PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi pada
wanita di seluruh dunia, dan masih merupakan penyebab utama kematian akibat
kanker pada wanita di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, kanker
servik merupakan neoplasma ganas nomor 4 yang sering terjadi pada wanita,
setelah Ca mammae, kolorektal, dan endometrium. Insidensi dari kanker servik
yang invasif telah menurun secara terus menerus di Amerika Serikat selama
beberapa dekade terakhir, namun terus meningkat di negara-negara berkembang.
Perubahan epidemiologis ini di Amerika Serikat erat kaitannya dengan skrinning
besar-besaran dengan Papanicolaou tests (Pap smears) (Sahil, 2010).
Kanker serviks merupakan kanker primer berasal dari serviks (kanalis
servikalis dan atau porsio). Setengah juta kasus dilaporkan setiap tahunnya dan
insidensinya lebih tinggi di negara sedang berkembang. Hal ini kemungkinan
besar diakibatkan belum rutinnya program skrinning pap smear yang dilakukan.
Di Amerika Latin, gurun Sahara Afrika dan Asia Tenggara termasuk Indonesia
kanker serviks menduduki urutan kedua setelah kanker payudara (Sahil, 2010).
Di Indonesia dilaporkan jumlah kanker serviks baru adalah 100 per
100.000 penduduk per tahun atau 180.000 kasus baru dengan usia antara 30-60
tahun, terbanyak antara 45-50 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk
menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia
<35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif pada saat didiagnosis,
sedangkan 53% dari KIS terdapat pada wanita dibawah usia 35 tahun (Sahil,
2010).
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1
IDENTITAS PASIEN
a. Nama
: Ny. ES
b. Usia
: 36 tahun
c. Alamat
d. Waktu datang
2.2
ANAMNESIS
a. Keluhan utama
Keluar darah dari jalan lahir sejak 2 hari yang lalu disertai gumpalan (02
09 - 2015)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang sendiri ke VK IGD RSUD Prof. dr. Margono
Soekarjo Purwokerto membawa hasil PA tanggal 03 07 2015. Hasil
dari pemeriksaan PA tanggal 03 07 2015 adalah cervik : carcinoma
epidermoid (Berdifferensiasi Baik) atau carcinoma serviks stadium III.
Pasien mengeluh adanya pengeluaran darah disertai gumpalan dari jalan
lahir sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Perdarahan mengisi
setengah dari pembalut. Keluhan disertai lemas, pusing, mual dan
berkurangnya nafsu makan. Pasien sudah pernah mengalami kondisi
seperti ini sebelumnya dan dirawat di RSUD Cilacap pada tanggal 17 08
2015 untuk perbaikan keadaan umum. Hasil pemeriksaan laboratorium
saat itu, HB 5,8 gr. Pasien mendapatkan transfusi darah sebanyak 2
kantong.
Riwayat menstruasi: Menarche usia 13 tahun, siklus haid teratur 1 kali
per bulan, lama haid 4 hari, ganti pembalut 2 ksli
sehari.
Riwayat obstetri: P1A0
anak 1 perempuan/2 hari/spontan/bidan/+
Riwayat nikah : 2 kali, pernikahan 1 berlangsung selama 4 tahun
pernikahan 2 berlangsung selama 3 tahun
Riwayat kontrasepsi : tidak pernah menggunakan kontrasepsi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat hipertensi
: disangkal
2. Riwayat asma
: disangkal
3. Riwayat alergi
: disangkal
4. Riwayat kencing manis
: disangkal
5. Riwayat penyakit jantung
: disangkal
6. Riwayat penyakit paru
: disangkal
7. Riwayat penyakit ginjal
: disangkal
8. Riwayat penyakit lain
: disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi
2. Riwayat asma
3. Riwayat kencing manis
: disangkal
: disangkal
: disangkal
3
: disangkal
: disangkal
: disangkal
sayuran
dan
buah.
Pasien
sering
2.3
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum/kesadaran : tampak sakit/compos mentis
b. Vital sign
Tekanan Darah
: 100/60 mmHg
Nadi
: 120 x/menit
Respiratory Rate
: 20 x/menit
Suhu
: 37 0C
c. Pemeriksaan kepala
Mata
: Ca (+/+) Si (-/-)
Hidung
: disch (-/-) nch (-/-)
Mulut
: Sian (-)
d. Pemeriksaan leher
Thyroid
: tak ada kelainan
e. Pemeriksaan dada
Cor
: S1>S2, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
: Suara Dasar Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Dinding dada : Simetris
f. Pemeriksaan abdomen
Dinding perut : datar
Hepar/lien
: sulit dinilai
Usus
: bising usus (+) normal
g. Pemeriksaan punggung : tak ada kelainan
h. Pemeriksaan coxae : tak ada kelainan
i. Pemeriksaan genitalia eksterna : tak ada kelainan
j. Pemeriksaan ekstremitas :
Edema
k.
l.
m.
n.
2.4
PEMERIKSAAN LOKAL
a. Status lokalis abdomen
1. Inspeksi : datar, distensi (-), umbilicus cembung, spider nevi
(-), caput medusa (-), venektasi kolateral (-)
2. Auskultasi : bising usus (+) normal
3. Perkusi : timpani timpani timpani
Timpani timpani timpani
timpani timpani timpani
4. Palpasi
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tabel 1. Pemeriksaan Darah dan Urin
Tanggal 05 09 - 2015
PEMERIKSAAN
DARAH
Darah Lengkap
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
Kimia klinik
SGOT
SGPT
Ureum darah
Kreatinin darah
Glukosa sewaktu
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
HASIL
NILAI
SATUAN
NORMAL
L
H
L
L
L
7,6
17.800
24
3,1
329.000
84,8
30,0
34,2
18,4
12,4
12,0-16,0
4800-10800
37-47
4,2-8,4
150.000-450.000
79,0-99,0
27,0-31,0
33,0-37,0
11,5-14,5
7,2-11,1
g/dL
U/L
10^6/Ul
/uL
fL
Pg
fL
17
10
12,2
0,60
91
15-37
30-65
14,98-38,52
0,60-1,00
<=200
U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL
L
L
L
133
3,0
90
136 145
3,5 5,1
90 107
mmol/L
mmol/L
mmol/L
H
H
L
L
2.6
2.7
2.8
S
O
Pengeluaran KU/
Kes:
A
P
tampak P1A0 usia 37 Transfusi PRC 2
darah
tahun
dengan
kolf
kanker
serviks
transfusi
dan
anemia
dexametason
ringan
amp
C/ S1>S2, reg, ST
Status Lok. Abd.
I: Datar
A : BU (+) normal
Per: timpani
Pal: NT + minimal
Status GE:
PPV (+)
FA (+)
Status Vegetatif :
BAB (+) BAK (+)
FL (+)
Lab
Hb : 7,6 g/dL
Leu: 17.800 U/L
Trom: 329.000 /Ul
6
pre
inj
1
Kes:
IVFD RL 20 tpm
Inj Kalnex 3 x
500
Asam mefenamat
1 x 500 mg
IVFD RL 20 tpm
Inj Kalnex 3 x
500
Asam mefenamat
1 x 500 mg
PPV (+)
FA (+)
Status Vegetatif :
BAB (-) BAK (+)
FL (+)
Lab
Hb : 10,9 g/dL
Leu: 14.370 U/L
Trom: 389.000 /Ul
08/09/2015 Pengeluaran KU/ Kes: sedang
darah
tahun
dengan
kanker serviks
500
Ranitidine 2 x 1
amp
Asam mefenamat
2 x 500 mg
DIAGNOSA AKHIR
Para 1 Abortus 0 Usia 37 Tahun dengan Ca Serviks
PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
BAB III
MASALAH DAN PEMBAHASAN
Diagnosis awal kasus saat di VK IGD adalah Para 1 Abortus 0 Usia 37
Tahun dengan Ca Serviks dan Anemia sedang, pasien datang karena merasakan
adanya darah yang keluar darah dari jalan lahir sejak 2 hari yang lalu disertai
gumpalan (02 09 - 2015) disertai dengan rasa sakit. Beberapa hal yang perlu
dibahas berkaitan dengan diagnosis ini antara lain:
a. Pasien berusia 37 tahun
Kanker serviks merupakan kanker terbanyak ketiga pada wanita di
seluruh dunia (Globocan, 2008). Pada tahun 2002, lebih terdapat 493.200
kasus dan diperkirakan 273.500 wanita meninggal setiap tahunnya karena
kanker serviks (Perroy dan Kotz, 2010). Insidensi kanker serviks meningkat
pada rentang usia 25-34 tahun dan menunjukkan puncaknya pada rentang usia
45-54 tahun di Indonesia (Aziz, 2001).
b. Kanker Serviks
Menurut National Cancer Institute, kanker serviks adalah kanker yang
terbentuk di jaringan dari leher rahim atau serviks (organ menghubungkan
rahim dan vagina). Biasanya kanker tumbuh lambat dan mungkin tidak
memiliki gejala tetapi dapat deteksi dengan melakukan tes pap smear (suatu
prosedur di mana sel-sel yang dikerik dari leher rahim dan dilihat di bawah
mikroskop). Kanker serviks hampir selalu disebabkan oleh human
papillomavirus (HPV).
c. Anemia
Anemia pada pasien kanker terjadi karena adanya aktivasi sistem imun
dan sistem inflamasi oleh keganasan tersebut, serta beberapa sitokin yang
dihasilkan oleh sistem imun dan inflamasi seperti Interferon (INF), Tumor
Necrosis Factor (TNF) dan interleukin-1 (IL-1). Massa sel darah merah secara
normal ditentukan oleh umur dari sel darah merah itu dan dari kecepatan
produksinya. Anemia terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara kedua
faktor tersebut. Yang paling penting adalah adanya kegagalan relatif dari
sumsung tulang dalam meningkatkan produksi sel darah merah tersebut
sehingga terjadi anemia. Mekanisme patogenetik yang diperantarai IL-1,
Interferon dan Tumor Necrosis Factor diantaranya adalah adanya gangguan
pemakaian zat besi, peekanan terhadap sel progenitor eritrosit, produksi
eritropoietin yang tidak memadai dan pemendekan dari umur sel darah merah
d.
10
(Sjamsuddin, 2001)
VK IGD
Pasien datang sendiri ke VK IGD pada tanggal 04 - 09 - 2015 jam 22.30.
keadaan umum pasien tampak sakit, tanda vital pasien kurang baik, ditandai
dengan adanya hasil pemeriksaan tekanan darah yaitu 100/60 mmHg dan nadi
120 x/menit. Pasien mengeluh adanya pengeluaran darah dari vagina
sehingga pasien diberikan kalnex 3 x 500 (100mg dalam 5 ml) untuk
menghentikan perdarahan. Pengeluaran darah dari vagina disertai mual
muntah dan lemas sehingga pada tanggal 05 09 2015, pasien mulai
diberikan Inj Ondansentron 2 x 1 amp, Inj Ranitidine 2 x 1 amp untuk
memperbaiki keadaan umum. Pasien datang ke VK IGD dengan membawa
hasil pemeriksaan PA tanggal 03 07 2015. Hasil pemeriksaan PA
didapatkan cervik : carcinoma epidermoid (Berdifferensiasi Baik) atau
carcinoma serviks stadium III sehingga pasien diberikan Vitamin A dan
neurobion yang dapat berfungsi untuk menghambat sel Th17 sehingga bisa
menghambat sitokin IL4, IL 21 dan dan IFN yang teraktivasi pada penderita
kanker. Selain itu, pada saat di IGD, pasien juga mengeluh adanya rasa nyeri
minimal yang mulai timbul sehingga pasien diberi asam mefenamat 1 x 500
mg. Hari berikutnya (06 09 - 2015) dilakukan transfusi PRC 2 kolf karena
HB pasien 7,8 g/dL. Sebelum dilakukan transfuse pasien diberikan
deksametason 1 ampul untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya reaksi
transfusi. Tanggal 07 september 2015 di lakukan pemeriksaan laboratorium
dan dipatkankan Hb pasien 9,2 gr/dl. Hari berikutnya (08 09 2015) pasien
diperbolehkan untuk pulang dan pasien dianjurkan untuk kontrol ke poliklinik
kebidanan pada tanggal 14 09 2015 untuk pro radioterapi.
11
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1
KANKER SERVIKS
a. Definisi
Kanker serviks uteri adalah hasil akhir perubahan progresif epitel
serviks
uteri,
paling
sering
90%)
terjadi
pada
sambungan
12
Kasus dengan stadium IIIB, yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal,
sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga kasus. (Nuranna, 2005)
Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif hampir 100
Relative 1 dan 5 years survival masing-masing sebesar 88% dan 73%.
Apabila dideteksi pada stadium awal, kanker serviks invasif merupakan
kanker yang paling berhasil diterapi, dengan 5 YSR sebesar 92% untuk
kanker lokal. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan
umum yang lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan
sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi, dan
derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita.
(Rasjidi, 2009)
c. Etiologi dan faktor resiko
Belum ada penyebab pasti terjadinya kanker serviks, namun faktor
resiko yang memungkinkan terjadinya kanker serviks uteri adalah sebagai
berikut :
1. Usia
Insidensi kanker serviks meningkat pada rentang usia 25-34 tahun dan
menunjukkan puncaknya pada rentang usia 45-54 tahun di Indonesia
(Aziz, 2001).
2. Terapi Sulih Hormon(TSH)
TSH digunakan untuk mengatasi gejala-gejala menopause, mencegah
osteoporosis dan mengurangi resiko penyakit jantung atau stroke.
Wanita yang mengkonsumsi estrogen tanpa progesteron memiliki
resiko yang lebih tinggi. Pemakaian estrogen dosis tinggi dan jangka
panjang
tampaknya
mempertinggi
resiko
ini.Wanita
yang
13
d. Klasifikasi
Menurut (Sogukopinar, 2009), klasifikasi kanker serviks berdasarkan
FIGO ((The International Federation of Gynekology and Obstetrics) tahun
2009 :
Kriteria
- 0 = karsinoma hanya terbatas pada serviks
-
14
IB = lesi klinis terbatas pada lesi serviks atau praklinis lebih besar
dari tahap IA
e. Manifestasi Klinis
15
Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium
dini. Biasanya sering ditandai sebagai fluos dengan sedikit darah,
perdarahan postkoital atau perdarahan pervaginam yang disangka sebagai
perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda
yang ;ebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang hebat
(terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit
yang sangat hebat (Sogukopinar, 2009).
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau
tanda-tanda yang khas. Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai
berikut: (Sogukopinar, 2009).
a) Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan
nekrosis jaringan.
b) Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian
berlanjut ke perdarahan yang abnormal.
c) Timbulnya perdarahan setelah masa menopause
d) Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan,
berbau dan dapat bercampur dengan darah
e) Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
f)
Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut
bagian bawah bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang
terjadi dari daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi
hidronefrosis. Selain itu masih mungkin terjadi nyeri pada tempattempat lainnya.
awal,misalnya
dalam
tingkat
pra-invasif,
lebih
baik
bila
dapat
Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap)
sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya
melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitodiagnosis didasarkan pada
kenyataan, bahwa sel-sel permukaan secara terus menerus dilepaskan oleh
epitel dari permukaan traktus genitalis. Sel-sel yang dieksfoliasi atau
dikerok dari permukaan epitel serviks merupakan mikrobiopsi yang
memungkinkan kita mempelajari proses dalam keadaan sehat dan sakit.
Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang tampak sehat dan tanpa
gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara
histologik. Sitodiagnosis yang tepat tergantung pada sediaan yang
representatif, fiksasi dan pewarnaan yang baik, serta tentu saja interpretasi
yang tepat. Enam puluh dua persen kesalahan disebabkan karena
pengambilan sampel yang tidak adekuat dan 23 % karena kesalahan
interpretasi. Supaya ada pengertian yang baik antara dokter dan
laboratorium, maka informasi klinis penting sekali. Dokter yang mengirim
sediaan harus memberikan informasi klinis yang lengkap, seperti usia, hari
pertama haid terakhir, macam kontrasepsi (bila ada), kehamilan, terapi
hormon, pembedahan, radiasi, kemoterapi, hasil sitologi sebelumnya, dan
data klinis yang meliputi gejala dan hasil pemeriksaan ginekologik.
Sediaan sitologi harus meliputi komponen ekto- dan endoserviks. NIS
lebih mungkin terjadi pada SSK sehingga komponen endoserviks menjadi
sangat penting dan harus tampak dalam sediaan. Bila komponen
endoserviks saja yang diperiksa kemungkinan negatif palsu dari NIS kirakira 5%. Untuk mendapatkan informasi sitologi yang baik dianjur-kan
melakukan
beberapa
prosedur.
Sediaan
harus
diambil
sebelum
17
spatula Ayre yang tumpul. Sediaan segera difiksasi dalam alkohol 96%
selama 30 menit dan dikirim (bisa melalui pos) ke laboratorium sitologi
terdekat (Cunningham, 2007).
Gambar
3.
Hasil
pemeriksaan
sitologi
Pap
smear
abnormal
(Cunningham, 2007).
Evaluasi sitologi:
Kelas
Kelas I
Kelas II
Klasifikasi
Sel- sel normal
Sel-sel
menunjukkan
kelainan
ringan
yang
infeksi
Mencurigakan ke arah keganasan
Sangat mencurigakan adanya keganasan
18
Kelas V
Pasti ganas
Kolposkopi
Tes diagnostik lain ialah kolposkopi, dengan bantuan kolposkop bila
sarana memungkinkan. Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan
menggunakan kolposkop, suatu alat yang dapat disamakan dengan
sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di
dalamnya (pembesaran 6-40 kali). Kalau pemeriksaan sitologi menilai
perubahan morfologi sel-sel yang mengalami eksfoliasi, maka
kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan vaskular serviks yang
mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan metabolik yang
terjadi di jaringan serviks. Hampir semua NIS terjadi di daerah
transformasi, yaitu daerah yang terbentuk akibat proses metaplasia.
Daerah ini dapat dilihat seluruhnya dengan alat kolposkopi, sehingga
biopsi dapat dilakukan lebih terarah. Jadi tujuan pemeriksaan
kolposkopi bukan untuk membuat diagnosis histologik tetapi
menentukan kapan dan di mana biopsi harus dilakukan. Pemeriksaan
kolposkopi dapat mempertinggi ketepatan diagnosis sitologi menjadi
hampir mendekati 100% (Cunningham, 2007).
19
Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika sambungan skuamosakolumnar (SSK) terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSK tidak
terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian sehingga kelainan di dalam
kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara
konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsi harus tajam
sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10 %. Dikenal ada
beberapa prosedur biopsy, yaitu: (Norwitz,2008).
a. Cone biopsy (atau cold cone biopsy atau cold knife cone biopsy):
Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks
sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut
(konus), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk
tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan
kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan
pemeriksaan
kolposkopi.
Jika
karena
suatu
hal
pemeriksaan
20
2)
3)
4)
21
jinak
sedangkan
HPV
tipe
resiko
tinggi
cenderung
23
Kombinasi
mekanisme
tersebut
diatas
mendorong
24
25
26
27
28
29
HDAC(Histone Deacetylase) dibedakan menjadi dua yaitu Zndependent (Class I and Class II) dan NAD-dependent (Class III)
enzim. Zn-dependent menjadi fokus penelitian karena fungsi
acetilatisi dan regulasi dari siklus sel,cdk inhibitor p21, p53. Karena
memiliki efek yang luas dalam pengaturan dan pengendalian sel maka
HDAC(Histone
Deacetylase)
sangat
penting
menjadi
target
kematian
sel
kanker
karena
anti-HDAC(Histone
30
western
blot.
Aktivitas
gen
p21WAF1
dan
p27KIP1
2010)
Metilasi DNA
Metilasi DNA adalah penambahan gugus metil (- CH3) ke posisi
5 'dari dasar sitosin dalam urutan genom, menciptakan 5' methylcytosine ( 5'mC ) (Gambar 3) dalam dinukleotida CpG dan
trinukleotida
CpNpG
yang
difasilitasi
oleh
enzim
DNA
31
32
33
kecil yang disebut dengan oligopeptides. Setelah tu, hasil dari fragmen
dibawa ke dalam RE (reticulum endoplasma) dan berikatan dengan
MHC kelas II, antigen yang bersifat pathogen saja yang akan
dipresentasikan oleh MHC kelas II. MHC kelas II yang sudah
berikatan dengan fragmen dari antigen, akan bermigrasi dari reticulum
endoplasma melalui apparatus golgi untuk melakukan proses
eksositosis ke permukaan sel yang selanjutnya akan dipresentasikan
ke sel T di limfe nodi (Weinberg, 2014).
Sel dendritik yang mengandung ikatan oligopeptida-MHC
kelas II di permukaan nya akan bermigrasi melalui duktus limfatikus
menuju limfe nodi untuk memperesentasikan antigen kepada sel Th.
Ikatan oligopeptida-MHC kelas II diterima oleh sel Th melalui TCR
( T cell Receptor) yang akan mengaktifkan sel Th. Sel Th yang telah
teraktivasi
dapat
mengaktifkan
baik
imunitas
seluler
yaitu
34
35
36
p53
melalui
ubiquitin-mediated
proteolysis,
HPV-11
memperlihatkan
over
ekspresi
TGF-
dan
37
IFN termasuk IFN- dan IFN- serta IFN- yang diproduksi sel
T menunjukkan efek antiproliferatif terhadap sel keratinosit imortal
yang terinfeksi HPV-16. IFN- juga dapat menghambat ekspresi
protein E7 HPV-16, tetapi tidak berpengaruh terhadap ekspresi E6,
namun mampu menghambat ekpresi protein E6 dan E7 HPV-18. IFN-
menghambat transkripsi gen E6 dan E7 HPV-16, 18 dan 33 yang
disertai hambatan pertumbuhan keratinosit imortal, namun IFN-
tidak demikian. IFN- dapat menurunkan transkripsi gen E6 dan E7
HPV-16 pada keratinosit HPK-1A dan tidak demikian dengan IFN-
maupun
IFN-.
IFN-
juga
dapat
menghambat
proliferasi
38
(Heffner, 2008).
Stadium IA2 :
a. Histerektomi radikal ddimodifikasi dengan limfadenektomi,
39
keganasan pada kanker, atau akibat produksi dari zat - zat tertentu yang
dihasilkan pada penderita kanker dan dapat juga akibat dari pengobatan
kanker itu sendiri (Spivak, 2002).
Klasifikasi anemia berdasarkan World Health Organization (WHO)
dan National Cancer Institute (NCI) .
WHO (g/dl)
Grade 0 (normal)
11
Grade 1 (ringan)
9.5-10.9
Grade 2 (sedang)
8.0-9.4
Grade 3 (berat)
6.5-7.9
Grade 4 (mengancam kehidupan) <6.5
Pada penderita kanker terjadi aktivasi sistem
NCI (g/dl)
Normal
10.0-normal
8.0-10.0
6.5-7.9
<6.5
imun / sistem
40
41
BAB V
KESIMPULAN
1.
Kanker serviks merupakan keganasan kedua yang paling sering terjadi pada
2.
wanita dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita
Kanker serviks sering terjadi pada rentang usia 25-34 tahun dan
3.
4.
mencegah kanker
Terbanyak pasien datang pada stadium lanjut, yaitu stadium IIB-IVB, hal
tersebut disebabkan diantaranya karena deteksi dini kanker serviks belum
5.
6.
42
DAFTAR PUSTAKA
Aziz M.F. 2001. Masalah pada Kanker Serviks. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran
Edisi 133. Jakarta.
Baba, Loan A., Catoi Cornel. 2007. Comparative Oncology. Roma : The
Publishing House of The Romanian Academy
Baratawidjaja, Karnen G. 2014. Imunologi Dasar. Ed-11. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Benson, R. C. , dan Pernoll, M. L. , 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta : EGC
Blair, John. 2010. Dna Methylation Studies Of Preeclampsia And Related
Conditions.
B.Sc,
McGill
University.
Available
in
http://circle.ubc.ca/bitstream/handle/2429/44801/ubc_2013_fall_blair_john
.pdf?sequence=3 diakses pada tanggal 1 Oktober 2015.
Burd E.M. 2003. Human Papillomavirus and Cervical Cancer. Clin Micr Rev. 1
17.
Canavan, T. P., dan Doshi, N. R. 2000. Cervical Cancer. Am Fam Physician. 61(5)
: 1369-1376
Chen, Y. D. , Jiang, Y. J. , Zhou, J. W. , Yu, Q. S. , You, Q. D. 2008. Identification
of ligand features essential for HDACs inhibitors by pharmacophore
modeling. Journal Mollecular Graphic Model. 26 : 1160-1168.
Cheng, H. L. , Gu, Y. , Mostoslavsky, R. , Saito, S. , et al. 2003. Developmental
defects and p53 hyperacetylation in Sir2 homolog (SIRT1) -deficient mice.
Proc Natl Academy Science. 100: 10794-10799.
Clifford G.M, Smith J.S, Plummer M, Munoz N & Franceshi S. 2003. Human
papillomavirus type in invasive servical cancer worldwide. A metaanalysis. Br J Cancer. 88: 63-73
43
Information
http://globocan.
Iarc.fr/factsheets/populations/factsheet.asp?uno=900
Guanamony M, Peedicayil A & Abraham P. 2007. An overview of Human
papillomavirus and current vaccine strategies. Ind J Med Micr. 25(1): 1017.
Gui, C. Y, Ngo, L., Xu, W. S., et al. 2004. Histone deacetylase (HDAC) inhibitor
activation of p21WAF1 involves changes in promoter-associated proteins,
including HDAC1. Proc Natl Academy Science USA. 101: 12411246
Haberland M. , Montgomery, R. L, Olson, E. N. 2009. The many roles of histone
deacetylases in development and physiology: implications for disease and
therapy. Nat Review Genetic. 10: 32-42
Heffner, LJ., Schust, DJ. Kanker serviks. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi
Kedua. Jakarta : Erlangga 2008; 94-95.
Herberman RB, Santoni A. Regulation of Natural Killer Cell Activity. In : Mihich
E, eds. Biological Respond in cancer Progress Toward otential Application
Vol 2, New York : Plenum Press, 2004:121-37
Hsieh, T. F. dan R. L. Fischer. 2005. Biology of chromatin dynamics. Annual
Review of Plant Biology 56: 327-351.
Kumar, Vinay., Abul KA., Nelson F., Jon C.A. 2015. Robins and Cotran
pathologic basis of disease.-9th ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier
Mannuaba, I. B. G., Mannuaba, I. A. C., Mannuaba, I. B. G. F. 2007. Pengantar
Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
44
Perroy A. C., Kotz H. L. 2010. Cervical Cancer. In Abraham J., Allegra C. J.,
Gulley J. L., Gulley J. Bethesda Handbook of Clinical Oncology Third
Edition. Philadelphia: Lippicott Williams & Wilkins. p: 248
Pils, P., et al., 2013. Methylation status of TUSC3 is a prognostic factor in ovarian
cancer. 119:946954
Rasjidi, I. 2009. Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer. 3
(3) : 103-108
Rivlin, E, M.2010. Obstetrics and gynecologi, 5 th.Ed.Lippincott Williams
& Wilkins p.
Ruijter, A. J. M., Van, Gennip, A. H., Caron, H. N., Kemp, S., et al. 2003. Histone
deacetylases (HDACs): characterization of the classical HDAC family.
Biochemistry Journal. 370: 737749
Sogukopinar, N., et all. 2009, Cervical Cancer Prevention and Early Detection,
Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. Vol 4;15-21.
Spivak, Jerry L. 2002. Anemia and Erythropoiesis in Cancer. Advancaed Studies
in Medicine. Vol 2. No 17.
45
Sukardja IDG. 2000. Onkologi Klinik. 2nd ed. Surabaya : Airlangga University
Press
Sjamsuddin S. 2001. Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Serviks. Dalam:
Cermin Dunia Kedokteran Edisi 133. Jakarta. pp: 9-10
Sheu B.C, Chang W.C, Lin H.H, Chow S.N & Huan S.C. 2007. Immune concept
of human papillomavirus and related anatigens in local cancer milieu of
human cervical neoplasia. J. Obst. Gynecol. 2: 103-113.
Takai N., Narahara, H. 2010. Histone deacetylase inhibitor therapy in epithelial
ovarian cancer. Journal Oncology. 2 : 102-108
Takai, N, Narahara, H. 2010.Preclinical studies of chemotherapy using histone
deacetylase inhibitors in endometrial cancer. Obstetetry Gynecology
International. 6 : 234-240
Walboomers, J. M. , Jacobs, M. V. , Manos, M. M. , Bosch, F. X. , Kummer J. A. ,
Shah, K. V. , Snijders, P. J. , Peto, J. , Meijer, C. J. , Munoz, N. 1999.
Human papillomavirus is a necessary cause of invasive cervical cancer
worldwide. Journal Pathologic. 189 : 12-9
Weinberg, Robert A. 2014. The Biology of Cancer. USA : Garland Science,
Taylor and Francis Group, LCC.
Zhang, Y. , Gilquin, B. , Khochbin, S. , Matthias, P. 2008. Two catalytic domains
are required for protein deacetylation. Journal Biology Chemistry.
281:24012404
Zur H. H, 2002. Papillomaviruses and cervical cancer. Nat Review. 2 : 342-350
National
Cancer
Institute.
2011.
Cervical
Cancer.
http://www.cancer.gov/cancertopics/types/cervical
46