BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketahanan nasional khususnya ketahanan energi kembali menjadi topik
pembicaraan yang hangat. Ketahanan energi, secara sederhana berhubungan
dengan mengamankan energi masa depan suatu bangsa dengan cara mendapatkan
sumber daya energi yang stabil dan berkecukupan dengan harga terjangkau.
Meskipun terdengar cukup sederhana namun kenyataannya banyak persoalan
kompleks yang harus dipecahkan. Kegagalan untuk melakukannya berisiko
membahayakan masa depan energi negara Indonesia untuk jangka waktu yang
lama (Agustiawan).
Sampai saat ini, Indonesia masih menghadapi persoalan dalam mencapai target
pembangunan bidang energi. Ketergantungan terhadap energi fosil terutama
minyak bumi dalam pemenuhan konsumsi di dalam negeri masih tinggi yaitu
sebesar 96% (minyak bumi 48%, gas 18% dan batubara 30%) dari total konsumsi
dan upaya untuk memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan belum dapat
berjalan sebagaimana yang direncanakan. Tingginya konsumsi energi fosil
tersebut diakibatkan oleh subsidi sehingga harga energi menjadi murah dan
masyarakat cenderung boros dalam menggunakan energi. Di sisi lain, Indonesia
menghadapi penurunan cadangan energi fosil yang terus terjadi dan belum dapat
diimbangi dengan penemuan cadangan baru. Sedangkan keterbatasan infrastruktur
energi yang tersedia juga membatasi akses masyarakat terhadap energi. Kondisi
ini menyebabkan Indonesia rentan terhadap gangguan yang terjadi di pasar energi
global karena sebagian dari konsumsi tersebut, terutama produk minyak bumi
masih dipenuhi dari impor (Sujatmiko).
Sejalan dengan meningkatnya laju pembangunan dan meningkatnya pola hidup
masyarakat, konsumsi energi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Peningkatan ini terjadi hampir pada semua sektor yang mencakup sektor industri,
transportasi, komersial, rumah tangga, pembangkit listrik dan sektor lainnya.
Selain biomassa, konsumsi energi final di Indonesia selama ini masih bertumpu
pada energi fosil terutama bahan bakar minyak (BBM). Meskipun peran energi
fosil lainnya seperti batubara dan gas bumi belum setinggi BBM, namun kedua
jenis energi tersebut mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Total konsumsi
energi final pada periode 2003 2013 terus mengalami peningkatan dengan laju
pertumbuhan rata-rata sebesar 4,1% per tahun. Total konsumsi energi final
meningkat dari 117 juta TOE pada tahun 2003 menjadi 174 juta TOE di tahun
2013. Pada tahun 2013, sektor industri merupakan sektor dengan pangsa konsumsi
energi final terbesar yaitu sebesar 33% diikuti oleh sektor rumah tangga sebesar
27% dan sektor transportasi sebesar 27%. Sedangkan sektor komersial, sektor
lainnya dan penggunaan untuk bahan baku 10% (Dewan Energi Nasional, 2015).
Untuk energi listrik, kebutuhan semakin bertambah dengan bertambahnya
pertumbuhan penduduk. Konsumsi energi listrik yang tidak diimbangi dengan
penyediaan energi listrik yang memenuhi menyebabkan terjadinya krisis energi
listrik. Di Indonesia, diproyeksikan pertumbuhan energi listrik sebesar 9,2% per
tahun dengan rasio elektrifitas 64,3% dan rasio desa berlistrik 91,9% (Dewan
Energi Nasional, 2015).
Indonesia dengan potensi energi panas bumi terbesar di dunia, secara geografis
terletak di antara 6 LU 11 LS dan 95 BT - 141 BT, adalah pertemuan antara
dua jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteranian yaitu Cincin Api
Pasifik yang erat kaitannya dalam kerangka tektonik dunia, yang merupakan
negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia (Sujatmiko). Total potensi
panas bumi Indonesia mencapai 28.910 MW yang terdiri dari cadangan dan
sumber daya panas bumi yang tersebar di 312 lokasi (93 di Sumatera, 71 di Jawa,
12 di Kalimantan, 70 di Sulawesi, 33 di Bali dan Nusa Tenggara, 33 di Maluku
dan Papua). Potensi sebesar ini diharapkan dapat memenuhi target pengembangan
panas bumi untuk membangkitkan energi listrik sebesar 6000 MWe di tahun 2025
(Dewan Energi Nasional, 2015).
Pemanfaatan tenaga panas bumi di Indonesia adalah sebagai energi primer
untuk pembangkit listrik. Pada umumnya pemanfaatan panas bumi secara
langsung dikelola oleh daerah setempat untuk keperluan pariwisata. Produksi uap
panas bumi pada tahun 2003 adalah sebesar 47,16 juta ton uap dan pada tahun
2013 produksi uap panas bumi mengalami kenaikan cukup besar mencapai 69,29
juta ton uap atau meningkat 3,9% per tahun.
Energi panas bumi merupakan energi yang ramah lingkungan karena fluida
panas bumi setelah energi panas diubah menjadi energi listrik, fluida
dikembalikan ke bawah permukaan (reservoir) melalui sumur injeksi.
Penginjeksian air kedalam reservoir merupakan suatu keharusan untuk menjaga
keseimbangan massa sehingga memperlambat penurunan tekanan reservoir dan
mencegah terjadinya subsidence. Penginjeksian kembali fluida panas bumi setelah
fluida tersebut dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, serta adanya recharge
(rembesan) air permukaan, menjadikan energi panas bumi sebagai energi yang
berkelanjutan (sustainable energy). Emisi dari pembangkit listrik panas bumi
sangat rendah bila dibandingkan dengan minyak dan batubara. Karena emisinya
yang rendah, energi panas bumi memiliki kesempatan untuk memanfaatkan Clean
Development Mechanism (CDM) produk Kyoto Protocol. Mekanisme ini
menetapkan bahwa negara maju harus mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK)
sebesar 5.2% terhadap emisi tahun 1990, dapat melalui pembelian energi bersih
dari negara berkembang yang proyeknya dibangun diatas tahun 2000 (Saptadji).
Energi bersih tersebut termasuk panas bumi. Energi panas bumi bukan hanya
bersih dan terbarukan, namun juga membutuhkan ruang yang lebih kecil
dibandingkan energi terbarukan lain seperti energi surya dan energi angin. Panas
bumi juga memberikan persediaan yang dapat diprediksi dan konstan, tak
terpengaruh oleh kondisi cuaca maupun waktu. Pembangkit listik tenaga
geothermal menghasilkan listrik sekitar 90%, dibandingkan 65-75% pembangkit
listrik berbahan bakar fosil (Greenpeace).
PT. Indonesia Power merupakan anak perusahaan PT. PLN (Persero) yang
bergerak di bidang Pembangkit Tenaga Listrik dan Jasa Pembangkitan yang
mengelola jenis pembangkit dengan total kapasitas yang dioperasikan sebesar
14.000 MW. Sejalan dengan visi perusahaan untuk menjadi perusahaan energi
terpercaya
yang
tumbuh
berkelanjutan,
Indonesia
Power
mewujudkan
Metode Observasi
15) Metode pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara
langsung.
16)
Metode Wawancara
1.6.3
1.6.4
1.6.3
Metode Konsultasi
1.6.5
1.6.6
1.6.4