Anda di halaman 1dari 14

[Type the document title]

[Year]

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

67

Vita Sulistianingsih Habi

[Type the document title]

[Year]

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

68

Vita Sulistianingsih Habi

[Type the document title]

[Year]

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA ABORTUS


PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
DI KABUPATEN GORONTALO UTARA
Vita Sulistianingsih Habi1,dr. Vivien Novarina A. Kasim, M. Kes 2,H. Abd. Wahab
Pakaya, S.Kep, Ns, MM3
1. Mahasiswa Jurusan Ilmu Keperawatan UNG
2. Dosen Jurusan Keperawatan UNG
3. Dosen Jurusan Keperawatan UNG

SUMMARY
Vita Sulistianingsih Habi. 2015. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya
Abortus Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Di Kabupaten Gorontalo
Utara. Skripsi, Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo, Pembimbing I dr. Vivien Novarina
A. Kasim, M.Kes dan Pembimbing II H. Abd. Wahab Pakaya, S.Kep, Ns, MM
Abortus adalah salah satu kematian yang banyak dijumpai. Abortus adalah
berakhirnya suatu kehamilan sebelum kehamilan berusia 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram. Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya
abortus pada ibu hamil adalah Pendidikan, Jarak Kehamilan, Sosial Ekonomi,
Usia, Paritas, Riwayat Abortus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor
faktor yang mempengaruhi terjadinya abortus pada ibu hamil di Puskesmas
Popalo dan Molingkapoto di Kabupaten Gorontalo Utara.
Penelitian ini menggunakan metode Observasional dengan menggunakan
pendekatan cross sectional study. Populasi adalah seluruh ibu yang pernah
mengalami abortus di Puskesmas Popalo dan Molingkapoto di Kabupaten
Gorontalo Utara sebanyak 32 orang. Dengan teknik pengambilan sampel adalah
total sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendidikan yang paling banyak
mengalami abortus pada tingkat pendidikan SD (46,88%), jarak kehamilan <2
tahun (71,86%), sosial ekonomi 1.500.000, (81,25%), usia <20 atau>35 tahun
(53,1%), paritas<2/>3 (81,25%), dan riwayat abortus terbanyak pada riwayat
abortus 1 kali (84,38%). Disarankan untuk pihak puskesmas dapat berperan dalam
upaya penurunan kejadian abortus.
Kata Kunci

: Abortus, Ibu Hamil.

Daftar Pustaka

: 34 (2005-2015)

69

Vita Sulistianingsih Habi

[Type the document title]

[Year]

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

PENDAHULUAN
Salah satu penyebab kematian
ibu adalah abortus. Abortus adalah
berakhirnya
suatu
kehamilan
sebelum janin mencapai berat 500
gram atau umur kehamilan kurang
dari 22 minggu atau buah kehamilan
belum mampu untuk hidup di luar
kandungan (Sarwono, 2008)1.
Menurut Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) bahwa: 15-50%
kematian ibu disebabkan oleh
abortus.
Abortus
berdampak
perdarahan atau infeksi yang dapat
menyebabkan kematian. Oleh karena
itu, kematian ibu yang disebabkan
abortus sering tidak dilaporkan
dalam penyebab kematian ibu, tapi
dilaporkan sebagai perdarahan atau
sepsis. Abortus dapat terjadi secara
tidak sengaja maupun disengaja dan
dapat dialami oleh semua ibu hamil
yang umur kehamilan usia muda.
(Rosdiana, 2009)2.
Di
Indonesia,
abortus
merupakan salah satu penyebab
kematian yang utama dengan urutan
yang pertama terbanyak di Asia
Tenggara pada tahun 2011. Data
yang dirilis oleh Departemen
Kesehatan RI pada tahun 2003
menyatakan tingkat abortus di
Indonesia masih cukup tinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara
maju di dunia, yakni mencapai 2,3
juta abortus per tahun (Depkes RI,
2003). Affandi (2003) Menambahkan
bahwa: Dari 2,3 juta kasus yang
terjadi di Indonesia, sekitar 1 juta
terjadi secara spontan, 0,6 juta
1

Sarwono, 2008. Ilmu Kebidanan. YBP-SP Jakarta.


Rosdiana. 2009. Makanan yang Menyebabkan
Abortus. Diaksestanggal 25 Maret 2015.

diaborsi karena kegagalan KB dan


0,7 diaborsi karena
tidak
digunakannya alat KB.
Berdasarkan
data
yang
diperoleh dari Puskesmas Di
Kabupaten Gorontalo, jumlah total
ibu yang mengalami abortus adalah
32 orang.
Proses terhentinya kehamilan
dapat
dijabarkan
menurut
kejadiannya yaitu abortus spontan
(terjadi tanpa intervensi dari luar dan
berlangsung tanpa sebab yang jelas)
dan abortus buatan (tindakan abortus
yang sengaja dilakukan untuk
menghilangkan kehamilan sebelum
umur 28 minggu atau berat janin 500
gram). Abortus disebabkan 4 faktor
yaitu Kelainan pertumbuhan Terjadi
20 juta kasus abortus tiap tahun dan
70.000 wanita meninggal karena
abortus tiap tahunnya. Angka
kejadian abortus di Asia Tenggara
adalah 4,2 juta pertahun termasuk
Indonesia,
sedangkan frekuensi
abortus spontan di Indonesia adalah
10%-15% dari 6 juta kehamilan
setiap tahunnya atau 600 ribu-900
ribu, sedangkan abortus buatan
sekitar 750 ribu 1,5 juta setiap
tahunnya, 2500 orang diantaranya
berakhir dengan kematian (Anshor,
2006).
Perlunya penanganan yang
baik dan tepat terhadap abortus pada
ibu hamil, dimana masyarakat
khususnya wanita lebih mengenal
masalah yang berkaitan
dengan
abortus,
hal-hal
yang
dapat
menyebabkan terjadinya abortus dan
komplikasinya serta bagaimana cara
mencegah agar kejadian tersebut
tidak terjadi atau terulang lagi pada
kehamilan berikutnya dan nantinya

67

Vita Sulistianingsih Habi

[Type the document title]

[Year]

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

diharapkan anak akan lahir dengan


selamat, sehat serta diharapkan dapat
menurunkan angka kejadian abortus
(Yono, 2011)3.
Ada
6
faktor
yang
mempengaruhi terjadinya abortus
pada ibu hamil yaitu : Usia,
pendidikan, sosial ekonomi, paritas,
jarak kehamilan, dan riwayat abortus.
Penelitian yang dilakukan oleh
oleh Arif K, dkk (2014)4 tentang
Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya abortus pada ibu hamil di
wilayah kerja buton utara, dengan
hasil yang didapatkan bahwa nilai
p=0,003 dimana p < 0,005 dengan
demikian didapatkan bahwa ada
pengaruh yang signifikan atara umur
pada ibu hamil dengan abortus
diwilayah kerja buton utara.
Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk Mengetahui FaktorFaktor apa saja yang Mempengaruhi
terjadinya Abortus Pada Ibu Hamil
di Wilayah Kerja Puskesmas Popalo
dan Molingkapoto Di Kabupaten
Gorontalo Utara
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di
wilayah
kerja
Puskesmas
Molinggapoto dan Popalo Di
Kabupaten
Gorontalo
Utara.
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan 23 Mei-7 Juni tahun 2015,
dengan menggunakan pendekatan
cross sectional study yaitu untuk
3

Yono. (2010).
Hubungan
Jarak
kehamilan
Ibu
Dengan
Kejadian
Abortus. Diakes tanggal 25
Maret 2015.
4
Arif, K. A., R. Matodan N. Adi. 2014.Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Terjadinya Abortus pada
Ibu Hamil di Wilayah Kerja Buton Utara.
Volume 5. Nomor 5.Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis.

mengetahui
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Terjadinya Abortus
Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja
Puskesmas Molingkapoto dan Popalo
Di Kabupaten Gorontalo Utara.
Populasi dalam penelitian ini
berjumlah
32
orang
dengan
menggunakan teknik total sampling.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden
Berdasarkan
Faktor
Usia
- < 20 atau >35 Tahun
- 20-35 tahun
Pendidikan
- Tidak Sekolah
- SD
- SMP
- SMA
Ekonomi
- >1.500.000,
- 1.500.000,
Paritas
- Jumlah anak <2 / >3
- Jumlah anak 2-3
Jarak Kehamilan
- <2 tahun
- 2 tahun
Riwayat Abortus
- 1 kali
- 2 kali

Jumlah
(n)

Persentase
%

17
15

53,1
46,9

2
15
12
3

6,25
46,88
37,5
9,38

6
26

18,25
81,75

26
6

81,25
18,75

23
9

71,86
28,14

27
5

84,38
15,62

Sumber: Data Sekunder, 2015


Berdasarkan
Tabel
diatas
menunjukan bahwa golongan usia
didapatkan sebagian besar yaitu pada
usia <20 atau <35 tahun yaitu
berjumlah 17 responden (53,1%).
Dan terendah pada usia 20-35 tahun
yaitu berjumlah 15 responden
(46,9%). Responden yang memiliki
pendidikan
terakhir
didapatkan
sebagian besar memiliki tingkat
pendidikan terakhir yaitu SD
berjumlah 15 orang (46,88%).
Pendidikan SMP 12 orang (37,5%).
Pendidikan SMA 3 orang (9,38%).
Dan untuk pendidikan Tidak Sekolah

68

Vita Sulistianingsih Habi

[Type the document title]

[Year]

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2 orang (6,25%). Responden yang


memiliki
tingkat
pendapatan
1.500.000, yaitu sebanyak 26 orang
(81,75%) dan tingkat pendapatan
>1.500.000, yaitu sebanyak 6 orang
(18,25%). Responden yang memiliki
paritas <2/>3 yaitu sebanyak 26
orang (81,25%). Dan paritas 2-3
yaitu sebanyak 6 orang (18,75%).
Dari tabel diatas juga menunjukan
bahwa jarak kehamilan didapatkan
sebagian besar yaitu pada jarak
kehamilan perorang untuk <2 tahun
yaitu berjumlah 23 responden
(71.86%), dan jarak kehamilan 2
tahun berjumlah 9 responden
(28,14%).
Responden
memiliki
Riwayat abortus terdapat sebagian
besar yaitu pada riwayat abortus 1
kali yaitu berjumlah 27 orang
(84,38%), dan riwayat abortus 2 kali
berjumlah 5 orang (15,62%).
PEMBAHASAN
Faktor Usia
Hasil penelitian menunjukan
bahwa golongan usia responden pada
usia < 20 tahun atau >35 tahun yang
berjumlah 17 responden (53,1%).
Pada usia <20 tahun. Menurut asumsi
peneliti hal ini terjadi karena pada
usia ini memiliki resiko tinggi,
karena usia responden yang masih
muda
sehingga
emosi
dan
kejiwaannya masih labil, demikian
juga kondisi fisik mereka yang masih
lemah untuk kehamilan. Adapun
orang tua yang berada pada usia
dewasa awal (25-35) sebanyak
(15,7%) juga dapat menerima kondisi
anaknya dengan baik.
Hal ini sesuai dengan teori
yang
dikemukakan
oleh

Prawirahardjo (2002)5 bahwa : Pada


kehamilan usia muda keadaan ibu
masih labil dan belum siap mental
untuk menerima kehamilannya.
Akibat selain tidak ada persiapan,
kehamilan tidak dijaga dengan baik.
Kondisi ini menyebabkan ibu
menjadi
stress,
dan
akan
meningkatkan resiko terjadinya
abortus.
Hal tersebut diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Arif
K, dkk (2014) tentang Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
terjadinya
abortus pada ibu hamil di wilayah
kerja buton utara, dengan hasil yang
didapatkan bahwa nilai p=0,003
dimana p < 0,005 dengan demikian
didapatkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan atara umur pada ibu hamil
dengan abortus diwilayah kerja buton
utara.
Sedangkan pada umur >35
tahun sebanyak 17 responden. Hal ini
sesuai dengan teori yang diupkapkan
oleh Sarwono (2006) bahwa wanita
yang berusia diatas 35 tahun
mempunyai
kecenderungan
mengalami abortus sebab seorang
wanita secara alamiah mengalami
penurunan tingkat kesuburan pada
usia 35 tahun, walaupun berbagai
upaya perawatan kesuburan biasa
dilakukan. Sama halnya teori yang
dikatakan Sriwahyuni (2011)6 bahwa
Pada usia 35 tahun atau lebih,
kesehatan ibu sudah menurun.
Akibatnya ibu hamil pada usia
tersebut mempunyai kemunkinan
lebih besar untuk mempunyai anak

Sriwahyuni, Andi, dkk. 2011. Karakteristik Kejadian


Abortus Inkomplet Di Ruangan Bersalin RSUD
Pangkep.

69

Vita Sulistianingsih Habi

[Type the document title]

[Year]

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

premature,
perasalinan
lama,
perdarahan dan abortus. Hal ini
disebabkan oleh karena kehamilan
pada umur ini terjadi proses penuaan,
jaringan alat reproduksi dan jalan
lahir terjadi kemunduran elastisitas
ligamintum pada uterus. Keadaan ini
cenderung berakibat pada proses
kehamilan,
kelainan
letak,
pertumbahan plasenta dan persalinan.
Responden yang mengalami
abortus berumur 20-35 tahun
sebanyak 15 responden. Menurut
asumsi peneliti pada kelompok umur
20-35 tahun mengalami abortus
karena banyak faktor yaitu faktor
sosial ekonomi dan ketidaksiapan
memiliki anak. Hal ini sesuai dengan
teori yang diungkapkan oleh
Megawati (2010)7 bahwa Banyak
faktor yang terkadang menyebabkan
abortus sehingga kehamilan tidak
dapat dipertahankan lagi. Hamil usia
20-29 tahun-an ini mereka biasanya
langsung mengandung setelah dua
bulan bersenggama dan hanya
memiliki
resiko
keguguran.
Sedangkan pada usia 30-35 tahun
resiko keguguran tampak meningkat
dengan bertambahnya umur terutama
setelah usia 30-35 tahun. Ibu dengan
usia lebih tua, lebih besar
kemungkinan keguguran baik janin
normal atau abnormal. Semakin
lanjut umur ibu, semakin tipis
cadangan telur yang ada. Makin
lanjut usia ibu makin resiko
terjadinya abortus, makin meningkat
karena menurunya kualitas sel telur
ovum dan meningkatnya resiko
kejadian abortus.
7

Megawati. (2010). Buku Ajar


Maternitas. EGC Jakarta

Keperawatan

Hal tersebut diperkuat dengan


penelitian yang dilakukan oleh
Sriwahyuni
(2013)
tentang
Karakteristik Kejadian Abortus Di
Ruang Bersalin RSUD Pangkep,
dengan
hasil yang di dapatkan
bahwa pada kelompok umur 20 35
tahun mengalami abortus karena
faktor
sosial
ekonomi
dan
ketidaksiapan memiliki anak.
Faktor Pendidikan
Hasil penelitian menunjukan
bahwa hampir sebagian responden
rata-rata
memiliki
pendidikan
terakhir SD (46.88%). Menurut
asumsi peneliti, hal ini terjadi karena
ibu yang berpendidikan rendah (SD
bahkan tidak sekolah) memiliki
tingkat pengetahuan yang rendah
terhadap
bahaya
dan
resiko
kehamilan.
Mereaka
dianggap
kurang informasi terkait kesehatan
reproduksi atau resiko kehamilan dan
persalinan. Sehingga belum bisa
menjaga kehamilan mereka karena
kurangnya
informasi
berkaitan
dengan kesehatan reproduksi.
Hal ini didukung oleh teori
Martadisoebrata
dan
Wahyuni
(2012), bahwa: Makin tinggi tingkat
pendidikan maka makin tinggi
tingkat pengetahuannya tentang
resiko
kehamilan.
Tingkat
pendidikan dapat mempengaruhi
pola pikir dan daya cerna sesorang
terhadap informasi. Semakin tinggi
tingkat
pendidikan
seseorang,
semakin tinggi pula informasi yang
dapat diserap dan mempengaruhi
tingkat pengetahuannya. Pendidikan
sangat dibutuhkan manusia untuk
pengembagan diri dan meningkatkan
kematangan intelektual seseorang.
Kematang
intelektual
akan
berpengaruh pada wawasan dan cara

70

Vita Sulistianingsih Habi

[Type the document title]

[Year]

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

berfikir baik dalam tindakan dan


pengambilan keputusan maupun
dalam membuat kebijaksanaan dalam
menggunakan pelayanan kesehatan.
Pendidikan yang rendah membuat
seseorang acuh tak acuh terhadap
program kesehatan sehingga mereka
tidak mengenal bahaya yang
mungkin terjadi, meskipun sarana
kesehatan telah tersedia namun
belum
tentu
mereka
mau
menggunakannya.
Teori
tersebut
diperkuat
dengan penelitian yang dilakukan
oleh Dharmayanti I, dkk (2010)8,
tentang
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Terhadap Risiko
Kehamilan pada Wanita dengan
Kejadian Abortus di RSUD Kota
Bekasi, dengan hasil menunjukkan
bahwa sebagian besar ibu yang
mengalami abortus dimana mayoritas
ibu hanya berpendidikan terakhir SD
yaitu 26,0%.
Pada penelitian ini terdapat 12
(37,5%)
responden
memiliki
pendidikan terakhir SMP. Menurut
asumsi peneliti pendidikan SMP
masih
merupakan
kategori
pendidikan rendah sehingga tingkat
pengetahuan terhadap kesehatan
reproduksi atau resiko kehamilan dan
persalinan juga masih kurang. Selain
itu didapatkan sebagian besar dari
mereka berusia <20 tahun. Hal ini
merupakan
salah satu
faktor
terjadinya abortus pada ibu hamil.
Sejalan dengan teori yang di
kemukakan oleh Sriwahyuni (2011)
bahwa Wanita yang hamil dan
8

Dharmayanti I, dkk 2010. Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Terhadap Risiko Kehamilan
pada Wanita dengan Kejadian Abortus di
RSUD Kota Bekasi. Jurnal

bersalin pada umur <20 tahun dari


segi
biologis
perkembangan
reproduksinya belum optimal, dari
segi psikis belum matang dalam
menghadapi tuntutan beban moril,
mental dan emosional, dan dari segi
ekonomi, masih belum siap untuk
hidup mandiri.
Faktor Sosial Ekonomi
Hasil penelitian menunjukan
bahwa sosial ekonomi responden
sebagaian
besar
penghasilan
1.500.000, yaitu berjumlah 26
orang (81.25%). Berdasarkan hasil
wawancara responden mengatakan
tidak bekerja di luar rumah karena
yang bekerja untuk mencari nafkah
adalah suami. Selain itu juga,
pendidikan responden yang hampir
sebagian besar tingkat pendidikan
terakhir SD sehingga ini bisa
menjadi salah satu penyebab
responden tidak bekerja. Rata-rata
mereka memiliki tingkat ekonomi
rendah karena datang dari keluarga
miskin dan tingkat pendapatan hanya
< 500,00/bulan yang bila dirataratakan penghasilan tersebut hanya
cukup untuk memenuhi kehidupan
sehari-hari sehingga mereka jarang
melakukan pemeriksaan kehamilan,
yang menyebabkan ibu berpotensi
lebih besar untuk mengalami resiko
pada kehamilan.
Hal ini sesuai dengan teori
yang dijelaskan oleh Nasrin (2007)
bahwa : Sosial ekonomi masyarakat
yang sering dinyatakan dengan
pendapatan keluarga mencerminkan
kemampuan masyarakat dari segi
ekonomi
dalam
memahami
kebutuhan
hidupnya
termasuk
kebutuhan kesehatan dan pemenuhan
zat gizi. Ekonomi juga selalu
menjadi faktor penentu dalam proses

71

Vita Sulistianingsih Habi

[Type the document title]

[Year]

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

kehamilan yang sehat. Keluarga


dengan ekonomi yang cukup
memeriksakan kehamilannya secara
rutin, merencanakan persalinan di
tenaga kesehatan dan melakukan
persiapan lainya dengan baik.
Namun dengan adanya perencanaan
yang baik sejak awal, membuat
tabungan bersalin, maka kehamilan
dan proses persalinan dapat berjalan
dengan baik.
Hal
ini
sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Wilson (2012)9 tentang Hubungan
Status Ekonomi dengan Abortus di
Puskesmas Kayu Kunyit Kecamatan
Manna Kabupaten Bengkulu Selatan,
dengan hasil yang didapatkan bahwa
70% status ekonomi dalam kesehatan
sangat
berpengaruh
terhadap
kesehatan seseorang dan cenderung
akan
besarnya
biaya
untuk
memeriksakan,
perawatan,
kesehatan, dan persalinan terhadap
ibu hamil.
Selain
itu
faktor
sosial
ekonomi juga dapat mempengaruhi
pemenuhan nutrisi, karena ibu hamil
sangat membutuhkan makanan yang
mengandung gizi. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang di kemukakan
oleh Pertiwi (2010) tentang status
nutrisi bahwa gizi makanan ibu
berpengaruh pada pertumbuhan
janin. Pengaturan gizi yang baik akan
berpengaruh positif, sedangkan bila
kurang baik pengaruhnya negative.
Menu protein tinggi di butuhkan oleh
ibu hamil. Protein di perlukan
pertumbuhan
bayi
yang
di
9

Wilson. 2010. Hubungan Status Ekonomi dengan


Abortus di Puskesmas Kayu Kunyit
Kecamatan Manna Kabupaten Bengkulu
Selatan. Jurnal

kandungnya. Kelahiran premature


yang paling banyak terjadi pada ibu
yang kekurangan gizi. Kekurangan
gizi pada ibu hamil dapat
mempengaruhi proses pertumbuhan
janin dan dapat menimbulkan
keguguran, abortus, bayi lahir mati,
dan kematian neonatal. Zat besi bagi
ibu
hamil
penting
untuk
pembentukan dan mempertahankan
sel darah merah. Kecukupan sel
darah merah akan menjamin sirkulasi
oksigen dan metabolisme zat-zat gizi
yang di butuhkan ibu hamil.
Faktor Paritas
Hasil penelitian menunjukan
bahwa: Paritas sebagian besar
adalah pada jumlah anak <2 / >3
yang berjumlah 26 responden
(81,25%). Menurut asumsi peneliti
bahwa bila ibu dengan paritas <2/>3
akan menyebabkan gangguan pada
waktu kehamilan, persalinan dengan
nifas. Resiko abortus meningkat
tergantung pada paritas ibu.
Hal tersebut sesuai dengan
teori yang dikemukakan oleh
Wiknjosastro
(2005)10
bahwa:
Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih
dari 3) mempunyai angka kematian
maternal lebih tinggi, lebih tinggi
paritas maka lebih tinggi kematian
maternal. Seorang ibu yang sering
melahirkan
mempunyai
resiko
kesehatan dan juga bagi kesehatan
anaknya. Hal ini beresiko karena
pada ibu dapat timbul kerusakankerusakan pada pembuluh darah,
dinding uterus yang mempengaruhi
sirkulasi nutrisi ke janin.

10

Wiknjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan. Ed. 3. Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

72

Vita Sulistianingsih Habi

[Type the document title]

[Year]

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Hal ini diperkuat dengan


penelitian yang dilakukan oleh
Rochmawati (2013)11 tentang Faktorfaktor yang mempengaruhi abortus di
Rumah Sakit umum pusat dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten, dengan
hasil penelitian yang didapatkan
bahwa terdapat pengaruh paritas
terhadap terjadinya p-value = 0,000
pada tingkat signifikansi HO ditolak
sehingga terdapat pengaruh yang
signifikan paritas terhadap terjadinya
abortus.
Faktor Jarak Kehamilan
Hasil penelitian menunjukan
bahwa Jarak kehamilan responden
sebagian besar adalah pada jarak
kehamilan <2 tahun yang berjumlah
23 responden (71.86%). Menurut
asumsi peneliti bahwa, hal ini terjadi
karena jarak kehamilan yang <2
tahun atau terlalu pendek sehingga
menyebabkan persalinan ya ng lama
atau pendarahan. Kehamilan dalam
keadaan
ini
kemungkinan
pertumbuhan janin kurang baik
sehingga rahim dan ksehatan ibu
belum pulih dengan baik.
Hal tersebut sesuai dengan
teori yang dikemukakan oleh
Krisnadi (2005)12 bahwa pada jarak
kehamilan dengan anak sebelumnya
kurang dari 2 tahun, rahim dan
kesehatan ibu belum pulih dengan
baik. Kehamilan dalam keadaan ini
perlu diwaspadai karena ada
kemungkinan pertumbuhan janin
11

12

Rochmawati.
2013.
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Abortus di Rumah Sakit
Umum Pusat DR.Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Jurnal
Krisnandi SR. 2005. Kelainan Lama Kehamilan
Dalam Obstetri Patologi. FK. UNPAD. EGC;
2005 Jakarta.

kurang baik. Mengalami persalinan


yang
lama,
atau
perdarahan
(abortus). Jarak kehamilan sangat
mempengaruhi kesehatan ibu dan
janin yang dikandungnya. Seorang
ibu memerlukan waktu selama 2-3
tahun agar dapat pulih secara
fisiologis dari satu kehamilan atau
persalinan dan mempersiapkan diri
untuk kehamilan berikutnya. Jarak
kehamilan yang terlalu dekat
memberikan indikasi kurang siapnya
rahim untuk terjadi implantasi bagi
embrio. Persalinan yang rapat akan
meningkatkan resiko kesehatan ibu
hamil jika ditunjang dengan sosial
ekonomi yang buruk. Dengan
kehamilan dan menyusui akan
menurunkan derajat kesehatan yang
akan meningkatkan resiko terjadinya
abortus.
Hal tersebut diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Khoiron A (2006) tentang Hubungan
jarak kehamilan dengan kejadian
abortus,
dengan
hasil
yang
didapatkan bahwa ada hubungan
yang
bermakna
antara
jarak
kehamilan dengan kejadian abortus.
Dimana dari 173 responden, yang
paling banyak mengalami abortus
pada ibu hamil adalah ibu hamil
dengan jarak kehamilan <2 tahun
yaitu sebanyak 77 orang (79,4%).
Faktor Riwayat Abortus
Hasil penelitian menunjukan
riwayat abortus responden sebagian
besar yaitu pada riwayat abortus 1
kali berjumlah 27 orang (84,38%).
Menurut asumsi peneliti, hal ini
terjadi karena sebagian besar
responden berada pada usia muda
sehingga kehamilan rata-rata baru
sekali dan ibu memiliki riwayat
abortus sebelumnya atau sekali

73

Vita Sulistianingsih Habi

[Type the document title]

[Year]

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

abortus mempunyai peluang untuk


mengalami abortus. Sedangkan untuk
riwayat
abortus
yang
terjadi
sebanyak 2 kali itu karena pengaruh
ibu pernah mengalami abortus
sebelumnya yang mengakibatkan
kandungan mengalami gangguan
atau terkena infeksi sehingga
mempengaruhi kehamilan berikutnya
yang akhirnya akan menyebabkan
janin premature atau mengalami
abortus lagi.
Menurut teori Prawirohardjo
(2009)13,
menjelaskan
bahwa
Riwayat abortus pada penderita
abortus merupakan predisposisi
terjadinya abortus berulang. Setelah
1 kali abortus pasangan punya risiko
15% untuk mengalami keguguran
lagi, sedangkan bila pernah 2 kali,
risikonya akan meningkat 25%. Hal
ini disebabkan karena edometrium
dianggap mengalami luka atau
kecatatan.
Teori ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Syariff
(2014)14, tentang Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian
Abortus di Rumah Sakit Dr. A.K.
Gani Palembang, yang menunjukkan
bahwa ibu yang pernah abortus
memiliki
kecenderungan
untuk
mengalami abortus daripada ibu yang
tidak pernah mengalami abortus.
Simpulan
Faktor
usia
ibu
yang
mengalami abortus di Wilayah Kerja
Puskesmas Molingkapoto dan Popalo
13

14

Prawirohardjo. 2009. Buku Ajar Kebidanan


Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
Yayasan Bina Pustaka Jakarta.
Syariff. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Abortus di Rumah Sakit Dr.
A.K. Gani Palembang. Jurnal

terbanyak adalah pada usia <20 atau


>35 tahun berjumlah 17 orang
(53,1%). Tingkat Pendidikan ibu
yang mengalami abortus di Wilayah
Kerja Puskesmas Molingkapoto dan
Popalo terbanyak adalah pada tingkat
pendidikan SD berjumlah 15 orang
(46,88%). Sosial ekonomi yang
mengalami abortus di Wilayah Kerja
Puskesmas Molingkapoto dan Popalo
terbanyak adalah pada tingkat
pendapatan 1.500.000, berjumlah
26 orang (81,25%). Paritas ibu yang
mengalami abortus di Wilayah Kerja
Puskesmas Molingkapoto dan Popalo
terbanyak adalah pada paritas <2 / >3
yaitu berjumlah 26 orang (81,25%).
Jarak kehamilan yang mengalami
abortus di Wilayah Kerja Puskesmas
Molingkapoto dan Popalo terbanyak
adalah pada jarak kehamilan <2
tahun yang berjumlah 23 orang
(71,86%). Riwayat abortus ibu yang
mengalami abortus di Wilayah Kerja
Puskesmas Molingkapoto dan Popalo
terbanyak adalah pada riwayat
abortus 1 kali berjumlah 27 orang
(84,38%).
Saran
Bagi Akademik. Diharapakan
hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi dan dapat menambah
kepustakaan di FIKK jurusan
Keperawatan
sehingga
dapat
memberikan pengetahuan bagi yang
membaca khususnya pengetahuan
mengenai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kejadian abortus, dan
mencegah terjadinya abortus.
Bagi Puskesmas Popalo dan
Puskesmas
Molingkapoto.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan informasi dan masukan
bagi
Puskesmas
Popalo
dan
Puskesmas Molingkapoto bahwa

74

Vita Sulistianingsih Habi

[Type the document title]

[Year]

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

masih tingginya angka kejadian


abortus di Puskesmas Popalo dan
Puskesmas Molingkapoto Gorontalo
Utara, sehingga disarankan kepada
Poli Kebidanan terutama pada bidan,
dapat
berperan
dalam
upaya
penurunan kejadian abortus dengan
ikut serta dalam program keluarga
berencana, sehingga waktu untuk
hamil dan jumlah anak dapat
direncanakan dengan baik.
Bagi Peniliti Lain. Untuk
peneliti selanjutnya diharapkan untuk
meneliti kelainan menetap pada ibu
yang mempengaruhi kejadian abortus
sehingga dapat menurunkan angka
kejadian abortus dan meneliti
beberapa variabel lain yang belum
terdapat pada penelitian ini untuk
mendapatkan lebih dalam mengenai
faktor-faktor resiko kejadian abortus.
Daftar Pustaka
Arif, K. A., R. Matodan N. Adi.
2014.Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Terjadinya
Abortus pada Ibu Hamil di
Wilayah Kerja Buton Utara.
Volume 5. Nomor 5.Jurnal
Ilmiah Kesehatan Diagnosis.
Astuti, H. P. 2012. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan
Ibu
I
(Kehamilan).Pustaka Rihama.
Jakarta.
Corwin, E. 2009. Buku Saku
Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Dharmayanti I, dkk 2010. FaktorFaktor yang Mempengaruhi
Terhadap Risiko Kehamilan
pada Wanita dengan Kejadian
Abortus di RSUD Kota Bekasi.
Jurnal
Fadlun. 2012 Asuhan Kebidanan
Patologis. Salemba Medika
Jakarta.

Gilarso. 2006. Pengantar Ilmu


Ekonomi Makro. Kanisius
Yokyakarta.
Hasbulla, 2005. Dasar-Dasar Ilmu
Pendidikan. Rajawali Pers
Banjarmasin.
Hidayat A, Alimul A. 2012 Metode
Penelitian Keperawatan dan
Tehnik Analisis Data (Edisi
Pertama).Salemba
Medika
Jakarta.
Kenneth J. Levenoet al. 2009.
Obstetric Willians. Panduan
Ringkas, Edisi 21. EGC
Jakarta.
Krisnandi SR. 2005. Kelainan Lama
Kehamilan Dalam Obstetri
Patologi. FK. UNPAD. EGC;
2005 Jakarta.
Manuaba, I. B. G., C. Manuaba dan
F. Manuaba. 2008. Gawat
Darurat Obstetri-Ginekologi &
Obstetri-Ginekologi
Sosial
untuk Profesi Bidan. EGC
Jakarta.
Megawati. (2010). Buku Ajar
Keperawatan Maternitas. EGC
Jakarta
Nursalam. 2008. Konsep dan
Penerapan
Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan.
Edisi
2.Salemba
Medika
Jakarta.
Nursalam.
2011.
Manajemen
Keperawatan. Edisi 3. Salemba
Medika Jakarta.
Prawirohardjo, S. 2008. Buku Acuan
Nasional,
Pelayanan
Kesehatan
Maternal
Dan
Neonatal.
Yayasan
Bina
Pustaka Jakarta.
Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu
Kandungan. Yayasan Bina
Pustaka Jakarta.
75

Vita Sulistianingsih Habi

[Type the document title]

[Year]

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Prawirohardjo. 2009. Buku Ajar


Kebidanan Kegawatdaruratan
Maternal
dan
Neonatal.
Yayasan Bina Pustaka Jakarta.
Rahmani. L. S. 2013. Faktor-Faktor
Risiko Kejadian Abortus Di RS
Prikasih
Jakarta
Selatan.
Skripsi.
Program
Studi
Keperawatan
Dokter
Unifersitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Ralph C. Benson dan Martin
L.Pernoll. 2009. Buku Saku
Obstetri & Ginekologi. EGC
Jakarta.
Rosdiana. 2009. Makanan yang
Menyebabkan
Abortus.
Diaksestanggal 25 Maret 2015.
Rochmawati. 2013. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Abortus
di Rumah Sakit Umum Pusat
DR.Soeradji
Tirtonegoro
Klaten. Jurnal
Sarwono, 2006. Ilmu Kebidanan.
Rajawali Jakarta
Sekaran, Uma. 2006. Metodologi
Penelitian
Untuk
Bisnis,
Salemba Empat Jakarta.
Sarwono, 2007. Ilmu Kebidanan.
YBP-SP Jakarta.
Syariff. 2014. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian
Abortus di Rumah Sakit Dr.
A.K. Gani Palembang. Jurnal
Siti maulidaniah. 2011. Klasifi kasi
Abortus. Diakses tanggal 25
Maret 2015.
http:// id.wikipedia.org.
Sriwahyuni, Andi, dkk. 2011.
Karakteristik Kejadian Abortus
Inkomplet
Di
Ruangan
Bersalin RSUD Pangkep.
Sugiono. 2012. Statistik Untuk
Penelitian. Alfa beta Bandung.

Suyanto. 2011. Metode Dan Aplikasi


Penelitian Keperawatan. Ed.1.
Nuha Medika Yokyakrta.
Wiknjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan.
Ed. 3. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono
Prawirohardjo.
Jakarta.
Wiknjosastro, Hanafi. 2007. Ilmu
Kebidanan. Yayasan Bina
Pustaka
Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta
Wilson. 2010. Hubungan Status
Ekonomi dengan Abortus di
Puskesmas
Kayu
Kunyit
Kecamatan Manna Kabupaten
Bengkulu Selatan. Jurnal
Yono. (2010). Hubungan Jarak
kehamilan
Ibu
Dengan Kejadian Abortus.
Diakes tanggal 25 Maret 2015.
Nugroho dan Agung. 2010. Malaria
dari Molekuler ke Klinis. EGC:
Jakarta

76

Vita Sulistianingsih Habi

[Type the document title]

[Year]

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

67

Vita Sulistianingsih Habi

Anda mungkin juga menyukai