Anda di halaman 1dari 6

Agar suatu stimulus dapat kita persepsikan sebagai rasa nyeri harus melalui 4 tahap :

1. Transduksi : konversi stimulus yang terjadi menjadi impuls listrik sehingga dapat
menimbulkan depolarisasi serabut saraf penghantar nyeri. Pada saat timbulnya jejas atau
inflamasi akan dihasilkan zat-zat algogenik (serotonin, histamine, substansi P) yang akan
mensensitisasi reseptor nyeri.
2. Transmisi
Reseptor nyeri dapat dirangsang oleh 3 stimulus : mekanik, suhu, dan kimiawi. Impuls
mekanik dan suhu pada umumnya disampaikan oleh serabut cepat (A) sebagai nyeri
yang bersifat tajam, sedangkan nyeri kimiawi disampaikan oleh serabut lambat (C).
Serabut saraf ini memasuki medulla spinalis melalui radiks dorsalis, berjalan sebagai
traktus spinotalamikus hingga sampai di batang otak, thalamus, dan korteks.
3. Modulasi : modifikasi nyeri sepanjang proses transmisi. Proses ini dilakukan oleh
neuron-neuron inhibisi dari PAG (peri aquaductus graymatter), mesensefalon, pons, dan
medulla spinalis dengan jalan pengeluaran neurotransmitter seperti serotonin, GABA,
endorphin, dan norepinefrin.
4. Persepsi : merupakan hasil akhir pengolahan impuls nyeri oleh korteks somatosensorik
dan system limbic. Bebrapa hal yang mempengaruhi pengalaman nyeri individu:
Pain threshold
Perceptual dominance
Pain tolerance

Melzack dan Wall mengajukan teori Gate Control Mechanism yakni:


1. Impuls dari perifer disalurkan melalui 2 lintasan (serabut ukuran besar dan kecil). Nyeri
ditransmisikan dari reseptornya melalui serabut A, C yang berdiameter kecil melalui
substansia gelatinosa (SG) pada kornu posterior. Pada kornu posterior ini terdapat sel
khusus yang berfungsi menginisiasi perjalan nyeri (target area) untuk mencapai tingkat
yang lebih tinggi (action system). Pada SG terjadi juga interconnection dengan jalur
sensoris lainnya.
2. SG bertindak sebagai gate control, dimana kedua serabut saling berkonvergensi
mempengaruhi keseimbangan aktivitas sel pada SG.
3. Serabut halus bertindak sebagai pembuka gerbang sehingga meningkatkan intensitas
nyeri. Sebaliknya aktivitas serabut besar bertindak sebagai penghambat aktivitas target
area sehingga jalur untuk mencapai action system tertutup.
4. Serabut berdiameter besar dapat diaktivasi oleh stimulus berupa pijatan, garukan, olesan
alcohol atau balsem, juga rangsang listrik.
5. Jalur eferen dari bagian otak yang lain juga berpengaruh terhadap aktivitas gerbang.

Prinsip-prinsip Manajemen Nyeri


Pemilihan obat yang mempunyai kerja farmakologi sesuai untuk manajemen nyeri dibagi
menjadi 4 kategori:
1. penghambat prostaglandin
2. analgetika atipik
3. narkotika
4. analgetika campuran

Penghambat prostaglandin
Mekanisme kerjanya meliputi hambatan primer sintesis prostaglandin, melalui hambatan
enzim siklooksigenase. Cara pengobatan demikian mempunyai prinsip sifat-sifat analgesik,
antipiretik dan anti inflamasi. Kelompok obat-obat ini meliputi aspirin, asetaminofen dan
golongan obat anti inflamasi Non Steroid (OAINS).
Aspirin masih merupakan obat pilihan untuk nyeri kepala ringan ringan sampai sedang,
neuralgia, mialgia. Namun potensi analgesik aspirin cendrung kurang diperhatikan, sebenarnya
aspirin merupakan obat analgesik yang ideal yang dapat tahan terhadap efek gastrointestinal.
Asetaminofen, merupakan alternatif yang baik bagi pasien yang tidak tahan terhadap
aspirin. Efek analgesiknya sama kuat dengan aspirin, namun kerja anti inflamasinya sangat
kurang.
Obat anti inflamasi Non Steroid ( OAINS), memberikan beberapa keuntungan jika
dibandingkan

dengan

aspirin

dan

asetaminofen.

Pertama

kurang

meracuni

saluran

gastrointestinal dibanding aspirin. Kedua karena OAINS menyebabkan hambatan enzim


siklooksigenase yang dapat pulih, aktivitas antiplateletnya bekerja lebih singkat. Sering kali
potensi analgesiknya sedikit lebih baik daripada aspirin dan asetaminofen.
Semua obat OAINS berkaitan mempunyai resiko meracuni ginjal karena peran
prostaglandin dalam melakukan modulasi aliran darah ginjal. Resiko tersebut akan bertambah
apabila sebelumnya telah mempunyai penyakit ginjal, penyakit jantung kongestif, atau disfungsi
hati. Cara pemberian obat OAINS dianjurkan untuk mulai dengan dosis rendah dan selanjutnya
berangsur-angsur dinaikkan sesuai dengan kebutuhan.

Analgetik atipik
Obat yang semula dikembangkan untuk keadaan depresi atau epilepsi, ternyata
bermamfaat untuk manajemen nyeri. Sebelum memulai terapi dengan obat anti depresan,
rasional penggunaan obat-obat ini berlawan dengan depresi, harus diterangkan dengan pasien.
Pasien dengan sindroma nyeri, sering diserang dengan implikasi bahwa mereka depresi.
Karenanya dokter harus menyatakan dengan jelas alasan penggunaan obat-obat ini. Dimulai
dengan dosis yang endah, bila nyeri masih belum berkurang 6-8 minggu, dosis dinaikan
berangsur-angsur sampai mencapai dosis antidepresan penuh dan kemudian dilanjutkan
sekurang-kurangnya sampai 6-8 minggu lagi.
Bila telah dicapai hasil memuaskan, pengobatan dilanjutkan dilanjutkan 3-6 bulan,
selanjutnya dosis diturunkan berangsur-angsur. Karena penghentian anti depresan dan obat-obat
psikotropik mungkin dapat menyebabkan kambuhnya nyeri. Bila nyeri kambuh setelah penarikan
obat maka pemberian obat dilanjutkan.

Prosedur Terapi
Prinsip-prinsip umum dalam manajemen nyeri akut.
1. terapi penyebabnya:

kendali infeksi

bidai patah tulang

beri obat khusus

2. tenangkan ketakutan
3. gunakan analgesik sederhana non narkotik untuk nyeri skeletal, dengan tambahan obatobat anti inflamasi.
4. gunakan obat-obat narkotika untuk:

nyeri akut cedera, misalnya fraktur femur, ulkus duodeni yang pecah

nyeri akut luka bakar

nyeri akut penutupan vaskuler, misalnya miokard infark akut

nyeri viseral hebat dimana analgesik sederhana non narkotika tidak efektif
misalnya kolik kandung empedu.

Analgetika narkotika
Opioid bekerja langsung pada semua segmen medula spinalis, menyerupai efek hambatan
pada transmisi nosiseptif yang dilakukan oleh neuron-neuron enkelagin dan dinorfin pada kornu
posterior, dengan hasil blokade total masukan nosiseptif kedalam medula spinalis.

Narkotika dapat menyebabkan mental tumpul, letargi, gangguan minat, dan selalu ada
resiko pasien menjadi toleransi terhadap obat, sehingga dibutuhkan dosis yang lebih besar untuk
mencapai derajat meringankan nyeri yang sama. Penggunaan narkotika untuk meringankan nyeri
sedang sampai berat harus dibatasi, dan hanya untuk jangka pendek. Untuk pengendalian nyeri
kronik pasien neurologik jarang digunakan narkotika.
Untuk meringankan nyeri pada pemakian jangka pendek, kodein merupakan narkotika
oral pilihan. Keuntungannya meliputi ketegantungan yang sangat rendah, dan bioavailabilitas
orang lebih baik. Hampir semua narkotika, misal kodein mempunyai waktu paruh plasma yang
singkat (hanya kira-kira 3,5 jam) sehingga diperlukan takaran kodein yang sering. Untuk
penggunaan parenteral, meperidin merupakan obat pilihan, karena mempunyai insiden efek
samping gastrointestinal yang relatif rendah.meperidin hidrokhlorid kadang-kadang dapat
menimbulkan efek samping pada susunan saraf pusat, termasuk kejang-kejang.

Analgetika kombinasi
Aneka kombinasi analgesik dapat diperoleh untuk digunakan pada nyeri senang. Aspirin atau
asetaminofen sering kali dikombinasikan dengan kafein dan atau barbiturat untuk terapi nyeri
kepala atau dengan obat relaksan otot, misalnya norgesik, soma, parafon DSC. Kombinasi
tertentu memberikan efek sinergistik yang lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh
dengan melipatduakan obat masing-masing. Misalnya kombinasi yang berhasil melibatkan
penghambat prostaglandin (aspirin atau asetaminofen) digabungkan dengan narkotika oral,
misalnya propoksifein, kodein, hidrokodon, dan oksikodon.

Pilihan pembedahan
Untuk sindrom nyeri khusus, dapat diperoleh aneka pembedahan atau prosedur anestesi.
Neuropati fokal seperti halnya neuralgi osipital, nyeri neuroma, sindrom terowongan karpal
dapat diterapi dengan suntikan obat anestesi lokal dan kortikosteroid. Kadang-kadang, infiltrasi
degan suntikan dapat meringankan nyeri berlangsung lama. Suntikan epidural atau intratekal
juga dapat meringankan nyeri untuk pasien-pasien terpilih, prosedur-prosedur ortopedik baku
dan bedah saraf seperti halnya laminektomi dan dekompresi saraf tepi dapat dilakukan untuk
sindrom-sindrom khusus. Misalnya distrofi refleks simpatik sering tanggap terhadap
simpatektomi dan atau obat-obat penghambat simpatik. Prosedur yang lebih agresif misalnya
gangliolisis, risotomi pasterior, kordotomi atau talamotomi dilakukan hanya pada pusat-pusat
khusus.

Alternatif pilihan
Aneka pilihan terapi alternatif ( non farmakologik dan non sirurgik) juga dapat diperoleh
untuk pasien-pasien dengan sindrom nyeri. Pada pasien-pasien tertentu dengan nyeri kronik,
faktor-faktor psikologik dapat berperan utama dalam sindrom nyeri dan dapat menjadi penyulit
dalam manajemen pasien. Takut dan depresi sering disertai nyeri dan kadang butuh penanganan
khusus. Untuk masalh khusus ini, maka evaluasi psikologik atau psikiatrik agaknya paling
sesuai.
Terapi fisik dan latihan merupakan pilihan penting, dan mungkin bermamfaat untuk
sindrom nyeri yang berkaitan dengan kontraksi otot atau spasme. Pilihan terapi lain seperti
halnya biofeedback, latihan relaksasi, hipnosis, dan stimulasi saraf transkutan (TENS) membantu
untuk nyeri khusus.
Bergantung pada keadaan klinik, terapi multi modalitas mungkin lebih berhasil
dibandingkan dengan pilihan terapi tunggal. Misalnya nyeri kepala kronik sering tanggap baik
terhadap terapi kombinasi, latihan leher, dan intevensi psikologik atau psikiatrik.

Anda mungkin juga menyukai