PENDAHULUAN Kasus pemerkosaan merupakan kasus jumlahnya terus bertambah seiring berjalnnya waktu. Laporan kasus pemerkosaan tidak sebanding dengan jumlah kasus yang sebenarnya terjadi di masyarkat. Sering timbul trauma pada korban pemerkosaan baik secara fisik maupun mental. Korban terkadang tidak mendapat dukungan dari keluarga dan lingkungan sosial. Namun, kerugian juga dapat ditimbulkan bagi terduga tersangka apabila laporan yang diajukan merupakan laporan palsu. LAPORAN KASUS Pada tanggal 2 Mei 1998, seorang perempuan yang diduga korban pemerkosaan geng dibawa ke departemen Kedokteran Forensik,S.C.B. Medical College , untuk pemeriksaan medi-kolegal. Korban adalah seorang gadis, belum menikah, berusia 17 tahun. Pada 1 Mei 1998 malam sekitar 11:30, segerembolan orang yang membawa senjata secara paksa masuk ke dalam rumah korban. Mereka membawa ayah dan kakak korban dan memukuli mereka di depannya. Empat orang secara paksa membawa korban ke taman yang gelap di depan rumahnya dan memperkosanya berulang kali satu per satu. Mereka juga memukuli tubuhnya. Kemudian korban tidak sadar. Ayah dan kakanya hilang sejak saat itu. Menurut korban, dia tidak pernah melakukan hubungan seksual sebelum insiden permerkosaan tersebut. Hasil pemeriksaan korban Korban merupakan gadis berusia 18 tahun, tinggi 155 cm, dan berat 57 kg. Pada pemeriksaan pakaian yang dikenakan tidak menunjukkan adanya noda mani/ darah, rambut milik orang lain, atau serat dan segala jenis kerusakan pakaian. Ditemukan sekitar 25 - 30 luka gores dangkal linear yang terletak paralel di medial atas pada setiap bagian fleksor kedua lengan dan daerah anterior-medial kedua kaki. Tidak ada tanda perlawanan atau kekerasan yang dideteksi di seluruh tubuh termasuk daerah payudara. Di pemeriksaan alat genital, rambut kemaluan tidak mudah dicabut. Labia majora dan labia minora berkembang dengan baik. Pada posisi litotomi, menunjukkan seluruh interior vagina. Selaput dara bentuk carrunculae, tidak ada tanda-tanda robekan hiemen yang terjadi baru-baru ini. Orifisium dapat dimasuki dua jari longgar. Pada pemeriksaan dalam vagina, terlihat adanya bahan yang bersinar. Ketika ditarik keluar, ditemukan sepotong panjang paket plastik dengan panjang 30 cm yang berisi sekitar 20 g tanah. Dinding vagina mulus dengan berkurangnya rugae. Leher rahim dan rahim normal. Pada cuci cairan vagina tidak ditemukan spermatozoa. DISKUSI Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh White et al, pada 51% korban pemerkosaan ditemukan luka yang tidak berhubungan dengan luka genital, 32% dari grup yang sudah tidak perawan ditemukan luka pada genital sedangkan pada korban yang masih perawan ditemukan 53% korban mempunyai luka genital. Hanya 32% yang ditemukan dengan luka genital yang dapat menjadi bukti telah terjadi penetrasi. Dari penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa luka genital maupun luka di tempat lain tidak selalu ditemukan
pada korban pemerkosaanatau kekerasan seksual, walaupun kekerasan tersebut telah
dilakukan berkali-kali dan dalam jangka waktu yang panjang. Tidak adanya luka tidak dapat menyingkirkan kemungkinan hubungan seksual, dengan atau tanpa persetujuan. Dalam kasus ini, meskipun korban mengaku masih perawan pada saat pemeriksaan, baik luka genital maupuun non-genital tidak ditemukan. Namun, ditemukannya robekan hiemen dan temuan luka genital lain yang berhubungan dengan hubungan seksual sebelum kejadian, menjadi boomerang bagi laporan yang dituduhkan korban. Worm et al. (1997) mengumpulkan data dari 133 korban kekerasan seksual, dilaporkan bahwa kontrasepsi tidak digunakan di 87 (65%) kasus. Dalam 102 kasus, serangan dilakukan dengan kekerasan fisik dan dalam 24 kasus, di bawah ancaman senjata. Pada kasus ini, korban mengatakan beberapa pelaku menggunakan kondom. Beberapa orang mengaku menjadi korban kekerasan seksual dan menyalah gunakan sistem peradilan dengan mengajukan laporan palsu. Cedera dan temuan lainnya sering menunjukkan pola yang dapat diakui sebagai bukti penipuan atau tanda-tanda cidera yang dibuat oleh orang medis. Bukti medis dan temuan fisik yang rinci adalah salah satu komponen dalam investigasi kekerasan seksual dan dokter tidak sendiri untuk menentukan kebenaran dugaan (Rogers, 1996). Karena peningkatan tuduhan pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak muda dan sanksi hukum berat sering diberikan kepada pelaku dewasa, sudah seharusnya lebih tuduhan palsu atau keliru mendapat perhatian (de Young, 1986). Kanin (1994) melakukan studi pada 45 kasus tuduhan pemerkosaan palsu dalam periode 9 tahun. Ditemukan tuduhan pemerkosaan palsu merupakan 41% dari total kasus pemerkosaan yang dilaporkan selama periode itu. Tuduhan-tuduhan palsu biasanya ditujukan untuk alibi, balas dendam, memperoleh simpati/ perhatian, mengatasi masalah personal, dan sosial. Tuduhan palsu bisa dilakukan untuk menutupi perselingkuhan atau hubungan seksual pertama yang ditutupi sebagai tindakan kekerasan seksual. Benar tidaknya suatu tuduhan bisa dibedakan sampai batas tertentu. Namun, alat ilmiah yang dirancang untuk menilai kredibilitasnya terbatas dan mungkin gagal untuk mendeteksi pernyataan tidak masuk akal. Taupin (2000) dan Daly et al. (2009) melaporkan bahwa analisa kerusakan pakaian di Laboratorium Ilmu Forensik dapat membantu dalam penyelesaian kasus kekerasan seksual palsu. Saat mengevaluasi cedera tubuh, kemungkinan cedera yang dibuat diri sendiri harus dikesampingkan. Sebagian besar cidera yang dibuat sendiri untuk tuduhan palsu berbentuk luka sayat dangkal, multipel, berkelompok, sejajar satu sama lain, terletak di bagian yang mudah diakses oleh korban dan sering tanpa kerusakan pakaian (Payne-James, 2003; Nandy, 2010; Mathiharan et al., 2006). Dalam kasus ini, menurut korban, dia tidak memberikan terlalu banyak perlawanan karena kalah jumlah dengan pelaku. Tidak ada kerusakan pakaian. Adanya cidera yang dibuat sendiri pada bagian tubuhnya dapat mematahkan tuduhannya. Korban mengakui bahwa dia mencoba untuk menolong keluarganya. KESIMPULAN Pemeriksaan medis-kolegal korban memiliki arti besar dalam kasus kekerasan seksual. Namun, setiap usaha harus dilakukan untuk membedakan tuduhan yang benar dari yang salah tuduhan sehingga hukuman dapat dijatuhkan ke pelaku yang tepat. Kehadiran luka yang dibuat korban sendiri dan adanya temuan yang sangat tidak biasa mungkin menunjukkan ke arah kekerasan seksual yang dibuat-buat. Naik, S.K et al. 2010. Fabrication of sexual assault: A case report. Journal of Clinical Pathology and Forensic Medicine Vol. 1(3), pp. 35 - 37