12100109006
12100109029
12100109037
Partisipan:
12100109009
12100109008
12100109027
Preseptor:
Neilvy R, dr., SpOG
PREEKLAMPSI
DEFINISI
Timbulnya hipertensi disertai proteinuri akibat kehamilan, setelah umur
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.2
Preeklampsi diketahui dengan timbulnya hipertensi, proteinuria dan/atau
edema pada seorang gravida yang tadinya normal. Penyakit ini timbul sesudah
minggu ke-20 dan paling sering terjadi pada primigravida yang muda. Jika tidak
diobati atau tidak terputus oleh persalinan, dapat menjadi eklampsi. Jika
preeklampsi timbul pada multigravida, biasanya ada faktor predisposisi seperti
hipertensi, diabetes atau kehamilan ganda.1
FREKUENSI
Frekuensi preeklamsi untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial-ekonomi,
perbedaan kriterium dalam penentuan diagnosis, dan lain-lain. Dalam kepustakaan
frekuensi dilaporkan berkisar antara 3-10%.3
Pada primigravida frekuensi preeklamsi lebih tinggi bila dibandingkan
dengan multigravida, terutama primigravida muda. Diabetes mellitus, mola
hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan
obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsi.3
PATOGENESIS
Walaupun etiologinya belum jelas, hampir semua ahli sepakat bahwa
vasospasme merupakan awal dari kejadian penyakit ini. Vasospasme bisa
merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos
pembuluh darah, reaksi imunologis, maupun radikal bebas. Semua ini akan
menyebabkan
terjadinya
kerusakan/jejas
endotel,
yang
kemudian
akan
Hipertensi.
Pengurangan curah jantung.
Trombositopenia.
Gangguan pembekuan darah.
Perdarahan.
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
Pengurangan volume plasma.
Permeabilitas pembuluh darah meningkat.
Edema.
Plasenta:
1.
2.
3.
4.
Nekrosis.
Pertumbuhan janin terhambat.
Gawat janin.
Solusio plasenta.
Ginjal:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Otak:
1.
2.
3.
4.
Edema.
Hipoksia.
Kejang.
Gangguan pembuluh darah otak.
Hati:
1.
2.
3.
4.
Mata:
1.
2.
3.
4.
Edema papil.
Iskemia.
Perdarahan.
Ablasio retina.
Paru:
1. Edema, iskemia, dan nekrosis.
2. Perdarahan.
3. Gangguan pernapasan.
GEJALA KLINIS
Kriteria Diagnosis2
Preeklamsi ringan:
Diagnosis preeklamsi ringan didasarkan atas tekanan diastol antara 90-<110
mmHg disertai proteinuri ( 300 mg/24 jam, atau 1+ dipstick).
Preeklamsi berat:
Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini preeklamsi digolongkan
berat:
1. Tekanan darah diastol 110 mmHg.
2. Proteinuri 2 g/24 jam atau 2+ dalam pemeriksaan kualitatif (dipstick).
3. Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguri (< 400 ml/24 jam).
4. Trombosit < 100.000/mm3.
5. Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH).
6. Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT).
7. Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan serebral.
8. Nyeri epigastrium yang menetap.
9. Pertumbuhan janin terhambat.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan apabila seorang wanita hamil dengan umur
kehamilan 20 minggu atau lebih, ditemukan gejala hipertensi, proteinuri dan/atau
edema.1
Uji diagnostik preeklamsi:3
1. Uji diagnostik dasar
1.1 Pengukuran tekanan darah
1.2 Analisis protein dalam urin
1.3 Pemeriksaan edema
1.4 Pengukuran tinggi fundus uteri
1.5 Pemeriksaan funduskopik
2. Uji laboratorium dasar
2.1 Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi
eritrosit pada sediaan apus darah tepi).
2.2 Pemeriksaan
fungsi
hati
(bilirubin,
protein
serum,
aspartat
DIAGNOSIS BANDING
Hipertensi kronik dan kelainan ginjal.2
PENGOBATAN
Preeklamsi ringan
Preeklamsi Ringan
< 37 minggu
Terapi preeklampsi ringan
>37 minggu
Terminasi Kehamilan
Setelah dua minggu pengobatan rawat jalan, tidak ada perbaikan pada
gejala klinis.
BB meningkat > 2 kg/minggu selama 2 kali berturut-turut.
Timbul salah satu atau lebih gejala (tanda-tanda) preeklampsi berat.
1. Rawat inap. Istirahat (tirah baring/ tidur miring ke kiri). Rawat jalan dilakukan
apabila pasien menolak rawat inap. Dilakukan pemantauan tekanan darah dan
protein urin setiap hari.
2. Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan protein urin setiap hari.
3. Dapat dipertimbangkan pemberian suplementasi obat-obatan antioksidan atau
anti agregasi trombosit.
4. Roboransia.
5. Diberikan kortikosteroid pada kehamilan 24-34 minggu.
6. Berikan Methyl Dopa 3 x 250 mg apabila tekanan diastol diantara 100-110
mmHg.
7. Dilakukan pemantauan kesejahteraan janin dengan pemerikasaan USG
(Doppler) dan KTG.
8. Jika tekanan diatol turun sampai normal, pasien dipulangkan dengan nasihat
untuk istirahat dan diberi penjelasan mengenai tanda-tanda preeklampsi berat.
Kontrol 2 kali seminggu. Bila tekanan diastolik naik lagi, pasien dirawat
kembali.
9. Jika tekanan diastol naik dan disertai dengan tanda-tanda preeklamsi berat,
pasien dikelola sebagai preeklamsi berat.
10. Bila umur kehamilan 37 minggu, terminasi kehamilan.
11. Persalinan dapat dilakukan secara spontan.
Preeklamsi Berat
10
Rawat bersama dengan bagian yang terkait (Penyakit Dalam, Penyakit Saraf,
Mata, anestesi, dll).
A. Perawatan aktif
a. Indikasi: bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini:
i.
Ibu:
1. Kehamilan 37 minggu
2. Adanya gejala impending eklamsi
ii.
Janin:
1. Adanya tanda-tanda gawat janin
2. Adanya tanda-tanda PJT yang disertai hipoksia
iii.
b. Pengobatan medisinal
1. Infus larutan ringer laktat
2. Pemberian MgSO4
Cara pemberian MgSO4:
o Pemberian
melalui
intravena
secara
kontinyu
(dengan
11
12
a. Edem paru
b. Payah jantung kongestif
c. Edem anasarka
Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg i.v pelanpelan selama 5 menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20
menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan.
13
Kardiotonika:
-
Lain-lain:
1. Obat-obat antipiretik
-
14
c. Pengelolaan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan
Belum inpartu:
1. Induksi persalinan:
Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop 6.
2. Seksio sesarea bila:
1) Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi
tetes oksitosin.
2) Delapan jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase
aktif.
Sudah inpartu:
Kala I
Fase laten:
Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop 6.
Fase aktif:
1. Amniotomi.
2. Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin.
3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap,
pertimbangkan seksio sesarea.
Catatan: amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya
15 menit setelah pemberian pengobatan medisinal.
Kala II:
15
B. Pengelolaan Konservatif
1. Indikasi: kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsi dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan medisinal:
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal
MgSO4 tidak diberikan i.v cukup i.m saja (MgSO 4 40%, 8 gram i.m).
Pemberian MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preeklamsi
ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
3. Pengelolaan obstetrik:
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama
seperti perawatan aktif, termasuk pemerikasaan tes tanpa kontraksi dan
USG untuk memantau kesejahteraan janin.
2. Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi. Cara
terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif.
16
Gerakan janin;
Tonus janin.
PROGNOSIS
17
18
EKLAMPSI
DEFINISI
Kelainan akut pada preeklampsi, dalam kehamilan, persalinan atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaran
(gangguan sistem saraf pusat).1
Eclampsia sine eclampsia adalah eklampsi yang ditandai dengan
penurunan kesadaran tanpa kejang.2
FREKUENSI
Frekuensi eklampsi bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi
rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal
yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan
preeklampsi yang sempurna. Di negara-negara berkembang frekuensi dilaporkan
berkisar antara 0,3%-0,7%, sedang di negara maju adalah 0,05%-0,1%.3
ETIOLOGI
Penyebab eklampsi belum diketahui benar. Oleh karena eklampsi
merupakan kelanjutan atau stadium akhir dari preeklampsi, faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadiannya sama saja dengan preeklampsi.1
GEJALA KLINIS
Menurut saat terjadinya, eklampsi dapat dibedakan atas:1
19
PATOLOGI
Pada penderita yang meninggal karena eklampsi, dapat ditemukan
kelainan-kelainan pada hati, ginjal, otak, paru dan jantung. Pada umumnya akan
20
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis eklampsi, harus dikesampingkan keadaankeadaan lain dengan kejang dan koma, seperti uremi, keracunan, tetanus, epilepsi,
histeri, ensefalitis, meningitis, tumor otak, pecahnya aneurisme otak, dan atrofi
kuning akut dari hati. Diagnosis eklampsi umumnya tidak mengalami kesukaran.
Dengan adanya tanda dan gejala preeklampsi yang disusul oleh serangan kejang
maka diagnosis eklampsi sudah tidak diragukan lagi.1,3
KOMPLIKASI
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Komplikasi
lainnya yang sering terjadi adalah:3
1. Solusio plasenta.
2. Hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis.
4. Perdarahan otak.
5. Kelainan mata.
6. Edema paru.
7. Nekrosis hati.
8. Sindroma HELLP.
9. Kelainan ginjal.
10. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterine.
21
PROGNOSIS
Eklampsi merupakan keadaan berbahaya, karena itu prognosisnya kurang
baik untuk ibu maupun anaknya. Prognosis juga dipengaruhi oleh paritas dan
umur ibu, artinya multipara mempunyai prognosis yang lebih buruk, terutama jika
umurnya melebihi 35 tahun. Diuresis juga mempengaruhi prognosisnya, jika
produksi urin > 800 cc/24 jam atau 200 cc/6 jam, prognosisnya akan semakin
baik.1
Gejala-gejala lain yang dapat memperberat prognosis menurut Eden
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
kematian.1
PENCEGAHAN
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar
semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.3
2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsi
dan
22
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama ialah menghentikan berulangnya serangan kejang dan
mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman.3
Pengobatan Medisinal2
1. Obat antikejang:
a. Pemberian MgSO4 sesuai dengan pengelolaan preeklampsi berat.
b. Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan 2 gr MgSO4 20%
i.v selama 2 menit, sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian
terakhir. Dosis tambahan 2 gr hanya diberikan sekali saja. Bila setelah
diberi dosis tambahan masih juga tetap kejang maka diberikan amobarbital
3-5 mg/kgBB i.v pelan-pelan.
2. Obat-obat suportif: sama dengan preeklampsi berat.
3. Perawatan pasien dengan serangan kejang:
a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
b. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.
c. Kepala digerakkan, daerah orofaring dihisap.
d. Fiksasi pada tempat tidur harus cukup kendur guna menghindari fraktur.
e. Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berurutan (status
konvulsivus), diberikan:
o Suntikan benzodiazepine 1 ampul (10 mg) i.v perlahan-perlahan.
o Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulangan.
o Benzodiazepine i.v setiap jam sampai 3 kali berturut-turut.
o Selain benzodiazepine, diberikan juga phenitoin dengan dosis 3x300
mg (3 kapsul) hari pertama, 3x200 mg pada hari kedua dan 3x100
mg pada hari ketiga dan seluruhnya.
o Apabila setelah pemberian benzodiazepine i.v 3x berturut-turut,
pasien masih tetap kejam, maka diberikan tetes valium (diazepam 50
mg/5 mL).
4. Perawatan pasien dengan koma:
a. Rawat bersama bagian saraf:
23
24
DAFTAR PUSTAKA