Oleh:
Hamidah Azzahra
101611101047
Aida Shafia
101611101072
Pembimbing:
dr. Heri Subiakto, Sp. PD
BAB 1
RIWAYAT KASUS
Identitas Pasien
No. RM
: 136474
Nama
: Tn. Satromo
Umur
: 67 tahun
: Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Airway
Airway
: Lancar/Tersumbat
Breathway
: spontan/tidak spontan
Trachea
: Di Tengah/Bergeser ke...
: Tidak Ada/Ada
Gerak Dada
: Simetris/Tidak Simetris
: Tidak/Ada
Krepitas
: Tidak/Ada
Circulation
Akral: ( ) Hangat
( ) Merah
( ) Kering
(
(
(
) Dingin
) Pucat
) Basah
Disability
GCS : 4 / 5 / 6
Vital Sign:
Tekanan Darah
: 210/80 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu (axilla)
:-
Anamnesa
Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
: a / i- / c- / d-
Thoraks
: Rh wh -
Genetalia
+ 30.3x103 /l
RBC
4.08x106 /l
HGB
9.2 g/dl
HCT
27.2%
MCV
- 66.7 FL
MCH
- 22.5 pg
MCHC
33.8 g/dL
PLT
+ 784x103 /l
Lym%
- 4,1%
MXD%
4.9%
NEUT%
91,0%
LYM#
1.2x103 /l
MXD#
1.5x103 /l
NEUT#
27.6x103 /l
RDW
15.1%
PDW
- 8.8 FL
MPV
- 7.6 FL
P-LCR
- 9.5%
b. Faal Hati
Bilirubin Direk
0.16 mg%
Bilirubin Total
0.28 mg%
GOT
17.8 unit
GPT
10.5 unit
Alkali Phospatase
114 unit
c. Faal Ginjal
Urin (BUN)
128.22 mg%
Kreatinin
12.54 mg%
Uric Acid
15.7 mg%
d. Kadar Gula
Glukose Puasa
133 mg%
Nilai Rujukan
Natrium
130.1
135-145 mmol/L
Kalium
7.02
3.3-5.5 mmol/L
Chlorida
104.0
98-108 mmol/L
Calcium
2.19
Rontgen : Tidak dilakukan
2.15-2.50 mmol/L
28 Maret 2016
(Pagi)
Dx Medis
keluhan
pemeriksaan fisik : Kondisi umum lemah, panas (-), mual/muntah (-), Nyeri perut
(+)
Tindakan Medis
: PZ 14 rpm
Cefo 3x1 gr
Antrain 3x1 gr
Kolaborasi Medis
(Malam)
S : Keluhan utama nyeri perut bawah
O : Keadaan umum lemah, nyeri perut bawah, bedrest
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjut
WZ (-)
178
Cr
12.5
BB
47
Usia
67
GFR
3.8
A : CKD gr V + sepsis
Hiperkalemia
Riwayat retensi urin
P : INFD PZ 7 rpm
Lasit 2x1 ampul
Ceftriaton 2x1 gr
Ranitidin 2x1 ampul
Cek HBSAg, PiTC
Koreksi Hiperkalemia
Ca Gluconas Inject
D40+Actrapid
D10+Actrapid
R/ HD segera
Motivasi keluarga untuk HD > Keluarga setuju
TD : 140/80 mmHg
(Sore)
S : Keluhan utama lemas
O : Keadaan umum lemah, mual (-), muntah (-), bedrest
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjut
17.00 WIB
- TD: 130/80 mmHg
- D40+Actrapid
17.30 WIB
- Px HD Reg I via RPD I dengan keluhan lemas TD 130/80 mmHg
- ckesadaran GCS 4-5-6
Advis dr. Indah:
- Inject Atrapid selama HD stop. post HD tidak usah dimasukkan dulu
- Post HD cek elektrolit
- Inject Ca Gluconas 1 ampul pre HD
17.50 WIB
- HD mulai
- HD: 3 jam
- UE 0.6
- QB 100-150
- Hep free
- off 21.00 WIB
- 2 jam post HD cek RFT, Elektrolit, HB, GDA
Hasil
132,5
5,51
103,3
2,53
Nilai Rujukan
135-145 mmol/L
3.3-5.5 mmol/L
98-108 mmol/L
2.15-2.50 mmol/L
Sore
S: pasien mengatakan keluhan berkurang
O: kondisi umum lemah, badan lemas, sesak, bedrest (+)
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
Malam
S: pasien mengatkan keluhan berkurang
O: kondisi umum membaik, sesak (-), mual (-), muntah (-), produksi urin (+)
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
1 april 2016
07.30 pasien dikirim ke Hemodialisa oleh mahasiswa
07.40 melakukan observasi. TD 180/100 mmHg
07.50 mencoba melakukan puncti arteri vena
08.00 mengobseravsi pasien. S: tidak ada keluhan
O: kondisi umum cukup TD: 160/100mmHg, sesak (-), edema , febris (-)
durante : hemodialisa 4 jam up 0,5 L hep awal 1000 in hep maint 600 in,
transfusi (-)
08.10 melakukan observasi. TD 180/100 mmHg
08.20 mengobservasi keluhan pasien
08.45 mengobservasi jalannya filtrasi
09.00 melakukan observasi. TD 180/100 mmHg
10.00 mengobservasi keluhan pasien
11.00 melakukan observasi. TD 180/100 mmHg
12.00 mengobservasi TD post HD TD= 140/100 mmHg
12.45 mengembalikan pasien ke ruangan
sore
S: pasien mengatakan keluhan berkurang
O: kondisi umum lemah, bedrest (+), sesak (-), mual/ muntah (-)
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
Malam
S: pasien mengatakan keluhan berkurang
O: kondisi umum lemah, panas (-)
A: masalah teratasi sebagian
P: observasi
2 april 2016
S: tidak ada keluhan
A: CKD post HD
P: KRS
Hasil Foto USG
No Foto: R585
Nama: Satromo
Jenis Kelamin: Laki-laki
Umur 67 thn
Alamat: Kalipuro
Ruang/Poli: RPD
Reg NO: 136474
Hepar : Normal
Gall bladder: normal
Pankreas: normal
Ginjal kanan/kiri: Ect berat, letak echo meningkat, hiperchoric 3cm, kosong
Massa besar padat lonjong 10cm
Suspect: hidronefrosis berat bilateral
Nefritis bilateral
Suspect batu bulli
Suspect polip retrosigmoid besar
BAB II
PENDAHULUAN
Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu
keadaan terjadinya kerusakan ginjal secara perlahan dan progresif disertai dengan
kehilangan fungsi ginjal dalam kurun waktu tertentu. Kelainan yang ditemukan
dapat secara struktural akibat kelainan patologis organ, adanya benda asing, atau
adanya kelainan fungsional ginjal. Setelah laju filtrasi glomerulus turun dibawah
sekitar setengah dari yang normal, maka fungsi ginjal tersebut cenderung akan
terus menurun (Schioppati et al., 2005).
Penyakit ginjal kronik merupakan salah satu masalah kesehatan dunia.
Ginjal memiliki fungsi vital yaitu untuk mengatur volume dan komposisi kimia
darah dengan mengekskresikan zat sisa metabolisme tubuh dan air secara selektif.
Jika terganggu fungsi pada kedua ginjal maka ginjal akan mengalami kematian
dalam waktu 3-4 minggu. Hal ini dapat terjadi pada penyakit ginjal kronik yang
mengalami penurunan fungsi ginjal secara progresif dan umumnya akan berakhir
dengan gagal ginjal. Gagal ginjal itu sendiri menyebabkan terjadinya penurunan
fungsi ginjal yang progresif dan irreversible (Widyastuti et al., 2014). Perjalanan
penyakit ginjal kronik yang progresif akan melewati fase-fase tertentu yang
menggambarkan menurunnya fungsi dari kondisi yang paling ringan, sedang, atau
berat yang berakhir dengan timbulnya gagal ginjal terminal (Schioppati et al.,
2005).
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
prevalensi gagal ginjal kronis berdasar diagnosis dokter di Indonesia sebesar
0,2%. Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh,
Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4%. Sementara Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan
Jawa Timur masing-masing 0,3%. Prevalensi kelompok umur 75 tahun dengan
0,6% lebih tinggi daripada kelompok umur yang lain (Depkes RI, 2013).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Chronic Kidney Disease
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
(PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
dan pada umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada
suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
Kriteria penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:
1. Kelainan ginjal berupa kelainan struktural atau fungsional,
dengan manifestasi klinis dan kerusakan ginjal secara laboratorik
atau kelainan pada pemeriksaan radiologi, dengan atau tanpa
penurunan faal ginjal (penurunan Laju Filtrasi Glomerulus/LFG)
yang berlangsung > 3 bulan.
2. Penurunan LFG <60 ml/menit per 1,73 m 2 luas permukaan
tubuh selama >3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal
(National Kidney Foundation, 2002).
3.2 Etiologi
Penyakit ginjal kronis disebabkan oleh penyakit ginjal
intrinsik difus dan menahun. Hampir semua nefropati bilateral
dan progresif akan berakhir dengan penyakit ginjal kronis.
Umumnya penyakit di luar ginjal, seperti nefropati obstruktif
dapat menyebabkan kelainan ginjal intrinsik dan berakhir dengan
penyakit ginjal kronis (Sukandar, 2006).
Menurut data Indonesian Renal Registry pada tahun 20072008 didapatkan etiologi terbanyak adalah glomerulonefritis
(25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal
polikistik (10%) (Roesli, 2008).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit parenkim
ginjal progresif dan difus yang seringkali berakhir dengan gagal
ginjal kronis. Glomerulonefritis berhubungan dengan penyakitpenyakit sistemik seperti lupus eritomatosus sistemik, poliartritis
nodosa,
granulomatosus
Wagener.
Glomerulonefritis
yang
lepra,
osteomielitis
arthritis
rheumatoid
dan
dasarnya
berasal
dari
ginjal
sendiri
sedangkan
sistemik
lain
seperti
diabetes
melitus,
lupus
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik 90 mmHg. Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial
atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau
idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi
renal. Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nephrosclerosis)
merupakan
salah
satu
penyebab
penyakit
ginjal
kronis
(Sukandar, 2006).
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi
cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak
kista yang dapat ditemukan tersebar di kedua ginjal, baik di
korteks maupun di medula. Selain kelainan genetik, kista dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Ginjal polikistik
merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan
(Sukandar, 2006).
Penyakit ginjal kronis yang berhubungan dengan penyakit
ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15-20%. Kira-kira
10-15% pasien penyakit ginjal kronis disebabkan penyakit ginjal
kongenital seperti sindrom Alport, penyakit Fabbry, sindrom
nefrotik kongenital, penyakit ginjal polikistik, dan amiloidosis
(Sukandar, 2006).
3.3 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronis didasarkan atas dua hal
yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar
diagnosis etiologi. Klasifikasi derajat penyakit, dikelompokkan
atas penurunan faal ginjal berdasarkan LFG sesuai rekomendasi
National
Kidney
Foundation.
Klasifikasi
atas
dasar
derajat
penyakit
dibuat
atas
dasar
LFG
yang
dihitung
dengan
Deskripsi
LFG (mL/
menit/1,73
m2 )
Kerusakan ginjal disertai LFG normal 90
atau meninggi
Kerusakan ginjal disertai penurunan 60-89
ringan LFG
Penurunan moderat LFG
30-59
Penurunan berat LFG
15-29
Gagal ginjal
<15
atau
dialisis
(National Kidney Foundation, 2002)
Tabel 3.2 Klasifikasi penyakit ginjal kronis atas dasar
diagnosis etiologi
Penyakit
Penyakit Ginjal Diabetes
Penyakit Ginjal non
Diabetes
Tipe Mayor
Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit glomerular
(penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat,
neoplasia)
Penyakit vaskular
(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstisial
(pielonefritis kronik, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik
(ginjal polikistik)
Rejeksi kronik
Keracunan Obat
Penyakit recurrent
(Suwitra, 2006)
3.4 Patogenesis dan Patofisiologi
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa
nefron
secara
struktural
dan
fungsional
sebagai
upaya
terjadinya
Aktivitas
angiotensinaldosteron,
hiperfiltrasi,
sklerosis
dan
jangka
panjang
sebagian
diperantarai
progesifitas
aksis
renin-
oleh growth
keluhan
(asimtomatik),
tapi
sudah
terjadi
darah lebih dari 100 mg% atau penjernihan kreatinin kurang dari
25 ml per menit (Sukandar, 2006).
2. Kelainan saluran cerna
Mual
dan muntah
sering
dari
terbentuk
amonia
(NH3).
Amonia
inilah
yang
retina
(retinopati)
mungkin
disebabkan
hipertensi
pasien
penyakit
ginjal
kronis
akibat
penyulit
dan
diduga
berhubungan
dengan
hiperparatiroidisme
memegang
aktivitas
sistem
peranan
seperti
keseimbangan
reninangiotensin-aldosteron,
natrium,
penurunan
zat
hemodinamik
lainnya
seperti
cardiac
output
dan
tetapi
kenaikan
tekanan
darah
arterial
masih
darah
mekanisme
selalu
penyangga
dipertahankan
tersebut.
normal
Pada
oleh
pasien
sistem
azotemia,
berhubungan
dengan
retensi
atau
akumulasi
toksin
(keluhan
subjektif
dan
objektif
termasuk
kelainan
pemeriksaan
laboratorium
yaitu
memastikan
dan
kreatinin
hampir
dan
mendekati
radionuklida
faal
ginjal
(gamma
yang
camera
sebenarnya
(Sukandar, 2006).
b. Etiologi penyakit ginjal kronis (PGK)
i. Analisis urin rutin
ii. Mikrobiologi urin
iii. Kimia darah
iv. Elektrolit
v. Imunodiagnosis
c. Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas
ultrasonografi
(USG),
nefrotomogram,
pielografi
radiologi
dan
radionuklida
(renogram)
dan
dari
terapi
konservatif
adalah
mencegah
akibat
akumulasi
toksin
azotemia,
memperbaiki
untuk
mengikuti
dan
mencatat
kecepatan
penurunan LFG pada pasien penyakit ginjal kronis. Hal ini untuk
mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan
pasien.
Faktor-faktor
komorbid
ini
antara
lain,
gangguan
urinarius,
obstruksi
traktus
urinarius,
obat-
obatannefrotoksik,
bahan
radiokontras,
atau
peningkatan
diet
rendah
protein
menguntungkan
untuk
diberikan
0,6-0,8/kgbb/hari,
yang
0,35-0,50
gr
diberikan
sebesar
30-35
kkal/kgBB/hari,
dibutuhkan
defisiensi
eritropoetin.
Hal-hal
yang
ikut
berperan
dalam
sumsum
tulang
oleh
substansi
uremik,
proses
evaluasi
terhadap
status
besi,
mencari
sumber
terutama
ditujukan
pada
penyebab
besi
dalam
mekanisme
kerjanya.
Pemberian
transfusi pada penyakit ginjal kronis harus dilakukan secara hatihati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan cermat
(Suwitra, 2006).
Transfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah
harus
hati-hati.
mengakibatkan
cairan
tidak
tubuh,
cermat dapat
hiperkalemia
dan
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis
keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi
subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat antihipertensi, selain bermanfaat untuk
memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk
memperlambat
perburukan
kerusakan
nefron
dengan
yang
diberikan
tergantung
dari
kelainan
kardiovaskular.
Hal-hal
yang
termasuk
dalam
pengendalian
anemia,
pengendalian
pasien
yang
telah
menderita
penyakit
sistem
pasien
sendiri,
tingkat
intelektual
tinggi
untuk
Gagal
jantung
akibat
peningkatan
kerja
berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
jantung
yang
BAB IV
PEMBAHASAN
Manifestasi dalam mulut akibat uremia selalu ditemukan pada lebih dari
90% penderita gagal ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (<60 l/menit/1,73
m2) menyebabkan penurunan kemampuan bersihanginjal sehingga terjadi
penumpukkan
bahan-bahan
toksik
(uremia).
Level
urea
saliva
kelenjar
saliva,
dehidrasi,
inflamasi
kimia
dan
keseimbangan kalsium dan fosfat terganggu, dan diet tinggi lemak yang bersifat
antikaries (Sidabutar et al., 1992).
Kalkulus adalah plak gigi yang termineralisasi. Sumber
mineralisasi berasal dari saliva dan cairan sulkus gingiva.
Kandungan fosfat diduga lebih penting pada mineralisasi plak
daripada kalsium. Kalsifikasi membutuhkan ikatan ion kalsium
pada
matriks
organik
kompleks
karbohidrat-protein
dan
dengan
beberapa
jalan.
Peningkatan
pH
saliva
tidak
bisa
dipertahankan
sehingga
mengawali
Tujuan perawatan gigi dan mulut pada penderita ginjalkronis adalah untuk
memulihkan dan mempertahankan kesehatan mulut sebaik mungkin untuk
menghilangkan timbulnya semua kemungkinan yang bisa menjadi sumber infeksi
di kemudian hari. Langkah pertama, dapat dilakukan dengan memotivasi
penderita untuk meningkatkan kebersihan rongga mulut seoptimal mungkin
dengan memberikan penyuluhan bahwa infeksi yang berasal dari gigi dan mulut
dapat menyebabkan timbulnya komplikasi yang berakibat fatal dan penderita
harus sesering mungkin kontrol ke dokter gigi agar kelainan-kelainan dapat
dideteksi sedini mungkin (Sidabutar et al., 1992). Dua kondisi hematologik
yang paling membutuhkan perhatian adalah perdarahan yang
berlebihan dan anemia pada penyakit ginjal kronis sehingga
disarankan agar tes hematologi seperti blood count dan tes
koagulasi dilakukan sebelum perawatan invasif dilakukan. Infeksi
rongga mulut harus dieliminasi dan profilaksis antibiotik harus
dipertimbangkan apabila risiko endokarditis infektif dan septimia
meningkat (Greenberg dan Glick, 2009).
Mengurangi rasa sakit akibat ulserasi dan xerostomia dengan mengoleskan
lidokain HCL atau benzokain 4% dalam boraks gliserin 2 menit sebelum makan.
Dapat dilakukan penambalan gigi dan memperbaiki semua keadaan yang dapat
mengiritasi mukosa mulut. pembersihan kalkulus dapat dilakukan secara bertahap.
Apabila penderita memakai piranti ortodontik cekat sebaiknya dilepas. Infeksi
candida dapat ditanggulangi dengan obat-obat antijamur dan infeksi yang
disebabkan mikroorganisme oportunistik dapat ditanggulangi dengan pemberian
antibiotika yang tidak bersifat nefrotoksik (Sidabutar et al., 1992).
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar.
Greenberg, S.M dan Glick, M. 2009. Burkets Oral Medicine
Diagnosis and Treatment. Tenth Edition.
Markum, M.S., Wiguno, P., Siregar, P., 1998. Glomerulonefritis.
Dalam: Soeparman, et al. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi
kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
National Kidney Foundation, 2002. Definition and stages of
chronic kidney disease. New York: National Kidney
Foundation.
Available_from:
http://www.kidney.org/professionals/KDOQI/guidelines_ckd/
p4_class_g1.htm.
Newman, Takei, Klokkevold, & Carranza. 2012. Carranzas Clinical
Periodontology Eleventh Edition.
Missouri: Saunders
Elsevier.
Prodjosudjadi, W. 2008. Masa Depan Hipertensi dan PGK di
Indonesia. Dalam: Lubis, H.R., et al (eds). 2008. Hipertensi
dan Ginjal. Medan: USU Press.
Roesli, R., 2008. Hipertensi, diabetes, dan gagal ginjal di
Indonesia. Dalam: Lubis, H.R., et al (eds). 2008. Hipertensi
dan Ginjal. Medan: USU Press.
Schieppati, A., Pisoni, R., Ramuzzi, G. 2005. Pathophysiology and
management of chronic kidney disease. Dalam: Greenberg,
A. Primer on kidney disease. Edisi ke-4. USA: Elsevier.
Sidabutar, R, P., Rahardjo, J, P., Markum, M, S., Ruslijanto, H.,
Darmawan, A. 1992. Penyakit Ginjal dan Hipertensi:
Berkaitan dengan Perawatan Gigi dan Mulut. Jakarta : EGC.
Stenvinkel, P., Heimburger, O., Lindholm, B., Kaysen, G, A,
Bergstrom, J. 2002. Are there two types of malnutrition in
chronic renal failure? Evidence for relationships between
malnutrition, inflammation and atherosclerosis (MIA
syndrome). Nephrol Dial Transplant.
Sukandar, E. 2006. Nefrologi Klinik. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah UNPAD.
Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, et al., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 3.
2009. Jakarta: Interna Publishing.
2014.
Serial
Online.