Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporosis),
pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak, penipisan discus intervertebralis, dan
kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan. Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu
menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan
menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa
otot dan kekuatannya juga berkurang.
Gangguaan pada sistem musculoskeletal bisa terjadi bukan hanya ada orang dewasa atau pada
lansia namun bisa juga terjadi pada anak anak bahkan pada bayi yang baru lahir misalnya CDH
(Congenital Dislocation Of the Hip), selain itu gangguan pada tulang belakang seperti Scoliosis
juga bisa diderita pada anak dan jika kondisi ini terus berlanjut maka akan mengakibatkan
immobilisasi pada penderita Penanganan pada pasien anak- anak dengan gangguan sistem
muskoluskeletal harus ditangani secara komprehensip, berdasarkan alasan tersebut maka penulis
tertarik untuk melihat lebih dalam terkait penanganan dengan pendekatan pada asuhan
kemperawatan secara komprehensif.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan imobilisasi.
1.2.2 Tujuan khusus
a. Dapat mengetahui definisi Imobilisasi.
b. Dapat mengetahui etiologi Imobilisasi
c. Dapat menjelaskan efek Imobilisasi
d. Dapat menjelaskan patofisiologi Imobilisasi
e. Dapat menjelaskan komplikasi Imobilisasi
e. Dapat menjelaskan penalalaksanaan Imobilisasi
f. Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien Imobilisasi
KONSEP DASAR
2.1.1

2.1. Imobilisasi
Definisi Imobilisasi

Imobilitas dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk bergerak secara bebas.


Pembatasan gerak dapat dilakukan untuk alasan fisik, emosional, intelektual, atau sosial
(Keperawatan Ortopedik & Trauma : 120).
Dalam istilah diagnosa keperawatan, imobilitas digambarkan sebagai hambatan mobilitas fisik
dan didefinisikan sebagai keteratasan gerakan fisik pada tubuh, satu ektremitas atau lebih, yang
independen atau terarah. Faktor yang berhubungan dengan imobilitas meliputi : keengganan
untuk bergerak, penurunan kekuatan, kontrol, dan/ massa otot, serta faktor yang berhubungan
dengan pembatasan gerak yang diharuskan, termasuk karena protokol mekanis dan medis
(NANDA, 2011, hlm.117).
Imobilisasi adalah terapi utama untuk cedera jaringan lunak, tulang panjang, ligamen, vertebra,
dan sendi (Wong, 2012).
2.1.2

Jenis Imobilisasi

a) Imobilisasi Fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak
mampu mempertahankan tekanan didaerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi
tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
b) Imobilisasi Intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir,
c)

seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
Imobilisasi Emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Contohnya
keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami

kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
d) Imobilisasi Sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam
kehidupan sosial.
2.1.3

Etiologi
Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporosis),
pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak, penipisan discus intervertebralis, dan
kelemahan

otot,

terjadi

pada

proses

penuaan.

Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami
degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang.
Istirahat di tempat tidur lama dan inaktivitas menurunkan aktivitas metabolisme umum. Hal ini
mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional sistem tubuh yang multipel, dengan manifestasi
klinis sindrom imobilisasi. Konsekuensi metaboliknya tidak tergantung penyebab untuk apa
imobilisasi

diresepkan.

Hal

ini

bisa

disebabkan

oleh:

1. Cedera tulang: penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah tulang (fraktur) tentu
akan

menghambat

pergerakan.

2. Penyakit saraf: adanya stroke, penyakit parkinson, paralisis, dan gangguan saraf tapi juga
menimbulkan

gangguan

pergerakan

dan

mengakibatkan

imobilisasi.

3. Penyakit jantung dan pernapasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak napas ketika
beraktivitas. Akibatnya pasien dengan gangguan pada organ organ tersebut akan mengurangi
mobilisasinya.

Ia

4. Gips
5.

cenderung

lebih

banyak

ortopedik
Penyakit

kritis

duduk

dan

berbaring.

dan
yang

memerlukan

bidai.
istirahat.

6. Menetap lama pada posisi gravitasi berkurang, seperti saat duduk atau berbaring.
7. Keadaan tanpa bobot diruang hampa, yaitu pergerakan tidak dibatasi, namun tanpa melawan
gaya gravitasi
Biasanya alasan immobilisasi pada anak atau pembatasan aktivitas pada anak tanpa disability
adalah sakit atau injury. Bed rest atau penggunaan alat restraining mekanik (pemasangan traksi,
gips, bidai) merupakan tindakan yang paling sering dilakukan untuk penyembuhan dan
pemulihan. Saat anak sakit mereka cenderung diam dan aktivitasnya berkurang. Anak terpaksa
tidak active karena keterbatasan fisik/teraphy akan memberikan efek terhadap keterbatasan
gerak.
Alasan yang paling banyak untuk terjadinya immobilisasi pada anak antara lain:
1. Congenital defect (spina bifida)
2. Degenerative disorder (muskular dystropi)
3. Infeksi/injury pada sistem integumen (luka bakar)
4. Gangguan sistem muskuloskeletal (fraktur/osteomielitis) : fraktur suprakondiler humeri,
fraktur femur, dll.

5. Gangguan neurologic sistem (spinal cord injury, polyneuritis, head injury)


6. Therapi (traksi, spinal fussion)
Terdapat 3 alasan dari immobilisasi umum yaitu :
1. Pembatasan Gerak yang sifatnya terapeutik pada :

Injury pada tungkai dan lengan

Pembedahan

2. Pembatasan yang tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan primer Paralisis


3. Pembatasan secara otomatis sampai dengan gaya hidup.
Tingkat immobilisasi Bervariasi :
Immobilisasi secara komplit : pada pasien yang tidak sadar
Immobilisasi secara parsial : pada pasien fraktur kaki.
Pembatasan aktifitas karena alasan kesehatan : klien sesak napas pada decom tidak boleh jalan
atau naik tangga.
Bedrest :
Bedrest klien istirahat ditempat tidur kecuali ia pergi kekamar mandi
Bedrest total klien tidak boleh bergerak dari tempat tidur dan tidak boleh pergi kekamar
mandi atau duduk dikursi.
Keuntungan bedrest :

Mengurangi kebutuhan sel tubuh terhadap O2.

Menyalurkan sumber energi untuk proses penyembuhan

Mengurangi nyeri.

2.1.4

Siklus Immobilisasi

2.1.5

Alat-alat yang menyebabkan imobilisasi pasien dengan gangguan muskuloskeletal

a) Traksi : kulit (paling banyak digunakan pada anak) dan skeletal.

b)
c)
d)
e)

Pembebatan atau pembalutan


Pemasangan gips
Fiksasi internal, pembatasan gerak karena kerusakan tulang
Fiksasi eksternal fraktur dengan pin atau kawat yang dipasang pada tulang dan dihubungakan ke

cincin atau batang ekternal


f) Pemasangan alat ekternal-ortosis
(Keperawatan Ortopedik & Trauma : 123)
2.1.6

Efek Fisiologis Imobilisasi


a)

Sistem Muskular

Otot yang tidak aktif akan mengalami kehilangan kekuatan 3% per hari, dan dalam hal ini tanpa
defisit neuromuskular primer kadang-kadang memerlukan beberapa minggu/bulan untuk dapat
berfungsi kembali. Streching dapat terjadi seperti kehilangan tonus otot atau seperti exessive
strain (wirst drop/foot drop) dapat terjadi karena kerusakan jaringan/atropi otot. Pada atropi otot
yang general penurunan kekuatan otot dan kekakuan pada persendian. Kekakuan sendi dan
perlekatan sendi serta otot.
b)

Sistem Skeletal

Kondisi skeletal sehari-hari akan dipertahankan antara aktivitas formasi tulang (Osteoblastic
activity) dan resporsi tulang (osteoclastic actinity). Bila stressing pada tulang berkurang,
aktivitas osteobalas menurun, akan dilanjutkan dengan destruksi tulang, calsium tulang akan
berkurang, sedangkan serum nirogen dan phospor meningkat deminralisasi tulang
(osteopenia) fraktur patologis dan peningkatan kalsium darah. Atrofi dan kelemahan otot
rangka.
Pada anak yang tidak dapat bergerak, seperti anak dengan penurunan kesadaran, pergerakan
menjadi terbatas kontrkator persendian.
Kontraktor paling sering di hip, lutut, bahu, paintar, kaki.
c)

Sistem Kardiovaskular

Ada tiga efek yang dapat terjadi pada sistem kardio vaskuler:
- Hypotensi ortostatik
- Peningkatan kerja jantung
- Trombus formation
- Gangguan distribusi volume darah

d)

Sistem Respiratory

Basal metabolisme rate menurun karena adanya penurunan kebutuhan energi dalam sel
kebutuhan sel akan oksigen menurun produksi CO2, berkurang penurunan kebutuhan O2
dan

CO2

menyebabkan

respirasi

menjadi

lambat

dan

dalam.

Expansi dada terbatas karena adanya distensi abdomen akibat akumulasi feses, gas dan cairan
atau karena penggunaan alat yang membatasi gerak seperti body cast, brace, tight bindes.
e)

Sistem Gastro intestinal

Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan balance nitrogen yang negatif yang disebabkan oleh
peningkatan aktivitas katabolisme penurunan kontribusi energi ingesti nutrisi menurun
nafsu

makan

menurun.

Penurunan aktivitas efek gravitational pada pergerakan feses fases menjadi keras sulit
untuk dikeluarkan konstipasi.
f)

Sistem Renal

Struktur dalam sistem perkemihan dirancang untuk posisi tegak lurus sehingga bila terjadi
perubahan posisi kontraksi peristaltik ureter akan memberikan tahanan terhadap kandung kemih
urine menjadi statis merangsang pembentukan batu batu dalam saluran kemih.
Batu dalm saluran kemih urine statis media untuk pertumbuhan mikro organisme
infeksi saluran kemih.
g)

Sistem Integumentary

Akibat immobilisasi dapat menyebabkan aliran darah menurun terutama pada daerah yang
tertekan (sacrum, occiput, trokanter dan ankle) distribusi O2 dan nutrisi menurun ischemia
jaringan nekritic jaringan ulcer (decubitus).
h)

Sistem Neurosensory

Menurut hasil penelitian efek immobilisasi terhadap sistem neurosensory tidak begitu terlihat.
Dua hal yang dapat terjadi : loss of innervation dan sensory and perceptual deprivation.
(Wong, 2012).

2.1.7

Efek terhadap Keluarga

a) Penurunan status finansial (sumber keuangan keluarga berkurang).


b) Fokus keluarga terhadap anak sakit, sehingga sibling merasa disia-siakan.
c) Coping individu dan keluarga tidak efektif sehingga tidak dapat menanggulangi krisis keluarga
yang terjadi.
d) Orang tua selalu merasa bersalah atas sakit anaknya.
2.1.8

Efek Psikologis Imobilisasi


Aktivitas fisik merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari dan penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan fisik. Aktivitas ini membantu pasien mengatasi bermacammacam perasaan dan impuls serta memberikan mekanisme yang memungkinkan mereka
mengendalikan ketegangan dari dalam. Pasien berespons terhadapa ansietas dengan
meningkatkan aktivitas. Apabila kekuatan ini tidak ada, mereka akan kehilangan masukan yang
penting dan tempat untuk mengekspresikan perasaan fantasinya. Keadaan seperti ini sering kali
menimbulkan perasaan terisolasi dan bosan.
Reaksi pasien terhadap imobilisasi :

a)
b)
c)
d)
e)

Tingkat kecemasan lebih tinggi


Depresi
Merasa terisolasi
Protes aktif, marah dan agresif. Atau bahkan menjadi pendiam, pasif dan submisif
Monotomy dapat mengakibatkan :

- Respons intelektual dan psikomotor menjadi lamabn


- Keterampilan komunikasi menurun
- Fantastis meningkat
- Halusinasi
- Disorentasi
- Ketergantungan
f) Perilaku yang tidak biasa (mencari perhatian orang lain dengan kembali ke perilaku
perkembangan awal : ingin disuapi, mengompol, dan komunikasi seperti bayi.
Pada anak sebaiknya dibiarkan melampiaskan rasa amarah, tetapi tidak boleh melewati batas
keamanan dari harga diri mereka dan tidak merusak integritas orang lain. Contohnya,
memberikan benda untuk diserang, bukan orang atau barang-barang berharga, adalah tindakan
yang cukup aman dan terapeutik. Apabila anak tidak dapat mengekspresikan rasa marah, agresi
sering kali ditampilkan tidak tepat melalui perilaku regresif dan menangis berlebihan atau
temperamentum.

(Wong, 2012)
2.1.9

Jenis Mobilisasi
a) Mobilisasi Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh
ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
b) Mobilisasi Sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerakdengan batasan jelan
dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cidera atau patah tulang dengan
kemasan traksi. Pasien paraplegi mengalami mobilisasi sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Mobilisasi Sebagian Temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang bersifat sementara. Dapat disebabkan oleh trauma revelsibe pada sistem
muskoluskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
Mobilisasi Sebagian Permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasanyang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf irevelsibe,
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cidera tulang belakang,
poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.

2.1.10 Hambatan Mobilitas


a. Hambatan Mobilitas: di Tempat Tidur
Definisi : keterbatasan kebebasan bergerak di atas tempat tidur dari satu posisi ke posisi yang
lain.
Batasan karakteristik :
- Bergerak dari telentang ke duduk selonjor atau dari duduk selonjor ke telentang.
- Bergerak dari telentang ke tengkurap atau tengkurap ke telentang.
- Bergerak dari telentang ke duduk atau duduk ke telentang.
- Berbalik dari sisi ke sisi.
- Bergerak cepat atau reposisi diri di tempat tidur.
b. Hambatan Mobilitas: Fisik
Definisi : suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik yang bermanfaat dari tubuh

atau satu ektremitas atau lebih.


Batasan karakteristik :
Objektif
Penurunan waktu reaksi.

Kesulitan bergerak.
Perubahan cara berjalan (misalnya, penurunan aktivitas dan kecepatan berjalan, kesulitan untuk
memulai berjalan, langkah kecil, berjalan dengan menyeret kaki, pada saat berjalan badan

mengayun ke samping).
- Tremor yang diindikasi oleh pergerakan.
- Melambatnya pergerakan.
- Pergerakan kakai tak terkoordinasi.
- Keterbatasan ROM (rentang gerak).
c. Hambatan Mobilitas: Berkursi Roda
Definisi : keterbatasan pengoperasian kursi roda secara mandiri pada lingkungan tertentu.
Batasan karakteristik :
Hambatan kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda manual atau listrik pada tanjakan atau
-

turunan.
Hambatan kemampuan untuk menjalankan kursi roda manual atau listrik pada permukaan rata

atau yang tidak rata.


- Hambatan kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda trotoar (pinggir jalan).
d. Hambatan Kemampuan Berpindah
Definisi : keterbatasan pergerakan mandiri di antara dua permukaan yang dekat.
Batasan Karakteristik :
- Hambatan dari tempat tidur ke kursi dan kursi ke tempat tidur.
- Hambatan dari kursi ke mobil atau mobil ke kursi.
- Hambatan dari kursi ke lantai atau lantai ke kursi.
- Hambatan dari berdiri ke lantai atau lantai ke berdiri.
e. Hambatan Berjalan
Definisi : keterbatasan pergerakan mandiri dalam lingkungan dengan berjalan kaki.
Batasan Karakteristik :
- Hambatan menaiki tangga.
- Hambatan mennetukan arah.
- Hambatan berjalan pada area yang menurun atau menanjak.
- Hambatan berjalan permukaan yang tidak rata.
Tingkat mobilitas untuk diagnosis hambatan mobilitas di atas adalah :
Tingkat 0
Tingkat 1
Tingkat 2

Mandiri penuh
Membutuhkan penggunaan peralatan/ alat bantu
Membutuhkan pertolongan dari orang lain untuk bantuan,

pengawasan atau pengajaran


Tingkat 3 Membutuhkan bantuan dari orang lain da peralatan/ alat bantu
Tingkat 4 Ketergantungan : tidak dapat beraktivitas
(Judith, NIC/NOC,2007)
2.1.11 Komplikasi

Imobilisasi

dapat

menimbulkan

berbagai

masalah

sebagai

berikut:

Infeksi saluran kemih, atrofi otot karena disused/ disuse sindrome, konstipasi, infeksi paru,
gangguan aliran darah, dan dekubitus.
2.1.12 Penatalaksanaan
a) Lakukan perubahan posisi (ROM), yang sering membantu untuk mencegah edema dependen dan
merangsang sirkulasi, fungsi pernapasan, motilitas gastrointestinal dan sensasi neurologi.
b) Tingkatkan metabolisme dengan aktivitas dalam batas kemampuan pasien.
c) Diet TKTP, rangsang nafsu makan dengan makanan kecil yang disukai pasien dan hidrasi yang
adekuat.
d) Perhatikan kebutuhan eliminasi dan toileting membantu mengurangi rasa malu dan membantu
BAK/BAB.
e) Konsultasikan dengan ahli terapi fisik jika pasien yang tidak mampu/ takut bergerak yang
membutuhkan latihan dan gerakan pasif.
f) Jika memungkinkan bawa pasien untuk berjalan-jalan keluar ruangan dengan kursi roda. Untuk
meningkatkan stimulus lingkungan dan memberikan kontak sosial dengan orang lain.
g) Atur jadwal kunjungan orang terdekat untuk memberikan dukungan.
(Wong, 2012).
2.1.13 Pemeriksaan Penunjang
a) Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
b) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan
dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang
menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan
abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang.
d) Pemeriksaan Laboratorium: Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ,
kreatinin dan SGOT pada kerusakan otot.
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1.Biodata
Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup
Nama

Umur

Pekerjaan

: dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada anak-anak dan lansia.
Jenis kelamin : dapat terjadi pada pria dan wanita.
: beresiko tinggi pada pekerjaan yang over mobilisasi dan mengangkat beban berat.
2.Keluhan utama
Biasanya klien datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan keluhan adanya sedikit/ terjadi
keterbatasan gerak.
3. Riwayat penyakit sekarang
Apakah pasien terjadi cedera, fraktur, dislokasi dan dilakukan pemasangan restrain, bed rest
atau penggunaan alat restraining mekanik (pemasangan traksi, gips, bidai).
4. Riwayat psikososial
Keterbatsan gerak yang dialami pasien yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan rasa
nyaman pada saat beraktivitas atau bekerja. Rasa gelisah juga dapat mengganggu.
5. Kebiasaan sehari-hari
Klien tidak bisa menjalankan aktivitas sehari-hari dengan penuh.
6. Pola Kehidupan
a) Aktifitas/istirahat
: kelemahan, ketrbatsan gerak.
Tingkat aktifitas sehari-hari
1. Aktifitas apa saja yang sering klien kerjakan sehari-hari
2. Apakah klien dapat memenuhi aktifitas sehari-sehari secara bebas seperti (makan, minum,
berpakaian, mandi, eliminasi, ambulasi,menggunakan kursi roda, pindah dari kasur ke kursi,
keluar masuk kamar mandi dan keluar masuk kendaraan, berkomunikasi)
3. Kaji ketidakmampuan klien dalam mengerjakan aktifitas sehari-hari:
a. Apakah klien ketergantungan secara parsial ataukah secaratotal
b. Apakah kebuthan sehari-hari dipenuhi oleh keluarga, teman,atau perawat atau langsung
menggunakan peralatan yang dikhusukan untuk memenuhi kebutuhan klien
Toleransi aktifitas
1. Kaji berapa banyak dan berapa tipe aktifitas yang membuat klien merasa capek
2.

Apakah klien pernah merasakan pusing-pusing, napas tersengal-sengal, tanda-tanda

peningkatan frekuensi pernapasan, atau permasalahanlain ketika melaksanakan aktifitas ringan


ataupun berat.
Latihan (exercise)

1. Latihan apa saja yang klien sering lakukan untuk menjaga fitalitas tubuh?
2. Berapa lama dan berapa klien melaksanakan latihan tersebut
3. Kaji apakah klien yakin dengan latihan tersebut dapat menambahkesehatan klien? Dan suruh
klien menjelaskan.
b) Sirkulasi
: edema atau kematian sel perifer.
: perubahan pola BAK/BAB (tidak bisa secara mandiri)
d) Makanan/cairan
: Peningkatan berat, mual,muntah anoreksi.
e) Pernapasan
: Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan.
f) Nyeri/Kenyamanan
:nyeri pada area yang fiksasi.
7. Pemeriksaan fisik.
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang.
Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.
Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan,
adanya kekakuan sendi
4. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot.
Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih
pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan
abnormal (misalnya cara berjalan spastic hemiparesis stroke, cara berjalan selangkahselangkah penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar penyakit Parkinson).

6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer


Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan
adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan
waktu pengisian kapiler.
7. Mengkaji fungsional klien
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN.
No

Diagnosa Keperawatan

Tujuan Keperawtan

Rencana Tindakan

(NANDA)

(NOC)

(NIC)

1.

Gangguan Mobilisasi Fisik

Setelah dilakukan asuhan Latihan Kekuatan


keperawatan selama ...x 24 - Ajarkan dan berikan dorongan

jam klien menunjukkan:

pada klien untuk melakukan

Joint Movement : Active


Increase Mobility Level
Self care : ADLs
Ambulasi: berjalan:

program latihan secara rutin

mampu berjalan dari satu


tempat ke tempat lain.
Ambulasi: kursi roda:

Latihan untuk ambulasi


- Ajarkan teknik Ambulasi &
perpindahan yang aman kepada
klien dan keluarga.
- Sediakan alat bantu untuk klien

mampu berjalan dari satu

seperti kruk, kursi roda, dan

tempat ke tempat lain

walker

dengan menggunakan
kursi roda.
Pelaksanaan berpindah
(transfer performance):
mampu mengubah letak
tubuh.

- Beri penguatan positif untuk


berlatih mandiri dalam batasan
yang aman.
Latihan mobilisasi dengan
kursi roda
- Ajarkan pada klien & keluarga
tentang cara pemakaian kursi
roda & cara berpindah dari
kursi roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.
- Dorong klien melakukan

latihan untuk memperkuat


anggota tubuh
- Ajarkan pada klien/ keluarga
tentang cara penggunaan kursi
roda
Latihan Keseimbangan
- Ajarkan pada klien & keluarga
untuk dapat mengatur posisi
secara mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas sehari
hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang
Benar
- Ajarkan pada klien/ keluarga
untuk mem perhatikan postur
tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram
& cedera.
- Kolaborasi ke ahli terapi fisik
2.

untuk program latihan.


Setelah dilakukan asuhan - Identifikasi faktor

Risiko Cedera

keperawatan selama ...x 24 memengaruhi


jam klien menunjukkan:

keamanan,

yang

kebutuhan

misalnya

defisik

mempersiapkan sensori & motorik.


- Persiapkan lingkungan yang
lingkungan yang aman
memungkin risiko jatuh (lantai
(misalnya
penempatkan
licin, karpet sobek).
pegangan tangan di kamr - Berikan materi pendidikan
mandi).
yang berhubungan dengan
Mengidentifikasi risiko
strategi dan tindakan untuk
yang
meningkatkan
mencegah cedera.
kerentanan
terhadap
Dapat

cedera.
- Bantu pasien dengan ambulasi,
Menghindari cedera fisik. sesuai kebutuhan.
- Sediakan alat bantu berjalan
(tongkat dan walker).
3.

Self Care Defisit

Setelah dilakukan asuhan

Kaji

kemampuan

untuk

keperawatan selama ...x 24 berjalan dan menggunakan alat


jam klien menunjukkan:

bantu

secara

mandiri

dan

untuk aman.
Ajarkan pasien dan keluarga
melakukan
aktivitas
tentang teknik pemindaan dan
perawtan fisik dan pribadi
ambulasi.berikan
informasi
paling dasar.

Klien
menunjukkan perawtan diri kepada keluarga/
perawtan diri tanpa adanya orang tua yang penting tentang
Klien

mampu

atau lingkungan rumah yang aman


ketergantungan alat bantu. untuk pasien.
Kolaborasikan dengan terapi

Klien
mampu
membersihkan diri secara fisik dan okupasi sebagai
bantuan

mandiri.

sumber

dalam

perencanaan

aktivitas perawtan pasien serta


mendapatkan peralatan yang
diperlukan.
Anjurkan

pasien

menggunakan

pakaian

untuk
yang

mudah dibuka.
4.

Risiko Disuse Sindrom

Setelah dilakukan asuhan-

Pantau asupan nutrisi untuk

keperawatan selama ...x 24 memastikan sumber energi.


Tentukan apa dan berapa
jam klien menunjukkan:
banyak
aktivitas
yang
Peningkatan daya tahan
dibutuhkan untuk membentuk
tingkat energi mampu
ketahanan.
untuk beraktivitas.
- Ajarkan pengaturan aktivitas

Peningkatan mobilitas:
dan teknik pengelolaan waktu
kemampuan
untuk
untuk mencegah kelelahan.
bergerak sesuai dengan

tujuan yang diinginkan.


Konsultasikan dengan tenaga

Tingkkat
kesadaran fisioterapi tentang cara-cara
individu, berorientasi dan meningkatkan mobilitas.
perhatian
lingkungan.

Menunjukkan

terhadap
tingkat

nyeri.
3.4. IMPLEMENTASI
Implementasi dapat dilakukan sesuai dengan intervensi yang sudah dipaparkan
sebelumnya.
3.5 EVALUASI
Hasil yang diharapkan saat evaluasi adalah:
1.
2.
3.
4.

Mobilisasi pada pasien dapat kembali normal.


Pasien idak mengalami cedera saat melakukan mobilisasi awal.
Pasien dapat menunjukkan/ melakukan perawatan secara aktual dan mandiri.
Tidak terjadi sindrom disuses pada pasien.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Immobilisasi atau tirah baring adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak
secara aktif atau bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas ). Misalnya
mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan
sebagainya. Imobilisasi secara fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
Jenis Imobilisasi

1. Imobilisasi fisik
2. Imobilisasi intelektual
3. Imobilisasi emosional

4. Imobilisasi social

Penyebab Immobilisasi
1. Gangguan sendi dan tulang.
2. Penyakit Saraf
3. Penyakit Jantung atau Pernafasan
4. Gangguan Penglihatan.
5. Masa Penyembuhan
4.2. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan materi di atas diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang
bermanfaat bagi mahasiswa untuk dapat diaplikasikan dalam tindakan pelayanan keperawatan
dan juga karena keterbatasan referensi yang mendukung, untuk itu diharapkan kritik dan saran
guna untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E.Rencana Asuhan Keperawatan.2000.Jakarta : EGC.
Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.
Editor : Kneale, Julia dan Peter Davis.2011.Keperawatan Ortopedik & Trauma Edisi 2. Jakarta : EGC.
Lukman dan Nurna Ningsih.2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Potter dan Perry.2006.Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC.

Price, Slyvia A. Dan Lorraine M. Wilson.2006.Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC.


Tucker, Susan Martin, dkk.2008.Standart Perawatan Pasien Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume
3.Jakarta : EGC.
Suratun, dkk.2008.Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M.2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC.
.2005.Nursing Diagnose Handbook. Prentice Hall : Person.

Anda mungkin juga menyukai