Evaluasi Nasional
Diajukan oleh:
Yenny Kumalawati Santosoatmodjo
0906647015
20 Juli 2014
Anak masuk IGD RSCM
21 Juli 2014
27 Juli 2014
Agustus 2014
Nama peserta ujian : Yenny Kumalawati Santosoatmodjo
NPM : 0906647015
Identitas Pasien
Nama
: An. J
Jenis kelamin
: laki-laki
Usia
: 10 bulan
Nama ayah : Tn A
Usia ayah
: 29 tahun
Pendidikan : SMA
Tanggal lahir
Pekerjaan : Polisi
Alamat
: Ambon, Maluku
Nama Ibu : Ny A
Rekam medis
: 39195XX
Usia Ibu
Tanggal masuk RS
Lama rawat
: 8 hari
: 28 tahun
Pekerjaan : Guru
Usia 3 bulan : pasien mengalami diare selama 1 bulan , batukberdahak disertai sesak
napas. Keluhan lain yang dialami pasien adalah demam hilang timbul tanpa sebab
yang jelas selama 1 bulan. Keluhan tersebut tidak mengalami perbaikan dengan
pemberian antibiotik.
Usia 4 bulan: Pasien dirawat di RS selama 1 minggu dengan diagnosis pneumonia dan
diare. Pasien kembali dirawat setelah 4 hari pulang dari RS karena tersedak. Pasien
dirawat selama 3 minggu dengan diagnosis pneumonia aspirasi. Pasien disarankan
untuk berobat ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Usia 5 bulan: Pasien mengalami keluhan batuk berdahak dan sesak kembali. Pada
kepala muncul bisul multipel. Selain itu, pasien mengalami demam yang hilang
timbul. Berat badan semakin turun, pasien terlihat sangat kurus.Pasien dirujuk ke
RSCM.
Usia 6 bulan: Pasien dirawat di RSCM selama 2 bulan dengan diagnosis awal gizi
buruk marasmik (usia 6 bulan, berat badan(BB) 3,4 kg, panjang badan (PB) 60 cm),
kandidosis oral, dermatitis terinfeksi, furunkulosis. Selama perawatan dilakukan
eksplorasi ke arah tuberkulosis dan HIV. Hasil uji tuberkulin negatif. Hasil PCR RNA
HIV positif dengan CD4 16%. Hasil pemeriksaan PCR sitomegalovirus (CMV) urin
didapatkan hasil positif. Pasien didiagnosis HIV stadium klinis IV immunosupresi
sedang, gizi buruk marasmik, infeksi CMV, infeksi saluran kencing, infeksi jamur
sistemik, diare kronik, dan tersangka alergi susu sapi. Pasien mendapat diet susu
extensively hydrolyzed (Pregestimil) dilanjutkan dengan diet susu elemental
(Neocate), terapi antiretroviral (ARV, sejak 25 April 2014), profilaksis Tuberkulosis
(Isoniazid), profilaksis pneumonia pneumocystis jiroveci(kotrimoksazol), gansiklovir
(mulai 6 Mei 2014 selama 21 hari) dilanjutkan dengan valgansiklovir (mulai 28 Mei
2014), antibiotik, antijamur, dan suplementasi mikronutrien. Pasien pulang rawat pada
tanggal 30 Mei 2014.
Usia 8 bulan: Pasien mengalami sesak perburukan dan dirawat di IGD RSCM selama
6 hari dengan diagnosis pneumonia terkait rumah sakit, HIV stadium klinis IV
immunosupresi sedang, gizi buruk marasmik, dan CMV sistemik. Pasien mendapat
terapi antibiotik (seftazidim), ARV (Triommune junior baby), profilaksis
Tuberkulosis
(Isoniazid),
kotrimoksazol
valgansiklovir,
dan
suplementasi
mikronutrien.
Usia 8 bulan sekarang: Pasien kontrol rutin ke poliklinik alergi imunologi, nutrisi
metabolik, dan respirologi departemen IKA RSCM. Selama pengobatan, status gizi
pasien menjadi gizi kurang, tidak didapatkan keluhan diare, dan alergi susu sapi tidak
terbukti sehingga diberikan susu formula BBLR. Terapi rawat jalan yang diterima
pasien adalah ARV (Triommune junior baby), profilaksis Tuberkulosis (Isoniazid),
Kotrimoksazol profilaksis, valgansiklovir, dan suplementasi mikronutrien.
Kesan: pasien mengalami pneumonia berulang, berat badan sulit naik, dan infeksi
berulang. Pada perawatan di RSCM sebelumnya telah didiagnosis dengan pneumonia,
HIV stadium klinis IV immunosupresi sedang, gizi buruk marasmik, infeksi CMV
sistemik, infeksi saluran kencing dan infeksi jamur sistemik
Riwayat penyakit keluarga
Ibu didiagnosis TB kelenjar berdasarkan hasil biopsi kelenjar leher. Hasil pulasan
dahak menunjukkan basil tahan asam (BTA) positif. Ibu mendapatkan terapi obat anti
tuberkulosis (OAT) sejak Mei 2014.
Kesan:infeksi HIV mungkin didapat dari Ibu, terdapat faktor risiko asma, dan terdapat
faktor risiko infeksi TB.
Corak reproduksi dan sosial ekonomi keluarga
Pasien adalah anak tunggal. Ayah pasien berusia 29 tahun, suku Ambon,
beragama Katolik. Ibu pasien berusia 28 tahun, suku Ambon, beragama
Kristen. Pernikahan ayah dan ibu merupakan pernikahan pertama. Ibu
menyangkal penggunaan obat-obatan yang disuntik, mempunyai tato
ataupun pernah berganti-ganti pasangan.
Orangtua pasien berasal dari golongan ekonomi menengah. Ayah pasien
adalah seorang polisi dengan penghasilan Rp 4.000.000,- Ibu pasien
adalah
seorang
guru
dengan
penghasilan
Rp.
2.000.000,-.Biaya
Data lingkungan
Sejak lahir pasien tinggal bersama ibu, bibi, paman, dan saudara sepupu
di Ambon di sebuah rumah berukuran 10 x 20 meter persegi. Ventilasi
dan pencahayaan rumah baik. Sumber air menggunakkan air sumur
dengan kualitas air cukup bersih. Sumber listrik adalah perusahaan
listrik negara (PLN). Di dalam rumah terdapat 3 kamar tidur, fasilitas
dapur dan kamar mandi. Ayah pasien bertugas di pulau yang berbeda
dan pulang saat mendapatkan ijin dari atasan (tidak ada jadwal rutin
untuk pulang).
Kesan: lingkungan tempat tinggal pasien memiliki higienitas yang
baik.
Riwayat kehamilan dan persalinan
Selama hamil, ibu rutin memeriksakan kandungannya ke bidan dan
dokter spesialis kandungan.
bedah kaisar karena ketuban habis. Berat lahir pasien 3100 g, panjang
lahir lupa. Saat lahir, pasien langsung menangis, tidak tampak biru dan
tidak ada riwayat kuning.
Kesan: tidak didapatkan riwayat morbiditas saat kehamilan.
Pasien dilahirkan secara bedah kaisar.
Riwayat imunisasi
Pasien
hanya
mendapatkan imunisasi
BCG.
Imunisasi
lain
belum
diberikan.
Kesan: imunisasi dasar belum lengkap.
Riwayat nutrisi
Pasien mendapat air susu ibu (ASI) dengan menyusu langsung hingga
usia 6 bulan. Usia 1 bulan ditambahkan minuman pendamping ASI
(PASI), namun dihentikan karena pasien sering muntah. Makanan
pendamping mulai diperkenalkan saat usia 6 bulan (bubur susu) namun
hanya beberapa hari. Saat ini pasien mengkonsumsi susu BBLR 8 x 150
ml/NGT.
Kesan: selama 6 bulan terakhir asupan makanan kurang, baik
kuantitas maupun kualitas disertai dengan riwayat infeksi berulang
sehingga berat badan pasien sulit naik. Setelah mendapat intervensi
gizi terjadi perbaikan status gizi.
Kesan :tumbuhkembangterlambat
Ringkasan perawatan di RSCM sebelum pasien diterima (20 Juni 2014)
Pasien masuk perawatan di IGD RSCM dengan diagnosis pneumonia komunitas, HIV
stadium klinis IV immunosupresi berat, CMV sistemik, gizi kurang perawakan pendek. Pada
pemeriksaan fisis didapatkan dispnea laju napas 55 kali/menit disertai dengan retraksi
interkostal dan substernal, desaturasi tanpa oksigen saturasi O2 88%, dengan O2 nasal 2
liter/menit 95%, dan terdapat ronki basah halus pada kedua lapangan paru. Hasil laboratorium
bulan Maret 2014 PCR RNA HIV positif dengan CD4 16%.
sitomegalovirus (CMV) urin pada bulan April 2014 didapatkan hasil positif.Pasien dirawatinap dengan terapi oksigen 2 liter per/menit, diet susu BBLR 8x150 mL, terapi antibiotik
empiris cefotaxime 3x170 mg iv, antiretroviral triommune triple baby 2-1, pencegahan PCP
kotrimoksazol 1x40 mg po, terapi CMV valgansiklovir 2x2 mL, dan inhalasi berkala agonis
2
PEMERIKSAAN FISIS (IGD, 21 Juli 2014)
Keadaan umum : tampak sakit sedang, lemah, kompos
mentis, sesak,
mengi, tidaksianosis
Tanda Vital
Laju nadi
Laju napas
: 38C
Saturasi
liter/menit
Status Gizi dan Antropometri
BB
PB
BB/PB
Lingkar kepala
TB ayah
TB ibu
: 165,5 cm
TPG : 162,7-179,7 cm
: 164 cm
Deskripsi
Tidak pucat, turgor kulit cukup, tidak kering
Deformitas tidak ada, ubun-ubun besar datar, ukuran 1x1 cm,
lingkar kepala 40 cm
Rambut
Rambut hitam, tersebar merata, tidak mudah dicabut
Wajah
Wajah tidak dismorfik, tidak ada wajah orangtua susah,
tidak ada parese nervus kranialis
Mata
Palpebra tidak cekung, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak
ikterik, tidak tampak bercak bitot. Pupil bulat isokor, diameter 3
mm/ 3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+,
Hidung
gerak bola mata baik, kontak mata baik.
Telinga
Tidak ditemukan sekret
Mulut
Tidak terdapat sekret, membran timpani intak
Tidak terdapat oral trush pada lidah dan mukosa bukal.
Gigi
Tonsil ukuran T1-T1, tidak hiperemis. Faring hiperemis, tidak
Leher
ada leukoplakia.
Dada
Terdapat gigi pada insisivus inferior dan superior.
Tidak teraba kelenjar getah bening. JVP 5+0 mmHg
Paru
Bentuk dan pergerakan simetris, tidak terlihat adanya iga
gambang, terlihat retraksi epigastrium dan interkostal
Jantung
Pergerakan simetris, perkusi sonor, bunyi napas vesikuler di
kedua lapang paru. Ronki basah halus di kedua lapang
Abdomen paru, tidak ada wheezing.
Iktus kordis tidak tampak, teraba di sela
iga 5 garis
Punggung midklavikularis sinistra. Tidak ada thrill. Bunyi jantung I dan II
Genitalia normal, tidak terdengar murmur dan irama derap
Ekstremita Datar, lemas, perkusi timpani, bising usus normal. Hati dan
s
limpa tidak teraba. Tidak teraba masa. Tidak ada nyeri tekan.
Turgor baik.
Tidak didapatkan dimple maupun hair tuft
Lelaki, tidak ada kelainan.
Akral teraba hangat, waktu pengisian kapiler kurang dari 3
KGB
detik. Tidak didapatkan wasting dan baggy pants. Paresis
tidak ada, refleks fisiologis normal di keempat ekstremitas,
refleks patologis tidak ada, tonus otot normal di keempat
ekstremitas. Tidak terdapat edema tungkai. Terdapat parut
BCG pada deltoid kanan.
Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal
20/7/2013
Darah
Hb (g/dL)
12,5
MCV (fL)
87,6
MCH (pg)
29,4
MCHC (g/dL)
33,6
Ht (%)
37,5
Leukosit (/L)
9860
Hitung jenis*
0/3/5/28/59/5
Trombosit (/L)
327000
*basofil/eosinofil/neutrofil/limfosit/monosit
Tanggal
Data
20/7/2013
Pukul 10.00
20/7/2013
Pukul 19.00
pH
7,352
7,293
17,3
43,9
109,2
79,8
O2 Saturasi
97,1
92,9
BE
-13,6
-4,2
HCO3
13,7
20,8
Na
158
142
3,2
5,3
Cl
98
106
pCO2
pO2
Lain-lain
Rontgen toraks 20/7/2014 : Bentuk dan ukuran jantung normal
Infiltrat di kedua lapang paru
DAFTAR MASALAH
1. Pneumonia komunitas
2. HIV stadium klinis IV, imunosupresi sedang dalam ARV
Diagnostik
o Rontgen toraks
o Darah perifer lengkap
Terapeutik
o Oksigen 2 liter/ menit
o Sefotaksim 3 x 200 mg/intravena
o Parasetamol 2,5 ml (60 mg) bila suhu 38C
o Inhalasi Salbutamol 1 respul : NaCl 0,9% 3 ml = 4x/hari
o Pemantauan tanda vital, saturasi oksigen.
Edukasi
o Mengenai
penyakit,
rencana
pemeriksaan
dan
o Edukasi
orangtua
mengenai
tanda-tanda
perburukan
sesak
2. Infeksi HIV stadium klinis IV, imunosupresi sedang dalam ARV,
ensefalopati HIV, imunisasi belum lengkap
Diagnostik
o Pemeriksaan CD4 ulang
o Skrining perkembangan dengan Denver II bila keadaan
umum baik
Terapeutik
o Triomune junior 2 x 1 tablet
o Kotrimoksasol 1 x 20 mg per oral (profilaksis PCP)
o Pemantauan tanda vital
o Monitor perkembangan
o Melengkapi imunisasi setelah pulang
Edukasi
o Konseling orangtua mengenai HIV dan edukasi dampak
infeksi HIV terhadap tubuh, tata laksana komprehensif,
perlunya ketaatan konsumsi obat, dan prognosis.
o Penjelasan pada orangtua tentang pertumbuhan dan
perkembangan anak, pemberian stimulus yang
otimal
Terapeutik : Valgansiklovir
Edukasi :
o Mengenai
penyakit,
rencana
pemeriksaan
dan
4. Tuberkulosis kelas 1
Diagnostik
o Klinis
o Uji tuberkulin ulang
o Rontgen toraks
Terapeutik
o INH 1 x 60 mg per oral
Edukasi
o Penjelasan pada orangtua mengenai pentingnya minum
obat secara teratur bagi pasien dan ibu.
Diagnostik
o Klinis dan antropometris
o Analisis diet
Terapeutik
o Diet susu BBLR 8 x 150 ml per NGT
o Pemantauan toleransi minum dan kenaikan berat badan
o Mengatasi infeksi primer
Edukasi
o Pemberian diet/ susu secara teratur sesuai anjuran dokter,
menjelaskan teknik pemberian susu per NGT termasuk
pengaturan kecepatan pemberian.
PEMANTAUAN
Senin, 21 Juli 2014 (hari rawat ke-2)
S
Masih terdapat demam, suhu 38C, masih terdapat
batuk dan sesak. Tidak terdapat muntah atau mencret,
BAK banyak. Diet susu BBLR diberikan lewat NGT
sebesar 8x150ml.
O
Anak kompos mentis, tampak sesak, tidak ada sianosis.
Laju nadi 94 kali per menit, laju nafas 36 kali per menit,
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
(1000-4000)
(55-84)
(690-2540)
(31-60)
(410-1590)
Divisi Respirologi:
Karena
masih
terdapat
wheezing,
tambahkan
dexametason 0,5 mg/kg/hari dibagi 3 dosis
Divisi Alergi Imunologi:
Lanjutkan tata laksana
1. Pneumonia Komunitas
2. Infeksi HIV stadium klinis IV, tanpa imunosupresi dalam
ARV, dengan ensefalopati HIV
3. Infeksi sitomegalovirus dalam terapi
4. Tuberkulosis kelas 1
5. Gizi kurang perawakan pendek dengan gagal tumbuh
1. O2 2 LPM NK
2. Diet: susu BBLR 8x150 mL/NGT
3. Cefotaxime 3x200 mg IV (3)
4. Parasetamol 60 mg PO (bila S>38C)
5. Kotrimoksazol 1x 40 mg (TMP)
6. Valgancyclovir 2 x 2ml
7. Triomune triple baby tab 2-1
8. INH 1 x 60 mg peroral
9. Inhalasi Combivent 2,5 ml dan NaCl 0,9% 2,5 ml, 4x sehari
10. Dexametason 3 x 1 mg iv
11. Monitor keadaanumumdantanda vital
DISKUSI
Seorang anak lelaki berusia 10 bulan datang dengan keluhan sesak sejak
1 hari sebelum masuk RS disertai demam tinggi dan batuk. Pasien
mengalami sesak berulang sejak usia 3 bulan dan riwayat menjalani
rawat inap 2 kali dengan diagnosis pneumonia dan diare. Saat berusia 6
bulan pasien dirujuk ke RSCM dengan keterangan gizi buruk, diare
kronik, dan tersangka alergi susu sapi. Selama perawatan pertama di
RSCM, dilakukan perbaikan gizi dan pemeriksaan PCR RNA HIV dengan
hasil reaktif, CD4 16%. Ibu pasien menjalani skrining HIV dengan hasil
positif dan terdiagnosis TB paru dengan BTA (+) dan TB kelenjar. Ibu
pasien mendapat terapi OAT sejak April 2014 serta mulai pengobatan
ARV sejak Mei 2014. Pasien dirawat selama 1,5 bulan dengan diagnosis
gizi buruk marasmik dengan gagal tumbuh, HIV stadium klinis IV
imunosupresi sedang, infeksi sitomegalovirus sistemik, tuberkulosis kelas
1, kandiasis oral, infeksi saluran kemih, dan diare kronik. Pasien mulai
mendapatkan terapi ARV sejak 25 April 2014 (usia 7 bulan). Pada
Immunodeficiency
Virus).
Jumlah
kasus
HIV
di
dunia
meningkat
dari 1.070 pada tahun 2008 menjadi 1,590 pada tahun 2014. (Country
report: Indonesia. East Asia and Pacific Regional Consultation on
Children and HIV/AIDS Hanoi, Viet Nam 22 24 March 2006. 2006:2)
Upaya pencegahan transmisi HIV pada bayi dan anak menurut WHO
dilakukan melalui 4 strategi, yaitu mencegah penularan HIV pada wanita
usia subur, mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita
HIV, mencegah penularan HIV dari ibu HIV hamil ke anak yang akan
dilahirkannya, dan memberikan dukungan, layanan, dan perawatan
berkesinambungan bagi pengidap HIV. Upaya ini dikenal sebagai PMTCT
(prevention of mother-to-child transmission)
1,3,4
Setelah dilaksanakan
pemberian ARV pada bayi, dan pemberian nutrisi dengan susu formula.
Konseling sudah harus dilakukan sejak masa antenatal. Studi di Tanzania
menilai transmisi pada wanita hamil mendapatkan ARV sejak kehamilan
trimester ketiga hingga 1 minggu pasca-melahirkan sedangkan bayi
mendapatkan ARV profilaksis sejak lahir hingga usia 6 bulan dan
mendapatkan air susu ibu (ASI). Angka transmisi secara keseluruhan
4,1% saat usia 6 minggu, 5,0% saat usia 6 bulan, dan 6,0% saat usia
18%.5 ( open label, non randomized, cohort study) Studi lain di Kenya
melaporkan efikasi pemberian 3 jenis ARV pada ibu hamil antara 28 dan
36 minggu usia kehamilan dan dilanjutkan dengan pemberian ASI selama
6 bulan. Angka kejadian infeksi HIV pada usia 1 tahun adalah sebesar
5,5 %.6 (RCT) Intervensi PMTCT yang disertai dengan pemberian susu
formula akan menurunkan transmisi menjadi kurang dari 2%.7 Di
Indonesia, pada akhir 2009 terdapat 37 pusat layanan PMTCT tersedia di
24 provinsi, namun layanan yang komprehensif (termasuk pengujian dan
konseling untuk hamil, persalinan dengan operasi caesar, pemberian
susu formula untuk bayi, tes PCR untuk bayi), hanya tersedia di 9
provinsi. Selain itu, terdapat masalah lain yaitu pelaporan yang tidak
konsisten sehingga sulit dilakukan evaluasi. (Country report: Indonesia.
East Asia and Pacific Regional Consultation on Children and HIV/AIDS
Hanoi, Viet Nam 22 24 March 2006. 2006:2). Pada suatu studi kohort
berbasis rumah sakit yang diselenggarakan selama satu tahun dari bulan
Januari hingga Desember 2004 (atau sebelum pemberian gratis ARV),
menunjukkan transmisi di 6 dari 17 bayi. Sedangkan penelitian di RSCM
pada akhir tahun 2009, ditemukan transmisi
kasus di antara 150 bayi yang lahir dari ibu dengan HIV positif. (Kurniati
N, Nilamsari T, Akib AAP. Incidence of HIV infected infants born to HIVinfected mothers with prophylactic therapy: Preelimenary report of
hospital birth cohort study. Paed Ind;46:9-10). Pada pasien, status HIV
ibu tidak diketahui hingga pasien menunjukkan gejala infeksi oprtunistik.
Jalur transmisi pada
yaitu
menurut
penyebabnya
menjadi
infeksi,
non
infeksi,
dan
influenza,
Staphilococcus
aureus,
dan
Klepsiella
virus
pengobatan
imunokompromais.
standar
Secara
patut
klinis
mengarah
pada
anak
pada
sulit
kecurigaan
membedakan
dan
pasien
telah
mendapatkan
profilaksis
kotrimoksazol.
kecil.
Terapi
bronkopneumonia
ditujukan
untuk
eradikasi
akut
masih
menjadi
perdebatan.
Teori
klasik
inflamasi
lokal
paru
dapat
dikurangi
dengan
pemberian
of
corticosteroids
in
community-acquired
pneumonia:
berbagai
kondisi
akibat
komplikasi
berat
HIV,
antara
lain
McComsey GA,
Whalen CC, Mawhorter SD, Asaad R, Valdez H,Patki AH, dkk. Placebocontrolled trial of prednisone in advanced HIV-1 infection. AIDS.
2001;15:321-7)
Klasifikasi klinis HIV digunakan untuk membantu menentukan diagnosis,
tata laksana dan prognosis. Pasien dikelompokkan ke dalam stadium
klinis IV (WHO) atau kategori C (CDC) berdasarkan adanya malnutrisi
berat, gagal tumbuh, dan ensefalopati HIV. Diagnosis definitif HIV pada
anak usia <18 bulan ditegakkan berdasarkan pemeriksaan PCR RNA HIV.
Status imun ditentukan dengan pemeriksaan jumlah sel T CD4.1,2
Diagnosis HIV pada pasien ditegakkan berdasarkan PCR RNA HIV yang
reaktif, sedangkan status imun pasien saat awal terdiagnosis sesuai
dengan imunosupresi sedang (CD4 16%) dan saat ini adalah tanpa
imunosupresi.
Tata laksana infeksi HIV bersifat komprehensif, meliputi pemantauan
tumbuh kembang, nutrisi, imunisasi, medikamentosa, dan psikososial. 8
Terapi medikamentosa mencakup obat profilaksis infeksi oportunistik dan
obat antiretroviral (ARV). Kriteria pemberian ARV meliputi klinis dan
imunologis.4,8 Kasus ini dengan stadium klinis IV dan CD4 16%
terindikasi mendapat ARV.
Berdasarkan WHO 2013, rejimen ARV yang digunakan pada anak kurang
dari tiga tahun adalah abakavir atau zidovudin ditambah lamivudin
ditambah lopinavir/ritonavir. Rejimen alternatif adalah abakavir atau
zidovudin ditambah lamivudin ditambah nevirapin. Rifampisin dapat
berinteraksi dengan protease inhibitor, sehingga rifampisin sebaiknya
diganti
oleh
rifabutin.
Jika
rifabutin
tidak
tersedia
maka
radiologis
yang
menunjang
serta
adanya
bukti
berhubungan
dengan
mutasi
terhadap
Rifampisin
secara
mikroskopik
dapat
dilakukan
pemeriksaan
dengan
pemberian
direncanakan
selama
INH
9
profilaksis
bulan.Isoniazid
sebesar
efektif
10
mg/kgBB
dalam
dan
mencegah
sitomegalovirus
(CMV)
merupakan
infeksi
yang
sering
hepatosplenomegali,
korioretinitis,
mikrosefali,
kalsifikasi
menyusui.17 Pasien HIV berisiko tinggi terinfeksi CMV saat masa kanak
dibandingkan anak tanpa infeksi HIV. Sitomegalovirus adalah infeksi
oportunistik yang seringditemukan pada anak yang terinfeksi HIV. Angka
kejadian infeksi CMV pada HIV tinggi pada 1 tahun awal kehidupan. 17
Studi di New York melaporkan sebanyak 31% anak dengan infeksi HIV
juga mengalami infeksi CMV, dan 13% diantaranya merupakan penyakit
CMV yang siptomatik.18Sitomegalovirus sering disebut sebagai kofaktor
progresifitas HIV dan patogenesis AIDS.19
Infeksi CMV menyebabkan sindrom klinis pada pasien imunokompromis.
Manifestasi
klinis
bervariase
tergantung
derajat
imunokompromis.
cerna,
dan
Cytomegalovirus
retinitis.
(Schleiss
MR,
Infection Workup.
Steele
RW.Pediatric
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/963090-workup#showall. Diakses
tanggal
Agustus
2014.).
Manifestasi
berat
yang
paling
sering
ditemukan pada infeksi CMV dengan HIV adalah CMV retinitis. Anak
dengan CMV ekstraokular memberikan gejala yang tidak khas berupa
demam, peningkatan berat badan yang tidak adekuat, keterlambatan
perkembangan dengan abnormalitas laboratorium berupa anemia dan
trombositopenia.
Diagnosis
CMV
ditegakkan
melalui
pemeriksaan
antibodi atau biakan. Antibodi yang positif pada usia < 1 tahun
mengindikasikan infeksi maternal dan bukan serta merta infeksi pada
bayi, karena antibodi yang di transfer melalui plasenta. Antibodi CMV
yang positif pada usia > 12 bulan menunjukkan infeksi masa lampau dan
tidak memberikan informasi menganai kondisi infeksi aktif
saat ini.
anak
memiliki
resiko
gagal
tumbuh.
Kriteria
Gagal
tumbuh
bukan
suatu
diagnosis
sehingga
diperlukan
non-organik. Penyebab gagal tumbuh pada pasien ini adalah infeksi HIV,
pneumonia berulang, dan diare persisten.
Mikrosefali adalah lingkar kepala lebih kecil dari -2 standar deviasi
pada distribusi normal Kurva Nelhaus. Mikrosefali dapat diklasifikasikan
menjadi dua kategori, yaitu kongenital (primer) dan didapat (sekunder).
Mikrosefali didapat menggambarkan pembentukan otak yang normal
namun terganggu pertumbuhannya, yang dapat terjadi selama dalam
kandungan maupun setelah lahir. Pada kasus ini terdapat mikrosefali
dengan ditemukannya lingkar kepala pasien di bawah nilai normal (<-2
SD kurva Nelhaus). Dari anamnesis tidak diketahui lingkar kepala pasien
saat lahir. Mikrosefali pada pasien masih mungkin karena kondisi gizi
buruk yang dialami setelah lahir, namun perlu dimonitor dan dipikirkan
kemungkinan
berkaitan
dengan
infeksi
HIV
mengingat
pasien
ensefalopati
keterlambatan
perkembangan,
HIV
dapat
berupa
gangguan
regresi
perkembangan
atau
otak
pada
anak
HIV
sebesar
18,2%.
Gupta
dkk. 23
mendapatkan
manifestasi klinis ensefalopati HIV paling sering pada anak balita adalah
keterlambatan perkembangan (43,8%) dan kejang (39,6%). Patel dkk. 24
melaporkan bahwa pemberian HAART (Highly active antiretroviral
treatment) pada anak dapat menurunkan insidens ensefalopati HIV
sampai 50% (level of evidence 2). Diagnosis ensefalopati HIV pada
pasien
ini
perlu
dilakukan
pemantauan
perkembangan
dan
pemberian
terapi
ARVdiharapkan
gangguan
dapat
dengan
rekomendasi
negara
yang
bersangkutan. 26
untuk
melindungi
individu
dari
penyakit
berat
seperti
tidak diberikan pada anak dengan tersangka infeksi HIV. Vaksin BCG
dapat menimbulkan komplikasi dan angka kejadiannya meningkat pada
anak dengan infeksi HIV.28Komplikasi yang terjadi akibat vaksin BCG
berdasarkan Revised Paediatric Classification for BCG disease dibagi
menjadi penyakit lokal, penyakit regional, penyakit jauh, dan penyakit
diseminata. Penyakit lokal adalah abses dengan diameter diatas 10 mm
atau ulserasi jaringan parut berat. Penyakit regional melibatkan kelenjar
getah bening ipsilateral. Penyakit jauh melibatkan kelenjar getah bening
diatas sisi ipsilateral. Penyakit disemanata menunjukkan hasil biakan
BCGM. bovis pada darah atau sumsum tulang melalui pemeriksaan PCR
atau biakan disertai gejala sistemik berupa demam, penurunan berat
badan, anemia, atau kematian.27Angka kejadian komplikasi vaksin BCG
pada anak tanpa infeksi HIV sangat bervariasi. Studi kohort di Zairian
melaporkan sebesar 6% komplikasi regional terjadi pasca-vaksin BCG
baik pada kelompok terpapar HIV maupun tanpa paparan, dan tidak ada
perbedaan
bermakna
antar
kedua
kelompok.27Beberapa
studi
lain
yang
buruk, dan fistula pada bayi yang terinfeksi HIV. 26Studi di Afrika Selatan
berbasis populasi yang menentukan insidens penyakit BCG diseminata
pada bayi dengan infeksi HIV usia 1 tahun melaporkan estimasi
insidens berkisar antara 778-1300 kasus diantara 100.000 bayi yang
divaksin.28 Pemberian vaksin BCG pada anak yang terinfeksi HIV saat
berusia 1 bulan dikaitkan dengan angka kejadian komplikasi yang relatif
rendah karena penekanan imun memerlukan waktu beberapa bulan. 26
Pada pasien, imunisasi yang didapat hanya BCG, imunisasi dasar lain
belum diberikan. Imunisasi BCG diberikan karena status HIVnya belum
diketahui. Hingga saat ini
terjadinya komplikasi BCG. Hal ini dapat disebabkan karena vaksin BCG
diberikan padausia 1 bulan, sehingga status imun pasien masih baik.
Infeksi diseminata BCG lebih sering terjadi bila vaksin diberikan saat
individu berada pada keadaan imunosupresi berat.26Setelah pasien
pulang, direncanakan melengkapi imunisasi, yaitu hepatitis B, polio, DTP,
HiB, dan campak. Sebaiknya pada anak imunokompromais diberikan
akan
merugikan
penderita
dan
kelanjutan
pengobatannya.
tujuan
pengobatan,
pentingnya
mematuhi
program
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
Munazir A, Muktiarti D. Tata laksana HIV pada anak. Dalam: Akip AP,
Munazir A, Windiastuti E, Endyarni B, Muktiarti D, penyunting. HIV
infections in infants and children in Indonesia: current challenges in
management. Edisi ke-Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM; 2009. h.45-59.
5.
6.
7.
8.
9.
Graham SM, Coulter JBS, Gilks CF. Pulmonary disease in HIVinvected African children. Int J Tuberc Lung Dis. 2001;5:12-23.
10. Graham SM, Gibb DM. HIV disease and respiratory infection in
children. Br Med Bull. 2002;61:133-50.
11. Setyanto DB. Masalah respirologi pada anak dengan HIV-AIDS.
Dalam: Akip AP, Munazir A, Windiastuti E, Endyarni B, Muktiarti D,
penyunting. HIV infections in infants and children in Indonesia:
current challenges in management. Edisi ke-Jakarta: Departemen
Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM; 2009. h.77-89.
12. Madhi SA, Petersen K, Madhi A, Khoosal M, Klugman KP. Increased
disease burden and antibiotic resistance of bacteria causing severe
community-acquired lower respiratory tract infections in human
immunodeficiency virus type 1-infected children. Clin Inf Dis.
2000;31:170-6.
13. Akip AP. Etiologi dan patogenesis infeksi HIV pada anak. Dalam: Akip
AP, Munazir A, Windiastuti E, Endyarni B, Muktiarti D, penyunting.
HIV infection in infants and children in Indonesia: current challenges
25. Siregar SP. Imunisasi pada bayi dan anak berisiko. Dalam: Ranuh
IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto,
Soedjatmiko, penyunting. Pedoman imunisasi di Indonesia. Edisi ke4. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. h.98-112.
26. Moss WJ, Clements CJ, Halsey NA. Immunization of children at risk
of infection with human immunodeficiency virus. Bulletin of the
World Health Organization. 2003;81:61-70.
27. Azzopardi P, Bennet CM, Graham SM, Duke T. Bacille CalmetteGuerin vacine-related disease in HIV-infected children: a systematic
review. 13. 2009:1344.
28. Hesseling AC, Johnson LF, Jaspan H, Cotton MF, Whitelaw A, Schaaf
HS dkk.
Disseminated bacille CalmettteGuerin disease in HIV
infected South African infants. Bull World Health Organ.
2009;87:505-11.
29. Sirinavin S, Atamasirikul K, Thititanyanont A, Thakkinstian A,
Kunanusont C. Prognostic factors and long-term survival of Thai
children with HIV-1 infection. Int Conf AIDS. 2004;4:8-20.