KELOMPOK 10
Anggota :
Rezky Andika Putry
(11020120007)
Shilla Humairah
(11020120030)
Al Husna Pratiwi A
(11020120031)
Abdul Rahman
(11020120062)
(11020120063)
A. Dwi Rahayu
(11020120091)
(11020120092)
(11020120120)
(11020120121)
(11020120143)
Ayudini Oktavia
(11020120159)
Dosen Pembimbing:
dr. Berry Erida Hasbi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga laporan hasil tutorial pertama modul Lesu pada Skenario A dari
kelompok 10 ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan
salam dan shalawat kepada nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW.
yang telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh
kepintaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu
dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa tutorial
khususnya kepada dosen pembimbing kami, dr. Berry Erida Hasbi yang telah
banyak membantu selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan
permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah
baik disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga Laporan hasil tutorial ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah
membaca laporan ini dan khusunya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan setelah
membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca mengenai tropis.
Kelompok 10
SKENARIO A
Seorang laki-laki berumur 28 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan lesu.
Gejala ini juga disertai dengan penurunan nafsu makan dan rasa ingin muntah,
tidak mempunyai keinginan beraktivitas dan kadang demam ringan. Keluhan
dialami sejak 4 bulan yang lalu setelah pergi berlibur di Kabupaten Mamuju
selama 1 bulan. Pada pemeriksaan fisis ditemukan pembesaran kelenjar limfe
inguinal dan kaki kanan tampak sedikit bengkak.
KATA SULIT
Tidak ada
KATA KUNCI
1. Laki-laki umur 28 tahun
2. Lesu 4 bulan lalu
3. Mual, nafsu makan turun, rasa ingin muntah, malas beraktifitas
4. Kadang demam ringan
5. Riwayat berlibur di Kabupaten Mamuju
6. Pemeriksaan fisis : pembesaran kelenjar limfe inguinal dan kaki kanan
tampak sedikit bengkak
PERTANYAAN
1. Jelaskan patomekanisme lesu, mual, dan penurunan nafsu makan !
2. Mengapa terjadi limfadenopati inguinal ?
3. Mengapa terjadi pembengkakan di kaki kanan pasien ?
4. Apa hubungan gejala dengan tempat yang dikunjungi pasien ?
5. Sebutkan penyakit di daerah tropis yang memberikan gejala utama lesu !
6. Bagaimana langkah-langkah diagnosis yang sesuai untuk skenario ?
7. Sebut dan jelaskan diferensial diagnosis untuk skenario !
8. Bagaimana tindakan pencegahan penyakit yang ada di daerah tropis ?
JAWABAN
1. Jelaskan patomekanisme kelemahan, mual, dan penurunan nafsu makan!
Infeksi merupakan bagian dari kehidupan yang universal. Tumbuhan dan
hewan dari segala ukuran dan bentuk pernah diduduki oleh bebrbagai mikroba
hidup, tidak terkecuali manusia. Syarat timbulnya infeksi adalah bahwa organism
yang menular harus mampu melekat, menduduki atau memasuki hospes dan
berkembang biak paling tidak sampai taraf tertentu.1
Lapisan mulut dan sebagian besar faring serupa dengan kulit karena terdiri
dari epitel berlapis yang merupakan bagian dari barier mekanis untuk mencegah
invasi mikroba. Namun, narrier mekanis ini sebenarnya memiliki kelemahan
disepanjang gusi dan daerah tonsil. Mukosa orofaring juga didekontaminasi oleh
aliran saliva yang dengan muda menghanyutkan partikel-partikel yang ada.1
Mukosa lambung adalah tipe kelenjar dan bukan merupakan barier mekanis
yang baik. Sering terjadi luka-luka kecil atau erosi pada lapisan lambung. Selain
itu, lambung cenderung memindahkan isinya ke usus halus dengan proses yang
relative cepat. Lapisan usus halus jugan barier mekanik yang baik, dan secaara
mudah dapat ditembus dan juga bila motilitas usus terganggu, maka jumlah
mikroba dalam usus halus akan meningkat tajam dan kemudian dapat menginvasi
mukosa.1
Jika agen yang menular berhasil menembus salah satu barier tubuh dan
memasuki jaringan, maka barisan pertahan berikutnya adalah reaksi peradangan
akut. Maka aliran limfe dipercepat pada keadaan radang akut. Sayangnya, hakini
berarto bahwa agen-agen menular kadang-kadang juga ikut menyebar dengan
cepat sepanjang pembuluh limfe persamaan dengan aliran limfe tersebut. Kadangkadang mengakibatkan limfangitis.1
Jika penyebaran agen menular tidak terhent pada kelenjar limfe atau jika egen
tersebut langsung memasuki vena pada saat pertama kali, maka dapat terjadi
infeksi pada liran darah. Tapi ditangani oleh makrofag dari system monosit,namun
jika organism yang masuk in berjumlah sangat besar dan jika organism tersebut
cukup resiten, maka system makrofag daoat ditaklukan. Hal ini mengakibatkan
organisem tersebut dapat menetap dalam darah, dan menimbulkan gejala-gejala
24,89% disusul penyakit malaria klinis dengan persentase 10.36% dan penyakit
pada kulit alergi dan dengan persentase 10,28%.4
Dalam modul eliminasi penyakit gajah yang diterbitkan oleh Depkes RI
melalui ditjen PPM dan PL direktorat P2B2 subdit filariasis dan scistosomiasis
.endemisitas kejadian filariasis salah satunya juga terdapat di kabupaten Mamuju,
Sulbar . Terbukti sampai pada tahun 2010 pemerintah setempat (berkoordinasi
dengan subdit filariasis dan Schistosomatis , Direktorat P2B2 ,ditjen PP dan PL .
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia ) masih memberikan obat anti filaria
secara massal ada warganya. Hal ini menunjukkan bahwa masih tingginya
kejadian filariasis di derah tersebut.5
Pada skenario Kab.Mamuju merupakan tempat liburan pasien . Sedangkan
kab.mamuju adalah salah satu daerah yang endemis dengan penyakit menular
salah satunya adalah filariasis . Dapat dicurigai pasien digigit nyamuk(vektor)
yang telah terjangkit oleh mikrofilaria sehingga menimbulkan gejala-gejala klinis
seperti yang dipaparkan pada skenario.5
I.
c)
d)
e)
f)
II.
III.
FILARIASIS
Filariasis adalah penyakit menular (Penyakit Kaki Gajah) yang disebabkan
oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini
bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin
baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara
optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban
keluarga, masyarakat dan negara.7
parasit
ini
termasuk
kedalam
superfamili
Filaroidea,
family
KLASIFIKASI
Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai.
Limfedema tungkai ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:
Tingkat 1.
Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila tungkai
diangkat.
Tingkat 2.
Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila
tungkai diangkat.
Tingkat 3.
Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai
diangkat, kulit menjadi tebal.
Tingkat 4.
Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit
(elephantiasis).
GEJALA KLINIS FILARIASIS
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem
limfatik dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh
reaksi hipersensitivitas dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis. Dalam
proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan limfadenitis
akut berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari sistem
limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke stadium
berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi:
1. Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya
mikrofilaremia yang memerlukan waktu kira-kira 37 bulan. Hanya sebagian dari
penduduk di daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok
mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat
bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik
ataupun amikrofilaremik.
2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala
klinis yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
3. Gejala klinik akut
tungkai atas, tungkai bawah, skrotum, vulva atau buah dada, dengan ukuran
pembesaran di tungkai dapat 3 kali dari ukuran asalnya.C hyl uri a dapat terjadi
tanpa keluhan, tetapi pada beberapa penderita menyebabkan penurunan berat
badan dan kelelahan.8
Filariasis brugia
Elefantiasis terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan lengan bawah.
Ukuran pembesaran ektremitas umumnya tidak melebihi 2 kali ukuran asalnya.8
DIAGNOSA
1.
Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik.
Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada
pemeriksaan darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan
siang hari, 30 menit setelah diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara
morfologis dapat ditentukan species cacing filaria.8
3.
Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe
Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi,
atau lambat. Jika lambat maka kemungkinan adalah oleh venous hypertension dan
identifikasi apakah ada peningkatan tekanan vena leher. Jika ada maka edema
jantung. Jika tidak maka venous hypertension atau occlusion. Jika cepat maka
apakah ada penurunan protein. Jika ada maka kemungkinan penurunan sintesis
protein atau peningkatan kehilangan protein. Selain itu, diagnosa banding dari
filariasis adalah hernia inguinalis, knobs, kiluria, pembesaran ekstremitas.
Diagnosa banding untuk TPE.8
OBAT FILARIASIS
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik
untuk filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan
mikrofilarisidal. Obat ini ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi
memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara. Reaksi
sistemik dengan atau tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada berbagai
bagian tubuh, persendian, pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien,
alergi, muntah dan serangan asma.8
Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi,
limfedema transien, hidrokel, funikulitis dan epididimitis. Reaksi samping
sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5
hari dan lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi samping lokal
terjadi beberapa hari setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan setelah
beberapa hari sampai beberapa minggu dan sering ditemukan pada penderita
dengan gejala klinis. Reaksi sampingan ini dapat diatasi dengan obat simtomatik.8
Reaksi samping ditemukan lebih berat pada pengobatan filariasis brugia,
sehingga dianjurkan untuk menurunkan dosis harian sampai dicapai dosis total
standar, atau diberikan tiap minggu atau tiap bulan. Karena reaksi samping DEC
sering menyebabkan penderita menghentikan pengobatan, maka diharapkan dapat
dikembangkan penggunaan obat lain (seperti Ivermectin) yang tidak/kurang
memberi efek samping sehingga lebih mudah diterima oleh penderita. DEC tidak
2. Daerah
endemis
lama
dan
baru
yang
merupakan
daerah
endemik
filariasis,
perlu
diselenggarakan
suatu
surveilans
epidemiologis.
Pada daerah tersebut 10% dari penduduknya perlu diperiksa untuk
menentukan Acute Disease Rate dan mf rate. Pengobatan massal dilakukan bila
ADR> 0%, dan mf rate > 5%; sedangkan pengobatan selektif dilakukan bila ADR
= 0%, dan mf rate < 5%. Dalam pelaksanaan pemberantasan dengan pengobatan
menggunakan DEC ada beberapa cara yaitu dosis standard, dosis bertahap dan
dosis rendah. Dianjurkan Puskesmas menggunakan dosis rendah yang mampu
menurunkan mf rate sampai < 1%. Pelaksanaan melalui peran serta masyarakat
dengan prinsip dasa wisma. Penduduk dengan usia kurang dari 2 tahun, hamil,
menyusui dan sakit berat ditunda pengobatannya.
DEC diberikan setelah makan dan dalam keadaan istirahat.
1. Dosis standar
Dosis tunggal5 mg/kg berat badan; untuk filariasis bancrofti selama 15 hari, dan
untuk filariasis brugia selama 10 hari.
2. Dosis bertahap
Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, dan 1/2 tablet untuk usia
kurang dari 10 tahun; disusul 5 mg/kg berat badan pada hari 5-12 untuk filariasis
bancrofti dan pada hari 5-17 untuk filariasis brugia.
3. Dosis rendah
Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, 1/2 tablet untuk usia < 10
tahun, seminggu sekali selama 40 minggu.
Kegiatan pemberantasan nyamuk terdiri atas:
1. Pemberantasan nyamuk dewasa
a. .Anopheles : residual indoor spraying
b. Aedes : aerial spraying
2.
a. Anopheles : Abate 1%
b. Culex : minyak tanah
c. Mansonia : melenyapkan tanaman air tempat perindukan, mengeringkan rawa
dan saluranair
3. Mencegah gigitan nyamuk
a. Menggunakan kawat nyamuk/kelambu
b. Menggunakan repellent
Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya perlu
dilaksanakan sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik untuk menunjang
penanggulangan filariasis. Sasaran penyuluhan adalah penderita filariasis beserta
keluarga dan seluruh penduduk daerah endemis, dengan harapan bahwa penderita
dengan gejala klinik filariasis segera memeriksakan diri ke Puskesmas, bersedia
diperiksa darah kapiler jari dan minum obat DEC secara lengkap dan teratur serta
menghindarkan diri dari gigitan nyamuk. Evaluasi hasil pemberantasan dilakukan
setelah 5 tahun, dengan melakukan pemeriksaan vektor dan pemeriksaan darah
tepi untuk deteksi mikrofilaria.8
PROGNOSIS FILARIASIS
Pada kasus kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien
pindah dari daerah endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat
Larva cacing ini dapat menyebar dan menyerang organ lain seperti otak,
ginjal, mata, sumsum tulang belakang dan kulit. Dalam jumlah yang sedikit
cacing dewasa tidak akan menimbulkan gejala. Kadang-kadang pendertia
mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang,
diare atau konstipasi. Bila infestasi tersebut berat dapat menyebabkan cacingcacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus ( ileus ).
Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual,
nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Cacing dewasa dapat juga
menyebabkan gangguan nutrisi terutama pada anak-anak. Cacing ini dapat
mengadakan sumbatan pada saluran empedu, saluran pankreas, divertikel dan usus
buntu. Selain hal tersebut di atas, cacing ini dapat juga eosinofilifa. Cacing
dewasa dapat keluar melalui mulut dengan perantaraan batuk, muntah atau
langsung keluar melalui hidung.
PENATALAKSANAAN
Piperazin
Merupakan obat pilihan utama, diberikan dengan dosis sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
penggunaan obat ini adalah pusing, rasa melayang dan gangguan penglihatan.
Heksilresorsinol
Obat ini baik infeksi Ascaris lumbricoides dalam usus. Obat ini diberikan
setelah pasien dipuasakan terlebih dahulu, baru kemudian diberikan 1
gheksiresorsinol sekaligus disusul dengan pemberian laksans sebanyak 30 g
MgSO4, yang diulangi lagi 3 jam kemudian untuk tujuan mengeluarkan cacing.
Bila diperlukan pengobatan ini dapat diulang 3 hari kemudian.
Pirantel Pamoat
Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan,
maksimum 1 g. Efek samping obat ini adalah rasa mual, mencret, pusing, ruam
kulit dan demam.
Levamisol
Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis tunggal 150 mg.
Albendazol
Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis tunggal 400 mg
Mebendazol
Obat ini cukup bila diberikan dengan dosis 100 mg, 2 kali sehari selama 3
hari.
KOMPLIKASI
Selama larva sedang bermigrasi dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergik
yang berat dan pneumonitis dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya
pneumonia.
PROGNOSIS
Selama tidak terjadi obstruksi oleh cacing dewasa yang bermigrasi, prognosis
baik. Tanpa pengobatan infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5
tahun.9
TRIKURIASIS
DEFINISI
Trikuriasis (trichuriasis) disebut juga trikosefaliasis (trichocephaliasis).
Penyebab penyakit ini adalah Trichuris trichiura atau threadworm atau whip
worm. Terdapat di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis; frekuensi
infekasi trikuris ini cukup tinggi di Jakarta.10
GAMBARAN UMUM
Trichuris trichiura ini bisa disebut sebagai cacing non patogen dan komensal,
hidup dalam usus besar terutama sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di
kolon ascendens. Bila investasi cacing berada dalam jumlah yang besar dan daya
tahan pasien kurang baik, maka cacing ini akan menimbulkan gejala klinis.
Bagian posterior cacing melekat pada mukosa usus menyebabkan perdarahan
kronik dan kerusakan pada mukosa usus.10
Telur yang dikeluarkan melalui tinja berkembang menjadi infektif di dalam
tanah dalam waktu 1-2 minggu. Infeksi terjadi karena pasien menelan telur yang
infektif dan larvanya melekat pada usus halus, kemudian setelah menjadi dewasa
akan menetap di sekum dan kolon bagian proksimal.10
GEJALA KLINIS
Investasi cacing yang ringan tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas. Pada
investasi yang berat (>1000 telur/ gram tinja) timbul keluhan, karena iritasi pada
mukosa seperti nyeri perut, sukar buang air besar, mencret, kembung, sering
flatus, rasa mual, muntah, ileus dan turunnya berat badan. Bahkan pada keadaan
yang berat sering menimbulkan malnutrisi, terutama pada anak muda, dan
kadang-kadang terjadi perforasi usus dan prolaps rekti.11
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Terjadi anemia hipokromik yang disebabkan karena perdarahan kronis. Pada
tiap-tiap infeksi didapatkan eosinofilia sebesar 5-10%. Di dalam tinja pasien
didapatkan telur atau cacing dewasa.10
PENGOBATAN
1) Perawatan Umum
Higiene pasien diperbaiki dan diberikan diet tinggi kalori, sedangkan anemia
dapat diatasi dengan pemberian preparat besi.10
2) Perawatan Khusus
Bila keadaan ringan dan tak menimbulkan gejala, penyakit ini tidak
diobati.Tetapi bila menimbulkan gejala, dapat diberikan obat-obat:
a) Diltiasimin Jodida. Diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg berat badan/hari,
selama 3-5 hari.
b) Stilbazium Yodida. Diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan/hari, 2
kali sehari selama 3 hari dan bila diperlukan dapat diberikan dalam waktu
yang lebih lama. Efek samping obat ini adalah rasa mual, nyeri pada perut
dan warna tinja menjadi merah.
c) Heksiresorsinol 0,2%. Dapat diberikan 500 ml dalam bentuk enema, dalam
waktu 1 jam.
d) Mebendazole. Diberikan dengan dosis 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari,
atau dosis tunggal 600 mg.
KOMPLIKASI
Bila infeksi berat dapat terjadi perforasi usus atau prolapsus rekti.10
PROGNOSIS
Bambang
Setiyohadi,
IdrusAlwi,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi IV. . Jakarta:
BalaiPenerbit FKUI.2935