Anda di halaman 1dari 33

PENANGANAN KEGAWATAN NEONATUS

A. NEONATUS
Neonatus berasal dari bahasa latin yang berarti baru
saja

dilahirkan.

Dalam

dunia

kedokteran,

neonatus

didefinisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauteri


sampai dengan usia 28 hari atau 4 minggu pertama setelah
kelahiran (Dorland, 2011).
Transisi bayi dari intrauteri ke ekstruteri memerlukan
banyak perubahan biokimia dan fisiologi. Bayi tidak lagi
tergantung pada sirkulasi ibu melalui plasenta, fungsi paru
neonatus diaktifkan untuk mencukupi pertukaran oksigen dan
karbondioksida melalui pernafasannya sendiri. Bayi baru lahir
juga

tergantung

pada

fungsi

saluran

cerna

untuk

mengabsorpsi makanan, fungsi ginjal untuk ekskresikan


bahan yang harus dibuang dan mempertahankan hemostasis
kimia, fungsi hati untuk menetralisir dan mengeksresi bahanbahan

toksik,

dan

fungsi

sistem

imunologi

untuk

melindunginya terhadap infeksi. Karena tidak didukung oleh


sistem plasenta ibu, sistem kardiovaskuler dan endokrin
neonatus juga beradaptasi agar mencukupi dirinya (Behrman
et al, 2000). Perubahan atau adaptasi ini ada yang bersifat
cepat (immediate ) dan lambat (delayed). Adaptasi yang
cepat atau immediate terjadi pada sistem kardiovaskuler dan
respirasi, lalu disusul dengan adaptasi yang lambat atau
delayedyang meliputi fungsi hematologi, ginjal, dan hati
(Shama et al, 2010). Banyak masalah khusus pada neonatus
yang terkait dengan adaptasi yang buruk karena asfiksia,
kelahiran prematur, anomali kongenital yang mengancam
jiwa, dan pengaruh persalinan yang merugikan (nelson).
Dalambidangkesehatan,
terdapat
terminology
usiaanakhinggadewasa.

Terminology

inibergunadalammenentukanjenisterapi, dosisobat, pemilihan

instrument, danjuga prognosis daritiappenyakit.Karenaanakanakbukanlah


penjelasan

miniature

tersendiri

orang

dewasa,

mengenai

sehingga

penyakit

perlu

dan

juga

tatalaksana pada jenjang usia masing-masing. Berikut ini


adalah terminology pembagian usia dari American Academy
of Pediatrics Committee on Fetus and Newborn (2004).
Tabel 1. Terminologi pembagian usia dari American
Academy

of

Pediatrics

Committee

on

Fetus

and

Newborn
Gestational age Dimulai sejak konsepsi hingga lahir. Lebih
(GA)

spesifik lagi, gestational age didefinisikan


beberapa

minggu

menstruasi

terakhir

lahirnya bayi.

setelah
(HPMT)

hari
ibu

pertama
sampai

Gestational age pada fetus

ditentukan melalui saat HPMT atau dengan


Postnatal age

pemeriksaan (Dubowitz score).


Usia kronologi sejak lahir

(PNA)
Postmenstrual

Usia postmenstrual (PMA) dihitung dengan

age (PMA)

gestational age (GA) ditambah dengan usia

Neonate

postnatal (PNA) (PMA = GA + PNA).


Bayi yang lahir full-term usia 0-28 hari.
Beberapa

ahli

masih

menggunakan

terminology ini pada bayi premature usia >


28 hari dengan catatan PMAnya <42-46
Premature

minggu.
Neonatus yang lahir dengan GA<38 minggu

neonate
Full-term

Neonatus lahir dengan GA 38-42 minggu

neonate
Infant
Child/Children
Adolescent

(rata-rata 40 minggu)
1 bulan (>28 hari) hingga usia 1 tahun
Usia1-12 tahun
Usia13-18 tahun

Adult

Usia>18 tahun

B. SKOR APGAR
Skor Apgar merupakan metode praktis yang secara
sistematis digunakan untuk menilai neonatus segera sesudah
lahir,

untuk

membantu

mengidentifikasi

bayi

yang

memerlukan resusitasi akibat asidosis hipoksik. Skor yang


rendah tidak selalu berarti asidosis hipoksik, faktor-faktor
tambahan dapat mengurangi skor (Behrman et al, 2000).
Tabel 2. Lima kriteria Skor Apgar
Nilai 0
Nilai 1
Nilai 2
Warna kulit seluruhnya warna kulit tubuh warna kulit tubuh,
(Appearance

biru

normal merah

tangan, dan kaki

muda,

normal merah

tetapi tangan

muda, tidak ada

dan kaki kebiruan

sianosis

(akrosianosis)
<100 kali/menit

>100 kali/menit

Denyut

tidak ada

jantung
(Pulse)
Respons re tidak ada meringis/menang meringis/bersin/b
fleks

respons

is lemah ketika

atuk saat

(Grimace)

terhadap

distimulasi

stimulasi saluran

stimulasi
Tonus otot lemah/tida sedikit gerakan

napas
bergerak aktif

(Activity)
k ada
Pernapasan tidak ada lemah atau tidak

menangis kuat,

(Respiration)

teratur

pernapasan baik
dan teratur

Skor 7-10 : bayi normal, skor 4-6 : rendah, skor 0-3 : sangat rendah

Skor Apgar tidak meramalkan mortalitas neonatus atau


cerebral

palsy

selanjutnya.
3

Sebenarnya

kebanyanan

penderita yang selanjutnya berkembang menjadi cerebral


palsy, Skor Apgar-nya normal; sedangkan insidens cerebral
palsy sangat rendah pada bayi yang Skor Apgar-nya 0-3 pada
menit-5.

Skor

Apgar

menit-1

mengisyaratkan

perlunya

tindakan resusitasi segera; dan skor menit-5, -10, dan -20


menunjukkan

kemungkinan

keberhasilan

melakukan

resusitasi. Skor Apgar 0-3 pada menit-20 meramalkan tinggi


mortalitas dan morbiditas (Behrman et al, 2000).
Tabel 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Skor Apgar
Positif-Palsu (Tidak ada

Negatif-Palsu (Asidosis;

asidosis atau hipoksia

Apgar Normal)

janin, Skor Apgar Rendah


Imaturitas
Analgesik, narkotik, sedatif
Magnesium sulfat
Trauma serebral akut
Persalinan yang sangat cepat
Neuropati kongenital
Anomali SSP
Miopati kongenital
Trauma medula spinalis
Anomali
paru
(hernia

Dari ibu yang asidosis


Kadar
katekolamin

janin

tinggi
Beberapa bayi cukup bulan

diafragmatika)
Obstruksi jalan nafas
Pneumonia kongenital
Episode
sebelum
asfiksia
janin
Tanpa memandang etiologinya, Skor Apgar yang rendah akibat asfiksia
janin, imaturitas, depresi saraf pusat, atau

obstruksi jalan nafas

menunjukkan bahwa bayi membutuhkan resusitasi segera.

C. KEGAWATAN PADA NEONATUS


Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses
kelahirannya. Ancaman jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti
walaupun denagn bantuan alat-alat medis modern sekalipun,sering kali
memberikan gambaran berbeda tergadap kondisi bayi saat lahir.

Faktor-faktor yang mempengaruhi neonates terdari faktor maternal,


faktor kehamilan, faktor persalinan, dan faktor neonatus.
1. Faktor maternal
a. Diabetes maternal
b. Hipertensi kronik
c. Riwayat kematian janin dan neonatus
d. Ibu dengan penyakit jantung, ginjal, paru, tiroid, anemia atau kelainan
neurologi
e. Ibu pengguna obat-oba tbius, merokok
f. Usiaibu< 20 tahunatau> 35 tahun
2. Faktorkehamilan
a. Hipertensi
b. Perdarahan trimester II atau III
c. Infeksi maternal
d. Polihidramnion
e. Olihidramnion
f. Ketuban pecah dini
g. Post-term gestation
h. Kehamilan ganda
i. Berkurangnya geraka njanin
j. Tanpa antenatal care
3. FaktorPersalinan
a. Operasi Caesar darurat
b. Kelahiran dengan ekstraksi vakum atau forcep
c. Letakjanin sungsang atau presentasi abnormal
d. Persalinan presipitatus
e. Korioamnionitis
f. Ketuban pecah lama (>18 jam)
g. Partus lama (>24 jam)
h. Kala 2 lama (>2 jam)
i. Bradikardi janin
j. Heart rate janin yang tidak beraturan
k. General anestesi
l. Tetani uterus
m. Penggunaanobatnarkotika< 4jam
n. Air ketubanhijaukentaldengan meconium
o. Prolaps tali pusat
p. Solusio plasenta
q. Plasenta previa
4. Faktorneonatus
a. Berat janin tidak sesuai dengan masa kehamilan
b. Prematuritas
c. Kelainan kongenital
5. Hipotermia

Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh <


360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.Untuk
mengukur

suhu

tubuh

pada

hipotermia

diperlukan

termometer ukuran rendah (low reading termometer)


sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia
dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan
kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi
oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis
sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya
simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya
kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia antara
lain : prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi neurologik
seperti meningitis dan perdarahan cerebral, pengeringan
yang tidak adekuat setelah kelahiran dan eksposure suhu
lingkungan yang dingin.
Penanganan hipotermia ditujukan pada:
a.
b.
c.
d.

Mencegah hipotermia,
Mengenal bayi dengan hipotermia,
Mengenal resiko hipotermia,
Tindakan
pada
hipotermia.
Tanda-tanda

klinis

hipotermia:
1) Hipotermia sedang (suhu tubuh 32 0C - <360C ),
tanda-tandanya antara lain : kaki teraba dingin,
kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan
kulit

berwarna

tidak

rata

atau

disebut

kutis

marmorata.
2) Hipotermia berat (suhu tubuh < 32 0C ), tandatandanya antara lain : sama dengan hipotermia
sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat

tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang


disertai hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
3) Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara
lain : muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah
terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras,
merah dan timbul edema terutama pada punggung,
kaki dan tangan (sklerema).
(Andresen and Battin, 2012)
6. Sindrom Gawat Nafas Neonatus
a. Definisi
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan
gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea
dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per
menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi
di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi.
Penyakit Membran Hialin (PMH)
Penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu
zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru.
PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena
produksi surfaktan yang di mulai sejak kehamilan
minggu ke 22, baru mencapai jumlah cukup menjelang
cukup bulan.
b. Pathogenesis
Penyebab PMH adalah surfaktan paru. Surfaktan
paru adalah zat yang memegang peranan dalam
pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks
yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak.
Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin. Zat ini
mulai di bentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan
mencapai maksimum pada minggu ke 35. Fungsi
surfaktan

adalah

untuk

merendahkan

tegangan

permukaan alveolus akan kembali kolaps setiap akhir


ekspirasi, sehingga untuk bernafas berikutnya di

butuhkan tekanan negatif intrathoraks yang lebih


besar dan di sertai usaha inspiarsi yang lebih kuat.
Kolaps paru ini menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2. dan oksidosis.
c. Prognosis
Prognosis bayi dengan PMH terutama ditentukan
oleh prematuritas serta beratnya penyakit. Bayi yang
sembuh

mempunyai

kesempatan

tumbuh

dan

kembang sama dengan bayi prematur lain yang tidak


menderita PMH.
d. Gambaran Klinis
PMH

umumnya

terjadi

pada

bayi

prematur

dengan berat badan 1000-2000 gram. Atau masa


generasi 30-36 minggu. Gangguan pernafasan mulai
tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dan
gejala yang karakteritis mulai terlihat pada umur 2472 jam.
e. Pemeriksaan Diagnostik
Foto thorak: Atas dasar adanya gangguan pernafasan
yang dapat di sebabkan oleh berbagai
penyebab dan untuk melihat keadaan paru,
maka bayi perlu dilakukan pemeriksaan foto
thoraks.
Pemeriksaan

darah

perlu

lengkap,

pemeriksaan

analisis

gas

darah

darah
dan

elektrolit.
f. Penatalaksanaan
Tindakan yang perlu dilakukan :
1) Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh
bayi harus dalam batas normal (36.5-37oc) dan
2)

meletakkan bayi dalam inkubator.


Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati
karena

terpengaruh

kompleks

terhadap

bayi

prematur,

pemberian

oksigen

terlalu

banyak

menimbulkan komplikasi fibrosis paru, kerusakan


3)

retina dan lain-lain.


Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk
mempertahankan hemeostasis dan menghindarkan
dehidrasi. Permulaan diberikan glukosa 5-10 %

4)

dengan jumlah 60-125 ML/ Kg BB/ hari.


Pemberian antibiotik untuk mencegah

infeksi

sekunder. Penisilin dengan dosis 50.000-10.000


untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg / kg BB/ hari
dengan atau tanpa gentasimin 3-5 mg / kg BB /
5)

hari.
Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH
adalah pemberian surfaktan ekstrogen ( surfaktan
dari luar).

Keperawatan
Pada umumnya dengan BB lahir 1000-2000 gr
dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu.
1) Bahaya kedinginan
Bayi
kulitnya

PMH

adalah

sangat

tipis,

berbentuk

dan

sempurna.

Akibatnya

bayi

prematur

jaringan

pusat

pengatur
bayi

dapat

sehingga

lemak

belum

suhu

belum

jatuh

dalam

keadaan cold injury, sianosis, dispnea, kemudian


apnea.

Untuk

mencegah

harus

dirawat

dalam

inkubator yang dapat mempertahankan suhu bayi


36.5-37C.
2) Resiko terjadi gangguan pernafasan
Gejala pertama biasanya timbul dalam 4 jam
setelah lahir. Tata laksana perawatan bayi prematur
adalah
a. Dirawat dalam inkubator dengan suhu optimum

b. Bila bayi mulai terlihat sianosis, dispnea /


hiperapsnea segera berikan oksigen.
3) Kesukaran dalam pemberian makanan
Untuk

memenuhi

kebutuhan

kalori

maka

dipasang infus dengan cairan glukosa 5-10 %.


Makanan bayi yang terbaik adalah asi. Karena itu
selama

bayi

belum

diberi

asi

harus

tetap

pertahankan dengan memompa payudara ibu setiap


3 jam.
4) Resiko mendapat infeksi
Untuk

mencegah

infeksi,

perawat

harus

bekerja secara aseptik dan inkubator harus aseptik


pula.

Ruangan

bersih,

dan

tempat

tidak

di

merawat
benarkan

bayi

terpisah,

banyak

orang

memasuki ruangan tersebut kecuali petugas, semua


alat yang diperlukan harus steril.
5) Kebutuhan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat
tindakan

medis,

misalnya

penghisapan

lendir,

pemasangan infus dll. Untuk memenuhi kebutuhan


psikologisnya
menolong

selain

bayi

sikap

dalam

yang

memberi

lembut
pasi

setiap

harus

di

pangku.
7. Tetanus neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang
diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan karena basil
klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas
dan tidak mau minum, mulut mencucu seperti mulut ikan,
mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis)
dan sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai
opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut,

10

alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka


rhisus sardonikus.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan :
bersihkan jalan napas,
longgarkan atau buka pakaian bayi,
masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus
kasa ke dalam mulut bayi,
ciptakan lingkungan yang tenang dan
berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang.
D. RESUSITASI PADA NEONATUS
Guideline
resusitasi
pada

neonatus

terkini

menggunakan guideline dari Neonatal Resuscitation : 2010


American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.
Diperkirakan 10% neonatus membutuhkan bantuan
untuk

bernapas

pada

saat

lahir

dan

1%

saja

yang

membutuhkan resusitasi yang ekstensif (Barber dan Wickoff,


2008). Dan sebagian besar tidak memerlukan intervensi
untuk fase transisi dari intrauterine ke ekstrauterine.
Penilaian awal saat lahir harus dilakukan pada semua
bayi, meliputi:
1. Apakah bayi cukup bulan?
2. Apakah bayi menangis atau bernapas?
3. Apakah tonus otot bayi baik?.
Jika bayi lahir cukup bulan, menangis, dan tonus ototnya baik,
bayi dikeringkan dan dipertahankan tetap hangat. Hal ini
dilakukan dengan mendekatkan bayi ke dada ibunya.
Namun jika neonatus tidak memenuhi kriteria tersebut,
perlu dilakukan satu atau lebih tindakan di bawah ini secara
berurutan:
1. Langkah

awal

stabilisasi

(memberikan

kehangatan,

membersihkan jalan napas jika diperlukan, mengeringkan,


merangsang)

11

2. Ventilasi
3. Kompresi dada
4. Pemberian epinefrin dan/atau cairan penambah volume
Diberikan waktu kira-kira 60 detik (the Golden Minute) untuk
melengkapi langkah awal, menilai kembali, dan memulai
ventilasi jika dibutuhkan. Penentuan ke langkah berikutnya
didasarkan pada penilaian simultan dua tanda vital yaitu
pernapasan dan frekuensi denyut jantung. Penilaian frekuensi
denyut jantung juga dilakukan dengan

auskultasi secara

intermitten denyut prekordial. Palpasi di daerah umbilical


chord dapat juga dilakukan, dan merupakan daerah yang
paling akurat dari pada yang lain. (Owen dan Wylie, 2004;
Kamlin et al, 2008). Jikadilakukan ventilasi tekanan positif
(VTP) atau setelah pemberian oksigen tambahan, penilaian
dilakukan pada tiga hal yaitu frekuensi denyut jantung,
pernapasan, dan status oksigenasi.

1. Langkah Awal
Langkah awal resusitasi ialah memberikan kehangatan
dengan meletakkan bayi di bawah pemancar panas,
memposisikan bayi pada posisi menghidu/sedikit ekstensi
untuk membuka jalan napas, membersihkan jalan napas
jika

perlu

dengan

bulb

syringe

mengeringkan bayi, dan stimulasi napas.


a. Mengontrol Suhu

12

atau

suction,

Berat

Bayi

mengalami

Lahir

Rendah

hipotermi

(<1500

meskipun

telah

g)

cederung

dihangatkan

dengan cara konvensional (Cramer et al, 2005). Untuk


itu, teknik tambahan untuk menghangatkan perlu
dilakukan seperti penempatan bayi diruangan dengan
suhu 26oC (Kent dan Williams, 2008), menyelimuti bayi
dengan plastic wrap (Vohra et al, 1999; Vohra et al, 2004),
meletakkan bayi dalam inkubasi (Meyer dan Bold, 2007)
atau exothermic mattress (Singh et al, 2010). Suhu bayi
harus dikontrol secara cermat agar bayi tidak jatuh
pada keadaan hipotermi atau hipertemia iatrogenik.
Bayi yang lahir dari ibu dengan demam, dilaporkan
memiliki insidensi yang tinggi untuk terjadi perinatal
respiratory depression, kejang, cerebral palsy, dan
meningkatkan resiko kematian (Petrova et al, 2001;
Lieberman et al, 2000).
b. Membersihkan jalan napas:
1) Jika cairan amnion jernih.
Suction segera setelah lahir tidak dilakukan secara
rutin. Karena terdapat bukti akan menyebabkan
bradikardia saat resusitasi, komplikasi ke paru, dan
penurunan cerebral blood flow (Coimbra et al, 1996;
Waltman et al, 2004). Suction hanya dilakukan
untuk bayi yang mengalami obstruksi napas dan
yang memerlukan VTP.
2) Jika terdapat mekonium.
Suction rutin dan intubasi trakea direkomendasikan
untuk kondisi dengan mekonium , sampai ada
13

penelitian (RCT) yang menyatakan kalau prosedur


ini tidak memberikan keuntungan apa-apa (Wiswell,
2000).
c. Menilai kebutuhan oksigen dan pemberian
oksigen
Ada banyak bukti yang mengungkapkan bahwa kadar
oksigen

dalam

darah

pada

bayi

uncompromised

biasanya tidak akan mencapai nilai yang diharapkan


sampai kira-kira 10 menit setelah kelahiran. Saturasi
oksihemoglobin normalnya akan tetap 70%-80% sampai
beberapa

menit

setelah

kelahiran,

hal

ini

akan

memberikan gambaran sianosis pada bayi. Studi lain


menyebutkan, penilaian klinis berdasarkan warna kulit
pada merupakan indikasi yang buruk untuk menilai
saturasi oksihemoglobin pada periode beberapa menit
setelah kelahiran.
Tatalaksana

oksigen

yang

optimal

pada

resusitasi

neonatus menjadi penting karena adanya bukti bahwa


baik kekurangan ataupun kelebihan oksigen dapat
membahayakan bayi.
Penggunaan

oksimetri

nadi

(pulse

oximetry)

direkomendasikan jika; resusitasi dapat diantisipasi


(Perlman dan Risser, 1995), VTP diperlukan untuk
beberapa kali nafas, sianosis yang menetap, dan akan
diberikan oksigen tambahan.
d. Pemberian oksigen tambahan
Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai
resusitasi

dengan

udara

14

atau

oksigen

campuran

(blended oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi


oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target. Jika
oksigen campuran tidak tersedia, resusitasi dimulai
dengan udara kamar. Jika terjadi bradikardia (kurang
dari 60 per menit) setelah dilakukan resusitasi selama
90

detik

dengan

oksigen

konsentrasi

rendah,

konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai 100% hingga


didapatkan frekuensi denyut jantung normal.
e. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
Jika bayi tetap apnea atau gasping (megap-megap),
atau jika frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per
menit setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai.
f. Pernapasan awal dan bantuan ventilasi
Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi
napas 40 60 kali per menit untuk mencapai dan
mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari
100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat
ialah perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung.
g. Tekanan akhir ekspirasi
Banyak ahli merekomendasikan pemberian continuous
positive airway pressure (CPAP) setelah kelahiran pada
bayi

yang

bernapas

spontan

tetapi

mengalami

kesulitan. Penggunaan CPAP ini baru diteliti pada bayi


prematur. Untuk bayi cukup bulan dengan gawat napas,
tidak ada cukup bukti untuk mendukung atau tidak
mendukung penggunaan CPAP di ruang bersalin.

15

2. Ventilasi
Ventilasi yang efektif untuk resusitas neonatus dapat
menggunakan flow-inflating bag, self inflating bag, atau Tpiece mechanical device yang didesain untuk mengatur
tekanan (Oddie et al, 2005; Hussey et al, 2004; Bennet et
al, 2005).
a. Laryngeal Mask Airway
Laryngeal Mask Airway disebutkan dapat digunakan
dan efektif untuk bayi >2000 gram atau 34 minggu
(65-67). LMA dipertimbangkan jika ventilasi dengan
balon sungkup tidak berhasil dan intubasi endotrakeal
tidak berhasil atau tidak mungkin. LMA belum diteliti
untuk digunakan pada kasus air ketuban bercampur
mekonium, pada kompresi dada, atau untuk pemberian
obat melalui trakea.
b. Pemasangan intubasi endotrakeal
Indikasi intubasi endotrakeal pada resusitasi neonatus
ialah:
1) Suction

endotrakeal

meconium-stained

awal
newborns

dari

nonvigorous

(bayi

dengan

mekonium dan tidak bugar).


2) Jika

bag-mask

ventilation

tidak

efektif

atau

memerlukan waktu lama.


3) Dilakukan kompresi dada.
4) Untuk situasi khusus seperti hernia diafragmatika
kongenital atau bayi berat lahir amat sangat rendah.

16

3. Kompresi dada
Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung
kurang dari 60 kali per menit setelah ventilasi adekuat
dengan

oksigen

selama

30

detik.

Karena

ventilasi

merupakan tindakan yang paling efektif untuk resusitasi


neonatus, dan karena kompresi dada seperti bersaing
dengan efektifitas ventilasi, maka dari itu harus dipastikan
kalau ventilasi telah diberikan secara optimal sebelum
melakukan kompresi.
Kompresi dada yang dilakukan harus mencapai 1/3 dari
diameter anteroposterior dinding dada (Garey et al,
2008). Terdapat dua teknik kompresi yang digunakan
yaitu :
a. Kompresi menggunakan dua ibu jari dengan jari-jari
yang lain menyangga di punggung
b. Kompresi menggunakan dua jari (biasanya telunjuk
dan

jari

tengah)

untuk

dan

tangan

yang

lain

menyangga punggung.
Karena kompresi menggunakan dua ibu jari menghasilkan
tekanan puncak sistole dan tekanan perfusi arteri koronari
lebih tinggi daripada kompresi dengan dua jari, teknik
tersebut direkomendasikan untuk melakukan kompresi
(Udassi et al, 2009).
Untuk neonatus, rasio kompresi:ventilasi tetap 3:1, karena
pada

keadaan

ini

ventilation

merupakan penyebab utama.

17

compromise

biasanya

Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi


harus dinilai secara periodik dan kompresi ventilasi tetap
dilakukan sampai frekuensi denyut jantung sama atau
lebih dari 60 per menit.

4. Medikasi
Obat-obatan jarang digunakan pada resusitasi bayi baru
lahir. Bradikardi pada neonatus biasanya merupakan efek
dari

inadekuat

inflasi

paru

dan

hipoksemia

berat,

memberikan ventilasi yang adekuat merupakan tindakan


yang tepat untuk memperbaiki keadaan tersebut. Namun,
jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per menit
walaupun

telah

diberikan

ventilasi

adekuat

dengan

oksigen 100% dan kompresi dada, pemberian epinefrin


atau

pengembang

volume

atau

ke

duanya

dapat

dilakukan.
a. Epinefrin
Epinefrin direkomendasikan untuk diberikan secara
intravena dengan dosis intrvena 0,01 0,03 mg/kg.
Dosis

endotrakeal

0,05

1,0

mg/kg

dapat

dipertimbangkan sambil menunggu akses vena didapat,


tetapi

efektifitas

dan

keamanan

cara

ini

belum

dievaluasi. Konsentrasi epinefrin yang digunakan untuk


neonatus ialah 1:10.000 (0,1 mg/mL).
b. Volume expansion
Volume expansion dipertimbangkan jika diketahui atau
diduga kehilangan darah dan frekuensi denyut jantung

18

bayi tidak menunjukkan respon adekuat terhadap


upaya resusitasi lain (90). Kristaloid isotonik atau darah
dapat diberikan. Dosis 10 mL/kg, dapat diulangi.

5. Perawatan pasca resusitasi


Bayi setelah resusitasi dan sudah menunjukkan tandatanda vital normal, mempunyai risiko untuk perburukan
kembali. Oleh karena itu setelah ventilasi dan sirkulasi
adekuat tercapai, bayi harus diawasi ketat dan antisipasi
jika terjadi gangguan.
a. Naloxone
Nalokson tidak diindikasikan sebagai bagian dari usaha
resusitasi awal di ruang bersalin untuk bayi dengan
depresi napas.
b. Glukosa
Bayi

baru

lahir

dengan

kadar

glukosa

rendah

mempunyai risiko yang meningkat untuk terjadinya


cedera otak dan akibat buruk setelah kejadian hipoksik
iskemik.

Pemberian

dipertimbangkan

glukosa

segera

setelah

intravena

harus

resusitasi

dengan

tujuan menghindari hipoglikemia.


c. Hipotermia untuk terapi
Beberapa penelitian melakukan terapi hipotermia pada
bayi dengan umur kehamilan 36 minggu atau lebih,
dengan ensefalopati hipoksik iskemik sedang dan berat.
Hasil

penelitian

ini

menunjukkan

19

mortalitas

dan

gangguan perkembangan neurologik yang lebih rendah


pada bayi yang diberi terapi hipotermia dibanding bayi
yang tidak diberi terapi hipotermia (Gluckman et al,
2005; Shankaran et al, 2005; Azzopardi, 2009).
Terapi induksi ini dilakukan 6 jam pertama setelah
kelahiran,

dilanjutkan

72

jam

berikutnya,

dan

dihangatkan kembali sekurang-kurangnya dalam waktu


4 jam. Penggunaan terapi ini harus menuruti panduan
yang ketat dan dilakukan di fasilitas yang memadai.
d. Penghentian resusitasi
Penghentian

resusitasi

dipertimbangkan

jika

tidak

terdeteksi detak jantung selama 10 menit. Banyak


faktor ikut berperan dalam keputusan melanjutkan
resusitasi setelah 10 menit (Laptook et al, 2009).
Setelah publikasi tahun 2005, telah diidentifikasi beberapa kontroversi
dan pada tahun 2010 dibuat kesepakatan. Berikut ini adalah rekomendasi
utama untuk resusitasi neonatus:
1.

Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan dua


tanda vital yaitu frekuensi denyut jantung dan pernapasan. Oksimeter
digunakan untuk menilai oksigenasi karena penilaian warna kulit tidak
dapat diandalkan.

2.

Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan dengan
udara dibanding dengan oksigen 100%.

3.

Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara


(blended oxygen) , dan pangaturan konsentrasi dipandu berdasarkan
oksimetri.

20

4.

Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak dilakukannya


pengisapan trakea secara rutin pada bayi dengan air ketuban bercampur
mekonium, bahkan pada bayi dalam keadaan depresi (lihat keterangan
pada Langkah Awal).

5.

Rasio kompresi dada dan ventilasi tetap 3:1 untuk neonatus kecuali jika
diketahui adanya penyebab jantung. Pada kasus ini rasio lebih besar dapat
dipertimbangkan.

6.

Terapi hipotermia dipertimbangkan untuk bayi yang lahir cukup bulan atau
mendekati cukup bulan dengan perkembangan kearah terjadinya
ensefalopati hipoksik iskemik sedang atau berat, dengan protokol dan
tindak lanjut sesuai panduan.

7.

Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung


selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan
melanjutkan resusitasi setelah 10 menit.

8.

Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit untuk bayi
yang tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup untuk
merekomendasikan lama waktu untuk penjepitan talipusat pada bayi yang
memerlukan resusitasi.

9.

E. RESUSITASI INTRAUTERIN
Acute fetal distress adalah kondisi progresif dari asfiksia fetus dengan
hipoksia dan asidosis. Biasanya didiagnosis dari karakteristik pola heart rate,
yang dimana bisa didukung dengan scalp pH measurement. Resusitasi
intrauterin meliputi beberap tindakan dengan tujuan peningkatan oksigenasi
ke plasenta dan aliran darah umbilical untuk menangani hipoksia dan
asidosis. Tindakan tersebut meliputi left lateral recumbent positioning yang
diikuti right lateral atau knee-elbow position jika dibutuh, infus cepat 1000
ml non-glucose crystalloid, pemberian oksigen maternal, menghambat
kontraksi uterus, dan intra-amniotic infusion menggunakan kristaloid yang
21

dihangatkan, manuver khusus pada umbilical cord yang prolaps (Thurlow dan
Kinsella, 2002).
1. Position
Banyak laporan yang menunjukkan bahwa terjadi perbaikan pada
abnormalitas heart rate pada fetus jika posisi supinasi ibu diubah
menjadi posisi left lateral. Ini terjadi meskipun tekanan darah sistemik
ibu normal, karena posisi ini meringankan kompresi aorta. Left lateral
position digunakan karena diasumsikan abnormalitas pada heart rate
fetus diakibatkan oleh aortocaval compression. Meskipun dalam
beberapa kasus abnormalitas tersebut heart rate tersebut tidak membaik
atau terjadi perburukan dengan left lateral position. Perubahan posisi
yang cepat harus dilakukan ke right lateral atau ke knee-elbow (Thurlow
dan Kinsella, 2002).
2. Cairan intravena
Pemberian 1000 ml cairan intravena non-glucose containing
crystalloid dengan cepat merupakan bagian dari resusitasi intrauteri.
Tindakan ini akan lebih relevan jika dilakukan regional analgesia. Efek
menguntungkannya mungkin peningkatan cardiac output, mengurangi
kontraksi uterus, dan menurunkan viskositas darah. Fetal disstress bisa
disebabkan hipovolemia maternal seperti perdarahan akut (Thurlow dan
Kinsella, 2002).
3. Tocolysis
Tindakan untuk mengurangi aktivitas/kontraksi uterus bisa
memperbaiki fetal distress yang disebabkan berkurangnya suplai oksigen
ke plasenta dan kompresi umbilical cord yang berlebihan. Tocolysis aktif
lebih efektif daripada menghentikan infus oksitosin selama masa
persalinan. Sebagi intervensi tunggal, tocolysis mungkin lebih berguna
daripada inhalasi oksigen.
Selektf beta agonis merupakan pilihan terbaik untuk tocolysis
dalam resusitasi intrauteri. Obat yang biasa digunakan adalah terbutaline
250 ug diberikan subkutan atau intravena. Magnesium sulfat pernah
digunakan

untuk

tocolysis

di

efektivitasnya dibawah terbutaline.

22

beberapa

laporan

kasus,

tetapi

Glyceryl trinitrat (GTN) dengan waktu paruh 3 menit memiliki


onset dan eliminasi yang cepat jika dibandingkan dengan tocolysis yang
lain. Dalam sebuah studi uncontrolled tentang GTN untuk resusitasi,
dosis intravena 60-180ug tampak lebih efektif dalam menurunkan
abnormalitas Cardio Toco Graphy (CTG) yang tidak berespon dengan
perubahan posisi, oksigenasi, dan cairan intravena. Bisa diberikan secara
intravena atau spray sublingual.
Terbutalin menyebabkan maternal takikardi

namun

dapat

ditoleransi, mengurangi ratio systole/diastole pada umur kehamilan yang


premature.Hipotensi maternal dapat terjadi saat penggunaan GTN tetapi
dapat diatasi dengan ephedrine (Thurlow dan Kinsella, 2002).
4. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen maternal dapat meningkatkan oksigenasi fetus
pada fetal distress. Dildy et al menyimpulkan bahwa saturasi oksigen
pada fetus meningkat dengan pemberian O2 100% pada ibu, tetapi tidak
40%. Oksigen 100% hanya dapat diberikan menggunakan anesthetic
breathing system dengan moulded mask. Jika general anestesi harus
dilakukan dalam operasi Caesar, pemberian oksigen 100% menunjukkan
hubungan terdapat penurunan resusitasi pada neonates

jika

dibandingkan dengan pemberian oksigen 50%. Amnioinfusion mencegah


dan meringankan kompresi umbilical cord yang biasanya disebabkan
oleh oligohidramnion (Thurlow dan Kinsella, 2002).
5. Amnioinfusion
Amnioinfusion mengurangai insidensi dari variable fetal heart
decelerations, tetapi tidak pada late

deceleration atau mengurangi

variabilitasnya. Cairan yang digunakan adalah normal saline dalam suhu


ruangan. Pemberian awal 250 ml bolus dalam waktu 20-30 menit,
kecepatan pemberiannya adalah 10 ml-20 ml permenit sampai 600 ml.
Aminoinfusion dinyatakan gagal jika tidak ada respon (penghentian
deselerasi) setelah pemberian 800 ml-1000 ml (Maharaj, 2008).
Aminoinfusion telah digunakan luas di USA. Komplikasi
maternal yang berat namun langka pernah dilaporkan diantaranya emboli
cairan amnion, cardiorespiratory failure. Resiko yang bias terjadi pada

23

fetus adalah hipertonus uteri, prolapse umbilical cord, dan amnionitis


(Thurlow dan Kinsella, 2002).
6. Manuver untuk prolapse umbilical cord
Prolaps sumbilical cord merupakan kegawatan yang jarang
terjadi. Secara tradisional, keadaan ini diperbaiki dengan meminimalisir
tekanan pada umbilical cord sambil menyiapkan persalinan. Tindakan
yang dilakukan adalah elevasi manual dari bagian presentasi janin, kneechest position

atau Tledelenburg Position The steps involve manual

elevation of the presenting part, a knee-chest or Trendelenberg position,


penambahan cairan di bladder dan pengurangan cairan amnion.
Terdapat dua situasi dimana anasthetist bisa secara langsung terlibat
secara aktif dalam menangani ibu dengan fetal distress sign, yaitu akan
dilakukan regional analgesia selama persalinan pada compromised fetus dan
diputuskan untuk dilakukan operasi caesar segera atau persalinan pervaginam.

24

DAFTAR PUSTAKA
Andresen JH dan Battin MR. 2012. Late Preterm Infants and Therapeutic
Hypothermia. Journal of Paediatrics and Child Health Volume 48, Issue 1,
pages 7879, January 2012
Azzopardi DV, Strohm B, Edwards AD, Dyet L, Halliday HL, Juszczak E,
Kapellou O, Levene M, Marlow N, Porter E, Thoresen M, Whitelaw A,
Brocklehurst P. 2009. Moderate hypothermia to treat perinatal asphyxial
encephalopathy. N Engl J Med. ;361:13491358
Barber, C. A dan Wyckoff M. H. 2006. Use and efficacy of endotracheal versus
intravenous epinephrine during neonatal cardiopulmonary resuscitation in
the delivery room. Pediatrics. ;118:10281034
Behrman, Kliegman, Arvin. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Ed. 15. Jakarta :
EGC
Bennett S, Finer NN, Rich W, Vaucher Y. 2005. A comparison of three neonatal
resuscitation devices. Resuscitation. ;67:113118
Cramer,
K., Wiebe N., Hartling L., Crumley E., Vohra S.
2005. Heat
loss
prevention: a systematic review of occlusive skin wrap for premature
neonates. J Perinatol. ;25:763769
Dorland. 2011. Dorland's Illustrated Medical Dictionary. Elsevier
Engle W. A. 2004. Age Terminology During the Perinatal Period. American
Academy of Pediatrics Committee on Fetus and Newborn. Pediatrics.
114(5):1362-4
Finer NN, Rich W, Craft A, Henderson C. 2001. Comparison of methods of bag
and mask ventilation for neonatal resuscitation. Resuscitation.;49:299305
Garey DM, Ward R, Rich W, Heldt G, Leone T, Finer NN. 2008. Tidal volume
threshold for colorimetric carbon dioxide detectors available for use in
neonates. Pediatrics. ;121:e15241527
Gluckman PD, Wyatt JS, Azzopardi D, Ballard R, Edwards AD, Ferriero DM,
Polin RA, Robertson CM, Thoresen M, Whitelaw A, Gunn AJ. 2005.
Selective head cooling with mild systemic hypothermia after neonatal
encephalopathy: multicentre randomised trial. Lancet. ;365:663670
Gungor S., Kurt E., Teksoz E, Goktolga U., Ceyhan T., Baser I.
2006
.Oronasopharyngeal suction versus no suction in normal and term infants
delivered by elective cesarean section: a prospective randomized
controlled trial. Gynecol Obstet Invest. ;61:914

25

Hussey SG, Ryan CA, Murphy BP. 2004. Comparison of three manual
ventilation devices using an intubated mannequin. Arch Dis Child Fetal
Neonatal Ed. ;89:F490493
Kamlin, CO., Dawson J. A, O'Donnell C. P, Morley C. J, Donath S. M, Sekhon J.,
Davis P. G. 2008. Accuracy of pulse oximetry measurement of heart rate
of newborn infants in the delivery room. J Pediatr. ;152:756760
Kent A. L, Williams J. 2008. Increasing ambient operating theatre temperature
and wrapping in polyethylene improves admission temperature in
premature infants. J Paediatr Child Health. ;44:325331
Laptook AR, Shankaran S, Ambalavanan N, Carlo WA, McDonald SA,
Higgins RD, Das A. 2009. Outcome of term infants using apgar scores at
10 minutes following hypoxic-ischemic encephalopathy. Pediatric ;
124:16191626
Lieberman E., Lang J., Richardson D. K, Frigoletto F. D, Heffner L. J, Cohen A.
2000.
Intrapartum
maternal
fever
and
neonatal
outcome. Pediatrics. ;105(1 Pt 1):813
Maharaj. 2008. Intrapartum Fetal Resuscitation: A Review. The Internet Journal
of Gynecology and Obstetrics. Volume 9 Number 2. DOI: 10.5580/6ed
Meyer M. P, Bold G. T. 2007. Admission temperatures following radiant warmer
or incubator transport for preterm infants <28 weeks: a randomised study.
Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. ;92:F295F297
Oddie S, Wyllie J, Scally A. 2005. Use of self-inflating bags for neonatal
resuscitation. Resuscitation. ;67:109112
Owen, C. J dan Wyllie, J. P. 2004. Determination of heart rate in the baby at
birth. Resuscitation. ;60:213217
Perlman JM, Risser R. 1995. Cardiopulmonary resuscitation in the delivery room:
associated clinical events. Arch Pediatr Adolesc Med. ;149:2025
Petrova A., Demissie K., Rhoads G.G, Smulian J.C, Marcella S., Ananth C.V.
2001. Association of maternal fever during labor with neonatal and infant
morbidity and mortality. Obstet Gynecol. ;98:2027
Shama A., Simon F., Jennifer C., 2010. Adaptation for life: a reviem of neonatal
physiology. Anaesthesia And Intensive Care Medicine 12:3 : Elsevier
Shankaran S,
Laptook AR,
Ehrenkranz RA,
Tyson JE, McDonald SA,
Donovan EF, Fanaroff AA, Poole WK, Wright LL, Higgins RD,
Finer NN, Carlo WA, Duara S, Oh W, Cotten CM, Stevenson DK,
Stoll BJ,
Lemons JA,
Guillet R,
Jobe AH.
2005. Whole-body

26

hypothermia for neonates with hypoxic-ischemic encephalopathy. N Engl


J Med. ;353:15741584
Singh A., Duckett J., Newton T., Watkinson M. 2010. Improving neonatal unit
admission temperatures in preterm babies: exothermic mattresses,
polythene bags or a traditional approach?J Perinatol. ;30:4549
Thurlow JA dan Kinsella SM. 2002. Intrauterine resuscitation: active management
of fetal distress. International Journal of Obstetric Anaesthesia : Elsevier
Udassi JP, Udassi S, Theriaque DW, Shuster JJ, Zaritsky AL, Haque IU. 2009.
Effect of alternative chest compression techniques in infant and child on
rescuer performance. Pediatr Crit Care Med. ;10:328333
Vohra S., Frent G., Campbell V., Abbott M., Whyte R.
1999. Effect
of
polyethylene occlusive skin wrapping on heat loss in very low birth weight
infants at delivery: a randomized trial. J Pediatr. ;134:547551
Vohra S., Roberts R.
S, Zhang B., Janes M., Schmidt B.
2004. Heat
Loss
Prevention (HeLP) in the delivery room: A randomized controlled trial of
polyethylene occlusive skin wrapping in very preterm infants. J
Pediatr.;145:750753
Waltman P. A, Brewer J. M, Rogers B. P, May W. L. 2004. Building evidence for
practice: a pilot study of newborn bulb suctioning at birth. J Midwifery
Womens Health. ;49:3238
Wiswell TE, Gannon CM, Jacob J, Goldsmith L, Szyld E, Weiss K,Schutzman D,
Cleary GM, Filipov P, Kurlat I, Caballero CL, Abassi S, Sprague D,Oltorf
C, Padula M. 2000. Delivery room management of the apparently vigorous
meconium-stained neonate: results of the multicenter, international
collaborative trial. Pediatrics. ;105(1 Pt 1):17

27

Lampiran 1.

Algoritma Resusitasi Neonatus

28

Lampiran 2. AHA/AAP Neonatal Resuscitation Guidelines 2010: Summary of


Major Changes and Comment on its Utility in Resource-Limited
Settings
Resuscitation step

Recommendations (2005)

1) Assessment for need


of resuscitation

Four questions
Gestation-term or not?
Amniotic fluid- clear or not?
Tone- Good?
Breathing /Crying?

Recommendations (2010)
Three questions
Gestation-term or not?
Tone- Good?
Breathing /Crying?

2) Routine care(Given if
answer to all three
question is YES)

Provide warmth
Clear airway
Dry
Assess color

3) Initial steps

Provide warmth
Position; Clear airway(if
required)
Dry, stimulate, reposition

4) Assessment (after
initial steps and
ongoing)
4.1) Assessment for need for
progressive steps after initial
steps

4.2) Assessment of heart


rate

5) Positive pressure
ventilation (PPV)
5.1) Indication for PPV

5.2) Assessment of
effectiveness of resuscitation
steps once PPV is started

Look for 3 signs

Provide warmth
Assure open airway
Dry
Ongoing evaluation(color,
activity and breathing)
Provide warmth
Open airway( no routine
suction)
Dry , stimulate

Comments/LOE

No change except for


terminology

Color has been


removed from the
signs of assessment

Pre-cordial
auscultation better
than umbilical cord
palpation for detection
of heart rate (LOE2,
LOE4)

Persistent central
cyanosis is not
mentioned in the
indication for PPV; use
pulse oximetry to
assess oxygenation
Increase in HR most
sensitive indicator of
resuscitation efficacy
(LOE5)

Look for 2 signs

Hear rate
Color
Respiration

Palpation of umbilical cord


pulsation for 6 sec and multiply
by 10

Indications are(any 1 out of 3)


Hear rate < 100/min
Apnea or gasping
Persistent central cyanosis
despite free flow oxygen
Heart rate
Color
Respiration

29

Heart rate
Respiration( Labored,
unlabored, apnea, gasping)

Auscultation of heart at the


precordium is the most accurate

Indications (1 out of 2)

Hear rate < 100/min


Apnea or gasping

Heart rate
Pulse oximetry
Respiration

Instead of 4 questions
now 3 questions are
asked at initiation of
resuscitation.
Amniotic fluid- clear o
not not part of
assessment at birth.
However, tracheal
suction of nonvigorous babies with
meconium stained
amniotic fluid (MSAF)
still to be continued
(part of clearing airway
in initial steps)
Emphasis on placing
baby on mothers ches
in skin to skin contact

Resuscitation step
5) Oxygenation
5.1) Assessment of
oxygenation

5.2) Target saturation


(pre-ductal)

6)

Initial oxygen
concentration for
resuscitation in case
of PPV

Recommendations (2005)

Based on color
Pulse oximetry
recommended for only
preterm < 32weeks with
need for PPV

Recommendations (2010)

Based on pulse oximetry


for both term and preterm
in case of following
situations
a. Anticipated need for
resuscitation
b. Need for PPV for more
than few breaths
c. Persistent cyanosis
d. Supplementary
oxygen

Comments/LOE

Attach probe to right


hand or wrist (measure
pre-ductal saturations)
Attach neonatal probe
before connecting it to
machine
Recording of tracing
may take 1-2 min
Pulse oximetry should
not replace clinical
assessment

Not defined

Target SpO2 ranges provided as 1min- 60-65%


a part of algorithm
2 min- 65-70%
3min- 70-75%
4min- 75-80%
5min- 80-85%
10min- 85-95%
(same for both term and
preterm)

Term babies( 37 weeks)


Start with 100% O2 during
PPV
However if room air
resuscitation is started
supplemental O2 up to
100% should be given if no
improvement within 90
seconds following birth
In case non availability of
O2- start room air
resuscitation

Term babies ( 37 weeks)


Start with room air (21%)
No improvement in heart
rate or oxygenation as
assessed by pulse
oximetry- use higher
concentration by graded
increase up to 100% to
attain target saturations
Use blender for graded
increased in delivered
oxygen concentrations

Preterm babies(<32weeks)

Preterm(<32weeks)

Start with oxygen


concentration somewhere
between 21-100%
No specific concentration
recommended
Advocates use of blender
for graded increment or
decrement of O2
Pulse oximetry for targeting
SPO2-85-95%

30

Initiate resuscitation using


O2 concentration between
30-90%
Titrate O2 concentration to
attain SPO2 values
recommended at different
time points
Uses blended air oxygen
mixture judiciously guided
by pulse oximetry

LOE-2
Paradigm shift from
100% to 21% O2 for
resuscitation of term
babies needing PPV
Supplemental oxygen
started at 90 sec from
birth in case of no
improvement
Use of blender and
pulse oximetry is
recommended for
term babies also
Preterm start with O2
concentration 30-90%
and then increase or
decrease
No evidence to give
appropriate initial
oxygen strategy for
infants 32-37 weeks

Resuscitation step
7)

Peripartum suctioning
for neonates born
through meconiumstained amniotic fluid

Recommendations (2005)

8)

Initial breath strategy


Positive pressure
ventilation (PPV)

Recommendations (2010)

No routine oropharyngeal
and nasopharyngeal
suction
Tracheal suction only in
non-vigorous babies born
through meconium stained
amniotic fluid (MSAF)
Intrapartum suctioning for
MSAF not advised

No specific
recommendation for short
or long inflation time
No specific PIP
recommendation
No specific
recommendation for PEEP
Guiding of PPV looking at
chest rise and improvement
in heart rate

No routine oropharyngeal
and nasopharyngeal
suction required
Tracheal suction of nonvigorous babies with MSAF
still to be continued though
evidence for the same is
conflicting
Intrapartum suctioning for
infants with MSAF , after
delivery of head before
delivery of shoulder not
advised

No specific
recommendation for short
or long inflation time as
evidence is conflicting
PIP- for initial breaths 2025 cm H2O for preterm and
30-40 cm H2O for some
term babies
PEEP likely to be beneficial
for initial stabilization of
preterm infants, if provided
with suitable equipment
(T-piece or flow inflating
bags)
Guide the PPV looking at
heart rate and oxygenation
especially in preterm, chest
rise less reliable
Pressure monitoring device
facilitates consistent
delivery of pressures
without any proven clinical
benefit
Routine monitoring of tidal
volume not recommended

Spontaneously breathing
preterm infants with respiratory
distress may be supported with
CPAP or ventilation as per local
practice(Class IIB; LOE B)

9)

CPAP in delivery
room

Suggested for preterm babies


( < 32 weeks) with respiratory
distress

Comments/LOE

31

No evidence for or
refuting tracheal
suction even in non
vigorous babies born
through MSAF (LOE 4)
However no change
suggested to existing
practice
If tracheal intubation is
unsuccessful or there
is severe bradycardiathen proceed to PPV

No specific
recommendation for
inflation time (LOE 1)
Addition of PEEP in
preterm suggested
(LOE 5)

CPAP is now
mentioned in the
algorithm for persistent
cyanosis or labored
breathing after initial
steps,
CPAP in term babiesno evidence to support
or refute its use.
May be considered for
preterm infants with
respiratory distress

Resuscitation step

Recommendations (2005)

Recommendations (2010)

Comments/LOE

10) Airway management


10.1) Confirmation of
endotracheal tube placement

Exhaled CO2 detection is


recommended except in cardiac
asystole where direct
laryngoscopy may have to be
done

Exhaled CO2 detection is


recommended except in cardiac
asystole where direct
laryngoscopy may have to be
done

Indications for endotracheal


intubation are same as are
recommendations for
confirming its placement in
trachea.

10.2) Laryngeal mask airway

For near term and term infants >


2500g may be used with no
definite mention of indications

LMA may be used for infants


>2000g and 34 weeks in case
bag and mask is ineffective and
tracheal intubation is
unsuccessful or not
feasible(LOE 2)

LMA not recommended - in


cases of me conium
stained AF, during CCR
and for drug administration

11) Upper airway interface

12) Method of providing


PPV

Mask- rounded cushioned


of appropriate size
Other alternative is
anatomical shaped mask

Bag mask ventilation

Evidence for anatomical


shaped or rounded mask
to maintain seal is
conflicting (LOE 5)
PPV by nasal prongs
superior to facial masks for
providing PPV(LOE2)

Bag mask superior to mouth to


mask or mouth to tube
ventilation

Nasal prongs are an


alternative way of giving
PPV

In resource limited setting


mouth mask (LOE 2)or
mouth tube ventilation may
be used(LOE 5)

13) Chest compression

Ratio of compression 3:1


Two thumb technique
better than two finger
technique
The compression is applied
at the lower one third of
sternum
The depth of compression
should be one-third of the
antero-posterior diameter of
the chest

Ratio of compression 3:1


unless cardiac arrest is due
to a clear cardiac etiology
where ratio of 15:2 may be
considered
Two thumb technique
better than two finger
technique
The compression is applied
at the lower one third of
sternum
The depth of compression
should be one-third of the
antero-posterior diameter of
the chest

No major changes in the


guidelines and most
recommendations are
based on low level of
evidence(LOE5)

Naloxone is not
recommended as part of
initial resuscitation in
babies with respiratory
depression.
Focus needs to be on
effective ventilation

14) Drugs
14.1) Naloxone

Naloxone considered in case of


infants born to mothers with
history of opiod exposure within
4 hours of delivery and there is
persistent respiratory depression
even after restoration of heart
rate and color by effective PPV

32

Safety and long term


effects on naloxone
not established(LOE 5)
Naloxone is not
indicated in delivery
room.

Resuscitation step
15) Supportive care
15.1)Therapeutic
Hypothermia

15.2)Delayed cord
clamping

16) Changes in ongoing


care

17) Withholding
Resuscitation

Recommendations (2005)

Recommendations (2010)

Comments/LOE

No sufficient evidence to
recommend routine use of
modest systemic or selective
cerebral hypothermia after
resuscitation in infants with
suspected asphyxia
Avoid hyperthermia in such
cases

Therapeutic hypothermia (whole


body or selective head cooling)
recommended for infants
36weeks with moderate to
severe hypoxic ischemic
encephalopathy as per the
protocol used in major cooling
trials with provision for
monitoring for side effects and
long term follow up

Lack of supporting evidence


from resource-limited
settings, need of intensive
and multidisciplinary care
during therapeutic
hypothermia and
established follow-up
services after discharge
limit the applicability in
middle- and low-income
countries

Not recommended

For uncomplicated births both


term and preterm not requiring
resuscitation delay cord
clamping by at least 1 minute
Post resuscitation two types of
ongoing care mentioned
routine care and
post resuscitation care

Delaying cord clamping for


at least 1 min in all infants
not requiring resuscitation
at birth(LOE1)

After birth 3 types of care


mentioned
routine care,
observational care and
post resuscitation care
The guidelines needs to
interpreted according to
local policy
In general withhold care for
Gestational age < 23 weeks
Birth weight <400 grams
Major chromosomal
anomalies (e.g. Trisomy
13)
Anencephaly
The decision to this regard
should be taken only after
examining the baby after
birth and with parental
agreement

18) Discontinuing care

If there is no detectable heart


rate for >10 min despite
adequate measures, it is
appropriate to discontinue
resuscitation measures.

19) Educational program


to teach resuscitation

No mention of such a section

The guidelines needs to


interpreted according to
local policy
In general withhold care for
Gestational age < 23
weeks
Birth weight <400 grams
Major chromosomal
anomalies (eg. Trisomy 13)
Anencephaly
The decision to this regard
should be taken only after
examining the baby after
birth and with parental
agreement

If there is no detectable heart


rate for >10 min despite
adequate measures, it is
appropriate to discontinue
resuscitation measures

AHA/AAP NRP should adopt


simulation, briefing-debriefing
techniques in designing an
educational program for
acquisition and maintenance of
skills necessary for effective
neonatal resuscitation.

33

No change in the guidelines

In situations of prolonged
bradycardia with heart rate
< 60 /min for > 10-15 min,
there is insufficient
evidence to make
recommendation regarding
continuation or
discontinuation of
resuscitation
This recommendation is
newly added to design NRP
programme in a more
effective manner.

Anda mungkin juga menyukai