Anda di halaman 1dari 5

Melayani Sebagai Guru Sekolah Minggu?

Tunggu Dulu
April 3, 2010 4 Komentar 994 Views

Sepertinya belum pernah ada berita di media ini tentang kesaksian atau pengalaman seseorang yang melayani
sebagai seorang Guru Sekolah Minggu. Saya yakin pandangan orang mengenai pelayanan sebagai Guru
Sekolah Minggu ini berbeda-beda. Ada yang menganggap peran Guru Sekolah Minggu biasa saja, hanya perlu
menyukai anak-anak, bahkan memandang rendah: Ah, bisanya hanya melayani anak-anak saja.
Namun sebaliknya, ada yang menganggap menjadi Guru Sekolah Minggu itu sangat sulit. Seperti apa sih
sesungguhnya pelayanan sebagai Guru Sekolah Minggu itu? Seorang Guru Sekolah Minggu tidak punya waktu
libur secara khusus. Setiap Minggu selalu ada Kebaktian Anak, sama seperti Kebaktian Umum, tidak akan
pernah diliburkan. Selain itu setiap Minggu ada persiapan Guru Sekolah Minggu untuk kebaktian Minggu depan
dan berbagai aktivitas lain lagi. Setiap Hari Minggu! O, betapa melelahkannya! Tidak akan sanggup kita
melakukan itu.
Benarkah demikian? Tentu saja itu benar, tetapi
Mari kita simak apa kata para Guru Sekolah Minggu di GKI Pondok Indah. Apa yang menyebabkan mereka mau
melayani di Sekolah Minggu, dan bagaimana suka-duka mereka dalam pelayanan ini.
Sebelumnya, sekadar informasi bagi kita semua: saat ini jumlah Anak Sekolah Minggu yang hadir setiap hari
Minggu ada 450-500 orang, yang duduk di dalam 24 kelas, mulai dari kelas bayi sampai dengan kelas VI SD.
Jumlah Guru Sekolah Minggu, termasuk pemusik/gitaris, yang aktif setiap Minggu di bawah 50 orang, berarti
setiap kelas mempunyai 2 dan maksimal 3 orang Guru Sekolah Minggu, termasuk pemusik/gitaris, yang belum
mau ikut ambil bagian dalam memimpin nyanyian anak atau bercerita.
Ini juga berarti bahwa apabila ada yang berhalangan, ada beberapa kelas yang terpaksa harus digabungkan
sehingga jumlah Anak Sekolah Minggu di kelas itu menjadi lebih dari 30 orang per kelas, atau ada Guru Sekolah
Minggu yang harus seorang diri melayani di kelas dengan Anak Sekolah Minggu kurang lebih 15-20 orang.
Inilah kesaksian beberapa orang Guru Sekolah Minggu di Komisi Anak GKI Pondok Indah, yang berhasil penulis
dapatkan. Kiranya boleh menjadi berkat bagi kita semua.

Pada awalnya ketika masih duduk di bangku sekolah, tepatnya di SMA, sempat terucap dari
mulut saya sebuah janji. Ya sebuah janji kepada Tuhan. Janji untuk melayani Tuhan dan
menjadi berkat bagi orang-orang di sekeliling saya. Ketika janji itu terucap, tidak langsung
membuat saya memutuskan untuk menjadi seorang Guru Sekolah Minggu. Saya masih
menunggu jawaban dari Tuhan. Sebuah jawaban atas pertanyaan dan doa saya. Sebuah
jawaban di ladang yang mana, Tuhan mengutus saya.
Waktu pun berlalu, saya mulai masuk ke dalam masa-masa kuliah. Karena banyaknya tugas
yang harus saya kerjakan, perlahan-lahan janji itu mulai terlupakan. Saya mulai menikmati
masa-masa kuliah saya dengan segudang aktivitas yang akhirnya menuntun saya pada
sebuah jawaban yang saya tunggu-tunggu, sebuah jawaban atas pertanyaan dan doa yang
hampir saya lupakan.
Saya mulai terjun dan mulai terjerumus dalam dunia anak-anak. Saat itu saya bukan
langsung memutuskan untuk menjadi seorang Guru Sekolah Minggu, tetapi saya memutuskan
untuk mulai menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar saya, yang mungkin bagi sebagian
besar orang tak dianggap dan bahkan terlupakan.
Saya mulai melakukan beberapa aktivitas pada sekelompok anak jalanan. Anak-anak yang
sering kali dianggap sebelah mata oleh beberapa orang, anak-anak yang dipandang
menjijikkan oleh sebagian orang, dan bahkan anak-anak yang mungkin di mata kita

terlupakan. Seminggu sekali saya selalu menyempatkan diri pergi ke sebuah rumah singgah,
sebuah tempat di mana para anak jalanan sering kali berkumpul untuk sekadar melepaskan
lelah mereka, bermain, atau bahkan tinggal di sana.
Hal ini terus berlanjut hingga bertahun-tahun, sampai suatu saat Tuhan menegur saya
melalui seseorang hamba-Nya. Ketika itu saya sempat terdiam sejenak dan berpikir
bagaimana mungkin saya melayani di tempat orang, tetapi di tempat saya sendiri, yang
rupanya juga membutuhkan bantuan, justru saya hanya menutup mata saja.
Satu tahun bukan waktu yang mudah dan singkat bagi saya hingga saya bisa memutuskan
apa yang sebaiknya saya lakukan. Ya, kembali semua itu saya bawa dalam doa. Dalam
sebuah pertanyaan kepada-Nya, apakah memang Tuhan mengutus saya untuk melayani di
Sekolah Minggu GKIPI, akhirnya saya mendapatkan jawaban-Nya. Ya, jawaban yang lama
saya tunggu-tunggu, yang membuat saya memutuskan untuk melayani Tuhan sebagai
seorang Guru Sekolah Minggu.
Tetapi ternyata menjadi seorang Guru Sekolah Minggu tidaklah mudah. Dalam melayani
Tuhan di Sekolah Minggu, saya sempat mengalami naik-turun pada komitmen saya. Kalau
saya boleh mengutip dari seorang teman, katanya, ketika kita mulai memutuskan untuk
mengikut Tuhan dengan lebih bersungguh-sungguh, maka saat itu juga iblis akan semakin
menggoda kita dengan segala tipu muslihatnya, lebih hebat dari sebelumnya. Tetapi saya
terus-menerus membawa semua pergumulan saya dalam doa, sehingga sampai saat ini saya
masih tetap melayani sebagai seorang Guru Sekolah Minggu.
Saya percaya bahwa ketika kita tetap tekun dalam perkara-perkara kecil maka Tuhan akan
memercayakan perkara besar kepada kita. Ya itulah yang selalu saya percayai, sehingga saat
ini saya masih tetap melayani-Nya sebagai seorang Guru Sekolah Minggu dan tetap
melayani-Nya juga di tengah-tengah kelompok anak jalanan. Saya masih terus belajar untuk
menyeimbangkan pelayanan saya di dalam gereja dan pelayanan di luar gereja. Kedua
aktivitas yang membuat saya semakin mencintai dunia anak-anak dan semakin mencintai
Tuhan.
Itulah kisah seorang Guru Sekolah Minggu, seorang sarjana psikologi yang masih muda dan belum lama
bergabung bersama dengan para Guru Sekolah Minggu di Komisi Anak GKI Pondok Indah. Lain lagi kisahnya
dengan Guru Sekolah Minggu yang satu ini
EAYS telah mengikuti ibadah dari sejak kecil di Sekolah Minggu, dan dilanjutkannya ke Komisi Remaja dan
akhirnya mengambil keputusan untuk ikut katekisasi dan mengaku percaya. Semuanya dijalaninya dengan baik,
sebagaimana seharusya dalam tradisi keluarganya. Usai sidi, ketika diberikan formulir untuk diisi secara pribadi,
karena merupakan komitmen pribadi, Aku mulai berpikir, tuturnya. Pertanyaannya terlihat mudah sekali:
pelayanan apakah yang akan kamu berikan?
Pilihannya, misalnya:
a. Dalam Seni Suara/Koor/Vocal Group
b. Bidang Sekolah Minggu.
c. Di Komisi-Komisi lainnya
d. Dan lain-lain
Ternyata tidak mudah untuk menjawab pertanyaan itu. Menyanyi ??? Semua orang bilang, suaraku falls banget
banget..!! Untuk di bidang yang lain-lain Ah, aku engga kenal siapa-siapa Terus kalau di Sekolah Minggu?
Wah sepertinya yang ini lumayan, mungkin aku bisa deh dan yang aku hadapi kan cuma anak-anak
begitu pikiran EAYS saat itu.
Demikianlah akhirnya EAYS berkecimpung di Sekolah Minggu, menjadi seorang Guru Sekolah Minggu. Pada
awalnya enak banget, karena ia hanya membantu. Tapi tahun demi tahun berganti. Aku tidak bisa keenakan

seperti itu, pikir EAYS dan ia secara pribadi diproses oleh Tuhan. Memang berat dan sangat tidak enak, harus
ikut berbagai pembekalan diri untuk menjadi seorang Guru Sekolah Minggu, baik dalam aneka Materi
Pengajaran: Psikologi Anak, Membuat Alat Peraga, Trik-trik Membawakan Cerita, Team Work, menjadi MC dan
memimpin nyanyian anak Semua telah diikuti dan kemudian berulang-ulang di tahun-tahun sesudah itu.
Lama kelamaan EAYS menjadi lebih menyukai dan bahkan mencintai pelayanannya di Sekolah Minggu.
Akhirnya ia mulai bisa bernyanyi dengan baik, tidak lagi takut untuk bercerita kepada anak-anak. Semuanya
telah dipersiapkannya dengan baik dan ia percaya Roh Kudus yang telah memimpinnya sehingga ia bisa
menyampaikan Firman dengan baik, dan nama Tuhan dipermuliakan.
Tetapi ternyata perjalanan pelayanannya tidak semulus yang dibayangkannya. Dalam menghadapi anak-anak,
EAYS mulai terbiasa, tetapi menghadapi rekan-rekan sepelayanan mulai terasa adanya masalah,
pengelompokan, ide-ide yang ditentang, terkadang membuatnya ingin undur dari pelayanan ini. Tapi Tuhan terus
memrosesnya sehingga ia rindu mempunyai karakter seperti Tuhan Yesus walau berat awalnya dan terasa
sakit tapi ia selalu berusaha melihat bahwa yang dikerjakan adalah untuk Tuhan.
Masalah dengan rekan sepelayanan atau sekelas dirasakannya sebagai alat yang Tuhan pakai untuk
membentuk pribadinya, untuk dapat mempunyai karakter seperti Kristus. EAYS dapat melewati semua masalah
ini dan hingga saat ini ia masih mencintai dan masih tetap melayani di Sekolah Minggu. EAYS berjanji akan tetap
melayani Tuhan di Sekolah Minggu sampai akhir hidupnya, karena Tuhan juga selalu memberkatinya dan
keluarganya. EAYS telah melayani sebagai seorang Guru Sekolah Minggu selama belasan tahun.
EAYS telah penulis kenal cukup lama sebagai salah seorang Guru Sekolah Minggu yang tak kenal lelah. Bahkan
pada saat putra-putrinya lahir pun EAYS tetap mengajar dan membawa bayinya ke Sekolah Minggu. Tidak ada
kata cuti hamil di dalam kamusnya. Memang sangat luar biasa!
Mari kita dengarkan sekarang apa kata seorang Guru Sekolah Minggu yang walaupun masih baru di GKI Pondok
Indah, tetapi sudah sangat aktif dan memberikan kontribusi yang luar biasa kepada Komisi Anak GKI Pondok
Indah. Ibu yang satu ini sehari-hari sibuk bekerja, dan mengurus dua orang anaknya, tetapi Sekolah Minggu
sungguh merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan lagi dari dirinya.

Selama menjadi Guru Sekolah Minggu di GKI PI semua pengalaman berkesan bagi saya.
Setiap hari Minggu selalu muncul semangat untuk segera bertemu para Anak Sekolah Minggu
di kelas. Bahkan melalui Anak Sekolah Minggu saya dapat belajar lebih banyak lagi, lebih
dekat dan lebih mengenal Yesus. Melalui setiap Firman yang menjadi bahan cerita untuk tiaptiap Minggu, saya merasakan bahwa Tuhan sedang berbicara bahkan mengingatkan atau
menegur saya, sehingga saya berusaha untuk berhati-hati menyampaikan Firman itu.
Khususnya pada anak-anak kecil supaya mereka dapat mengerti makna yang sesungguhnya,
apa yang ingin Tuhan artikan dari Firman itu. Untuk itu, persiapan dan doa sebelum
mengajar di Sekolah Minggu sangat penting! Saat menyampaikan Firman, juga saat
menyanyi bersama Anak Sekolah Minggu, apabila kita meluangkan waktu untuk persiapan
dan berdoa, saya merasakan Tuhan yang mengambil alih. Suasana kelas penuh dengan
sukacita, bahkan kelas yang hiruk pikuk dapat menjadi tenang.
Betapa bahagianya ketika mendengar cerita dari beberapa orangtua tentang anak mereka
yang masih berusia di bawah 1 tahun. Mereka belum mau makan atau tidur kalau belum
berdoa sambil menyanyi terlebih dulu, dan sebelum melipatkan tangan, mereka menyanyi
seperti yang diajarkan di Sekolah Minggu. Ketika saya mengajar di kelas 1, beberapa Anak
Sekolah Minggu curhat tentang kehidupan yang terjadi di rumah dan mereka minta saya
mendoakan bersama. Dari masalah adik yang suka rewel sampai pada salah satu orangtua
mereka yang pergi meninggalkan rumah akibat bertengkar. Sungguh pengalaman yang
menyenangkan dapat bertumbuh bersama mereka. Thank You, Jesus.

Banyak hal telah saya rasakan bersama dengan Anak Sekolah Minggu; saat mereka susah, saya juga merasa
sedih. Saat mereka senang karena menjadi juara kelas atau memenangkan suatu perlombaan, saya juga ikut
bangga dan senang atas prestasi yang mereka dapatkan. Pada saat itulah saya sangat bersyukur pada Tuhan,
atas berkat dan anugerah yang Tuhan nyatakan dalam diri saya. Saya sangat mencintai adik-adik yang Tuhan
percayakan untuk didampingi.
Ada pemberontakan dan protes dalam diri saya ketika saya harus meninggalkan adik-adik di kelas 3. Mengapa
saya harus dipindahkan ke kelas yang lebih kecil? Apa yang dapat saya lakukan terhadap adik-adik yang masih
bayi itu? Apakah saya mampu melakukannya? Berbagai macam pertanyaan mengganggu diri saya selama
beberapa saat.
Memang saya pernah berjanji untuk tetap setia ikut ambil bagian dalam pelayanan bersama Tuhan, di mana pun
Tuhan inginkan. Tapi di kelas ini? Apakah mereka dapat mendengar dan mengerti cerita saya, apakah mereka
dapat curhat pada saya? Hingga suatu saat saya diingatkan oleh kisah Musa; yang mendata kelemahankelemahannya (untuk menghindar), ketika diminta oleh Allah untuk memimpin bangsa Israel. Tapi Allah tidak
tertarik pada kelemahan-kelemahan yang disampaikannya. Allah hanya menunggu kesiapan hatinya.
Selebihnya?
Tuhan memang luar biasa, Dia tahu kelemahanmu, namun Dia tidak peduli dengan semua itu, yang Dia inginkan
adalah: apakah kamu bersedia menjadi partner-Nya? Tuhan memiliki banyak cara untuk melengkapi
kekuranganmu dan Dia bahkan mengabulkan doa-doa kita, walau mungkin kita sudah melupakannya.
Kenyataan inilah yang membuat saya bersyukur sebagai seorang Guru Sekolah Minggu: karena saya sudah
merasakan berkat dan anugerah Tuhan yang luar biasa.
Ada banyak juga rekan-rekan Guru Sekolah Minggu terutama yang masih muda, yang merasa senang menjadi
Guru Sekolah Minggu, karena senang bermain dan bercanda dengan anak-anak yang lucu dan mungil. Apalagi
bisa sambil melayani Tuhan! Benar-benar kombinasi yang pas buat mereka. Mereka juga sadar, bahwa anakanak adalah gereja di masa depan, jadi marilah melayani mereka. Banyak juga yang berpikir, apalagi yang bisa
kuberikan kepada Tuhan? Aku hanya melayani Dia sebagai seorang pelayan. Seorang Guru Sekolah Minggu
adalah seorang pelayan anak-anak dan pelayan Tuhan. Ini juga adalah sebuah kombinasi yang baik. Ada lagi
keuntungan menjadi seorang Guru Sekolah Minggu. Secara tidak langsung kita dilatih untuk berani berbicara di
depan orang banyak, berani memimpin doa, menjadi kreatif dan masih banyak lagi.
Ada juga Guru Sekolah Minggu yang sangat menyukai masa-masa kecilnya di Sekolah Minggu, sehingga
merindukan kembali masa-masa itu. Nah, caranya? Jadilah dia seorang Guru Sekolah Minggu. Katanya:
Pertama kali mengajar, aku merasa tidak mampu, tapi Puji Tuhan, Tuhan memampukanku. Tahun-tahun
pertama mengajar aku mengajar di kelas besar, sempat berhenti dua tahun, karena menikah dan melahirkan.
Ketika anak kami sudah cukup besar, aku kembali lagi menjadi seorang Guru Sekolah Minggu, walaupun pada
awalnya mengajar di kelas anak kami, karena sekaligus menemaninya. Saat ini aku mengajar di kelas kecil dan
menikmati sukacita memuji Tuhan bersama anak-anak yang tidak dapat digantikan dengan apa pun di tempat
lain.
Menjadi Guru Sekolah Minggu adalah suatu kesempatan besar dari Tuhan Yesus. Mengajar Anak Sekolah
Minggu, dituntut mengerti dunia anak, psikologi anak, harus tegas tetapi tidak bisa seperti seorang guru di
sekolah biasa, karena ini pelayanan. Dan kasih Tuhan harus bisa kita nyatakan dalam pelayanan kita ini.
Seorang Guru Sekolah Minggu juga dituntut untuk lebih baik dalam menyanyi, membawakan Firman Tuhan,
kreatif dalam menyampaikan Firman Tuhan, sehingga Anak Sekolah Minggu mau mendengar dan tidak menjadi
bosan dan tentunya senang beraktivitas. Para Guru Sekolah Minggu harus bersaing dengan dunia anak sekitar,
seperti film, games, dan lain-lain. Sungguh suatu tantangan yang sangat besar dan pasti tidak dapat saya
lakukan sendiri. Hampir dipastikan tidak ada yang akan sanggup menjadi seorang Guru Sekolah Minggu apabila
syaratnya seperti di atas tadi. Namun Tuhan memanggil, dan kalau kita minta, maka Tuhan akan memberi dan
membentuk kita sesuai kehendak-Nya. Dan sudah pasti sedikit demi sedikit kita diubah dan ku pasti sempurna
nanti

Anda mungkin juga menyukai