Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Perubahan kulit secara umum terjadi selama kehamilan. Kebanyakan perubahan ini
adalah normal dan secara langsung berhubungan dengan perubahan fisiologi kehamilan serta
sering disalahkan dengan kelainan kulit. Kehamilan berhubungan dengan perubahan
imunologi, metabolik, endokrin dan vaskuler yang komplek sehingga juga memungkinkan
terjadinya perubahan dan kelainan yang bermanifestasi di kulit.
Sebagian besar kelainan atau penyakit kulit yang bersamaan dengan kehamilan dan
tumbuh kembang janin intrauteri secara murni. Ketidakseimbangan hormonal dan tingkat
kelembaban kulit yang cukup tinggi pada masa kehamilan menyebabkan wanita hamil berisiko untuk
terkena penyakit infeksi kulit. Hal ini bisa disebabkan bakteri, viral, dan jamur.Dengan demikian,
perbahan yang terjadi selama kehamilan bila diikuti dengan infeksi sekunder dapat memberatkan

keadaan ibu hamil sampai terjadi sepsis, morbiditas, mortalitas maternal atau perinatal akan
dapat meningkat. Dengan demikian sangat diperlukan diagnosis pasti yang ditegakkan oleh
dokter spesialis dermatologi, sehingga pengobatannya dapat diberikan secara adekuat, efektif
dan efisien.
Perubahan kulit selama kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi perubahan
fisiologis, kelainan kulit yang dipengaruhi oleh kehamilan dan kelainan kulit spesifik dalam
kehamilan.

1 | Page

BAB II
PENYAKIT KULIT PADA KEHAMILAN

A. PERUBAHAN FISIOLOGIS KULIT PADA KEHAMILAN


Hiperpigmentasi
Terjadi pada hampir semua ibu hamil. Hal ini berhubungan dengan adanya peningkatan
efek Melanocyte-Stimulating-Hormone (MSH) atau peningkatan estrogen dan progesteron.
Alt Meyer dan kawan-kawan (1989) memperlihatkan peningkatan kadar yang bermakna dari
-MSH, melatonin, adrenokortikotropin, atau hormon adrenokortikotropik (ACTH).
Tempat-tempat yang dominan mengalami hiperpigmentasi, yaitu areola mammae,
linea alba yang berubah menjadi linea nigra, pelipatan paha dan ketiak, pipi dalam bentuk
chloasma (melasma) gravidarum.
Melasma adalah hiperpigmentasi makular yang menyeluruh pada wajah, terutama di
dahi, pipi, dan hidung. Walaupun istilah cloasma masih tetap dipakai, ini hanya terbatas pada
kasus-kasus yang terjadi selama hamil (topeng kehamilan). Terjadi pada 70 % perempuan
hamil, tetapi dapat juga terjadi pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi hormon
(estrogen).

Menghindari

matahari

selama

kehamilan

membantu

mencegah

atau

meminimalisasi melasma. Losion sun cream dengan proteksi matahari penting. Pengobatan
yang dapat dicoba untuk menguranginya adalah 2-5% hydroxyquinone dan 0,1 % tretinoin
Kehamilan juga dilaporkan dapat menumbuhkan tahi lalat baru atau membesar yang
sudah ada (bisa sampai < 6 mm). Lesi yang mencurigakan dapat segera dieksisi.
Perubahan Vaskular
Kehamilan menyebabkan dilatasi dan proliferasi pembuluh-pembuluh darah. Walaupun
ini diduga akibat peningkatan estrogen, mekanismenya belum sepenuhnya diketahui.
Perubahan pembuluh darah, khususnya kapiler pada kulit tersebut berupa:
1. Proliferasi pembuluh darah kapiler
2. Bendungan darah-jalannya lambat
3. Bendungan vena dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah selama kehamilan,
umumnya disebabkan oleh edema kulit dan jaringan subkutaneus, terutama di vulva

2 | Page

dan kaki. Varicosities bisa terjadi di kaki dan sekitar anus (hemoroid) menghilang
setelah melahirkan walaupun sering tidak sembuh sempurna.
4. Instabilitas vasomotor pembuluh darah arterioli.
a. Pucat karena vasokonstriksi
b. Merah-vasodilatasi
c. Perubahan tak menentu kulit karena instabilitas reaksi vasomotor pembuluh darah
tergantung dari perubahan temperatur luar, sebagai reaksi pengaturan temperatur
tubuh melalui perubahan pembuluh darah kulit.
5. Peningkatan tekanan hidrostatik dan kerentanan kapiler, dengan manifestasi berupa:
a. Spider angioma, merah di tengah dengan cabangnya menyerupai laba-laba
b. Eritema pada palmar selama hamil
c. Eritema saat hamil muda, berbentuk: regio palmar tengah, hipotenar dan tenar,
hemangioma kecil dan menghilang setelsh melahirkan
Eritema palmar bisa terjadi pada banyak ibu hamil normal, tetapi juga bisa
dihubungkan dengan penyakit liver, karena estrogen dan penyakit vaskular
kolagen. Perubahan ini bisa berkurang tanpa terapi dan hilang setelah persalinan
6. Proliferasi pembuluh darah pada gusi mulut, berbentuk
a. Ginggivitis
b. Granuloma gravidarum/ piogenik granuloma.
Pyogenik Granulane adalah suatu bentuk nodular yang kemerahan dan berair,
berasal dari proliferasi jeringan granulasi (bukan granuloma betul-betul, tetapi
suatu nodul yang dominan berisi makrofag
c. Tonjolan angioma pada ginggiva
Perubahan jaringan ikat
Pelebaran dinding abdomen yang menyebabkan pembentukkana striae sejak trimester
kedua kehamilan. Bentuknya merupakan garis berwarna merah muda atau ungu pada dinding
abdomen, di sekitar mammae, dan paha bagian atas. Terjadinya striae effluvium seperti itu
disebabkan oleh beberapa faktor: (a) regangan dinding abdomen akibat hamil, (b) faktor
hormonal: estrogen dan adrenokortikosteroid. Yang menyebabkan berkurangnya elastisitas
jaringan kolagen dan menimbulkan perlukaan-perlukaan jaringan kolagen pada dermis kulit.
Kadang-kadang lesi ini gatal. Genetik (keturunan) mungkin ada pengaruhnya. Striae banyak
terdapat pada perempuan dengan berat badan lebih.
3 | Page

Tidak ada terapi topikal yang bisa mencegah striae. Mungkin hanya mengurangi
kemerahan setelah melahirkan. Minyak olive, santan, vitamin E, tretinon (Ranger dan kawankawan, 2001), dan terapi nutrisi bisa meringankan. Laser dilaporkan bisa menolong.
Perubahan pertumbuhan rambut dan kuku
Pertumbuhan rambut terdiri atas 3 fase yaitu anagen, katagen, dan telogen. Lamanya
fase pertumbuhan (anagen) pada tiap folikel rambut menetap 3 4 tahun, dengan rata-rata
tumbuh 0,34 mm. Aktivitas ini diikuti fase transisi (fase katagen) 2 minggu, akhirnya
berhenti (fase telogen). Bila ada rambut yang baru, rambut tua akan rontok.
Aktivitas tiap-tiap folikel tidak bergantung pada folikel di dekatnya. Setiap waktu 1015 % folikel rambut mengalami telogen. Lamanya pertumbuhan folikel rambut 1.000 hari
(3 tahun) dan 100 batang rambut mengalami kerontokan setiap hari.
Pada kehamilan tua, hormon tampaknya meningkatkan jumlah rambut yang anagen dan
menurunkan telogen. Akan tetapi, setelah ibu melahirkan, telogen meningkat sampai 35 %
sehingga rambut mengalami kerontokan sampai 3 4 bulan setelah melahirkan. Pada kasus
yang berat, kerontokan bisa sampai 40 50 % rambut hilang.
Hirsutisme
Sangat jarang dijumpai peningkatan pertumbuhan rambut yang mencolok pada ibu
hamil. Biasanya hirsutisme terjadi pada ekstremitas. Pertumbuhan rambut yang lebih cepat
ini, terjadi akibat dari: (a) meningkatnya kortison yang bersumber dari plasenta, (b).
Androgen ibu hamil- normal sedikit meningkat. Kedua hormon ini diduga dapat
mempercepat pertumbuhan rambut (anagen) dibandingkan yang rontok (telogen). Hirsutisme
pada fasial bagian bawah bisa disertai akne. Ini disebabkan oleh efek dari ovarium dan
hormon androgen dari plesenta terhadap kelainan

pilosebaseous. Hirsutisme tidak

memerlukan pengobatan dan menghilang setelah persalinan.

Telogen Effluvium
Terdapat keluhan bahwa rambut rontok setelah 3-4 bulan postpartum, karena rambut

rontok lebih banyak daripada yang tumbuh. Keadaan ini akan pulih kembali setelah 10-15
bulan dan rambutnya akan menjadi lebat seperti semula.
Beberapa perubahan kuku juga telah dilaporkan selama kehamilan, tetapi tidak selalu
terjadi. Kuku lebih datar, lebih pucat, lebih lunak, atau onikolisis distal.

4 | Page

Perubahan Kelenjar
Perubahan kelenjar ini dapat menyebabkan meningkatnya jumlah tuberkel Montgomery
(papula-papula kecoklatan dan kecil) pada areola mammae, miliaria, hiperhidrosis, bahkan
hidradenitis supurativa (radang kelenjar keringat).
Perubahan membran dan mukosa
Tanda Chadwick dan tanda Goodell merupakan tanda dini kehamilan dimana vagina dan
cervix berubah menjadi kebiruan/keunguan yang disebabkan karena meningkatnya aliran
darah ke daerah tersebut. Gingivitis (radang gusi) dan kongesti hidung serta sinus juga
didapatkan pada wanita hamil.
B. KELAINAN KULIT YANG BERKAITAN DENGAN KEHAMILAN
Sejumlah kondisi kulit diketahui sebagai hal yang unik selama kehamilan dan
dietmukan lebih sering selama kehamilan. Roger dan kawan-kawan melakukan penelitian
pada 3.200 perempuan hamil dan mendapatkan 1,6 % menderita pruritus secra bermakna dan
0,6 % menderita pruritus gravidarum. Dikenal beberapa penyakit kulit yang sering dialami
selama kehamilan
1. Pruritus gravidarum
Pruritus gravidarum dapat didefinisikan sebagai gatal yang menyeluruh selama
kehamilan tanpa adanya ruam (walaupun bisa ada ekskoriasi). Lebih dari 14 % perempuan
hamil menyeluruh gatal, tetapi pruritus sering dihubungkan dengan kolestatis yang terjadi
hanya pada 15 % perempuan hamil dengan kejadian tersering pada trimester III. Derajat
gatal bervariasi, tetapi biasanya lebih berat pada ekstremitas. Gatal sering terbatas pada
dinding perut bagian depan dan biasanya berhubungan dengan regangan kulit dan timbulnya
striae. Gatal karena kolestatis berhubungan dengan kadar serum asam bilirubin dan tes-tes
fungsi hepar. Ini mengidentifikasikan bahwa ruam-ruam pada perempuan hamil dapat
dilakukan tes fungsi hepar terutama yang pernah mengalami gatal-gatal tanpa ruam. Pruritus
biasanya menghilangkan segera setelah melahirkan, tetapi berulang sekitar 50 % pada
kehamilan berikutnya.
Pengobatan : secara simptomatik pada kasus yang ringan biasanya cukup dengan
pelicin / pelembab kulit dan antipruritus topikal. Pengobatan dengan cahaya oltraviolet atau

5 | Page

sinar matahari secukupnya juga dapat mengurangi rasa gatal. Pada kasus yang lebih berat,
dapat diberi kolestiramin. Antihistamin oral dikatakan juga cukup membantu.
2. Pruritic urticarial papules dan plaques of pregnancy (PUPPP)
Merupakan penyakit kulit pruritus yang paling sering ditemukan. Ditandai dengan
papul eritematosa, plak, dan lesi urtikaria. Penyebab dan patogenesisnya tidak diketahui.
Biasanya muncul pada trimester III. Sering juga disebut Polimorphic Eruption of Pregnancy
(PEP).erupsi ini disebut juga Toxaemic rash of pregnancy.
Muncul pertama kali pada daerah abdomen, biasanya pada daerah regangan striae,
menyebar ke paha, jarang ke bokong dan lengan. Biasanya penyakit ini tidak didapatkan pada
pertengahan badan ke atas dan wajah walaupun pernah dilaporkan adanya lesi pada wajah
pada penyakit yang berkelanjutan. Kurang lebih 15 %dari pasien tersebut berkembang
menjadi preeklampsia.
Penyebab dan patogenesis PUPPP belum diketahui. Banyak penelitian yang
melaporkan resiko terjadi PUPPP meningkat pada berat badan ibu yang naik berlebihan
selama kehamilan. Sebuah studi lain menghubungkan antara jenis kelamin janin dan PUPPP
(janin laki-laki dibandingkan perempuan adalh 2 : 1).
Kebanyakan pasien mengeluh sangat gatal dan membaik dengan cepat setelah
melahirkan. Rata-rata lesi kulit ini timbul pada umur kehamilan 36 minggu. Sering terjadi
pada primipara dan jarang berulang pada kehamilan berikutnya.
Tidak didapatkan adanya kelainan hormon atau autoimun. Pada pemeriksaan histologik
didapatkan epidermis normal disertai dengan infiltrasi perivaskular superfisial dari limfosit
dan histiosit serta edema papilar dermis. Gambaran lainnya berupa epidermis yang
mengalami spongiosa dengan perivaskular dermis dan infiltrasi limfohistiosit unterstitial
sehingga menunjukkan edema yang jelas dan adanya eosinofilia. Dengan perwanaan
imunofluoresen kulit tidak didapatkan adanya imunoglobulin atau deposisi komplemen (pada
herpes gestasionis, didapatkan antibodi positif).
Prognosis bagi ibu adalah baik. Pada janin dapat terjadi kelahiran prematur, air ketuban
hijau, kematian intrauterin dan meningkatnya resiko neonatal respiratory distress syndrome.
Pengobatan : terapi dengan memakai steroid topikal secara umum berhasil pada
kebanyakan perempuan. Namun, sebagian lagi mungkin memerlukan steroid sistemik. Obatobat antipruritus seperti hidroksizin atau difenhidramin cukup membantu untuk mengatasi
rasa gatal. Tujuan utama adalah untuk mengatasi rasa gatal. Dilaporkan adanya kelainan kulit
6 | Page

pada janin, tetapi tidak ada bukti yang menunjukkan adanya peningkatan malformasi, lahir
mati, atau prematuritas.
3. Erupsi papular pada kehamilan (Prurigo Gestationis dan Papular Dermatitis)
Terjadinya penyakit ini 1 per 5 sampai 200 kehamilan. Lesi umumnya tampak pada
trimester II pada usia kehamilan 25 30 minggu. Tampak papul-papul yang kecil-kecil 1 2
mm, tidak ada vesikel ataupun bula, serta menyebar secara simetris pada badan dan lengan
bawah. Penyakit ini hilang setelah melahirkan.
Pada prurigo yang menonjol adalah rasa gatal disertai ekskoriasi. Diduga faktor
emosional sangat berperan. Kadang-kadang prurigo gestationis sulit dibedakan dengan
pruritus gravidarum. Namun diagnosisnya dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik
yaitu adanya erupsi papular primer dan tidak didaptkan adanya bukti kolestatis. Papular
dermatitis juga menunjukkan bentuk yang lebih berat dan lebih luasnya kelainan kulit.
Bentuk klinisnya ada dua macam yaitu:
a. early prurigo gestasionis
pada bagian proximal ekstremitas, hingga ke tubuh
pada usia hamil 25-29 minggu
b. Late prurigo gestasionis
Pada usia hamil > 30 minggu
Tumbuh di sekitar striae abdominal
Gambaran histologik papular dermatitis tidak spesifik. Demikian pula etiologinya.
Dalam hal ini dicurigai adanya peranan sensitisasi alergi terhadap antigen plasenta, di mana
jika dilakukan injeksi intradermal ekstrak plasenta yang berasal dari penderita papular
dermatitis akan menunjukkan reaksi. Namun sebaliknya, ekstrak plasenta yang nirmal tidak
menunjukkan reaksi terhadap penderita popular dermatitis.
Pengobatan : rasa gatal diatasi dengan pemberi antihistamin dan krem steroid topikal.
Terapi steroid sistemik dosis tinggi tidak diperlukan bagi hasil luaran janin yang baik.
Dilaporkan angka kematian janin 27 %. Namun, Aronson dan kawan-kawan tidak
mendapatkan hasil luaran perinatal yang buruk pada 16 kehamilan.
4. Herpes Gestasionis (Pemfigoid Gestasionis)
Suatu penyakit kulit yang terdiri atas bula, pruritus, dan autoimun, terutama pada
multipara, terjadi pada trimester kedua dan ketiga. Meskipun demikian, dapat juga terjadi
7 | Page

pada trimester pertama dan pascapersalinan. Herpes gestasionis yang berat dapat berakibat
serius. Namun, penyakit ini jarang terjadi.
Meskipun disebut herpes gestasionis, penyakit ini bukan merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus herpes. Diyakini adanya predisposisi genetik dimana ada peningkatan
frekwensi HLA antigen tertentu.
Gejala klinik biasanya disertai dengan demam, adanya sensasi panas dan dingin,
malaise, mual, dan sakit kepala. Gejala pada kulit dapat bervariasi yaitu pruritus, plak
eritematosa, lesi yang berupa urtikaria, vesikel (konfigurasi anular), atau bula yang tegangdan
besar. Baik proses penyakitnya maupun gatal yang menyertai, bila ringan sampai berat. Lesi
umumnya dimulai dari daerah abdomen, sering dalam umbilikus. Area lain yang terkena
adalah badan, bokong, dan anggota gerak. Muka dan membran mukosa jarang terkena.
Penyakit ini dapat berulang pada kehamilan berikutnya yang terjadi pada umur kehamilan
yang lebih awal dan dapat lebih berat dari sebelumnya.
Gambaran histologik : edema subepidermal dengan infiltrasi limfosit, histiosit, dan
eosinofil. Teknik imunofluoresen langsung pada biopsi kulit didapatkan komplemen C3 dan
kadang-kadang deposit IgG sepanjang zona membrana basalis.
Pengobatan : beberapa penderita cukup dengan pemakaian steroid dan antihistamin
lokal. Jika tdak menolong, bisa diberi prednison oral 1 mg/kg/hari. Terapi ini menghilangkan
rasa gatal juga menghambat lesi-lesi baru yang akan muncul. Namun, perlu diingat bahwa
pemberi steroid sistemik akan menghambat produksi estrogen plasenta, sehingga tes estriol
urin dan serum berguna sebagai petunjuk untuk menentukan fungsi plesenta. Janin dari ibu
yang diterapi dengan prednison sebaiknya dimonitor oleh dokter spesialis anak akan adanya
tanda insufsiensi adrenal. 3baru yang akan muncul. Namun, perlu diingat bahwa pemberi
steroid sistemik akan menghambat produksi estrogen plasenta, sehingga tes estriol urin dan
serum berguna sebagai petunjuk untuk menentukan fungsi plesenta. Janin dari ibu yang
diterapi dengan prednison sebaiknya dimonitor oleh dokter spesialis anak akan adanya tanda
insufsiensi adrenal. Bagian kulit yang telah menyembuh sering mengalami hiperpigmentasi,
tetapi biasanya tidak mengalami sikatriks. Jika tidak ada perubahan terhadap pemberi terapi
kortikosteroid dapat diberikan Dapson. Pemberian obat imunosupresif seperti azatioprin
kontraindikasi, kecuali jika diberikan pascapersalinan dan tidak menyusui.
Efek terhadap hasil luaran janin masih tidak jelas. Holmes dan Black (1984) serta
Shornick dan Black (1992) melaporkan adanya peningkatan persalinan prematur dan
pertumbuhan janin terhambat, tetapi tidak ada kematian perinatal (40 perempuan dengan
8 | Page

herpes gestasionis tiga lahir mati dan satu abortus spontan pada usia kehamilan 16 minggu).
Lesi yang timbul seperti pada ibu sebanyak 10 % dari neonatus. Namun, lesi ini akan
menghilang dalam beberapa minggu.
5.

Impetigo Herpetiformis
Impetigo herpetiformis merupakan istilah yang menyesatkan karena bukan merupakan

penyakit bakteri ataupun virus. Nama ini diberikan pada kondisi yang mirip psoriasis pustular
yang tampak pada pasien hamil yang sebelumnya tidak menderita psoriasis. Namun,
beberapa penulis masih tidak setuju akan penyebab pasti dari impertigo herpetiformis apakah
disebabkan oleh adanya kehamilan atau suatu bentuk psoriasis pustular yang sedrhana yang
dipicu oleh kehmilan. Penyebab pasti kehamilan ini belum diketahui. Didapatkan adanya
hipoparatiroidisme dan hipokalsemia pada penderita, tetapi kontribusinya masih belum jelas.
Namun, hipokalsemia dapat memperberat penyakit psoriasis pustular.
Oumeish dan kawan-kawan melaporkan adanya seorang perempuan dengan penyakit
kulit yang kambuh dalam sembilan kali kehamilannya. Pada tiga kehamilannya terjadi
hidrosefal dan tiga kematian perinatal (janin) yang tidak dapat dijelaskan. Perempuan ini juga
menderita lesi kulit yang karakteristik pada saat mendapat estrogen progesteron oral
kontrasepsi.
Tanda khas lesi dari impetigo herpetiformis adalah pustul steril yang terbentuk
mengelilingi pinggir suatu daerah yang eritema. Karakteristik lesi eritematosa dimulai pada
daerah lipatan dan selanjutnya meluas ke parifer. Biasanya meliputi membran mukosa.
Pemeriksaan histologik menunjukkan adanya lesi mikroabses, dimana terkumpul
neutrofil dalam jumlah yang besar sebagai pustul yang menyerupai spons dan diberi nama
spongioform pustule of kogoj.
Secara klinik penyakit ini ditandai dengan ratusan pustul steril yang translusen yang
muncul pada suatu dasar eritematosa yang tidak beraturan atau plak, dengan rasa gatal yang
tidak berat. Daerah yang sering menderita adalah ketiak, daerah di bawah buah dada,
umbilikus, paha, lipatan bokong, tangan , dan juga mengenai kuku (onikolisis). Gejala ini
sering tampak disertai dengan demam, menggigil, artralgia, mual, muntah, dan diare disertai
dehidrasi berat. Delirium dan kejang merupakan komplikasi yang jarang timbul, biasanya
berhubungan dengan hipokalsemia. Kematian dapat terjadi bila komplikasi septikemia.
Pengobatan : dianjurkan pemberian prednison 15 30 mg per oral/hari. Antibiotik
diberikan jika disertai infeksi sekunder. Dapat juga diberi pengobatan topikal dengan
9 | Page

kompres basah dengan atau tanpa steroid. Cairan dan elektrolit, khususnya kalsium harus
dimonitor dan dinormalkan. Efek terhadap janin yaitu tingginya insiden morbiditas dan
mortalitas janin.
C. KELAINAN KULIT SPESIFIK PADA KEHAMILAN
Beberapa penyakit kulit dapat mengalami perbaikan pada kehamilan. Namun, ada pula
yang memburuk serta tidak dapat diramalkan pada kehamilan.
1. Akne Vulgaris
Akne merupakan penyakit dari pilosebase. Dipengaruhi oleh androgen seperti
testoteron dan dehydropiandrosteron sulfate (DHEA-S), yang meningkatkan aktivitas
kelenjar sebase. Sementara itu, estrogen mengurangi aktivitas dan ukuran kelenjar sebasea.
Bisa berupa papul-papul eritametosa, pustul, komedo, dan kista pada wajah, punggung
dan dada. Kehamilan mempunyai pengaruh yang bervariasi terhadap akne karena adanya
beberapa faktor yang mempengaruhi selain hormonal.
Pengobatan : selama kehamilan akne dapat diobati dengan benzoil peroksidase topikal,
asam salisilat, atau antibiotik topikal seperti eritromisin atau klindamisin. Sulfonamid oral
dan topikal sebaiknya dihindari jika kehamilan menjelang aterm. Pada keadaan yang lebih
berat dapat diobati dengan eritromisin oral 1 g/hari.
2. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik merupakan suatu penyakit kulit yang tidak jelas alasnya, ditandai
oleh dermatitis eksematous dengan disertai rasa gatal yang intensif. Lensi menjadi liken jika
pasien terperangkap dalam siklus scratch itch. Tampaknya karena faktor iritabel kulit yang
diwariskan pasien yang mempunyai riwayat pribadi atau keluarga yang dimulai dengan eksim
saat kanak-kanak, asma, demam tinggi, atau rinitis alergika. Penyakit ini mungkin memburuk
(52 %) atau membaik (24 %) selama kehamilan.
3. Eritema Nodosum
Patogenesis yang sebenarnya dari penyakit kulit yang kelihatannya autoimun ini tidak
diketahui. Meskipun demikian, berhubungan dengan peyakit keganasan, infeksi, obat-obatan,
dan kehamilan. Secara klinis ditandai dengan nodul-nodul eritematosa yang hangat, nyeri di
tungkai bawah bagian anterior, nodul ini kemudian berkembang menjadi lesi ecchimoid yang
10 | P a g e

seperti memar dan sembuh tanpa jaringan parut dalam 3 6 minggu. Nodul berukuran
diameter 1 15 cm, multipel, dan biasanya bilateral.
Eritema nodosum dipresipitasi oleh kehamilan,. Demikian juga pada pemberian
kontrasepsi oral sehingga diduga adannya pengaruh estrogen pada penyakit ini.
Pengobatan : ditujukan pada penyakit dasar yang mempresipitasi timbulnya eritema
nodosum. Dilaporkan tidak tampak adanya pengaruh buruk terhadap kehamilan dan hasil
luaran janin.
4. Penyakit Fox-Fordyce
Insiden penyakit ini jarang. Sering disebut apokrin miliaria karena dipikir serupa
dengan prickly heat atau heat rash yang melibatkan kelenjar ekrin. Multipel papul-papul
folikular yang gatal dan berbentuk kubah timbul pada daerah ketiak dan anogenital, daerah
yang kaya kelenjar apokrin. Penyakit ini biasanya mengalami perbaikan selama kehamilan
atau dengan pemberian oral kontrasepsi, kemungkinan karena efek estrogen. Tampaknya
aktivitas kelenjar apokrin menurun selama kehamilan, tidak seperti pada aktivitas ekrin.
Pengobatan : respon terhadap pemberian steroid beragam.
5. Pemfigus Vulgaris
Pemfigus vulgaris merupakan suatu penyakit autoimun yang tidak lazim, berupa
dermatitis bullous, intraepidermal yang penampakkannya mirip dengan herpes gestasionis
tetapi tidak khas pada kehamilan. Pemfigus vulgaris disebabkan oleh sirkulasi auto antibodi
IgG yang menyerang langsung permukaan sel keratinosit, yang menyebabkan kerusakan
kohesi antara sel-sel epidermal. Hal ini menyebabkan munculnya sejumlah vesikel, lesi bula,
dan selanjutnya erusi kulit dan membran mukosa. Area yang secara khas terkena adalah
lipatan paha, kepala, muka, leher, ketiak, badan, daerah periumbilikal, dan genetalia. Lesi
timbul pada kulit yang sebelumnya tampak sehat dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan
parut kecuali jika ada infeksi sekunder. Gambaran histologik ditandai dengan akantolisis
dengan intraepitelial yang melepuh. Imunofluoresensi menunjukkan adanya deposit IgG pada
permukaan sel keratinosit dengan atau tanpa deposit komplemen. Kebanyakan pasien dengan
penyakit yang aktif menunjukkan sirkulasi antibodi IgG antiepitelial. Karena gambaran klinik
penyakit ini mirip dengan herpes gestasionis dan karena penyakit ini dapat timbul pertama
kali pada kehamilan, sehingga diperlukan pemeriksaan imunofluoresensi dengan melakukan
biopsi untuk membedakan kedua penyakit bullous ini.
11 | P a g e

Pengobatan : sebelum adanya kortikosteroid, angka kematian hampir 100 % karena


sepsis dan gangguan elektrolit. Obat pilihan sekarang ini adalah steroid, imunosupresan, dan
plasmaferesis. Dengan pengobatan seperti ini angka kematian dapat diturunkan. Resiko janin
tampaknya berhubungan langsung dengan beratnya penyakit pada ibu.
6. Psoriasis
Adalah suatu kondisi kulit berupa suatu skuamouspapula yang didapat pada 1 3 %
dari populasi. Pada umumnya ringan walaupun kadang-kadang bisa menjadi berat,
menyeluruh, atau menjadi artritis psoriasis. Bentuk pustula sering dikacaukan sebagai bagian
dari Impetigo Herpetiformis. Pada suatu penelitian, psoriasis menetap selama kehamilan pada
43 % penderita, membaik pada 41 % dan menjadi berat pada 14 % penderita. Setelah
melahirkan, psoriasis menetap pada 37 % pasien, membaik pada 11 % dan menjadi lebih
berat pada 49 %.
Psoriasis pada kehamilan umumnya diterapi dengan kortikosteroid topikal (kategori C).
Retinoid Tazarotene topikal digolongkan sebagai obat X. Untuk kasus-kasus yang berat
siklosporin oral (kategori C) dapat digunakan. Terapi cahaya UV B aman digunakan pada
kehamilan. Bisa juga pemberian psoralen oral yang dikombinasikan dengan cahaya UV A
(PUVA) (kategori C).
7. Lupus eritematosus sistemik (LES)
Merupakan salah satu kelainan autoimun yang mempengaruhi perempuan selama
kehamilan. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya 8 dari 11 kriteria, yaitu ruam malar,
ruam diskoid, fotosensitif, artritis oral ulcers, serositis (bukti adanya efusi perikardiak)
gangguan hematologik (anemia), dan gangguan ginjal (proteinuria >0,5 % g/hari).
Pada kehamilan dapat timbul alopesia, eritema pada wajah atau telapak tangan,
artralgia, dan edema. Alopesia pada kehamilan disebabkan oleh perubahan fluktuatif dari
estrogen, biasanya bersifat difus dan terjadi setelah persalinan.
LES meningkatkan resiko terjadinya abortus spontan, KJDR, preeklampsia, PJT, atau
prematuritas. Prognosis untuk ibu dan bayinya biasanya baik bila LES ini sudah dapat diatasi
6 bulan sebelum kehamilan dan terjadi setelah persalinan.
Insidens jarang pada kehamilan. Di Amerika Serikat, prevalensi 14 50 kasus per
100.000 populasi. Pada suatu penelitian LES pada perempuan hamil meningkatkan

12 | P a g e

hipertensi,

persalinan

prematur,

seksio

sesarea,

perdarahan

pascapersalinan

dan

tromboemboli.
Pengelolaan LES dan kehamilan pada dasarnya ditujukkan untuk mencegah
kekambuhan atau komplikasi lainnya selama kehamilan atau sesudah persalinan, yaitu :
Penderita LES dianjurkan hamil setelah minimal 6 bulan aktivitas penyakit lupusnya
terkendali atau dalah keadaan remisi total. Pada nefritis lupus jangka waktu lebih lama
sampai 12 bulan remisi total.
Edukasi dan latihan / program rehabilitas
Pengobatan medikamentosa seperti glukokortikoid dengan dosis sekecil mungkin
dibawah 20 mg / hari, dan DMARDs atau obat-obatan lainnya diberikan secara hati-hati
sesuai dengan anjuran food and drugs administration.
Penanganan konservatif dilakukan pada LES dengan gejala nonspesifik seperti demam
yang tidak terlalu tinggi, mialgia, kehilangan berat badan, fatigue, dan keluhan
muskuloskeletal. Pada lesi kutaneus, dapat digunakan analgesik, OAINS, salisilat, steroid
lokal, antimalaria, dan tabir surya.
Pengobatan agresif pad LES yang melibatkan CNS, ginjal, jantung, dan hematologik
sangat diperlukan. Prednison dosis tinggi diindikasikan pada LES dengan penyulit yang
melibatkan organ utama dan beresiko tinggi terjadi kerusakan organ ireversibel.
Penggunaan kortikosteroid selama kehamilan dianggap aman, kecuali penggunaan
dalam jangka waktu lama dengan dosis tinggi dapat memberikan efek pada janin berupa
kelainan pertumbuhan intrauterin dan insufisiensi adrenal. Prednison dan metilprednison
sangat kecil kemungkinan dapat menembus plasenta meskipun diberikan dalam dosis besar,
sehingga aman diberikan pada ibu hamil.

13 | P a g e

Tabel 1.1 Perubahan Kulit yang spesifik pada kehamilan


Penyakit
Pruritus
gravidarum

Persentase
kehamilan

pada

Bentuk lesi

Lokasi terbanyak

1,5 2,0

Umumnya munculPeningkatan
pada trimester

kematian janin

III

Di mana saja

Ya

Pruritus, tidak ada


PUPPP

ruam
0,6
Papul, plak,

Prurigo
gestasionis
Pempighoid
gestasionis
Impetigo
herpetiformis

Dermatitis
Autoimun

urtikaria
0,3

Perut,

paha

Ekstremitas

Papul, vesikel

Tidak

II

Tidak

terutama pada strie

Ekskoriasi papul
0,002

III

Di mana saja

II atau III

Ya (?)

Pustula
Sangat jarang

Ketiak,
bokong

belahan

II, atau III

Ya

Akne, urtikasria Bokong,


Sangat jarang

ekstremitas

(?)

Progesteron

14 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai