Anda di halaman 1dari 9

Aturan Perundang-undangan[sunting | sunting sumber]

Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:


1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Daerah
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

1. Apa itu otonomi daerah?


Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU
ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku Selanjutnya yang dimaksud
dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang
dirangkum dalam tiga prinsip:

1.

Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya
kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;

2.

Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi
Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan

3.

Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah
atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang
menugaskannya.
1. Bagaimana pelaksaan otonomi daerah

Pelaksanaan Otonomi Daerah pada Masa Orde Baru[sunting | sunting sumber]


Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat
dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi
Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan
ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh
birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde
Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif
program-program pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan
otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.[4] Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut
Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak,
berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. [5]
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang
dirangkum dalam tiga prinsip:

1. Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya
kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya; [6]
2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi
Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; [7] dan
3. Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah
Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan
kepada yang menugaskannya.[8]
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Provinsi) maupun Dati II
(Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikitdikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan
disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan
Menteri Dalam Negeri,[9] untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan berikutnya, [10] dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah
Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila
diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar
Pengadilan.[11]
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur
dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan
perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan penyelidikan), [12] dan kewajiban seperti a)
mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi
dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) bersamasama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah
untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk
melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan d)
memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program
pembangunan Pemerintah.[13]

Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974
adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol
dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu
fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang
relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.

Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru


Dasar hukum adanya otonomi daerah pada masa orde baru adalah Undang-Undang nomor 05
tahun 1974 tentang Pemerintah Daerah. Pada UU ini dijelaskan, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut
daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak,
berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah
yang dirangkum dalam tiga prinsip:
1)

Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada
Daerah menjadi urusan rumah tangganya;

2)

Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi
Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan

3)

Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan
yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah
Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Meskipun begitu dalam pelaksanaannya justru tidak seperti yang diatur dalam undang-undang
tersebut. pemerintah daerah nyatanya sangat tergantung pada pemerintah pusat. Artinya pemerintah pusat
masih dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia (sentralisasi).
Jika pertanyaannya adalah alasan dari pelaksanaan otonomi daerah pada masa orde baru ini tidak
100% karena control atau pengaruh dari pemerintah pusat itu masih sangat kuat. terlebih orde baru ini
dipimpin oleh rezim soeharto yang nyatanya sangat sentralistik. Presiden pengaruhnya sangat besar.
Selain itu alasan lainnya adalah, dikarenakan daerah juga belum siap dalam menjalankan otonomi
daerah. Karena menurut saya otonomi daerah itu tidak bisa lansung diterapkan. Harus melalui
serangkaian proses sampai daerah tersebut siap. Kebelumsiapan tersebut terutama karena SDMnya
rendah. Pada masa orde baru SDM terutama di daerah masih rendah. Bagaimana bisa daerah mengurus
rumah tangganya sendiri atau mengolah potensi daerahnya jika SDMnya rendah. Sehingga terjadilah

ketergantungan terhadap pusat. Oleh sebab itulah otonomi daerah pada masa orde baru tidak terlaksana
100% seperti apa yang diharapkan.
2. Tujuan otonomi daerah

Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat


Dengan pelayanan yang memadai diharapkan kesejahteraan masyarakat pada daerah otonom bisa
dipercepat. Tingkat kesejahteraan masyarakat menunjukkan bagaimana daerah otonom bisa menggunakan
hak dan wewenangnya secara bijak dan tepat sasaran
Meningkatkan Pelayanan Umum
Dengan otonomi daerah diharapkan pelayanan umum lembaga pemerintah di masing-masing daerah dapat
ditekankan pelayanan yang maksimal. Dengan pelayanan yang maksimal diharapkan masyarakat
merasakan secara langsung manfaat otonomi daerah.
Meningkatkan Daya Saing Daerah
Dengan adanya otonomi daerah diharapkan satu daerah dapat bersaing dengan daerah lain, dalam hal
pembangunan, ekonomi, pendidikan dll
Debirokrasi
Otonomi daerah juga bertujuan untuk memotong jalur birokrasi yang sedikit rumit dan prosedur yang
sangat terstruktur dari pemerintah pusat. Sehingga proses birokrasi menjadi lebih cepat.

Efisiensi tugas pemerintahan


Otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan pusat, pejabat pusat tidak lagi
menjalankan tugas rutin ke daerah-daerah karena hal itu bisa diserahkan kepada pejabat daerah otonom.

Kemudahan dalam pengawasan


Dengan otonomi daerah ,bertujuan meningkatkan pengawasan dalam berbagai kegiatan atau aktivitas
yang dilakukan oleh elite lokal, yang biasanya tidak simpatik dengan program-program pembangunan
nasional dan tidak sensitif terhadap kebutuhan dari kalangan miskin di suatu pedesaan.

Peningkatan produksi barang dan jasa


Otonomi daerah juga bertujuan untuk dapat meningkatkan penyediaan barang dan jasa disuatu daerah
dengan biaya yang terjangkau dan lebih rendah, hal itu tidak lagi menjadi beban pemerintah pusat karena
telah diserahkan kepada pemerintah daerah.

3. Mengapa
Sedang giatnya sosialisasi pembangunan ekonomi dan menomorduakan pembangunan politik.
Pemerintahan Orde Baru dengan trilogi pembangunan pada waktu itu hendak menciptakan
stabilitas nasional yang mantap.
Untuk itu diperlukan pemerintahan yang stabil dari Pusat sampai ke daerah. Selanjutnya dibuatlah
berbagai undang-undang yang sentralistis, mengurangi kegiatan Partai Politik dan memandulkan

peran DPR dan juga peran DPRD. Bahkan di Daerah kedudukan Kepala Daerah sengaja dibentuk
dengan istilah penguasa tunggal dan menomorduakan peran DPRD dan demokrasi.
Memaksakan fusi Partai-partai dari sembilan Partai menjadi 2 partai (PPP dan PDI) di samping
dominasi Golkar. Pengukuhan Dwi Fungsi ABRI di segala bidang dan sektor pemerintahan
termasuk di bidang legislatif dari Pusat sampai ke Daerah.
4. Asas,
Asas-asas otonomi daerah
1. Asas Desentralisasi : Pelimpahan wewenang pemerintahanoleh pemerintah pusat kepada daerah
otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistemkesatuan Negara RI.
2. Asas Dekonsentrasi : Pelimpahan wewenang pemerintah olehpemerintah pusat kepada gubernur
sebagai wakil pemerintahpusat dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
3. Asas Tugas Pembantuan : Penugasan dari pemerintah pusatkepada daerah dan/atau desa,dari
pemerintah provinsi kepadakabupaten/kota dan atau desa serta dari pemerintahkabupaten/kota kepada
desa untuk melaksanakan tugastertentu.
B. Asas pemerintahan yang digunakan dalam UU Nomor 5 Tahun 1974
UU Nomor 5 Tahun 1974 sesuai dengan judulnya Tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
bersifat limitatif dan dalam pemberian otonomi setengah hati dengan sebutan buntutnya diberikan tetapi
kepalanya tetap dipegang dan dikuasai sepenuhnya oleh Pusat. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
menggunakan asas bersama-sama dengan seimbang dan serasi yaitu:
- Asas Dekonsentrasi
- Asas Desentralisasi
- Asas Pembantuan
Dengan pembangunaan tiga asas ini dalam sistem pemerintahan daerah secara sekaligus, maka hal ini
mengaburkan makna otonomi daerah dan dalam prakteknya, Pemerintah Pusat lebih bertitik berat pada
pelaksanaan asas dekonsentrasi. Hal ini nampak jelas dalam hal:
a. kewenangan menentukan Kepala Daerah Propinsi adalah pada Presiden, dan Kepala Daerah
Kabupaten/Kotamadya adalah Menteri Dalam Negeri. Peran DPRD hanya menentukan pilihan calon
untuk disarankan diputuskan oleh Pemerintah.
b. Tidak mengatur tentang pelaksanaan pemerintahan tigkat desa.
C. Bentuk dan susunan pemerintahan daerah menurut UU Nomor 5 Tahun 1974
1. Pemerintahan Daerah
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 dalam pasal 13 menyebutkan bahwa: Pemerintahan Daerah adalah

Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Pasal 13 ayat (1)). Kedudukan DPRD lemah.
Kepala Daerah Tingkat I karena jabatannya adalah Kepala Wilayah Propinsi yang disebut Gubernur,
Kepala Daerah Tingkat II karena jabatannya adalah Kepala Wilayah Kabupaten/Kotamadya yang disebut
Bupati/Walikota.
Dalam rangka pelaksananan asas desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Tingkat I dan Tingkat II.
Wilayah Administratif, selanjutnya disebut Wilayah, adalah lingkungan kerja perangkat pemerintahan
umum di daerah (Provinsi, Kabupaten/Kotamadya, Kecamatan/Kota Administratif.
Dengan demikian, maka dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, ada pembagian tugas yang jelas
dan dalam kedudukan yang sama tinggi antara Kepala Daerah dengan DPRD, yaitu Kepala Daerah
memimpin badan eksekutif dan DPRD bergerak dalam bidang legislatif.
Rumusan dan arti pemerintah daerah, sering ditafsirkan sepihak oleh pihak eksekutif dalam melaksanakan
kebijaksanaan daerah, yaitu dengan memakai istilah kebijaksanaan Pemda, yang dalam banyak hal tidak
memberitahu atau mengkonsultasikan kebijaksanaan tersebut kepada DPRD.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak mengenal lembaga Badan Pemerintah Harian (BPH) atau
Dewan Pemerintah Daerah (DPD). Tapi di lain pihak menurut pasal 64 UU nomor 5 Tahun 1974,
diadakan lembaga baru ialah Badan Pertimbangan Daerah yang anggotanya terdiri dari pimpinan DPRD
dan unsur fraksi yang belum terwakilkan dalam pimpinan DPRD. Di samping itu ada jabatan baru yang
lain, yaitu jabatan Asisten Sekretaris Wilayah/Daerah.
2. Kepala Daerah
Menurut pasal 15 UU Nomor 5 Tahun 1974, Kepala Daerah Tingkat I dicalonkan dan dipilih oleh DPRD
dari sedikit-dikitnya 3 orang dan sebanyak-banyaknya 5 orang calon yang telah dimusyawarahkan dan
disepakati bersama antara Pimpinan DPRD/ Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri.
Selanjutnya hasil pemilihan tersebut diajukan oleh DPRD yang bersangkutan kepada Presiden melalui
Mentri Dalam Negeri sedikit-dikitnya 2 orang untuk diangkat salah seorang diantaranya.
Kepala Daerah Tingkat II dicalonkan dan dipilih oleh DPRD dari sedikit-dikitnya 3 orang dan sebanyakbanyaknya 5 orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Daerah
DPRD/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Gubernur Kepala Daerah. Kemudian hasil diajukan oleh DPRD
yang bersangkutan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala Daerah sedikit-dikitnya 2
orang untuk diangkat salah seorang di antaranya.
Dalam diri kepala daerah terdapat 2 fungsi, yaitu fungsi sebagai Kepala Daerah Otonom yang memimpin
penyelenggaraan dan bertanggung jawab sepenuhnya tentang jalannya Pemerintahan Daerah dan fungsi
sebagai Kepala Wilayah yang memimpin penyelengaraan urusan pemerintahan umum yang menjadi tugas
Pemerintahan Pusat di daerah.

D. Kewenangan Daerah Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974


1. Kewenangan Otonomi
UU Nomor 5 Tahun 1974 tidak mengatur secara rinci dan tegas tentang kewenang Daerah. Hanya disebut
bahwa Daerah berhak, berwenang, dan berkewajiban mengatur rumah tangganya sendiri sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku (pasal 7). Ketentuan ini merupakan pasal karet yang sewaktu-waktu
bisa ditambah dan dikurangi sesuai kehendak Pemerintah. Untuk memudahkan Pemerintah, diberlakukan

prinsip: Wewenang atau urusan yang diserahkan kepada Daerah, dapat ditarik kembali. Kewenangan
yang tidak diserahkan kepada Daerah, berarti tetap wewenang Pemerintah Pusat.
2. Tugas Pembantuan
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang lebih tinggi dapat menugaskan kepada Pemerintah
Daerah atau pemerintahan daerah yang lebih rendah urusan tugas pembantuan dengan kewajiban
mempertanggugjawabkan kepada yang menugaskannya. Adapun tata cara pemberian tugas pembantuan
diatur dalam pasal 12 UU No 5 Tahun 1974 sebagai berikut:
(1) Dengan peraturan perundangan-undangan, Pemerintah Pusat dapat menugaskan kepada pemerintah
daerah otonomi untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan.
(2) Dengan peraturan daerah, Pemerintah Daerah Otonom Tingkat I dapat menugaskan kepada
Pemerintah Daerah Otonom Tingkat II untuk melaksanakan tugas pembantuan.
(3) Pemberian urusan tugas pembantuan yang dimaksud dalam (1) dan (2) tersebut di atas, disertai dengan
pembiayaannya.
3. Dekonsentrasi
Pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kotamadya) juga menjalankantugas dekonsentrasi.

E. Prinsip Otonomi yang Dianut UU Nomor 5 Tahun 1974


a. Otonomi yang nyata dan bertanggung jawab
b. Otonomi adalah hak, wewenang dan sekaligus kewajiban.
F. Keuangan Daerah Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974
Sumber pendapat Daerah
1. Pendapatan Asli Daerah sendiri yang terdiri dari:
- hasil pajak daerah
- hasil restribusi daerah
- hasil perusahaan daerah
- lain-lain usaha daerah yang sah
2. Pendapatan berasal dari pemberian pemerintah yang terdiri dari:
- sumbangan dari pemerintah
- sumbangan-sumbangan lain, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
3. Lain-lain pendapatan yang sah.

5. Kelebihan dan kekurangan


A. Kelebihan
1. Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan
2. Dalam menghadapi masalah yang amat mendesak yang membutuhkan tindakan yang cepat,
sehingga daerah tidak perlu menunggu intruksi dari Pemerintah pusat.

3. Dalam sistem desentralisasi, dpat diadakan pembedaan (diferensial) dan pengkhususan


(spesialisasi) yang berguna bagi kepentingan tertentu. Khususnya desentralisasi teretorial, dapat lebih
muda menyesuaikan diri pada kebutuhan atau keperluan khusu daerah.
4. Dengan adanya desentralisasi territorial, daerah otonomi dapat merupakan semacam laboratorium
dalam hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, yang dapat bermanfaat bagi seluruh negara.
Hal-hal yang ternyata baik, dapat diterapkan diseluruh wilayah negara, sedangkan yang kurang baik
dapat dibatasi pada suatu daerah tertentu saja dan oleh karena itu dapat lebih muda untuk diadakan.
5. Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari Pemerintah Pusat.
6. Dari segi psikolagis, desentralisasi dapat lebih memberikan kewenangan memutuskan yang lebuh
beser kepada daerah.

B. Kekurangan
Di samping kebaikan tersebut di atas, otonomi daerah juga mengandung kekurangan sebagaimana
pendapat Josef Riwu Kaho (1997) antara lain sebagai berikut ini:
1. Karena besarnya organ-organ pemerintahan maka struktur pemerintahan bertambah kompleks,
yang mempersulit koordinasi.
2. Keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan daerah dapat lebih mudah
terganggu.
3. Khusus mengenai desentralisasi teritorial, dapat mendorong timbulnya apa yang disebut
daerahisme atau provinsialisme.
4. Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama, karena memerlukan perundingan yang
bertele-tele.
5. Dalam penyelenggaraan desentralisasi, diperlukan biaya yang lebih banyak dan sulit untuk
memperoleh keseragaman atau uniformitas dan kesederhanaan.

Anda mungkin juga menyukai