Pengertian
HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiency virus. HIV merupakan retrovirus
yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan
macrophages komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau
mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan
yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan
fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien
(Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar
jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang
berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai infeksi oportunistik karena
infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.
AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan menggambarkan
berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi
HIV telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya
berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi
AIDS.
2. Etiologi
Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya
1
2
Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV,
berarti setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi
atau jarum suntik yang terkontaminasi.
3. Manifestasi
1)
Manifestasi klinis yang tampak dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu nya:
Manifestasi Klinis Mayor
TBC
2)
Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida Albicans
o
4. Patofisiologi
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar
masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang terjadi pada saat kehamilan
(Richard, et al., 1997).
Selain itu juga karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS
karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat terjadi dalam 3
periode:
1.Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini disebabkan karena
terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu sendiri. Oksigen, makanan,
antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta
justru melindungi janin dari infeksi HIV.
Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
2.Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika dibandingkan periode
kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau
membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama
proses persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena itu, lamanya
persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak selama proses persalinan
adalah:
Lama robeknya membran.
Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan darah
ibu misalnya, episiotomi.
Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan
kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
Penularan HIV dapat terjadi melalui hubungan seksual, secara horizontal maupun vertikal (dari
ibu ke anak).
1.Melalui hubungan seksual
Baik secara vaginal, oral ataupun anal dengan seorang pengidap. Ini adalah cara yang umum
terjadi, meliputi 80-90% dari total kasus sedunia. Lebih mudah terjadi penularan bila terdapat
lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis,
gonore.
2.Transmisi horisontal (kontak langsung dengan darah/produk darah/jarum suntik):
Infeksi HIV secara vertikal terjadi pada satu dari tiga periode berikut :
Intra uterin : Terjadi sebelum kelahiran atau pada masa awal kehamilan sampai trisemester
kedua, yang mencakup kira-kira 30-50% dari penularan secara vertikal. Janin dapat terinfeksi
melalui transmisi virus lewat plasenta dan melewati selaput amnion, khususnya bila selaput
amnion mengalami peradangan atau infeksi.
Intra partum : Transmisi vertikal paling sering terjadi selama persalinan, kurang lebih 50-60%,
dan banyak faktor-faktor mempengaruhi resiko untuk terinfeksi pada periode ini. Secara umum,
semakin lama dan semakin banyak jumlah kontak neonatus dengan darah ibu dan sekresi serviks
dan vagina, maka semakin besar resiko penularan. Bayi prematur dan BBLR mempunyai resiko
terinfeksi lebih tinggi selama persalinan karena barier kulitnya yang lebih tipis dan pertahanan
imunologis pada mereka lebih lemah.
Post partum : Bayi baru lahir terpajan oleh cairan ibu yang terinfeksi dan bayi dapat tertular
melalui pemberian air susu ibu yang terinfeksi HIV kira-kira 7-22%.
Lebih dari 90% penularan HIV dari ibu ke anak terjadi selama dalam kandungan, persalinan dan
menyusui.
6. Pencegahan Penularan HIV pada Bayi dan Anak
World Health Organization menyebutkan bahwa PMTCT (programmes of the Prevention of
Mother to Child Transmission), dapat menurunkan penularan vertikal HIV, juga menghubungkan
wanita dengan infeksi HIV, anak, serta keluarganya, untuk memperoleh pengobatan, perawatan,
serta dukungan.
Intervensi PMTCT :
Antiretroviral
Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
Korioamnionitis
Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
Lama menyusui
Malnutrisi maternal
WHO mencanangkan empat strategi untuk pencegahan penularan HIV pada bayi dan anak, yaitu
a. Pencegahan primer, dengan melakukan pencegahan agar seluruh wanita jangan sampai
terinfeksi HIV
Merupakan hal yang paling penting, yaitu agar seorang ibu yang sehat jangan sampai tertular
HIV, untuk itu terutama ubah perilaku seksual, setia pada pasangan, hindari hubungan seksual
dengan berganti pasangan, bila hal ini dilanggar, gunakan kondom. Penyakit yang ditularkan
secara seksual harus dicegah dan diobati dengan segera. Jangan menjadi pengguna narkotika
suntikan, terutama dengan penggunaan jarum suntik bergantian.
Pada pasangan yang ingin hamil, sebaiknya dilakukan tes HIV sebelum kehamilan, dan bagi
yang telah hamil, dilakukan tes HIV pada kunjungan pertama.
b. Menghindari kehamilan yang tidak diinginkan pada wanita dengan HIV positif
Ada tiga strategi yang dicanangkan :
i. Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
Kebanyakan wanita dengan infeksi HIV di negara berkembang tidak mengetahui status serologis
mereka, maka VCT (voulentary conseling and testing) memegang peranan penting. Pelayanan
KB perlu diperluas untuk semua wanita, termasuk mereka yang terinfeksi, mendapatkan
dukungan dan pelayanan untuk mencegah kehamilan yang tidak diketahui. Bagi wanita yang
sudah terinfeksi HIV agar mendapat pelayanan esensial dan dukungan termasuk keluarga
berencana dan kesehatan reproduksinya sehingga mereka dapat membuat keputusan tentang
kehidupan reproduksinya.
ii. Menunda kehamilan berikutnya
Bila ibu tetap menginginkan anak, WHO menyarankan minimal 2 tahun jarak antar kehamilan.
Untuk menunda kehamilan :
Untuk ibu yang tidak ingin punya anak lagi, kontrasepsi yang paling tepat
adalah sterilisasi (tubektomi atau vasektomi).
Bila ibu memilih kontrasepsi lain selain kondom untuk mencegah kehamilan, maka pemakaian
kondom harus tetap dilakukan untuk mencegah penularan HIV.
iii. Gantikan efek kontrasepsi menyusui
Tindakan tidak menyusui untuk mencegah penukaran HIV dari ibu ke bayi menyebabkan efek
kontrasepsi laktasi menjadi hilang, untuk itu perlu alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
c. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke janin
Intervensi pencegahan penularan HIV dari ibu ke janin / bayinya meliputi empat hal, mulai saat
hamil, melahirkan, dan setelah lahir :
Tahap-tahap pengobatan, perawatan, dan pemberian dukungan pada wanita dengan HIV, bayi,
serta keluarganya, yaitu :
Menediakan diagnosis dini, perawatan, serta dukungan bagi bayi dan anak
dengan infeksi HIV positif
Resiko tinggi isolasi sosial berhubungan dengan persepsi tentang tidak akan
diterima dalam masyarakat.8.Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
maka terapinya yaitu :
1
Untuk meningkatkan aktivitas system immune dengan menghambat replikasi virus atau
memutuskan rantai reproduksi virus padan proses nya.obat- obat ini adalah : didanosina,
ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.
Rehabilitasi
Bertujuan untuk memberi dukungan mantal-psikologis, membantu
mengubah perilaku risiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak
berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan mempertahankan kondisi tubuh
sehat
Pendidikan
Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang
sehat, hindari stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi
imunne. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien
bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak mengidap AIDS dan
kemungkinan isolasi dari masyarakat.
Sebelum mendapat pengobatan antiretroviral, ibu perlu mendapatkan konseling. Sesuai protokol
ARV, minimal 6 bulan sudah harus periksa CD4. Pengobatan antiretroviral semakin penting
setelah ibu melahirkan, sebab ibu harus merawat anaknya sampai cukup besar. Tanpa pengobatan
antiretroviral dikhawatirkan usia ibu tidak cukup panjang.
Bayi harus mendapat imunisasi seperti bayi sehat. Tes HIV harus sudah dikerjakan saat bayi
berusia 12 bulan, dan bila positif diulang saat berusia 18 bulan.