Anda di halaman 1dari 5

1.

Prevalensi Gangguan Jiwa Perkotaan vs Pedesaan


Pokok-pokok hasil Survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013 yang belum lama ini (2 Desember, 2013) didiseminasi oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kementerian
Kesehatan (Kemenkes), mengungkap fakta menarik mengenai
prevalensi gangguan jiwa di Tanah Air.
Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan, prevalensi gangguan jiwa
berat atau dalam istilah medis disebut psikosis/skizofrenia di daerah
pedesaan ternyata lebih tinggi dibanding daerah perkotaan. Di daerah
pedesaan, proporsi rumah tangga dengan minimal salah satu anggota
rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah dipasung
mencapai 18,2 persen. Sementara di daerah perkotaan, proporsinya
hanya mencapai 10,7 persen.
Nampaknya, hal ini memberikan konfirmasi bahwa tekanan hidup
yang dialami penduduk pedesaan lebih berat dibanding penduduk
perkotaan. Dan mudah diduga, salah satu bentuk tekanan hidup itu
meski tidak selaluadalah kesulitan ekonomi. Secara faktual, hingga
kini kemiskinan masih berpusat di daerah pedesaan. Data kemiskinan
yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal bulan ini (2 Januari)
menyebutkan, sekitar 63 persen penduduk miskin negeri ini tinggal di
daerah pedesaan. Data BPS juga menunjukkan, meski biaya hidup di
daerah pedesaan lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah
perkotaan, intensitas atau kejadian kemiskinan (incidence of poverty)
di daerah pedesaan juga lebih tinggi.
Pada bulan September 2013, misalnya, 14,42 persen penduduk di
daerah pedesaan tergolong miskin dengan pengeluaran per kapita per
bulan lebih kecil dari Rp275.229,-. Selain itu, kondisi serba kekurangan
yang dialami penduduk miskin pedesaan kenyataannya lebih buruk
dari penduduk perkotaan. Hal ini tercermin dari indeks kedalaman
kemiskinan (poverty gap index) dan indeks keparahan kemiskinan
(poverty severity index) di daerah pedesaan yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan daerah perkotaan. Menariknya, bila dilihat
menurut provinsi, prevalensi gangguan jiwa berat paling tinggi
ternyata terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hasil
Riskesdas tahun 2013 menunjukkan, sekitar 3 dari setiap 1.000 orang
penduduk DIY mengalami gangguan jiwa berat. Fakta ini barangkali
bakal membuat sebagian orang bakal terkesiap. Mengingat penduduk
DIY umumnya hidup dalam balutan nilai-nilai budaya Jawa yang kuat.
Yang mengajarkan setiap orang untuk bersikap nrimo, berlapang hati
atas segala kesulitan hidup yang dialami. Barangkali, fakta ini erat
kaitannya dengan kondisi kemiskinan yang terjadi di DIY. Data BPS
menunjukkan, proporsi penduduk miskin di DIY pada bulan September
2013 mencapai 15,03 persen. Angka ini paling tinggi se-Jawa.

Selain itu, kondisi kemiskinan yang dialami penduduk miskin di DIY


juga salah satu yang terburuk di Jawa. Bila ditelisik lebih jauh,
tingginya prevalensi gangguan jiwa berat di DIY sebetulnya lebih
merupakan fenomena kantong-kantong kemiskinan di daerah tandus
dan kering seperti di Gunung Kidul, bukan potret DIY secara umum.
Seperti diketahui selama ini, kasus bunuh diri akibat impitan kesulitan
ekonomi juga banyak terjadi di wilayah Gunung Kidul.
Selain soal kesehatan jiwa, potret yang disajikan hasil Riskesdas tahun
2013 menunjukkan bahwa kesehatan jasmani juga menjadi persoalan
pelik di DIY. Betapa tidak, secara nasional, prevalensi penyakit tidak
menular, seperti kanker dan hyperthyroid, paling tinggi juga terjadi di
DIY. Tak disangka di balik pesona DIY, dan kehidupan masyarakatnya
yang aman dan tentram, ternyata tersimpam sejumlah persoalan pelik
terkait kesehatan masyarakat yang mesti diselesaikan. Dan, hal ini
bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga
masyarakatDIY.

Sumber: Kompasiana
2. It may be possible to prevent schizophrenia by calming the
brain's immune system, say scientists.
Brain scans found an overactive immune system in patients as well as
in those at high risk of schizophrenia.
The UK Medical Research Council team wants to test anti-inflammatory
drugs to treat or even prevent the disease.
Other experts in the field said the study, in the American Journal of
Psychiatry, was "important" and furthered understanding of the illness.

There has been mounting evidence that the immune system and
inflammation play a key role in schizophrenia and other psychiatric
conditions.
The researchers analysed microglia, which are like the brain's own
gardeners weeding out infection but also "pruning" unwanted
connections between brain cells.
A chemical dye which sticks to microglia was injected into 56 people to
record their microglia activity.
The highest level was found in patients with the condition, but those
deemed at high risk of developing schizophrenia also showed
heightened activity levels.
Image copyrightMRCImage captionBrain scans show higher levels of
microglia activity (orange) in people with schizophrenia
Dr Oliver Howes, the head of the psychiatric imaging group at the MRC
Clinical Sciences Centre, told the BBC News website: "This is a real step
forward in understanding.
"For the first time we have evidence that there is over-activity even
before full onset of the illness.
"If we could reduce activity [before full-blown illness] then we might be
able to prevent the illness - that needs to be tested, but is one key
implication [of the research]."
He thinks the microglia become like a gardener too keen with the
shears and sever the wrong connections in the brain leaving it wired
incorrectly.
"You can see how that would lead to patients making unusual
connections between what is happening around them or mistaking
thoughts as voices outside their head and causing the symptoms we
see in the illness," Dr Howes added.

Sumber: BBC News

3. Narsistik Suatu Jenis Gangguan Kepribadian


Tentunya, tidak ada yang salah dengan perasaan senang terhadap diri
sendiri. Semua orang ingin talenta dan keberhasilan mereka dilihat
oleh orang-orang di sekitarnya Akan tetapi, ada waktu di mana kita
harus mulai khawatir jika perasaan senang dan pikiran bahwa diri
penting berkembang menjadi suatu yang di luar kendali: ketika
kecintaan terhadap diri sendiri menjadi begitu kuat sehingga tidak ada
rasa penghargaan untuk orang lain. Hal ini dapat berujung pada sikapsikap dan pembawaan yang tidak menyenangkan bagi orang lain dan
mungkin dirinya sendiri juga. Inilah mengapa gangguan kepribadian
narsistik dapat menjadi suatu masalah serius bagi pengidapnya dan
bagi orang-orang disekitarnya.
Kriteria psikologis untuk gangguan narsistik ialah:
-

Pasien tidak mampu menempatkan sesuatu menurut perspective


dan situasi menjadi tidak ada proporsinya
Pasien memiliki sedikit atau tidak sama sekali empati dan tidak
dapat mengidentifikasi pikiran dan perasaan orang lain
Pasien hanya memikirkan masalahnya sendiri
Pasien tidak menghormati kewenangan dan memiliki sedikit
keperdulian terhadap nilai moral
Pasien tersebut merasa dirinya payah akan tetapi berusaha agar
terlihat hebat
Pasien sangat sensitif terhadap segala bentuk kritik dan saran
Pasien sering menunjukkan sikap pamer dan membutuhkan pujianpujian

Pasien bersifat eksploitatif, angkuh, dan tidak puas terhadap dirinya


sendiri

Sumber: The Everything Guide to Narcissistic Personality Disorder Textbook

Anda mungkin juga menyukai