Anda di halaman 1dari 6

FENOMENA

.Hipertensi

adalah

tekanan

darah

persisten

dimana

tekanan

sistolikdiatas 140 mmHg da tekanan diastolic di atas 90 mmHg. Pada populasi


manula hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHgdan
tekanan diastolic 90 mmHg (Brunner & Suddarth 2002). Hipertensi di
definisikan sebagai tekanan darah systole dan diastole yang mengalami
peningkatan melebihi batas normal yaitu diatas 140/90 mmHg. Peningkatan
tekanan darah biasanya tidak teratur serta terjadi peningkatan secara terus
menerus, hipertensi biasanya dimulai sebagai penyakit yang ringan lalu
perlahan berkembang ke kondisi yang berbahaya. Penyakit hipertensi terdiri
atas dua jenis, yaitu hipertensi primer yang penyebabnya tidak dapat diketahui
dan hipertensi sekunder yang dapat diketahui penyebabnya (Williams &
Wilkins, 2011).
Menurut JNC (The Joint National Committee on Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure) (dalam Price &Wilson, 2006, hlm.
583) mengklasifikasikan tekanan darah orang dewasa dengan usia 18 tahun
keatas, dengan hipertensi tingkat 1 (ringan) apabila tekanan sistoliknya 140159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90-99 mmHg. Hipertensi tingkat 2
(sedang) apabila tekanan sistoliknya 1160-179 mmHg dan tekanan diastoliknya
100-109 mmHg. Dan hipertensi tingkat 3 (berat) apabila tekanan sistoliknya
lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 110 mmHg.
Penyakit hipertensi merupakan masalah yang sedang dihadapi seluruh
dunia. Berdasarkan data WHO 2008, sebesar 40% penduduk usia dewasa
mengalami hipertensi. Prevalensi di Amerika sebesar 35%, di kawasan Eropa
41%, dan Australia sebesar 31%. Prevalensi di Asia Tenggara sebesar 37%,
Thailand 34,2%, Brunei Darussalam 34,4%, Singapura 34,6%, Malaysia 38%
(Estiningsih 2012).
Hasil dari Riskesdas (2013) Prevalensi hipertensi di Indonesia yang di
dapat melalui pengukuran pada umur 18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di

Bangka Belitung (30,09%), diikuti Kalimantan Selatan (29,6%), dan Jawa


Barat (29,4%). Untuk prevalensi provinsi Sulawesi Utara berada di posisi ke 7
dari 33 provinsi yang ada di Indonesia yaitu sebesar 27,1%.
Jumlah penduduk beresiko >15 tahun yang dilakukan pengukuran
tekanan darah pada tahun 2015 tercatat sebanyak 2.807.407 atau 11,03 %.
Presentase penduduk yang dilakukan pemeriksaan tekanan darah tahun 2015
tertinggi di kota Salatiga sebesar 41,52 %, sebaliknya presentase terendah
pengukuran tekanan darah adalah di Kabupaten Banjarnegara sebesar 0,83 %.
Dari hasil pengukuran tekanan darah, sebanyak 344.033 orang atau 17,74 %
dinyatakan hipertensi. Berdasarkan jenis kelamin, presentase hipertensi pada
kelompok laki-laki sebesar 20,88% lebih tinggi disbanding pada kelompok
perempuan yaitu 16,28% (Profil Jateng 2015).
Prevalensi penyakit tidak menular di puskesmas dan rumah sakit
kabupaten semarang tahun 2015 menunjukkan bahwa penyakit hipertensi
essensial banyak terjadi di kecamatan Bergas dengan jumlah 1.836, Bawen
1.807, Susukan 1.773, Kalongan 1.593, Tuntang 1.533, Jambu 1.479,
Sumowono 1.428 (Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2015). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Elfrianti, 2016 didapatkan data Puskesmas
Bergas Kabupaten Semarang jumlah penderita hipertensi pada tahun 2014
sebanyak 401 pasien dan pada tahun 2015 berdasarkan data triwulan di
dapatkan penderita hipertensi pada bulan Januari-Maret sebanyak 77 pasien,
bulan April-Juni sebanyak 64 pasien dan pada bulan Juli-September 86 orang,
jadi jumlah data hipertensi yang diperoleh pada bulan September sebanyak 227
pasien.
Saat ini hipertensi merupakan adalah salah satu factor terbesar terbesar
ketiga yang menyebabkan angka kematian dini, hipertensi berakibat terjadinya
gagal jantung kongestif serta penyakit cerebrovaskular. Adapun gejalagejalanya antara lain pusing, sakit kepala, lemas, mual, muntah, keluar darah
dari hidung secara tiba-tiba, dan kesadaran menurun. Penyakit ini dipengaruhi
oleh cara dan kebiasaan hidup seseorang. Kebanyakan

kasus hipertensi

terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena penyakit tertentu, sehingga sering


disebut sebagai silent killer, tanpa isadari penderita mengalami komplikasi
pada organ-organ vital seperti jantung, otak maupun ginjal (Ditjen Binfar dan
Alkes, 2006).

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak


menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri
adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan.
Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau pengobatan. Nyeri sangat
mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit
manapun. Nyeri dikategorikan menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronik
(Brunner & Suddarth 2002).
Nyeri kepala atau sakit kepala merupakan gejala penting dari berbagai
kelainan tubuh organic maupun fungsional. Nyeri kepala diartikan sebagai
sensai yang tidak menyenangkan. Beberapa nyeri kepala disebabkan oleh
stimulus nyeri yang berasal dari dalam intracranial atau ekstrakranial
(Ballenger,2010). Nyeri kepala disebabkan karena kerusakan vaskuler akibat
dari hipertensi tampak jelas pada seluruh pembuluh perifer. Perubahan struktur
dalam arteri-arteri kecil dan arteriola menyebabkan penyumbatan pembuluh
darah. Bila pembuluh darah menyempit maka aliran arteri akan terganggu.
Pada jaringan yang terganggu akan terjadi penurunan oksigen dan peningkatan
karbondioksida kemudian terjadi metabolism anaerob dalam tubuh yang
meningkatkan asam laktat dan menstimulasi peka nyeri kapiler pada otak
(Price dan Wilson, 2006, hlm. 583).
Nyeri kepala karena hipertensi ini dikatagorikan sebagai nyeri kepala
intracranial yaitu jenis nyeri kepala migren dimana nyeri kepala tipe ini sering
diduga akibat fenomena vascular abnormal. Walaupun mekanisme yang
sebenarnya belum diketahui, nyeri kepala ini sering ditandai dengan sensasi
prodromal missal nausea, penglihatan kabur, auravisual, atau tipe sensorik

halusinasi. Biasanya gejala timbul 30 menit sampai 1 jam sebelum nyeri


kepala. Salah satu teori penyebab nyeri kepala migraine ini akibat dari emosi
atau ketegangan yang berlangsung lama yang akan menimbulkan vasospasme
beberapa pembuluh arteri kepala termasuk pembuluh arteri yang memasok ke
otak. Secara teoritis, vasospasme yang terjadi akan menimbulkan iskemik pada
sebagian otak sehingga terjadi nyeri kepala (Hall,2012).
Pada umumnya penatalaksanaan nyeri terbagi menjadi dua, yaitu
dengan pendekata farmakologis dan nonfarmakologis. Pendekatan secara
farmakologis dapat dilakukan dengan memberikan analgesic. Walaupun
analgesic sangat efektif untuk mengatasi nyeri, namun hal tersebut

akan

berdampak kecanduan obat dan akan memberikan efek samping yang


berbahaya bagi pasien. Secara nonfarmakologis penatalaksanaanya antara lain
dengan meggunakan kompres hangat, teknik relaksasi dan distraksi (Potter &
Perry, 2010, hlm.245).
Teknik relaksasi yang efektif dapat menurunkan denyut jantung,
tekanan darah, mengurangi tension headache, menurunkan ketegangan otot,
meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi tekanan gejala pada individu
yang mengalami berbagai situasi. Agar relaksasi dapat dilakukan dengan
efektif maka diperluka partisipasi individu dan kerjasama (Potter & Perry,
2010).
Relaksasi otogenik adalah program sistematis yang akan melatih tubuh
dan jiwa berespon dengan cepat dan efektif, dilakukan dengan membayangkan
diri sendiri berada dalam keadaan damai dan tenang, berfokus pada pengaturan
nafas dan detakan jantung. Respon relaksasi tersebut akan merangsang
peningkatan kerja saraf simpatis. Tubuh merasakan kehangatan, merupakan
akibat dari arteri perifer yang mengalami vasodilatasi sedangkan ketegangan
otot tubuh menurun mengakibatkan munculnya sensasi ringan. Perubahanperubahan yang terjadi selama maupun setelah relaksasi mempengaruhi kerja
saraf otonom (Oberg,2009).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi tahun 2015 menyatakan


bahwa nyeri kepala merupakan salah satu tanda dan gejala pada hipertensi hal
itu diperkuat oleh enelitian yang dilakukan oleh N tahun 2014 dengan judul
pengaruh pemberian kompres hangat pada leher terhadap penurunan
intensitas nyeri kepala pada pasien hipertensi di RSUD Tugurejo Semarang
menyatakan bahwa 36 responden penderita hipertensi mengalami nyeri kepala.
Dari penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Nita Syamsiah,
2014 dengan judul Pengaruh Terapi Relaksasi Autogenik Terhadap Tingkat
Nyeri Akut Pada Pasien Abdominal Pain di IGD RSUD Karawang 2014
menunjukkan ada pengaruh yang signifikan tehnik relaksasi autogenic
terhadap nyeri akut pada pasien dengan abdominal pain di IGD RSUD
Karawang.
Dan dari penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi tahun 2015 dengan
judul Efektivitas Relaksasi Nafas Dalam Pada Pasien Hipertensi Dengan
Gejala Nyeri Kepala di Puskesmas Baki Sukoharjo menunjukkan bahwa
intensitas nyeri kepala pada penderita hipertensi dapat diturunkan dengan
relaksasi salah satunya yaitu relaksasi nafas dalam.
Dalam jurnal Autogenic Therapy: A Powerful Stress Reduction
Technique, 2007 oleh Sam Rodin, Ph.D. menyatakan beberapa penelitian
yang sudah dilakukan sebelumnya bahwa relaksasi autogenic berguna dalam
merawat penderita asma, migraine, nyeri kepala/pusing, tekanan darah tinggi,
insomnia, cemas, depresi, stress.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Eun-Ho Kang, 2008 dengan judul
Effect of Biofeedback-assisted Autogenic Training on Headache Activity and
Mood States in Korean Female Migrain Patiens menyatakan bahwa adanya
pengaruh yang signifikan terapi relaksasi autogenic terhadap penurunan nyeri
kepala pada atau migraine pada perempuan di Korea.

Dari fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian


dengan judul Pengaruh Relaksasi Autogenik Terhadap Nyeri Kepala Pada
Penderita Hipertensi di Desa Nyatnyono.

Anda mungkin juga menyukai