Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya kesehatan oleh bangsa
Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mencapai derajat kesehatan yang optimal. Agar dapat mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang optimal maka dikembangkan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat yang
mencakup upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan
pemulihan (rehabilitatif) yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Dengan demikian perawatan merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam semua upaya
tersebut diatas. Dalam upaya perawatan ini perawat melaksanakan suatu asuhan keperawatan
dengan memperhatikan klien secara menyeluruh baik fisik, mental, sosial maupun spiritual,
dimana perawat harus selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam proses
pertumbuhan dan pemulihan klien dengan gangguan sistem endokrin khususnya Diabetes
Melitus.
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang menyerang kurang lebih 12 juta
orang. Tujuh juta dari 12 juta penderita diabetes tersebut sudah terdiagnosis; sisanya tidak
terdiagnosis. Di Amerika serikat, kurang lebih 650.000 kasus diabetes baru didiagnosis setiap
tahunnya (Brunner & Suddarth, 2000 Hal. 1220)
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia lebih
dari 65 tahun, 8,6 % menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15 % populasi pada
panti lansia. Di Amerika Serikat, orang Hispanik, Negro dan sebagian penduduk asli Amerika
memiliki angka insidens diabetes yang lebih tinggi dari pada penduduk kulit putih. Sebagian
penduduk asli Amerika, seperti suku Pima, mempunyai angka diabetes dewasa sebesar 20 %
hingga 50 %.
Diabetes Mellitus menimbulkan gangguan multi sistem dan merupakan suatu penyakit
yang banyak ditemukan di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya jumlah
klien dengan Diabetes Mellitus yang datang ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan
lebih lanjut. Menurut catatan medik RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Dari 3240
penderita penyakit dalam , jumlah penderita Diabetes Mellitus yang dirawat pada bulan
Januari sampai Desember 2002 sebanyak 264 orang (8,1%) dengan Diabetes Mellitus tipe I
(IDDM) sebanyak 9 orang (3, 40 %).
1

Berdasarkan hal tersebut diatas dan hasil penentuan kasus, penulis mengangkat kasus dengan
judul Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. U dengan Diabetes Mellitus Tipe I di Ruang
Perawatan Interna Atas Perjan RS. DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
1.2.7
1.2.8

Apa Definisi Dari Diabetes Mellitus ?


Bagaimana Anatomi Dan Fisiologi Dari Diabetes Mellitus?
Bagaimana Klasifikasi Dari Diabetes Mellitus?
Apa Saja Etiologi Dari Diabetes Mellitus ?
Bagaimana Patofisiologi Dari Diabetes Mellitus ?
Bagaimana Manifestasi Klinis Dari Diabetes Mellitus ?
Bagaimana Penatalaksanaan Dari Diabetes Mellitus ?
Apa Saja Komplikasi Dari Diabetes Mellitus ?

1.3 Tujuan
Untuk Mengetahui Konsep Dasar Diabetes Mellitus Dan Asuhan Keperawatan Yang
Diberikan Pada Pasien Diabetes Mellitus.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

a. Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan
metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi
makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).
b. Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi
sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin
atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner dan Sudarta, 1999).
c. Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor
lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia
kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
d. Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang ditemukan di seluruh dunia dengan
prevalensi penduduk yang bervariasi dari 1 6 % (John MF Adam).
2.2 Anatomi Dan Fisiologi Kelenjar Pankreas

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 100 gram. Letak pada daerah umbilical,
dimana kepalanya dalam lekukan duodenum dan ekornya menyentuh kelenjar lympe,
berfungsi mengekskresi insulin dan glikogen ke darah.
Pankreas terdiri dari tiga bagian yaitu :
Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah kanan umbilical
dalam lekukan duodenum.
Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah lambung dan
depan vertebra lumbalis pertama.
3

Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya menyentuh
lympa.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
a. Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.
b. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin
dan glukagon langsung ke darah.
Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta dan
delta yang satu sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat pewarnaannya. Sel beta
mengekresi insulin, sel alfa mengekresi glukagon, dan sel-sel delta mengekresi somatostatin.
Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :
a.

Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk getah pancreas

berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis enzim dari pancreas adalah :


a. Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa dijadikan polisakarida
dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan monosakarida.
b. Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian menjadi asam amino.
c. Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak dan gliserol
gliserin.
b.

Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam pulau

langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara alveoli-alveoli pancreas
terpisah dan tidak mempunyai saluran.
Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langsung diserap ke dalam
kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang membutuhkan hormon tersebut. Dua hormon
penting yang dihasilkan oleh pancreas adalah insulin dan glukagon.
1). Insulin
Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia. Insulin terdiri dari
dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin
diatur oleh glukosa darah dan asam amino yang memegang peranan penting. Perangsang
sekresi insulin adalah glukosa darah. Kadar glukosa darah adalah 80 90 mg/ml.
Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu :
a. Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan konsentrasinya
setelah makan, sekresi insulin juga meningkat sebanyak 2/3 glukosa yang di absorbsi
dari usus dan kemudian disimpan dalam hati dengan bentuk glikogen.
b. Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah normal.
c. Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah terhadap hypothalamus
adalah merangsang saraf simpatis untuk meningkatkan pelepasan glukosa ke dalam
darah. Sebaliknya epinefrin yang disekresikan oleh kelenjar adrenalin masih
4

menyebabkan pelepasan glukosa yang lebih lanjut dari hati. Juga membantu melindungi
terhadap hypoglikemia berat.
Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :
a.) Menambah kecepatan metabolisme glukosa
b.) Mengurangi konsentrasi gula darah
c.) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.
2). Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau langerhans
mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin. Fungsi yang terpenting adalah :
meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah. Glukagon merupakan protein kecil
mempunyai berat molekul 3842 dan terdiri dari 29 rantai asam amino.
Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah mempunyai efek yang
jelas berlawanan pada sekresi glukagon dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu penurunan
glukosa darah dapat menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100 ml
darah pancreas mengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat banyak yang cepat
memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu melindungi terhadap hypoglikemia.

2.3 Klasifikasi
Menurut Corwin, 2009 menjabarkan Diabetes Mellitus menjadi :
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin
(DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari
pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak
biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah
raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
5

hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan
pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi,
sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.
2.4 Etiologi
Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)
a.

Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu

presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan


genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.

Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.
2. Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin
mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel.
Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal
6

ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin
dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang
beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti
2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
a.

Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

b. Obesitas
c.

Riwayat keluarga

d. Kelompok etnik

2.5 Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi
puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam7

asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu
akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan
elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar
gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya
yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahuntahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
8

kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi
vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).

Pathway

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala awal yang sering ditemukan pada Diabetes Mellitus sebagai berikut :
a.

Poliuri (banyak kencing)


Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui

daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.
10

c.

Polipagi (banyak makan)


Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).

d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan
glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari
bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein.
e.

Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang

disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa,
sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
2.7 Penatalaksanaan
1. Medis
1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis : boleh dimakan / tidak
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative
Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :

1.
2.
3.
4.

Kurus (underweight)
Normal (ideal)
Gemuk (overweight)
Obesitas apabila
Obesitas ringan
Obesitas sedang
Obesitas berat
Morbid

BBR < 90 %
BBR 90% - 110%
BBR > 110%
BBR > 120%
BBR 120 % - 130%
BBR 130% - 140%
BBR 140% - 200%
BBR >200 %
11

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM


yang bekerja biasa adalah :
1.
Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2.
Normal (ideal)
BB X 30 kalori sehari
3.
Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4.
Obesitas apabila
BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
1. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah makan,
berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau
menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan
2.
3.
4.
5.

reseptornya.
Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
Meningkatkan kadar kolesterol high density lipoprotein
Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang

pembentukan glikogen baru.


6. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam
lemak menjadi lebih baik.
3.

Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita

DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video,
diskusi kelompok, dan sebagainya.
4.
1.

Obat
Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat
rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita dengan berat
badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
12

- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin


b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler
2) Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a. DM tipe I
b. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c. DM kehamilan
d. DM dan gangguan faal hati yang berat
e. DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f. DM dan TBC paru akut
g. DM dan koma lain pada DM
h. DM operasi
i. DM patah tulang
j. DM dan underweight
k. DM dan penyakit Graves
2) Beberapa cara pemberian insulin
a. Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 4 jam, sesudah suntikan subcutan,
kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor .
5. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara kembar
identik
2.8 Komplikasi
a. Akut
1.) Hypoglikemia
2.) Ketoasidosis
3.) Diabetik
b. Kronik
1. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung pembuluh
darah tepi, pembuluh darah otak.
2. Retinopati diabetik
3. Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain
retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang
diakibatkan

hiperglikemi

yang

berkepanjangan

pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.


13

sehingga

menyebabkan

4. Neuropati diabetic
a. Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem syaraf otonom,
medula spinalis atau sistim saraf pusat.
b. Neuropati sensorik/neuropati perifer.Lebih sering mengenai ekstremitas bawah
dengan gejala parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa
terbakar terutama pada malam hari, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran
terhadap postur serta gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang
berhubungan dengan tubuh) dan penurunan sensibilitas terhadap sentuhan
ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung-huyung, penurunan
sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati beresiko untuk
mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui.
5. Proteinuria

6. Nefropati diabetic
Perubahan struktur dan fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah
pyelonefritis, lesi-lesi glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang ditandai
dengan adanya proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya
penyakit.
7. Perubahan struktur dan fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah
pyelonefritis, lesi-lesi glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang ditandai
dengan adanya proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya
penyakit.
8. Kelainan koroner
9. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
a. Grade 0

: Tidak ada luka

b. Grade I

: Kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

c. Grade II

: Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

d. Grade III

: Terjadi abses

e. Grade IV

: Gangren pada kaki bagian distal

f. Grade V

: Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

14

BAB III
Asuhan Keperawatan Teori
Diabetes Mellitus
3.1
1.

Pengkajian
Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
b. Riwayat kesehatan sekarang : Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya
luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu : Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah
di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

15

d. Riwayat kesehatan keluarga :Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu
anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
e. Riwayat psikososial : Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integumen : Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit
sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
b. Sistem pernafasan : Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
c. Sistem kardiovaskuler : Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
d. Sistem gastrointestinal : Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
e. Sistem urinary : Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
f. Sistem muskuloskeletal : Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
g. Sistem neurologis : Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
3.2

Diagnosa

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan


menggunakan glukose (tipe 1).
b. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake nutrisi (tipe
2).
16

c. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan mekanisme
pengaturan
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak
dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
f. Kurang

pengetahuan

tentang

penyakit,

prognosis

dan

kebutuhan

pengobatan

berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

3.3 Intervensi
No

Diagnosa

Tujuan (NOC)

Intervensi (NIC)

1.

Ketidakseimbangan nutrisi Nutritional Status : Nutrition Management


Food and Fluid 1. Monitor intake makanan dan
kurang dari kebutuhan Intake
minuman yang dikonsumsi
a. Intake makanan
klien setiap hari
tubuh
b.d.
peroral
yang 2. Tentukan berapa jumlah
adekuat
kalori dan tipe zat gizi yang
ketidakmampuan
b. Intake
NGT
dibutuhkan
dengan
adekuat
berkolaborasi dengan ahli
menggunakan
glukose c. Intake
cairan
gizi
peroral adekuat
3. Dorong peningkatan intake
(tipe 1)
d. Intake
cairan
kalori, zat besi, protein dan
yang adekuat
vitamin C
e. Intake
TPN 4. Beri makanan lewat oral, bila
adekuat
memungkinkan
5. Kaji kebutuhan klien akan
pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila klien sudah
bisa makan lewat oral

2.

Ketidakseimbangan nutrisi Nutritional Status : Weight Management


Nutrient Intake
1. Diskusikan dengan pasien
lebih dari kebutuhan tubuh a. Kalori
tentang kebiasaan dan budaya
17

b.d.

kelebihan

nutrisi (tipe 2)

intake

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Protein
Lemak
Karbohidrat
Vitamin
Mineral
Zat besi
Kalsium

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

3.

serta faktor hereditas yang


mempengaruhi berat badan.
Diskusikan resiko kelebihan
berat badan.
Kaji berat badan ideal klien.
Kaji persentase normal
lemak tubuh klien.
Beri motivasi kepada klien
untuk menurunkan
berat
badan.
Timbang berat badan setiap
hari.
Buat
rencana
untuk
menurunkan berat badan
klien.
Buat rencana olahraga
untuk klien.
Ajari klien untuk diet sesuai
dengan kebutuhan nutrisinya.

Defisit Volume Cairan b.d NOC:


Fluid management
a. Fluid balance
1. Timbang popok/pembalut
Kehilangan volume cairan b. Hydration
jika diperlukan
c. Nutritional Status 2. Pertahankan catatan intake
secara aktif, Kegagalan
: Food and Fluid
dan output yang akurat
Intake
3. Monitor status hidrasi
mekanisme pengaturan
Kriteria Hasil :
( kelembaban membran
a. Mempertahanka
mukosa,
nadi
adekuat,
n urine output
tekanan darah ortostatik ),
sesuai
dengan
jika diperlukan
usia dan BB, BJ 4. Monitor vital sign
urine normal, HT 5. Monitor masukan makanan
normal
/ cairan dan hitung intake
b. Tekanan darah,
kalori harian
nadi, suhu tubuh 6. Kolaborasikan pemberian
dalam
batas
cairan IV
normal
7. Monitor status nutrisi
c. Tidak ada tanda 8. Berikan cairan IV pada
tanda dehidrasi,
suhu ruangan
Elastisitas turgor 9. Dorong masukan oral
kulit
baik, 10. Berikan
penggantian
membran
nesogatrik sesuai output
mukosa lembab, 11. Dorong keluarga untuk
tidak ada rasa
membantu pasien makan
haus
yang 12. Tawarkan snack ( jus buah,
berlebihan
buah segar )
13. Kolaborasi dokter jika
tanda
cairan
berlebih
muncul meburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
18

15. Persiapan untuk tranfusi


4.

Nyeri akut berhubungan NOC:


Manajemen nyeri :
a. Tingkat nyeri
1. Lakukan pegkajian nyeri
dengan
agen
injuri b. Nyeri terkontrol
secara komprehensif termasuk
c. Tingkat
lokasi, karakteristik, durasi,
biologis
(penurunan
kenyamanan
frekuensi, kualitas dan ontro
Kriteria Hasil :
presipitasi.
perfusi jaringan perifer)
1. Mengontrol nyeri, 2. Observasi
reaksi
dengan indikator :
nonverbal
dari
2. Mengenal faktorketidaknyamanan.
faktor penyebab
3. Gunakan
teknik
3. Mengenal
onset
komunikasi terapeutik untuk
nyeri
mengetahui pengalaman nyeri
4. Tindakan
klien sebelumnya.
pertolongan
non 4. Kontrol ontro lingkungan
farmakologi
yang mempengaruhi nyeri
5. Menggunakan
seperti
suhu
ruangan,
analgetik
pencahayaan, kebisingan.
6. Melaporkan gejala- 5. Kurangi ontro presipitasi
gejala nyeri kepada
nyeri.
tim kesehatan.
6. Pilih
dan
lakukan
7. Nyeri terkontrol
penanganan
nyeri
8. Menunjukkan
(farmakologis/non
tingkat
nyeri,
farmakologis)..
dengan indikator:
7. Ajarkan
teknik
non
9. Melaporkan nyeri
farmakologis
(relaksasi,
10. Frekuensi nyeri
distraksi dll) untuk mengetasi
11. Lamanya episode
nyeri..
nyeri
8. Berikan analgetik untuk
12. Ekspresi
nyeri;
mengurangi nyeri.
wajah
9. Evaluasi
tindakan
13. Perubahan respirasi
pengurang nyeri/ontrol nyeri.
rate
10. Kolaborasi dengan dokter
14. Perubahan tekanan
bila ada komplain tentang
darah
pemberian analgetik tidak
15. Kehilangan nafsu
berhasil.
makan
11. Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan
analgetik
pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan
19

sesudah pemberian analgetik.


5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
muncul.
6. Evaluasi
efektifitas
analgetik, tanda dan gejala
efek samping.

BAB IV
Kasus Semu Diabetes Mellitus

Kasus:
Ny O datangke RS pada tanggal 12 Agustus 2013

pukul 21.00 WIB dengan

keluhan mual, dan tidak nafsu makan. Setelah itu perawat memeriksa keadaan Ny O
dengan hasil yang didapat TD 150/80 mmhg, N 80x/menit, RR 20 x/menit, suhu 36 o C,
sebelum sakit dikatakan BB : 64 kg dan saat sakit sekarang menjadi 60 kg. Nyonya O
mengatakan bahwa ia makan hanya 2-5 sendok.

1. Pengkajian
2. Identitas Pasien :
Nama
: Ny O
Umu
: 54 Thn
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Surakarta
Tanggal MRS
: 12 Agustus 2013
Pukul
: 21.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 13 Agustus 2013
Pukul
: 08.00 WIB
20

3.
Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama : pasien mengatakan perutnya terasa mual.
2. Riwayat penyakit sekarang : Dua hari sebelum pasien di rawat di rumah sakit Surakarta,
pasien dirawat di pukesmas. Karena kondisi pasien tidak ada perubahan,kemudian
keluarga memutuskan untuk memindahkan pasien ke RS Surakarta pada tanggal 12
Agustus 2013 ,pasien masuk di UGD dengan keluhan mual dan tidak nafsu makan,
setelah mendapatkan penanganan dari dokter dan perawat ,kemudian pasien di pindah ke
ruangan perawatan Wijaya Kusuma A.
3. Riwayat penyakit dahulu : pasien menderita penyakit diabetes mellitus selama kurang
lebih 3 thun
4. Riwayat kesehatan keluarga : Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit DM .
5. Riwayat kesehatan lingkungan : Pasien tinggal di lingkungan pedesaan yang padat
penduduk dan dekat dengan sawah.
6. Riwayat kesehatan lainya : Pasien tidak memakai alat bantu kesehatan yang di pakai
4.

dalam aktifitas sehari hari.


Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital :
Keadaan umum : lemah
TD
:150/80
N
:80 x/mnt,
S
: 36 0C,
RR
: 20 x/mnt
Pemeriksaan Persistem

1 . Pernafasan
Inspeksi : terpasang O,kanul nasal 4 lt,tidak ada penarikan dinding dada
simestris,bentuk dada simestris,tidak ada pernafasan cuping hidung,
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada daerah dada, tidak ada benjolan.
Perkusi : pekak
Auskultasi : tidak terkaji
2. Kardiovaskuler
Inspeksi : tidak ada alat bantu monitoring jantung,tidak ada nyeri dada,tidak ada sianosis
pada ekstermitas,tidak ada clubing finger
Palpasi : CRT 2 detik,tidak ada nyeri tekan atau benjolan, akral hangat
auskultasi : bunyi jantung S1 S2 tunggal,tidak ada bunyi tambahan
3. Persyarafan
kesadaran kompos metis GCS 4,5,6 , Sklera putih,konjungtiva merah muda,pergerakan
bola mata normal.
persepsi sensori
pendengaran : telinga kanan dan kiri masih bisa mendengarkan dengan baik
penglihatan : mata kanan kiri masih bisa melihat dengan jeas
21

penciuman : normal
pengecapan : normal
5 Perkemihan
Terpasang kateter, urin tampung 500 cc/24 jam,warna kuning,tidak ada retensi
urin,minum air putih 3-4 gelas/hari,susu 200cc 3x/hari.
6 Pencernaan
Pasien mau makan 2-3 sdm (sekali makan) tidak terdapat stomatis,mulut bersih,tidak ada
pembesaran donsil,pasien belum BAB selama 3 hari.
Inspeksi : persebaran rambut merata,tidak ada luka atau hipermentasi,
Auskultasi : bising usus 10x/mnt
Palpasi : kuadran 1 :tidak ada nyeri tekan,pebesaran atau pengerasan hati
Kuadran 2 : tidak ada nyeri tekan pada daerah lambung
Kuadran 3 : tidak teraba skibala dan tidak ada nyeri tekan
Kuadran 4 : tidak ada nyeri tekan pada apendiks
Perkusi : tympani
7 Muskuloskeletal dan integumen
Inspeksi : prgerakan sendi terbatas, tidak ada odem ekstermitas
Palpasi : kekuatan otot , tidak ada kelainan bentuk tulang, warna kulit normal,turgor 13
dtk,akral hangat.
8 Sistem endokrin :
Distribusi rambut merata,tidak ada pembesaran kelaenjar tyroid,tidak ada benjolan yang
abnormal pada aksila.
9 Sistem reproduksi : Tidak terkaji

2.

Diagnosa
NS.

DIAGNOSIS :

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

(NANDA-I)
Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh
DEFINITION:

22

RELATED

Berat badan 20% atau lebih dibawah ideal


Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA
Membran mukosa dan konjungtiva pucat
Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan atau mengunyah
Luka, inflamasi pada rongga mulut
Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
Miskonsepsi
Kehilangan BB dengan makanan cukup
Keengganan untuk makan
Kram pada abdomen
Tonus otot jelek
Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
Kurang berminat terhadap makanan
Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
Diare dan atau stetorea
Kehilangan rambut yang cukup banyak atau rontok
Suara usus hiperaktif
Kurangnya informasdi, miko, misinformasi
Ketidak mampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorbsi

FACTORS:

zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi

DEFINING
CHARACTER

ASSESSMENT

ISTICS

Subjective data entry


Pasien mengatakan mual dan nafsu
makan menurun

Objective data entry


TD :150/80 mmHg
RR : 20x/menit
N: 80x/mnt
S : 360celcius
RR : 20x/menit
BB sebelum sakitb : 64 kg

DIAGNOSIS

Saat sakit :60 kg

Client
Diagnost
ic

Ns. Diagnosis (Specify):


Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Related to:

23

Stateme
nt:

3.

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual


dan nafsu makan menurun

Intervensi
NIC

Intervensi
Management Nutrisi
Def

Panduan

penyediaan

atau
asupan

makanan dan cairan yang


seimbang

NOC
Aktivitas
1. Monitor

Outcome
Nafsu Makan

adanya

Def : Keinginan

penurunan BB untuk
dan gula darah.
2. Kaji

makan

ketika sakit atau

adanya saat terapi.

Indikator
a. Keinginan
makan : 4
b. Kenikmatan dari
makanan : 3
c. Intake Nutrisi : 4

alergi

d. Intake cairan : 4

makanan.

e. Rangsangan

3. Monitor intake
nutrisi

dan

cairan.
4. Kelola
pemberian
antiemetik.
5. Kolaborasi
dengan
gizi

ahli
untuk
24

untuk makan :4

menentukan
jumlah

kalori

dan

nutrisi

yang
dibutuhkan
pasien

4. Implementasi
No
Diagnosa
1
Nutrisi Kurang
Dari Kebutuhan

Tanggal
13 Agustus

Implementasi
1. Memonitor

2013

penurunan

08.30 WIB

darah.
2. Mengkaji

BB

adanya

dan

adanya

gula
alergi

makanan.
3. Memonitor intake nutrisi dan
cairan.
4. Mengelola

pemberian

antiemetik.
5. Berkolaborasi dengan ahli
gizi

untuk

menentukan

jumlah kalori dan nutrisi


25

Paraf
Ttd

yang dibutuhkan pasien


4.5 Evaluasi
No
1

Diagnosa
Nutrisi Kurang
Dari Kebutuhan

Hari/Tanggal

Evaluasi

13 Agustus 2013
10.00 WIB

S : Pasien mengatakan masih


mual dan tidak nafsu makan.

Paraf
Ttd

O : TD: 140/90 mmHg, S: 36oC,


N:80x/mnt, RR:20x/mnt, BB:60
kg. Porsi makan 2-6 sendok
A : Masalah anoreksia belum
teratasi.
P : lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronik yang menimbulkan gangguan
multisistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin
atau kerja insulin yang tidak adekuat. Pengkajian data penyakit Diabetes Mellitus dapat
memberikan hasil bervariasi antara pasien satu dengan yang lain. Pada umumnya data dan
gejala yang ditemukan timbul sebagai akibat terjadinya kekurangan insulin sehingga glukosa
tidak masuk ke dalam sel.
Perawatan dan pengobatan Diabetes Mellitus terdiri dari diet, yang merupakan hal
yang sangat berperan, latihan fisik yang tepat, obat-obatan dan juga pendidikan kesehatan
mengenai penyakit tersebut.
5.2 Saran-saran
26

1. Untuk klien dan keluarga


Setelah mengetahui tentang penyakit Diabetes Mellitus serta komplikasi yang ada
maka klien perlu menyadari keadaan dirinya, sehingga perlu melakukan kontrol diet,
aktifitas yang seefektif mungkin untuk mencegah terjadinya peningkatan gula darah
dan diharapkan keluarga dapat bekerja sama dalam hal ini.
2. Untuk petugas di ruangan
Harus ada kerjasama dan komunikasi yang baik antara perawat dengan perawat,
perawat dengan klien, perawat dan tim kesehatan lain dalam melaksanakan asuhan
keperawatan sebab dengan adanya kerjasama dan komunikasi yang baik, dapat
membantu mempercepat proses penyembuhan klien.
3. Untuk masa yang akan datang, penulis menyarankan jika memungkinkan bahwa
dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk penulisan makalah ini perlu diberi
waktu lebih lama agar memudahkan dalam melakukan evaluasi.
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai