Anda di halaman 1dari 24

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

PREEKLAMPSI DAN EKLAMPSI


Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D)
SMF Ilmu Kedokteran Obstetri-Ginekologi
Disusun oleh:
Ilham Priharto
Nastiti Utami
Saptaningtyas Widowati

12100109006
12100109029
12100109037
Partisipan:

Achmad Hafiedz Azis K


Ilham Rizky Ernawan
Candra Lia Pahdariesa

12100109009
12100109008
12100109027

Preseptor:
Neilvy R, dr., SpOG

SMF ILMU KEDOKTERAN OBSTETRI-GINEKOLOGI


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RS MUHAMMADIYAH BANDUNG
2010

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskular yang


terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas.
Golongan penyakit ini ditandai dengan hipertensi dan sering disertai proteinuria,
edema, kejang, koma atau gejala lainnya. Penyakit ini cukup sering dijumpai dan
masih merupakan salah satu penyebab kematian ibu. Hipertensi dalam kehamilan
juga menjadi penyebab yang penting dari kelahiran mati dan kematian perinatal.1
Klasifikasi:1
1. Kehamilan yang menyebabkan hipertensi hipertensi yang timbul
sebagai akibat kehamilan dan akan menghilang pada masa nifas seperti:
a. Hipertensi tanpa proteinuria dan edema.
b. Preeklampsi (ringan dan berat).
c. Eklampsi.
2. Hipertensi secara kebetulan hipertensi kronis yang mendahului
kehamilan dan menetap pada masa nifas.
3. Kehamilan yang memperburuk hipertensi hipertensi yang sudah terjadi
diperburuk dengan adanya kehamilan, yaitu hipertensi yang diperberat
preeklampsi dan eklampsi.
4. Hipertensi sementara (transient hypertension) hipertensi yang timbul
setelah trimester kedua dan ditandai kenaikan tekanan darah ringan tanpa
mengganggu kehamilan. Hipertensi ini akan menghilang setelah
persalinan, tetapi dapat berulang pada kehamilan berikut.

PREEKLAMPSI

DEFINISI
Timbulnya hipertensi disertai proteinuri akibat kehamilan, setelah umur
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.2
Preeklampsi diketahui dengan timbulnya hipertensi, proteinuria dan/atau
edema pada seorang gravida yang tadinya normal. Penyakit ini timbul sesudah
minggu ke-20 dan paling sering terjadi pada primigravida yang muda. Jika tidak
diobati atau tidak terputus oleh persalinan, dapat menjadi eklampsi. Jika
preeklampsi timbul pada multigravida, biasanya ada faktor predisposisi seperti
hipertensi, diabetes atau kehamilan ganda.1

FREKUENSI
Frekuensi preeklamsi untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial-ekonomi,
perbedaan kriterium dalam penentuan diagnosis, dan lain-lain. Dalam kepustakaan
frekuensi dilaporkan berkisar antara 3-10%.3
Pada primigravida frekuensi preeklamsi lebih tinggi bila dibandingkan
dengan multigravida, terutama primigravida muda. Diabetes mellitus, mola
hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan
obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsi.3

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Penyebab preeklampsia belum diketahui dengan pasti. Meskipun
demikian, penyakit ini lebih sering ditemukan pada wanita hamil yang:1
1. Primigravida.
2. Hiperplasentosis pada kehamilan kembar, anak besar, mola hidatidosa
dan hidrops fetalis.
3. Mempunyai dasar penyakit vaskular hipertensi atau DM.
4. Mempunyai riwayat preeklampsi/eklampsi dalam keluarganya.

PATOGENESIS
Walaupun etiologinya belum jelas, hampir semua ahli sepakat bahwa
vasospasme merupakan awal dari kejadian penyakit ini. Vasospasme bisa
merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos
pembuluh darah, reaksi imunologis, maupun radikal bebas. Semua ini akan
menyebabkan

terjadinya

kerusakan/jejas

endotel,

yang

kemudian

akan

mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar vasokonstriktor dan


vasodilator serta gangguan pada sistem pembekuan darah.1
Vasokonstriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya perubahanperubahan pada banyak organ/sistem, antara lain:1
Kardiovaskular:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Hipertensi.
Pengurangan curah jantung.
Trombositopenia.
Gangguan pembekuan darah.
Perdarahan.
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
Pengurangan volume plasma.
Permeabilitas pembuluh darah meningkat.
Edema.

Plasenta:
1.
2.
3.
4.

Nekrosis.
Pertumbuhan janin terhambat.
Gawat janin.
Solusio plasenta.

Ginjal:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Endoteliosis kapiler ginjal.


Penurunan klirens asam urat.
Penurunan laju filtrasi glomerulus.
Oliguri.
Protenuri
Gagal ginjal.

Otak:
1.
2.
3.
4.

Edema.
Hipoksia.
Kejang.
Gangguan pembuluh darah otak.

Hati:
1.
2.
3.
4.

Gangguan fungsi hati.


Peninggian kadar enzim hati.
Ikterus.
Edema, perdarahan, dan regangan kapsula hati.

Mata:
1.
2.
3.
4.

Edema papil.
Iskemia.
Perdarahan.
Ablasio retina.

Paru:
1. Edema, iskemia, dan nekrosis.
2. Perdarahan.
3. Gangguan pernapasan.

GEJALA KLINIS

Biasanya tanda-tanda preeklamsi timbul dalam urutan: pertumbuhan berat


badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada
preeklamsi ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada preeklamsi berat
didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur,
nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah.3

Kriteria Diagnosis2

Preeklamsi ringan:
Diagnosis preeklamsi ringan didasarkan atas tekanan diastol antara 90-<110
mmHg disertai proteinuri ( 300 mg/24 jam, atau 1+ dipstick).

Preeklamsi berat:
Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini preeklamsi digolongkan
berat:
1. Tekanan darah diastol 110 mmHg.
2. Proteinuri 2 g/24 jam atau 2+ dalam pemeriksaan kualitatif (dipstick).
3. Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguri (< 400 ml/24 jam).
4. Trombosit < 100.000/mm3.
5. Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH).
6. Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT).
7. Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan serebral.
8. Nyeri epigastrium yang menetap.
9. Pertumbuhan janin terhambat.

10. Edema paru disertai sianosis.


11. Adanya The HELLP Syndrome (H: Hemolysis; EL: Elevated Liver
Enzymes; LP: Low Platelet count).

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan apabila seorang wanita hamil dengan umur
kehamilan 20 minggu atau lebih, ditemukan gejala hipertensi, proteinuri dan/atau
edema.1
Uji diagnostik preeklamsi:3
1. Uji diagnostik dasar
1.1 Pengukuran tekanan darah
1.2 Analisis protein dalam urin
1.3 Pemeriksaan edema
1.4 Pengukuran tinggi fundus uteri
1.5 Pemeriksaan funduskopik
2. Uji laboratorium dasar
2.1 Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi
eritrosit pada sediaan apus darah tepi).
2.2 Pemeriksaan

fungsi

hati

(bilirubin,

aminotransferase, dan sebagainya).

protein

serum,

aspartat

2.3 Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).


3. Uji untuk meramalkan hipertensi
3.1 Roll-over test
3.2 Pemberian infus angiotensin II

DIAGNOSIS BANDING
Hipertensi kronik dan kelainan ginjal.2
PENGOBATAN
Preeklamsi ringan
Preeklamsi Ringan
< 37 minggu
Terapi preeklampsi ringan

>37 minggu
Terminasi Kehamilan

Penderita preeklampsia ringan masih akan mengalami perbaikan dengan


istirahat dan pemberian sedatif. Penderita preeklampsi ringan idealnya harus
dirawat inap, akan tetapi dengan pertimbangan efisiensi, perawatan preeklampsi
ringan dapat dilakukan di luar rumah sakit. Penderita preeklampsi ringan harus
dirawat di rumah sakit apabila:1

Setelah dua minggu pengobatan rawat jalan, tidak ada perbaikan pada

gejala klinis.
BB meningkat > 2 kg/minggu selama 2 kali berturut-turut.
Timbul salah satu atau lebih gejala (tanda-tanda) preeklampsi berat.

Penatalaksanaan preeklampsi ringan:2

1. Rawat inap. Istirahat (tirah baring/ tidur miring ke kiri). Rawat jalan dilakukan
apabila pasien menolak rawat inap. Dilakukan pemantauan tekanan darah dan
protein urin setiap hari.
2. Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan protein urin setiap hari.
3. Dapat dipertimbangkan pemberian suplementasi obat-obatan antioksidan atau
anti agregasi trombosit.
4. Roboransia.
5. Diberikan kortikosteroid pada kehamilan 24-34 minggu.
6. Berikan Methyl Dopa 3 x 250 mg apabila tekanan diastol diantara 100-110
mmHg.
7. Dilakukan pemantauan kesejahteraan janin dengan pemerikasaan USG
(Doppler) dan KTG.
8. Jika tekanan diatol turun sampai normal, pasien dipulangkan dengan nasihat
untuk istirahat dan diberi penjelasan mengenai tanda-tanda preeklampsi berat.
Kontrol 2 kali seminggu. Bila tekanan diastolik naik lagi, pasien dirawat
kembali.
9. Jika tekanan diastol naik dan disertai dengan tanda-tanda preeklamsi berat,
pasien dikelola sebagai preeklamsi berat.
10. Bila umur kehamilan 37 minggu, terminasi kehamilan.
11. Persalinan dapat dilakukan secara spontan.

Preeklamsi Berat

10

Rawat bersama dengan bagian yang terkait (Penyakit Dalam, Penyakit Saraf,
Mata, anestesi, dll).
A. Perawatan aktif
a. Indikasi: bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini:
i.

Ibu:
1. Kehamilan 37 minggu
2. Adanya gejala impending eklamsi

ii.

Janin:
1. Adanya tanda-tanda gawat janin
2. Adanya tanda-tanda PJT yang disertai hipoksia

iii.

Laboratorik: adanya HELLP syndrome

b. Pengobatan medisinal
1. Infus larutan ringer laktat
2. Pemberian MgSO4
Cara pemberian MgSO4:
o Pemberian

melalui

intravena

secara

kontinyu

(dengan

menggunakan infusion pump):


a. Dosis awal:
4 gram (20 cc MgSO4 20 %) dilarutkan ke dalam 100 cc ringer
laktat, diberikan selama 15-20 menit.
b. Dosis pemeliharaan:

11

10 gram (50 cc MgSO4 20 %) dalam 500 cc cairan RL,


diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes per
menit).
o Pemberian melalui intramuskuler secara berkala:
a. Dosis awal:
4 gram (20 cc MgSO4 20 %) diberikan secara i.v dengan
kecepatan 1 gram/menit.
b. Dosis pemeliharaan:
Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram (10 cc MgSO4 40%) i.m
setiap 4 jam. Tambahkan 1 cc lidokain 2% pada setiap
pemberian i.m untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas.
Syarat-syarat pemberian MgSO4:
1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1
gram dalam 10 cc) diberikan i.v dalam waktu 3-5 menit.
2. Refleks patella (+) kuat.
3. Frekuensi pernafasan 16 kali per menit.
4. Produksi urin 30 cc dalam 1 jam sebelumnya 90,5 cc/kg bb/ jam.
Sulfas magnesikus dihentikan bila:
1. Ada tanda-tanda intoksikasi.
2. Setelah 24 jam pasca salin.
3. Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah
(normotensif).

Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada:

12

a. Edem paru
b. Payah jantung kongestif
c. Edem anasarka

Antihipertensi diberikan bila:


1. Tekanan darah:
-

Sistolik 180 mmHg

Diastolik 110 mmHg

2. Obat-obat antihipertensi yang diberikan:


-

Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg i.v pelanpelan selama 5 menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20
menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan.

Apabila hidralazin tidak tersedia, dpat diberikan:


Nifedipin: 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit
(maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan
tekanan darah.
Labetalol 10 mg i.v. Apabila belum terjadi penurunan
tekanan darah, maka dapat diulangi pemberian 20 mg
setelah 10 menit, 40 mg pada 10 menit berikutnya, diulangi
40 mg setelah 10 menit kemudian, dan sampai 80 mg pada
10 menit berikutnya.
Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan : Klonidin 1
ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau air
umtuk suntikan. Disuntikan mula-mula 5 cc i.v perlaha-

13

lahan selama 5 menit. Lima menit kemudian tekanan darah


diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi
sisanya 5 cc i.v selama 5 menit. Kemudian diikuti dengan
pemberian secara tetes sebanyak 7 ampul dalam 500 cc
dextrose 5% atau Martos 10. Jumlah tetesan dititrasi untuk
mencapai target tekanan darah yang diinginkan, yaitu
penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) sebanyak 20%
dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10
menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan,
kemudian setiap jam sampai tekanan darah stabil.

Kardiotonika:
-

Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada: tanda-tanda


payah jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan: Cedilanid-D.

Perawatan dilakukan bersama dengan Sub Bagian Penyakit


Jantung.

Lain-lain:
1. Obat-obat antipiretik
-

Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5C

Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau


alkohol.

2. Antibiotika: diberikan atas indikasi.


3. Antinyeri: bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat
diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja.

14

c. Pengelolaan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan
Belum inpartu:
1. Induksi persalinan:
Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop 6.
2. Seksio sesarea bila:
1) Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi
tetes oksitosin.
2) Delapan jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase
aktif.
Sudah inpartu:
Kala I

Fase laten:
Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop 6.

Fase aktif:
1. Amniotomi.
2. Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin.
3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap,
pertimbangkan seksio sesarea.
Catatan: amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya
15 menit setelah pemberian pengobatan medisinal.

Kala II:

15

Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus


buatan.

B. Pengelolaan Konservatif
1. Indikasi: kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsi dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan medisinal:
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal
MgSO4 tidak diberikan i.v cukup i.m saja (MgSO 4 40%, 8 gram i.m).
Pemberian MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preeklamsi
ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
3. Pengelolaan obstetrik:
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama
seperti perawatan aktif, termasuk pemerikasaan tes tanpa kontraksi dan
USG untuk memantau kesejahteraan janin.
2. Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi. Cara
terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif.

Penilaian kondisi janin pada preeklamsi:


1. Penilaian pertumbuhan janin
1.1 Pemantauan pertumbuhan tinggi fundus uteri
1.2 Pemeriksaan ultrasonografi
2. Penilaian ancaman gawat janin

16

2.1 Pemantauan gerakan janin


2.2 Non-stress tests dan contraction stress tests
2.3 Profil biofisik janin:
-

Reaksi denyut jantung janin terhadap gerakan janin;

Volume cairan ketuban;

Gerakan janin;

Gerakan pernapasan janin;

Tonus janin.

2.4 Pemeriksaan surfaktan dalam cairan ketuban


2.5 Pemeriksaan perfusi plasenta (uterine blood flow)3
KOMPLIKASI
Komplikasi preeklampsia antara lain adalah :

Berkurangnya aliran darah ke plasenta, sehingga dapat menyebabkan


gangguan pertumbuhan janin, lahir prematur, atau janin meninggal dalam
kandungan.

Pelepasan plasenta sebelum waktunya.

Sindrom HELLP, ditandai dengan hemolisis, peningkatan kadar enzim


hati, dan hitung trombosit rendah.

Eklampsia, yaitu preeklampsia yang disertai kejang. Keadaan ini sangat


berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan organ seperti hati, ginjal,
dan otak, yang berakhir dengan kematian.3

PROGNOSIS

17

Bergantung pada terjadinya eklampsi. Di negara-negara maju kematian


karena preeklampsi adalah + 0,5%, akan tetapi jika terjadi eklampsia, prognosis
menjadi kurang baik, kematian meningkat menjadi 5%. Prognosis untuk anak juga
menjadi berkurang, kematian perinatal 20%, dipengaruhi oleh prematuritas.1

18

EKLAMPSI

DEFINISI
Kelainan akut pada preeklampsi, dalam kehamilan, persalinan atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaran
(gangguan sistem saraf pusat).1
Eclampsia sine eclampsia adalah eklampsi yang ditandai dengan
penurunan kesadaran tanpa kejang.2

FREKUENSI
Frekuensi eklampsi bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi
rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal
yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan
preeklampsi yang sempurna. Di negara-negara berkembang frekuensi dilaporkan
berkisar antara 0,3%-0,7%, sedang di negara maju adalah 0,05%-0,1%.3

ETIOLOGI
Penyebab eklampsi belum diketahui benar. Oleh karena eklampsi
merupakan kelanjutan atau stadium akhir dari preeklampsi, faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadiannya sama saja dengan preeklampsi.1

GEJALA KLINIS
Menurut saat terjadinya, eklampsi dapat dibedakan atas:1

19

1. Eklampsi antepartum sebelum persalinan.


2. Eklampsi intrapartum sewaktu persalinan.
3. Eklampsi postpartum setelah persalinan
Eklampsi pascapersalinan dapat terjadi segera (early postpartum), yaitu
setelah 24 jam sampai 7 hari setelah persalinan atau lambat (late postpartum)
setelah 7 hari setelah persalinan selama masa nifas (jarang). Serangan kejang
eklampsi dapat dibagi menjadi 4 tingkat:1
1. Tingkat invasi (tingkat permulaan) mata terpaku, kepala dipalingkan ke
satu pihak, dan kejang-kejang halus terlihat pada muka, berlangsung
beberapa detik.
2. Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis) seluruh badan menjadi kaku,
kadang-kadang terjadi epistotonus, lamanya 15-20 detik.
3. Tingkat konvulsi (tingkat kejang klonis) terjadilah kejang hilang
timbul, rahang membuka dan menutup begitupula mata, otot-otot muka
dan otot badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Lamanya 1 menit.
4. Tingkat koma setelah kejang klonis, pasien jatuh dalam keadaan koma,
lamanya bervariasi antara beberapa menit sampai berjam-jam.
Pada eklampsi, tekanan darah biasanya tinggi, sekitar 180/110 mmHg,
denyut nadi kuat dan berisi, demam tinggi, pernapasan cepat dan berbunyi, pada
keadaan berat dapat terjadinya sianosis.1

PATOLOGI
Pada penderita yang meninggal karena eklampsi, dapat ditemukan
kelainan-kelainan pada hati, ginjal, otak, paru dan jantung. Pada umumnya akan

20

ditemukan tanda-tanda nekrosis, perdarahan, edema, hiperemis, atau iskemia dan


thrombosis.1
Pada plasenta, dapat ditemukan adanya infark-infark karena degenerasi
lapisan trofoblas. Perubahan lain yang terdapat adalah retensi air dan natrium,
hemokonsentrasi, serta kadang-kadang asidosis.1

DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis eklampsi, harus dikesampingkan keadaankeadaan lain dengan kejang dan koma, seperti uremi, keracunan, tetanus, epilepsi,
histeri, ensefalitis, meningitis, tumor otak, pecahnya aneurisme otak, dan atrofi
kuning akut dari hati. Diagnosis eklampsi umumnya tidak mengalami kesukaran.
Dengan adanya tanda dan gejala preeklampsi yang disusul oleh serangan kejang
maka diagnosis eklampsi sudah tidak diragukan lagi.1,3

KOMPLIKASI
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Komplikasi
lainnya yang sering terjadi adalah:3
1. Solusio plasenta.
2. Hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis.
4. Perdarahan otak.
5. Kelainan mata.
6. Edema paru.
7. Nekrosis hati.
8. Sindroma HELLP.
9. Kelainan ginjal.
10. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterine.

21

PROGNOSIS
Eklampsi merupakan keadaan berbahaya, karena itu prognosisnya kurang
baik untuk ibu maupun anaknya. Prognosis juga dipengaruhi oleh paritas dan
umur ibu, artinya multipara mempunyai prognosis yang lebih buruk, terutama jika
umurnya melebihi 35 tahun. Diuresis juga mempengaruhi prognosisnya, jika
produksi urin > 800 cc/24 jam atau 200 cc/6 jam, prognosisnya akan semakin
baik.1
Gejala-gejala lain yang dapat memperberat prognosis menurut Eden
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Koma yang lama.


Nadi > 120x/menit.
Suhu > 39oC.
Tensi > 200 mmHg.
Kejang > 10x serangan.
Proteinuri 10 g/hari atau lebih.
Tidak adanya edema.
Edema paru dan apopleksi merupakan keadaan yang biasanya mendahului

kematian.1

PENCEGAHAN
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar
semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.3
2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsi

dan

mengobatinya sesegera mungkin.3


3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsi tidak juga dapat
dihilangkan.3

22

PENATALAKSANAAN
Tujuan utama ialah menghentikan berulangnya serangan kejang dan
mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman.3
Pengobatan Medisinal2
1. Obat antikejang:
a. Pemberian MgSO4 sesuai dengan pengelolaan preeklampsi berat.
b. Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan 2 gr MgSO4 20%
i.v selama 2 menit, sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian
terakhir. Dosis tambahan 2 gr hanya diberikan sekali saja. Bila setelah
diberi dosis tambahan masih juga tetap kejang maka diberikan amobarbital
3-5 mg/kgBB i.v pelan-pelan.
2. Obat-obat suportif: sama dengan preeklampsi berat.
3. Perawatan pasien dengan serangan kejang:
a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
b. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.
c. Kepala digerakkan, daerah orofaring dihisap.
d. Fiksasi pada tempat tidur harus cukup kendur guna menghindari fraktur.
e. Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berurutan (status
konvulsivus), diberikan:
o Suntikan benzodiazepine 1 ampul (10 mg) i.v perlahan-perlahan.
o Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulangan.
o Benzodiazepine i.v setiap jam sampai 3 kali berturut-turut.
o Selain benzodiazepine, diberikan juga phenitoin dengan dosis 3x300
mg (3 kapsul) hari pertama, 3x200 mg pada hari kedua dan 3x100
mg pada hari ketiga dan seluruhnya.
o Apabila setelah pemberian benzodiazepine i.v 3x berturut-turut,
pasien masih tetap kejam, maka diberikan tetes valium (diazepam 50
mg/5 mL).
4. Perawatan pasien dengan koma:
a. Rawat bersama bagian saraf:

23

o Diberikan infuse manitol 20% dengan cara: 200 cc (diguyur), 6


jam kemudian diberikan 150 cc (diguyur), selanjutnya 6 jam
kemudian 150 cc lagi (diguyur).
o Dapat juga diberikan cairan Gliserol 10% dengan kecepatan 30
tetes/menit selama 5 hari.
o Dexamethasone i.v 4x8 mg sehari yang kemudian di-tappering off.
b. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan menggunakan
Glasgow-Pittsburgh-Coma Scale.
c. Pencegahan dekubitus.
d. Pemasangan NGT untuk nutrisi pada pasien lama.
5. Pengobatan Obstetri:
Sikap terhadap kehamilan:
a. Sikap dasar:
Semua kehamilan dengan eklampsi dan impending eklampsi harus diakhiri
tanpa memandang umur kehamilan dan janin. Gejala impending eklampsi:
- Penglihatan kabur;
- Nyeri ulu hati yang hebat;
- Nyeri kepala yang hebat.
b. Saat pengakhiran kehamilan:
Terminasi kehamilan pasien preeklampsi dan impending eklampsi adalah
dengan seksio sesarea.
Pasien pervaginam:
-

Pasien inpartu kala II;


Pasien yang sangat gawat (terminal stase), yaitu dengan kriteria

Eden yang berat.


Sindroma HELLP.
Komplikasi serebral (CVA, strokes).
Kontraindikasi operasi

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Sastrawinata S, Martaasadisoebrata, Wirakusumah DF. Obstetri patologi


ilmu kesehatan produksi. Edisi 2. 2003. Jakarta: EGC.
2. Krisnadi SR, Mose JC, Effendi JS. Pedoman diagnosis dan terapi obstetric
dan ginekologi rumah sakit dr. Hasan Sadikin. Bandung: Bagian Gizi
obstetric atau vaskular. Bandung: Bagian Obstetric dan Ginekologi.
3. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu kebidanan. Edisi 3.

2005. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai