkan konsumen
memiliki gaya hidup yang membawa kepada kebahagiaan yang lebih baik pada sisi
jasmani dan rohani (Euromonitor; 2010). Menindaklanjuti perubahan permintaan
tersebut, destinasi wisata termasuk Bali mulai berlomba-lomba dalam memanfaatkan
peluang pasar atas potensi bisnis dengan pendapatan tinggi dan menjanjikan.
Destinasi mulai mempersiapkan aktifitas kategori wellness secara variatif dan
mengacu pada sumber-sumber kekayaan yang dimiliki oleh destinasi, ataupun
mendesain aktifitas wisata wellness dengan beragam jenis produknya yang dapat
dikategorikan ke dalam beberapa kelompok yakni (1) mind mental activity or
education, (2) health nutrion (diet), (3) body physical fitness or beauty care, dan (4)
relaxation rest or Spa. Namun demikian, menurut Smith dan Puczk ; 2009 (dalam
Holzner; 2010) diantara beberapa kategori produk tersebut, wisata Spa merupakan
produk wisata wellness yang dianggap paling terkenal dan paling diminati.
Bali sebagai destinasi wisata health and wellness telah memiliki nama yang
populer sebagai salah satu destinasi Spa terbaik dan telah meraih predikat The Best
destination Spa in Asia pada Asia Spa and Wellness Festival Gold Award di Bangkok
(The Jakarta Post; 2009), dan The Best Spa di Dunia oleh Berlin Based Fitness
Magazine Senses pada Annual International Tourism Bourse (ITB), Berlin pada
tahun 2009. Bali memiliki potensi yang sangat besar atas kedua aset wellness tourism
yaitu (1) Existing assets for health and wellness tourism diantaranya natural asset,
indigenous healing tradition, medical service, nature, serta spiritual tradition, dan
(2) Use of existing assets diantaranya leisure and recreation, medical or therapeutis
hotel and clinic spa, medical or surgical clinic or hospital, medical wellness centre
or Spa, holistic retreat, hotel dan resort Spa (Raiutama; 2011). Pada sisi yang sama
adanya dukungan dari sektor hospitality, infrastruktur yang mapan, industri perhotelan,
serta lingkungan bisnis yang teratur baik telah berdampak positif terhadap
perkembangan wisata wellness dalam 10 tahun terakhir (Widjaya; 2011). Widjaya juga
mengemukakan, salah satu produk utama wellness yaitu Spa di Bali tumbuh dengan
jumlah melebihi 160% dalam waktu 8 tahun. Terhitung sejak tahun 2003 sampai
dengan tahun 2011 teridentifikasi ada sekitar 410 Spa yang beroperasi dan tersebar
pada pusat-pusat aktivitas wisata. Diantara beberapa kawasan wisata tersebut, Ubud
berperan dan berkontribusi secara aktif sebagai host dalam meyediakan sarana Spa
dengan jumlah sekitar 97 usaha sejenis (Data usaha Spa dan salon Kabupaten Gianyar,
2013).
Ubud sebagai sentra pariwisata Kabupaten Gianyar memiliki landscape yang
cocok untuk mengembangkan aktivitas wisata wellness. Wisata ini membutuhkan
dukungan atmosfir tenang, hening, asri dan bersahabat dengan budaya masyarakat
setempat. Dalam novel berjudul Eat, Pray and Love(2007), nama Ubud muncul
Hotel/Resort Spa
Pertumbuhan (%)
Tahun
2011
2014
42
73
57,5%
10
23
43,5%
faktor-faktor
yang
cenderung
mempengaruhi
wisatawan
terhadap
pengambilan keputusan pembelian produk wisata Spa sebagai output atas pelayanan
wisata wellness di kawasan wisata Ubud.
Faktor yang berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian wisatawan
terhadap produk wisata adalah kualitas pelayanan serta atribut produk wisata. Dalam
Agustina (2012), menuliskan banyak penelitian yang memperlihatkan korelasi
signifikan antara kualitas pelayanan dan atribut produk terhadap keputusan pembelian
wisatawan. Namun demikian selain dipengaruhi oleh faktor produk, perlu dikaji lebih
jauh adakah pengaruh faktor internal yang berasal dari wisatawan itu sendiri dalam
menciptakan keputusan pembelian wisatawan terhadap produk wisata Spa. Jacoby dan
Ohestnut, 1978 (dalam Rudyanto; 2012) menyebutkan bahwa keputusan pembelian
dapat diukur salah satunya dengan pendekatan sikap. Pendekatan sikap dapat
mengungkapkan keputusan pelanggan dari aspek keterlibatan psikologis, favoritisme,
dan sense of goodwill pada produk jasa (Oh, 1995 dalam Agustina; 2012).
Menurut Prabawa dan Trapika (2014), ada korelasi antara sikap dan
pengetahuan terhadap pemanfaatan sarana wisata, dan dapat diinterprestasikan bahwa
pengetahuan dan sikap juga bisa berpengaruh terhadap keputusan wisatawan dalam
melakukan pembelian. Terlebih lagi wisata wellness sebagai produk wisata yang
mengarah pada motif kesehatan dan kebugaran (health prevention) sangat dipengaruhi
oleh usia, tingkat pendidikan, motivasi serta presepsi positif wisatawan yang
merupakan indikator dalam mengukur pengetahuan wisatawan. Dalam hal ini juga
perlu mempertimbangkan peran pengalaman dalam memperkuat hubungan terhadap
keputusan pembelian. Penelitian Sukmadinata (2007) dan penelitian yang dilakukan
oleh Mowen dan Minor (2002), masing-masing menjelaskan bahwa pengalaman
sebagai faktor yang mempengaruhi dan cenderung meningkatkan pengaruh
pengetahuan terhadap keputusan pembelian dan juga memperkuat hubungan sikap
pada keputusan pembelian. Pengalaman dengan fungsi sebagai memperkuat ataupun
memperlemah suatu hubungan disebut sebagai variabel moderasi (Sugiono; 2004).
Pengalaman sebagai variabel pemoderasi juga telah dibuktikan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Bernnet, et al. (2004) dan Paterson, et al. (1995). Maka dari itu, untuk
menguji kebenarannya perlu dilakukan analisis pengaruh pengetahuan wisatawan dan
sikap wisatawan terhadap keputusan wisatawan dalam pembelian produk wisata Spa
dengan pengalaman pembelian wisatawan sebagai pemoderasi di kawasan wisata
Ubud, sehingga nantinya hasil analisis dapat dipakai sebagai pertimbangan bagi para
pengusaha Spa di kawasan wisata Ubud dalam membuat dan memasarkan produk
yang berakhir pada keputusan pembelian atas produk-produk Spa tersebut.
pengaruh
pengetahuan
wisatawan
mancanegara
terhadap
peran
pengalaman
sebagai
pemoderasi
pada
pengaruh
bagi
penelitian-penelitin
selanjutnya
dengan
dalam
menganalisis
perkembangan
trend
1.4.Sistematika Penyajian
Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan disusun dalam 5 (lima) bab,
yang masing-masing akan diuraikan sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menguraikan mengenai tinjauan penelitian sebelumnya dan berbagai
tinjauan konsep yang mendukung penelitian ini, yang terdiri dari tinjauan tentang
pengetahuan, sikap, keputusan pembelian, pengalaman, wisata wellness, Spa, produk
wisata dan wisatawan serta hipotesis penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai definisi operasional variabel, jenis dan sumber
data, teknik pengumpulan data, teknik penentuan sampel, dan teknik analisis data.
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Bab ini disajikan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan dari data yang telah
dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini diuraikan mengenai simpulan dari hasil penelitian dan juga saran-saran yang
ditujukan kepada pelaku pasar ataupun kepada peneliti lain yang ingin melanjutkan
atau mengembangkan penelitian ini.