Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit
tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian
tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau ketidakefektifan respon imun.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Tuberculosis Paru?
2. Bagaimana etiologi dari Tuberculosis Paru?
3. Bagaimana penularan dan penyebaran dari Tuberculosis Paru?
4. Bagaimana Patogenesis TB paru?
5. Bagaimana diagnosis dari TB Paru?
6. Bagaimana tatalaksana TB Paru?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tuberkulosis


Tuberkulosis

adalah

suatu

penyakit

infeksi

yang

disebabkan

oleh

basil

Mycobacterium tuberculosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
1

juga dikenal sebagai BTA (basil tahan asam). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert
Koch pada tahun 1882. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang
semua organ atau jaringan di tubuh. Biasanya bagian tengah granuloma tuberkular
mengalami nekrosis perkijuan. (Brooks, 2005).

2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit tuberkulosis adalah basil tuberkulosis yang termasuk
dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari famili Mycobacteriaceae dan termasuk
dalam ordo Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit
berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering. (Brooks, 2005).
Kuman ini bersifat obligat aerob dan pertumbuhannya lambat. Dibutuhkan waktu 18
jam untuk mengganda dan pertumbuhan pada media kultur biasa dapat dilihat dalam waktu 68 minggu. Suhu optimal untuk tumbuh pada 37 0C dan pada pH 6,4-7,0. Kuman tuberkulosis
jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam, selain itu kuman tersebut akan
mati oleh yodium tinctur selama 5 menit dan juga oleh etanol 80% dalam waktu 2 sampai 10
menit serta oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Kuman akan mati pada suhu 60 0C selama 1520 menit. Pengurangan oksigen dapat menurunkan metabolisme kuman (Irma, 2007).

2.3 Penularan dan Penyebaran


Cara penularan penyakit tuberkulosis paru biasanya melalui udara yang tercemar
dengan bakteri Mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk
dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita tuberkulosis dewasa.
Partikel kecil di udara yang berisi kuman tuberkulosis ini disebut droplet. Droplet nukleus
yang berisi ukuran 1-5 m dapat sampai ke alveoli. Droplet nukleus kecil yang berisi basil
tunggal lebih berbahaya daripada sejumlah besar basil didalam partikel yang besar sebab
partikel besar akan cenderung menumpuk di jalan nafas daripada sampai ke alveoli sehingga
akan dikeluarkan paru oleh sistem mukosilier (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
Batuk merupakan mekanisme yang efektif untuk menghasilkan droplet nukleus. Satu
kali batuk yang cepat dan kuat akan menghasilkan partikel infeksius yang sama banyaknya
dengan berbicara keras selama 5 menit (Mual, 2009). Penyebaran melalui udara juga dapat
disebabkan oleh manuver ekspirasi yang kuat seperti bersin, berteriak, bernyanyi. Satu kali
bersin dapat menghasilkan 20.000-40.000 droplet, tapi kebanyakan merupakan partikel besar
sehingga tidak infeksius (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
2

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan
dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, sikap dan
perilaku yang belum benar, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat,
meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi
dari infeksi HIV. Menurut Aditama (2002), disamping hal-hal tersebut daya tahan tubuh yang
lemah, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting.

2.4 Patogenesis TB Paru


Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh cell mediated immune response.
Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) merupakan
immunoresponse cell. Inhalasi partikel besar yang berisi lebih dari tiga basil tuberkulosis
tidak akan sampai ke alveoli. Partikel akan melekat di dinding bronkus dan akan dikeluarkan
oleh sistem mukosiliari, tetapi inhalasi partikel kecil yang berisi 1-3 basil dapat sampai ke
alveoli (Mual, 2009).
Mikobakterium tuberkulosis yang masuk ke alveoli akan diikuti oleh vasodilatasi dan
masuknya leukosit polimorfonuklear dan makrofag yang berfungsi untuk memakan dan
membunuh basil tersebut. Setelah strain virulen mikobakteri masuk ke dalam endosom
makrofag, organisme mampu menghambat respon mikrobisida normal dengan memanipulasi
pH endosom dan menghentikan pematangan endosom. Hasil akhir dari manipulasi
endosom ini adalah gangguan pembentukan fagolisosom efektif sehingga mikobakteri
berproliferasi tanpa terhambat. Oleh karena itu, fase terdini pada tuberkulosis primer (<3
minggu) pada orang yang belum tersensitisasi ditandai dengan proliferasi basil tanpa
hambatan di dalam makrofag alveolus dan rongga udara, sehingga terjadi bakteremia dan
penyemaian di banyak tempat. Meskipun terjadi bakteremia, sebagian besar pasien pada
tahap ini asimptomatik atau mengalami gejala mirip flu. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari
(Kumar, 2007).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas, menimbulkan
respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi
3

primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat
dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiologi rutin (Fishman,
2002).
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, di mana bahan
cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan
dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat akan
terulang kembali di bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring,
telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan
dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus
rongga. Bahan perkijuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi berkapsul yang tidak
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk
lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif (Crofton, 2002).
Infeksi primer kadang-kadang berlanjut terus dan perubahan patologisnya bersamaan
seperti TB post primer. TB post primer umumnya terlihat pada paru bagian atas terutama
pada segmen posterior lobus atas atau pada bagian apeks lobus bawah. Terjadinya TB post
primer dapat terjadi oleh karena perkembangan langsung dari TB primer, reaktivasi TB
primer, maupun reinfeksi dari luar (exogenous infection). Penyakit dapat menyebar melalui
getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain (Price, 2005).

2.5 Diagnosis TB Paru


Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis (gejala klinis dan
pemeriksaan fisik), pemeriksaan bakteriologik, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya
(Budiart, 2001).
2.5.1 Pemeriksaan Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dibagi menjadi 2 bagian :
a. Gejala respiratorik :
Batuk : merupakan gejala yang paling dini dan paling sering dikeluhkan.
Batuk timbul oleh karena bronkus sudah terlibat. Batuk-batuk yang
berlangsung 3 minggu harus dipikirkan adanya tuberkulosis paru.

Batuk darah : darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-garis, bercak,


atau bahkan dalam jumlah banyak. Batuk darah dapat juga terjadi pada
bronkiektasis dan tumor paru.
Sesak napas : dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut dan terdapat
kerusakan paru yang cukup luas.
Nyeri dada : timbul apabila parenkim paru subpleura sudah terlibat.
b. Gejala sistemik :
Demam : merupakan gejala yang paling sering dijumpai, biasanya timbul
pada sore dan malam hari.
Gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia, malaise, berat
badan menurun serta nafsu makan menurun.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
Pemeriksaan fisik atau jasmani sangat tergantung pada luas lesi dan kelainan
struktural paru yang terinfeksi. Pada permulaan penyakit sulit didapatkan kelainan pada
pemeriksaan jasmani. Suara atau bising napas abnormal dapat berupa suara bronkial, amforik,
ronki basah, suara napas melemah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
2.5.2. Pemeriksaan Bakteriologi
Diagnosis yang paling baik adalah dengan cara mengisolasi kuman. Untuk
membedakan spesies mikobakterium satu dari yang lain harus dilihat sifat-sifat koloni, waktu
pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media dan perbedaan kepekaan terhadap OAT.
Bahan pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari sputum, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bronchoalveolar lavage, urine, jaringan biopsi. Pada
pemeriksaan bakteriologi yang menggunakan sputum cara pengambilannya terdiri dari 3 kali
yaitu sewaktu (pada saat kunjungan), pagi (keesokan harinya), sewaktu (pada saat
menghantarkan dahak pagi). Pewarnaan yang umum dipakai adalah pewarnaan Ziehl Nielsen
dan Kinyoun Gabbet (Aditama, 2002).
WHO (2002) merekomendasikan pembacaan dengan skala IUATLD (International
Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut negatif.
b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut + (1+).
d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut ++ (2+).
e. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut +++ (3+).
2.5.3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pada foto
toraks TB memberikan gambaran yang multiform. Dapat dicurigai sebagai lesi TB aktif bila
ditemukan bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah. Kavitas terutama bila lebih dari satu, bayangan bercak milier
ataupun efusi pleura unilateral. Sedangkan lesi yang inaktif bila adanya fibrosis, kalsifikasi,
fibrotoraks atau penebalan pleura (Soeroso, 2007).
American Thoracic Society membagi luasnya proses TB pada foto toraks terdiri dari
a.

3 bagian :
Lesi Minimal
Bila proses TB mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak
melebihi volume paru yang terletak diatas chondrosternal junction dari iga kedua
dan prossesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V

b.

dan tidak dijumpai kavitas.


Lesi Sedang
Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan
densitas sedang, tetapi luas tidak boleh lebih luas dari satu paru, atau jumlah dari
seluruh proses TB tadi memiliki densitas yang lebih padat, lebih tebal, tetapi tidak
boleh melebihi sepertiga dari satu paru dan proses ini dapat disertai atau tidak
disertai kavitas. Bila disertai kavitas, tidak boleh melebihi 4 cm.

c.

Lesi Luas
Kelainan lebih luas dari lesi sedang.
(Rasad, 2000).
2.5.4. Pemeriksaan Khusus Lain
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi kuman

a.

TB seperti :
BACTEC : dengan metode radiometrik, dimana CO 2 yang dihasilkan dari metabolisme asam

lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya.


b. Polymerase Chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari M.tuberculosis, hanya
c.
d.

saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah kemungkinan kontaminasi.


Pemeriksaan serologi seperti ELISA, ICT, Mycodot, Uji peroksidase anti peroksidase.
Uji Tuberkulin, dengan prevalensi yang tinggi uji ini kurang bermakna apalagi pada orang
dewasa.
(Hopewell, 2005).

2.6 Tatalaksana TB Paru


Pengobatan tuberkulosis paru saat ini seharusnya tidak merupakan persoalan lagi.
Mengapa? Karena penyebab penyakit ini sudah diketahui dengan pasti, sarana penunjang
6

diagnostiknya ada, obat yang ampuh ada, dokternya sudah berlebihan sampai banyak yang
tidak mendapat penempatan. Tetapi, kenyataan membuktikan bahwa pengobatan tuberkulosis
tidak semudah yang diperkirakan. Banyak faktor yang harus diperhatikan yang sangat
mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Lamanya waktu pengobatan, kepatuhan serta
keteraturan penderita berobat, daya tahan tubuh penderita dan yang tak kalah pentingnya
adalah faktor sosial ekonomi penderita. Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan
pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Depkes RI, 2007).

Tabel 2.1 Jenis Obat Anti Tuberkulosis

2.6.1

Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

a.

(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
- Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

- Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)


b.

dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistent sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
(Depkes RI, 2007).

2.6.2

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis

di Indonesia:
- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
- Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap, sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT
kombipak. Tablet OAT kombinasi dosis tetap ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam satu paket untuk satu pasien (Depkes, 2007 dan WHO, 2002).
Paket Kombipak terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program
untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan OAT ini
disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.
2.6.3

Paduan OAT dan Peruntukannya


1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif.
Pasien TB ekstra paru.

Tabel 2.2 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1 (Depkes, 2008)

2. Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
Pasien kambuh.
Pasien gagal.
Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).
Tabel 2.3 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 2 (Depkes, 2008; WHO, 2002)

Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram
yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250
mg).
3. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 2.4 Paket Sisipan KDT (Depkes, 2008)

2.6.4

Pengawasan Menelan Obat (PMO)


Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan

pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO


(Depkes, 2007 dan WHO, 2002).
a. Persyaratan PMO
Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.
b. Siapa yang bisa jadi PMO
9

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat,


pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan
yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI,
PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
c. Tugas seorang PMO
Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejalagejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan
Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien
mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan
keluarganya:
o
o
o
o
o
o

TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.


TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.
Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke UPK.

2.6.5

Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB


Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak

dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen
tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan
ulang dahak tersebut dinyatakan positif. (Depkes, 2007).
Tabel 2.5 Tindak Lanjut Hasil Ulang Pemeriksaan dahak (Depkes,2007)

10

TIPE
PASIEN

HASIL
URAIAN

TINDAK LANJUT
BTA

TB

Negatif
Akhir tahap
Pasien baru

Intensif

Positif

pengobatan
kategori 1

Dilanjutkan dengan OAT sisipan selama 1 bulan. Jika setelah


sisipan masih tetap positif, tahap lanjutan
tetap diberikan.

BTA positif
dengan

Tahap lanjutan dimulai.

Sebulan sebelum
Akhir
Pengobatan atau
Akhir

Negatif
Sembuh.
keduanya

Positif

Gagal, ganti dengan OAT Kategori 2 mulai dari awal.

Negatif

Berikan pengobatan tahap lanjutan sampai selesai, kemudian


pasien dinyatakan Pengobatan Lengkap.

Positif

Ganti dengan Kategori 2 mulai dari awal.

Pengobatan (AP)
Pasien baru
BTA (-) &
R
(+) dengan

Akhir intensif

pengobatan
kategori 1
Teruskan pengobatan dengan tahap
Negatif
lanjutan.
Beri Sisipan 1 bulan. Jika setelah
Akhir Intensif

sisipan masih tetap positif, teruskan


Positif

pengobatan tahap lanjutan. Jika ada

Penderita
fasilitas, rujuk untuk uji kepekaan
baru BTA
obat
positif
Sebulan

Negatif

sebelum Akhir

keduanya

dengan

Sembuh.

pengobatan
ulang
kategori 2

Pengobatan
atau
Akhir
Pengobatan

Belum ada pengobatan, disebut


Positif

kasus kronik, jika mungkin, rujuk


kepada unit pelayanan spesialistik.

(AP)

11

Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang
dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up
sebelumnya.
Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak
memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.
Default (Putus berobat)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai. Pasien ini sebelumnya telah berobat minimal selama 1 bulan,
dan kemudian tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih.
Gagal
12

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
2.6.6

Tatalaksana penderita yang berobat tidak teratur


Seorang penderita kadang-kadang berhenti minum obat sebelum masa pengobatan

selesai, hal ini terjadi karena penderita belum memahami bahwa obat harus ditelan
seluruhnya dalam waktu yang telah ditetapkan. Petugas kesehatan harus mengusahkan agar
penderita yang putus berobat tersebut kembali ke UPK. Pengobatan yang diberikan
tergantung pada tipe penderita, lamanya pengobatan sebelumnya, lamanya putus berobat, dan
bagaimana hasil pemeriksaan dahak sewaktu dia kembali berobat. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.6 Pengobatan penderita TB paru baru BTA positif yang berobat tidak teratur
(Depkes, 2007).
Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan:

Lacak pasien
Diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur
Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan:
Tindakan-1

Lacak pasien

Diskusikan dan
cari masalah
Periksa 3 kali
dahak (SPS)
dan lanjutkan
pengobatan
sementara
menunggu
hasilnya

Tindakan-2
Bila hasil BTA
negatif atau Tb
extra paru
Bila satu atau lebih
hasil BTA positif

Lanjutkan pengobatan sampai seluruh


dosis selesa

Bila hasil BTA


negatif atau Tb
extra paru:

Pengobatan dihentikan, pasien diobservasi


bila gejalanya semakin parah perlu
dilakukan pemeriksaan kembali (SPS dan
atau biakan)
Kategori-1
Mulai kategori-2

Lanjutkan
pengobatan sampai
seluruh dosis
selesai
Lama pengobatan
Kategori-1:
sebelumnya lebih
mulai kategori-2
dari 5 bulan
Kategori-2:
rujuk, mungkin
kasus kronis
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (Default)
Periksa 3 kali
dahak SPS
Diskusikan dan
cari masalah

Bila satu atau lebih

Lama pengobatan
sebelumnya kurang
dari 5 bulan *)

13

Hentikan
pengobatan
sambil
menunggu hasil
pemeriksaan
dahak.

hasil BTA positif

Kategori-2

Rujuk, mungkin
kasus kronik.

Keterangan :
*) Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama pengobatan
sebelumnya kurang dari 5 bulan: lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh dosis selesai dan
1 bulan sebelum akhir pengobatan harus diperiksa dahak.

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama

: Ny. M

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 51 tahun

No RM

: 445548

3.2 Anamnesis
Keluhan utama

: Sesak nafas +/- 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :


- Sesak nafas +/- 4 hari sebelum masuk rumah sakit
- Sesak nafas bertambah apabila banyak berktivitas, tidak dipengaruhi oleh
suhu, cuaca dan makanan, dari posisi duduk ke tidur terasa sesak, saat tidur
-

sesak bertambah, namun ketika duduk sesak berkurang.


Batuk (+) memberat 1 minggu yang lalu.
Batuk berdahak berwarna hijau.
Batuk berdarah (-)
Nyeri dada (+) rasa tertekan.
Demam (-)

14

Penurunan berat badan (+) terutama dirasakan bulan November 2015 dengan

jumlah penurunan berat badan tidak diketahui pasien.


Keringat malam hari (+)
Nafsu makan menurun.
BAB tidak lancar.
BAK normal seperti biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat minum OAT (+) 9 bulan tidak tuntas.


Riwayat Asma (-)
Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Hipertensi (+) pernah tekanan darah 190 mmHg, tidak minum obat

antihipertensi secara teratur.


Riwayat Magh (+)

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat TB (-)

Riwayat Pekerjaan / Sosial Ekonomi : Ibu Rumah Tangga

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Nafas
Suhu
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Leher

: sakit berat
: composmentis kooperatif
: 150/100 mmHg
: 101 x/ mnt
:41 x/ mnt
: 36,5
: rambut : putih kehitaman.
: isokor (+) konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.
: tidak ada deformitas, ada pernafasan cuping hidung.
: bibir kering, tidak ada kelainan.
: tidak ada pembesaran KGB
tidak ada tumor pada leher
JUP 5-2 cm H2O
:

Dada
- Thorak
Inspeksi : pergerakan nafas hemithorak kiri dan kanan sama, bentuk
Palpasi

thorak normal, sela iga tidak melebar.


: tidak teraba massa, fremitas kiri dan kanan sama.
15

Perkusi

: sonor semua lapangan paru.

Abdomen
Inspeksi : perut tidak tampak membuncit.
Palpasi
: nyeri tekan (+) di epigastrium, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus normal.

Pelvis

:-

Genitalia

:-

Ekstremitas

: Superior dan Inferior


Edema (-)
Sianosis (-)
Turgor Kulit normal
Akral hangat (+)

3.4 Pemeriksaan Laboratorium


Darah : Hb
: 11.1
Hematokrit : 34.9 %
Leukosit
: 15.04 (103/uL)
Diagnosis Kerja

: Tuberculosis Paru

Terapi

: - Inj. Ceftazidin 2 x 1gr


- OMZ 1 x 1
- Streptomycin 1 x 750 mg
- Combiven 4 x 1
- Metilprednisolon 2 x 1

FOLLOW UP
15-06-2016
S/ - sesak sudah berkurang
- batuk berdahak (+) berkurang, warna putih.
- badan terasa lemah
- BAK pakai kateter

16

- BAB (-)
O/ Td: 140/100 Nd: 102x/mnt Nf: 38x/mnt S: 36.2
P/ - ceftazidin 2x1
- OMZ 1x1
- streptomycin 1x750mg
- combiven 4x1
- metylprednisolon 2x1
A/ Tuberculosis Paru

16-06-2016
S/ - batuk berdahak (+) susah dikeluarkan
- sesak sudah berkurang
- nafsu makan baik
- tidur kurang nyenyak karena batuk
O/ Td: 140/90 Nd: 88x/mnt Nf: 40x/mnt S: 36.2
P/ - ceftazidin 2x1
- OMZ 1x1
- streptomycin 1x750mg
- combiven 4x1
- metylprednisolon 2x1
A/ Tuberculosis Paru

17

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan
oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara
yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan
asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang
sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M.Bovis dan M.Avium.

18

DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y., 2002. Pengobatan Tuberkulosis : Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. Jakarta:
FKUI.
Brooks, F.G.,et al., 2005. Mikobakteria. In: Mudihardi, E.H., ed. Mikrobiologi Kedokteran.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika, 453-465.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (P2PL).
,

2008.

Pedoman

Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan


Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL).
Fishman, J.A., 2002. Mycobacterial Infections. In: Elias, J.A., ed. Fishmans Manual of
Pulmonary Diseases and Disorders. Philadelphia : McGraw Hill, 763-799.
Hopewell, P.C., 2005. Tuberculosis and Other Mycobacterial Diseaases. In : Mason, R.J.,
Broaddus, C., Murray, Nadel, J.A., eds. Textbook of Respiratory Medicine. Philadelphia :
Elsivier, 979-1002.
Irma, T., 2007. Konversi Sputum BTA pada Fase Intensif TB Paru Kategori Antara
Kombinasi Dosis Tetap. Medan: FK USU.
Kumar, V., et al., 2007. Paru dan Saluran Napas Atas. In: Hartanto, H., ed. Buku Ajar
Patologi. Jakarta: EGC, 544-551.
Mual, B.E., 2009. Peranan Foto Dada dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru Tersangka
dengan BTA Negatif di Puskesmas Kodya Medan. Medan: FK USU.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2002. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (P2PL).
, 2006. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (P2PL).
Rasad, S., 2000. Tuberkulosis Paru. In: Ekayuda, I., ed. Radiologi Diagnostik. Jakarta: FK
UI, 126-139.
19

Soeroso, L., 2007. Mutiara Paru Buku Atlas Radiologi dan Ilustrasi Kasus. Jakarta: EGC.
World Health Organization, 2002. Operational Guide for National Tuberculosis Control
Programmes on The Introduction and Use of Fixed Dose Combination Drugs. Geneva :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
, 2003. Global Tuberculosis Control: Country Profile Indonesia.
Available from : http://www.who.int/gpt/publication/index.htm. (Accessed 12 March
2011).
, 2006. Indonesian Strategic Plan To Stop TB 2006-2010. Jakarta
: Depkes RI..

20

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab IV Diskusi
    Bab IV Diskusi
    Dokumen1 halaman
    Bab IV Diskusi
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Makalah Delva
    Makalah Delva
    Dokumen27 halaman
    Makalah Delva
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • BAB I Tipoid.
    BAB I Tipoid.
    Dokumen23 halaman
    BAB I Tipoid.
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen35 halaman
    Bab 1
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Gejala Positif Dan Negatif
    Gejala Positif Dan Negatif
    Dokumen6 halaman
    Gejala Positif Dan Negatif
    M S Eby
    Belum ada peringkat
  • Bab IV Diskusi
    Bab IV Diskusi
    Dokumen1 halaman
    Bab IV Diskusi
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Demensia 1
    Demensia 1
    Dokumen13 halaman
    Demensia 1
    kharisoke
    Belum ada peringkat
  • Case Thalasemia
    Case Thalasemia
    Dokumen28 halaman
    Case Thalasemia
    bayuaul
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Fraktur Healing 2
    Fraktur Healing 2
    Dokumen29 halaman
    Fraktur Healing 2
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Pptjurnal
    Pptjurnal
    Dokumen8 halaman
    Pptjurnal
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Efusi Pleura Fix
    Efusi Pleura Fix
    Dokumen18 halaman
    Efusi Pleura Fix
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Terjemahan Jurnal
    Terjemahan Jurnal
    Dokumen2 halaman
    Terjemahan Jurnal
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Fraktur Healing
    Fraktur Healing
    Dokumen44 halaman
    Fraktur Healing
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Efusi Pleura
    Efusi Pleura
    Dokumen17 halaman
    Efusi Pleura
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Referat Parotitis
    Referat Parotitis
    Dokumen14 halaman
    Referat Parotitis
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Case Thalasemia
    Case Thalasemia
    Dokumen28 halaman
    Case Thalasemia
    bayuaul
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Parotitis
    Kata Pengantar Parotitis
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar Parotitis
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Cover Parotitis
    Cover Parotitis
    Dokumen1 halaman
    Cover Parotitis
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Pre Valensi
    Pre Valensi
    Dokumen2 halaman
    Pre Valensi
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Ket New
    Laporan Pendahuluan Ket New
    Dokumen26 halaman
    Laporan Pendahuluan Ket New
    Bubub Fullkasus
    Belum ada peringkat
  • Referat Parotitis
    Referat Parotitis
    Dokumen14 halaman
    Referat Parotitis
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Sindrom Obesitas Hipoventilasi Lean
    Sindrom Obesitas Hipoventilasi Lean
    Dokumen3 halaman
    Sindrom Obesitas Hipoventilasi Lean
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Askep KET
    Askep KET
    Dokumen33 halaman
    Askep KET
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Pre Valensi
    Pre Valensi
    Dokumen2 halaman
    Pre Valensi
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Ariph Budiboy
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Laboraturium Syafrul Aceh
    Pemeriksaan Laboraturium Syafrul Aceh
    Dokumen6 halaman
    Pemeriksaan Laboraturium Syafrul Aceh
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Anonymous Qjtx1oMjB
    Belum ada peringkat