Anda di halaman 1dari 12

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

LAPORAN KASUS
Diajukan guna melengkapi tugas pada bagian Pedodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

Oleh :
Lubna
Danang Dewantara AP

111611101008
111611101062

Instruktur :
Dr Finda

ILMU KEDOKTERAN KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2016

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ahmad Sanusi

Alamat

Umur

: 21 Tahun

Jenis Kelamin

: Lakilaki

Penanggung Jawab Biaya

: Sendiri

Cara Kedatangan

: Sendiri

Jenis Kasus

: Non Trauma

AIRWAY
Dinding Dada

: Lancar

Trachea

: Simetris

Suara Nafas Tambahan

: Di Tengah

BREATHING
Gerak Dada

: simestris

Retraksi Otot Nafas

: tidak

Krepitasi

: tidak

SIRKULASI
Akral

: Hangat (+), Merah (+), Kering (+)

DISABILITY
GCS

: 4/5/6

Pupil

: Ukuran OD 3mm
RC OD +/OS 3mm
OS +/-

VITAL SIGN
Tensi

: 110/70 mmHg

Nadi

: 88 x/mnt

RR

: 20 x/mnt

T-Axila

: 38,1 oC

T-Rectal

ANAMNESA
Keluhan Utama

: Demam

Riwayat Penyakit Sekarang


: Pasien mengeluh demam 2 hari
yang lalu, pusing (+) sejak 2 hari yang lalu, mual (+), muntah (+) obat, diare (-)
,BAB hitam (-), mimisan (-), gusi berdarah
Riwayat Penyakit Dahulu/Pengobatan
berkurang, alergi (-)

: Diobati sanmol, keluhan tidak

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala / Leher

: a-/i-/c-/d-

Thoraks

: ves +/+ , rh -/-, wh -/-

Abdomen / Punggung

: soefl, Bu (+) N

Ekstremitas

: HKM, Edema (-)

Genetalia

: dbm

DEMAM BERDARAH DENGUE

Definisi
Demam

dengue/DF dan demam

berdarah dengue/DBD

(dengue

haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus


dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006).
Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam
dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara
serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis
dan West Nile virus (Suhendro, Nainggolan, Chen).
Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat
dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar

biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas
DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan
tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue
yaitu :
1. Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan
vektor di lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor
dai satu tempat ke tempat lain;
2. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (WHO,
2000).
Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue
dan sindrom renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :
1. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis

yang

dimeasi komplemen

dan

sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue


berperan dalam mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag.
Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE);
2. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu

TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan


TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;
3. Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;
4. Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.

Hipotesis secondary heterologus infections (Sumber: Suvatt 1977-dikutip dari


Sumarmo, 1983).
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang
virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi
anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang
tinggi. Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi

makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga


virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan
interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi
sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi
melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan
terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
1. Supresi sumsum tulang, dan
2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan
keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan
terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar
tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi tromobositopenia. Destruksi
trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody VD,
konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer.
Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda
degranulasi tromobosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik
(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi factor Xia
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex) (Price,
Wilson, 2006).

Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue
atau sindrom syok dengue (SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam
2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien
sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak
mendapat pengobatan tidak adekuat (Kabra, Jain, Singhal, 1999).
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR
(Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik
yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody
spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
a. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya
limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang
pada fase syok akan meningkat.
b. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
c. Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya
dimulai pada hari ke-3 demam.
d. Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, DDimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan
atau kelainan pembekuan darah.

e. Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran


plasma.
f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
g. Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
h. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
i. Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan
diberikan transfusi darah atau komponen darah.
j. Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap
dengue.
IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada
infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
k. Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat
pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan
surveilans. (WHO, 2006)
Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. (WHO, 2006)
Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah.

Demam Dengue (DD).


Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nyeri kepala.
Nyeri retro-oebital.
Mialgia / artralgia.
Ruam kulit.
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif).
Leukopenia. dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan
pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang
sama.

Demam Berdarah Dengue (DBD).


Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di
bawah ini dipenuhi :
1.
2.
3.
4.
5.

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
Uji bendung positif.
Petekie, ekimosis, atau purpura.
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau

perdarahan dari tempat lain.


6. Hematemesis atau melena.
7. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
8. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
9. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin.
10. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
11. Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan
DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. (WHO, 1997)
Diagnosis Banding

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian


klinis dengan demam tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.
Sindrom Syok Dengue (SSD).
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan
manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun ( 20 mmHg),
hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
(Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan, 2006)
Derajat penyakit infeksi virus dengue
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu
diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel 1.

Anda mungkin juga menyukai