Anda di halaman 1dari 4

Bioetika dan Humaniora

Older posts

Menentukan Metode Kontrasepsi Yang Tepat Berdasarkan


Etika dan Hukum Kesehatan
Posted on 4 September 2009 by Agatha Dinar
BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG

Sebagai dokter yang profesional, dalam bekerja dokter harus berpedoman pada etika dan hukum
profesi. Etika dan hukum menjaga tindakan dokter agar tetap berada di jalur yang benar. Menurut
kaidah dasar bioetik, dalam membuat keputusan dokter selalu membuat pertimbangan dari
beberapa alternatif, untuk ditentukan satu pilihan yang akan diberikan pada pasiennya.
Perrtimbangan ini berdasar pada beneficence (tanpa pamrih), autonomy (pasien mempunyai
otoritas sendiri), non-maleficence (menolong pasien emergensi), dan justice (adil,
memperlakukan sesuatu secara universal).
Kontrasepsi adalah pencegahan konsepsi atau kehamilan. (Dorland, 2002). Sejak KB (Keluarga
Berencana) menjadi program nasional RI pada tahun 1970, berbagai cara kontrasepsi telah
ditawarkan dalam pelayanan KB, mulai dari cara tradisional, barier, hormonal, (pil, suntikan,
susuk KB), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), dan kontrasepsi mantap (kontap) berupa
vasektomi dan tubektomi. (Hanafiah, et. al., 1999).
Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 3:
Pasutri datang ke rumah sakit, konsultasi masalah kontrasepsi. Mereka tidak ingin anak lagi.
Setelah mendaftar mereka konsultasi dengan bidan, mereka bingung akan memakai KB steril
atau hormonal. Bidan kemudian merujuk mereka ke dokter, untuk konsultasi lebih lanjut. Dokter
pada kesempatan itu menyarankan untuk melakukan KB steril saja.
Dari masalah diatas, penulis akan mencoba menganalisis metode penentuan kontrasepsi yang
tepat berdasarkan etika dan hukum serta latar belakang dokter diatas menyarankan penggunaan
KB steril pada pasutri.
B.

RUMUSAN MASALAH

Apa saja dasar pertimbangan penggunaan KB steril dan hormonal?

o Apa dasar pertimbangan dokter menyarankan penggunaan KB steril?


o Bagaimana sudut pandang penggunaan KB dilihat dari aspek etika dan hukum?
C.

TUJUAN PENULISAN

Mengetahui dasar pertimbangan penggunaan KB steril dan hormonal.

Mengetahui dasar pertimbangan dokter menyarankan penggunaan KB steril.

Mengetahui sudut pandang penggunaan KB dilihat dari aspek etika dan hukum.

D.

MANFAAT PENULISAN

Mahasiswa dilatih untuk memecahkan berbagai macam kasus yang memerlukan


pertimbangan dari beberapa aspek terkait sesuai etika dan hukum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam keputusan Menkes RI No.369/MENKES/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan, jenis


dan indikasi, cara pemberian, cara pencabutan dan efek samping berbagai kontrasepsi yang
digunakan antara lain pil, suntik, AKDR, alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK), kondom, tablet
vagina dan tisu vagina. (Supari, 2007).
Kontrasepsi mantap (kontap) dilakukan dengan cara mengikat atau memotong saluran telur (pada
wanita, disebut tubektomi) atau saluran sperma (pada pria, disebut vasektomi). (Anonim, 2008).
Vasektomi adalah pengangkatan duktus (vas) deferens atau sebagian darinya secara bedah.
(Dorland, 2002). Vasektomi berguna untuk menghalangi transport spermatozoa di pipa-pipa sel
mani pria. (Anonim, 2008). Tubektomi adalah pengangkatan bedah tuba uterina. (Dorland,
2002). Kontra indikasi bagi vasektomi adalah radang di sekitar skrotum, hernia, diabetes melitus,
kelainan mekanisme pembekuan darah, dan kejiwaan tidak stabil. Kontra indikasi bagi tubektomi
adalah penderita dengan penyakit jantung, paru-paru, hernia, pernah dioperasi di daerah perut,
berat badan lebih dari 70 kg, dan pasangan yang masih ragu menggunakan metode ini. (Anonim,
2008).
Alat kontrasepsi hormonal mengandung hormon-hormon reproduksi wanita. Alat kontrasepsi
hormonal mencegah proses pematangan sel telur sehingga tidak bisa dibuahi. Metode kontrasepsi
ini terdiri dari jenis pil, suntikan, dan susuk. (Anonim, 2008). Kontra indikasi pil adalah
penderita sakit kuning, kelainan jantung, varises, hipertensi, diabetes, migrainm, dan pendarahan
tanpa sebab yang jelas. Kontra indikasi suntik adalah ibu hamil, penderita tumor/kanker,
penyakit jantung, hati, hipertensi, diabetes, dan penyakit paru-paru. Kontra indikasi susuk adalah
penderita tumor, gangguan jantung, hati, hipertensi, diabetes, usia >35 tahun, dan pendarahan
tanpa sebab yang jelas. Wanita yang belum mempunyai anak tidak dianjurkan menggunakan
susuk KB. (Anonim, 2008).

Menurut etika kedokteran, pelaksanaan kontrasepsi dapat dilaksanakan, walaupun penggunaan


AKDR dan kontap menimbulkan berbagai pertentangan. Belakangan, AKDR terutama yang
mengandung copper berfungsi sebagai kontrasepsi, bukan hanya mencegah nidasi. Dari segi
hukum, kontap dapat dianggap melanggar KUHP pasal 354 yang melarang usaha pencegahan
kehamilan dan melanggar pula pasal 351 karena merupakan mutilasi alat tubuh. Namun, karena
KB telah menjadi program pemerintah, maka terhadap hal ini dapat dibuat pengecualian.
(Hanafiah et. al., 1999).
Secara umum, KB dapat diterima dalam ajaran Islam. Alat kontrasepsi yang dapat diterima syari
adalah yang menghalangi bertemunya ovum dengan sperma, dan adanya pembolehan cara berKB jika pelaksanaannya tidak bertentangan dengan batasan syari yang lain. (Zuhroni, et.al.,
2003).
BAB III
PEMBAHASAN
Pemilihan metode kontrasepsi yang tepat sebaiknya didasarkan pada tujuan berkontrasepsi,
kontra indikasi, dan hak autonomi pasien berdasarkan Kaidah Dasar Bioetik. Pasien dapat
memilih sendiri metode kontrasepsi yang diinginkan, sedangkan dokter hanya dapat
menyarankan.
Pasutri yang hanya bertujuan ingin mengatur jarak kelahiran anak, disarankan menggunakan KB
hormonal atau AKDR. Metode sederhana seperti kondom, tisu KB, dan spermisida juga dapat
digunakan, namun relatif lebih merepotkan dibandingkan metode KB hormonal atau AKDR.
Pil KB diminum setiap hari, sehingga dapat diatur kapan akan memutuskan untuk mempunyai
anak lagi, demikian pula metode suntik yang dilakukan secara berkala. Sementara susuk
mempunyai jangka waktu penggunaan yang cukup panjang, sehingga hanya disarankan untuk
pasutri yang tidak akan merencanakan kehamilan dalam 4 hingga 5 tahun kedepan.
Pasutri yang tidak berniat mempunyai anak lagi dapat menggunakan metode KB steril, yaitu
dengan vasektomi dan tubektomi. Dengan KB steril, pasutri tidak perlu repot mengatur jadwal
minum pil, atau suntik dan susuk secara berkala.
Sejalan dengan perkembangan ilmu kedokteran, metode KB steril ini ternyata tidak sepenuhnya
permanen, karena saluran yang diikat masih mempunyai kemungkinan rekanalisasi seperti
semula, baik buatan maupun spontan.
Menurut etika, hukum, dan agama, kontrasepsi steril / kontrasepsi mantap (kontap)
diperbolehkan, dan tidak mempunyai ganjalan baik dari segi etika, hukum, dan agama.
BAB IV
KESIMPULAN

Penggunaan metode kontrasepsi dilakukan berdasarkan tujuan penggunaan KB, kontra indikasi
metode kontrasepsi, dan hak autonomi pasien berdasarkan Kaidah Dasar bioetik (KDB). Calon
akesptor KB dalam kasus ini berniat untuk tidak mempunyai anak lagi, bukan mengatur waktu
dan jarak kelahiran, sehingga dokter menyarankan agar calon akseptor menggunakan metode
kontap (steril). Disamping itu, calon akseptor KB dalam kasus ini mungkin saja mempunyai
kontra indikasi terhadap metode kontrasepsi hormonal, sehingga dokter menyarankan agar calon
akseptor menggunakan metode KB steril (kontap).
Dilihat dari aspek etika, agama, dan hukum, penggunaan kontrasepsi sebetulnya diperbolehkan,
tergantung dari metode dan pelaksanaannya. Metode kontap yang dahulu tidak diperbolehkan
pun sekarang dapat diperbolehkan karena belakangan diketahui bahwa ada kemungkinan
rekanalisasi saluran, baik spontan maupun buatan.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Vasektomi.
http://www.bkkbn-jatim.go.id/bkkbn-jatim/html/vasek.htm
Anonim. 2008. Tubektomi.
http://www.bkkbn-jatim.go.id/bkkbn-jatim/html/tubek.htm
Anonim. 2008. Alat Kontrasepsi.
http://www.yakita.or.id/alat_kontrasepsi.htm
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : EGC.
Hanafiah, M. Jusuf. Amir, Amri. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC.
Supari, Siti Fadilah. 2007. Keputusan Menkes RI No.369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar
Profesi Bidan. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Wujoso, Hari. 2008. Kaidah Dasar Bioetik.
Zuhroni, H. Riani, Nur. Nazaruddin, Nirwan. 2003. Kesehatan dan Kedokteran 2 (Fiqih
Kontemporer). Jakarta : Departemen Agama RI.

Anda mungkin juga menyukai