Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN
A. Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat
kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah
ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium pada tujuan ke 5 yaitu meningkatkan
kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi
sampai resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah
menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk
mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan
usaha keras yang terus menerus.
Sumber data: SDKI, 1994, 2002/2003, 2007, MDGs dan Bappenas
Gambar di atas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994
sampai dengan tahun 2007, di mana menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun
ke tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar228 per
100.000 Kelahiran Hidup, Meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia.
Sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada
sebesar 226 per 100.000 Kelahiran Hidup.

Penyebab Kematian Ibu Melahirkan


Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor
penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk
menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim
muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang-kejang, aborsi, dan
infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya,
pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial
ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh.
Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang
reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu
juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya
perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang
menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar
perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan
pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama
suami.

Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan

Sumber: Departemen Kesehatan,


Grafik di atas menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu melahirkan,
berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan
yakni, pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Pendarahan
menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28 persen), anemia dan
kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya
pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara
paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan;
proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen. Walaupun
seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan,
namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan
mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan. (WHO).
Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia (24 persen),
kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak
terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan kembali
normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal
setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi diderita ibu sebelum
hamil. (Profil Kesehatan Indonesia, 2007), sedangkan persentase tertinggi ketiga penyebab
kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11 persen).

Cakupan Pertolongan Persalinan


Oleh Bidan atau Tenaga Kesehatan
Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih
rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan
menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010.
Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis
profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam
SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti
Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan hampir mencapai 90%.
Apabila dilihat dari proyeksi angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
nampak bahwa ada pelencengan dari tahun 2004 dimana angka pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan dibawah dari angka proyeksi, apabila hal ini tidak menjadi
perhatian kita semua maka diperkirakan angka pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan sebesar 90 % pada tahun 2010 tidak akan tercapai, konsekuensi lebih lanjut bias
berimbas pada resiko angka kematian ibu meningkat. Kondisi geografis, persebaran
penduduk dan sosial budaya merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya
aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya
disparitas antar daerah akan berbeda satu sama lain.

Tempat Persalinan dan Penolong Persalinan

dengan Kualifikasi Terendah


Sementara dilihat dari latar belakang pendidikan, ibu dengan status tidak sekolah
lebih banyak ditolong oleh Dukun bayi.
Presentase Kelahiran Yang Dibantu Oleh Tenaga Kesehatan dan Target
Nasional Tahun 1990-2010
Apabila dilihat dari tren pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan dari
tahun 2000-2007 menunjukkan bahwa pertolongan persalinan oleh dokter dari tahun
trendnya meningkat baik di desa maupun di kota. Bahkan di daerah perkotaan angka
pertolongan persalinan oleh dokter pada tahun 2007 telah lebih dari 20%. Sedangkan
cakupan pertolongan persalinan oleh bidan relatif tidak banyak bergerak bahkan apabila
dibandingkan antara tahun 2007 dan 2004 secara total pertolongan persalinan oleh bidan
kecenderunganya menjadi turun. Sumber data: Departemen Kesehatan, R.I, 2007

B. Angka Kematian Bayi (AKB)


DEPARTEMEN Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata per tahun
terdapat 401 bayi baru lahir di Indonesia meninggal dunia sebelum umurnya
genap 1 tahun. Data bersumber dari survei terakhir pemerintah, yaitu dari
Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI).
Berdasarkan survei lainnya, yaitu Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007,
kematian bayi baru lahir (neonatus) merupakan penyumbang kematian
terbesar pada tingginya angka kematian balita (AKB). Setiap tahun sekitar 20
bayi per 1.000 kelahiran hidup terenggut nyawanya dalam rentang waktu 0-12
hari pas-cakelahirannya. Parahnya, dalam rentang 2002-2007 (data terakhir),
angka neonatus tidak pernah mengalami penurunan. Penyebab kematian
terbanyak pada periode ini, menurut Depkes, disebabkan oleh sepsis (infeksi
sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran pemapasan atas.
Selaras dengan target pencapaian Millenium Development Goals (MDGs),
Depkes telah mematok target penurunan AKB di Indonesia dari rata-rata 36
meninggal per 1.000 kelahiran hidup menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup
pada 2015.

C. Upaya Menurunkan AKI dan AKB

Departemen Kesehatan menargetkan angka kematian ibu pada 2010 sekitar 226 orang
dan pada tahun 2015 menjadi 102 orang per tahun. Untuk mewujudkan hal ini, salah satu
upaya terobosan dan terbukti mampu meningkatkan indikator proksi (persalinan oleh
tenaga kesehatan) dalam penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi
adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Program
dengan menggunakan stiker ini, dapat meningkatkan peran aktif suami (suami Siaga),
keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman. Program ini juga
meningkatkan persiapan menghadapi komplikasi pada saat kehamilan, termasuk
perencanaan pemakaian alat/ obat kontrasepsi pasca persalinan.
Selain itu, program P4K juga mendorong ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan,
bersalin, pemeriksaan nifas dan bayi yang dilahirkan oleh tenaga kesehatan terampil
termasuk skrining status imunisasi tetanus lengkap pada setiap ibu hamil. Kaum ibu juga
didorong untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dilanjutkan pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan. Perencanaan persalinan dapat dilakukan manakala ibu, suami
dan keluarga memiliki pengetahuan mengenai tanda bahaya kehamilan, persalinan dan
nifas; asuhan perawatan ibu dan bayi; pemberian ASI; jadwal imunisasi; serta informasi
lainnya. Semua informasi tersebut ada di dalam Buku KIA yang diberikan kepada ibu
hamil setelah didata melalui P4K. Buku KIA juga berfungsi sebagai alat pemantauan
perkembangan kesehatan ibu hamil serta pemantauan pertumbuhan bayi sampai usia 5
tahun.
Selain itu, pemerintah melalui Departemen Kesehatan juga menerapkan Strategi
Making Pregnancy Safer (MPS), atau Membuat Kehamilan Lebih Aman, yang
merupakan penajaman dari kebijakan sebelumnya tentang Penyelamatan Ibu Hamil.
Strategi MPS yang memberi penekanan kepada aspek medis, walaupun tidak
mengabaikan aspek non-medis.
Indonesia telah mencanangkan Making Pregnancy Safer (MPS) sebagai strategi
pembangunan kesehatan masyarakat menuju Indonesia Sehat 2010 pada 12 Oktober 2000
sebagai bagian dari program Safe Motherhood. Dalam arti kata luas tujuan Safe
Motherhood dan Making Pregnancy Safer sama, yaitu melindungi hak reproduksi dan hak
asasi manusia dengan mengurangi beban kesakitan, kecacatan dan kematian yang
berhubungan dengan kehamilan dan persalinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. MPS
merupakan strategi sektor kesehatan yang fokus pada pendekatan perencanaan sistematis
dan terpadu dalam melaksanakan intervensi klinis dan pelayanan kesehatan. MPS
dilaksanakan berdasarkan upaya-upaya yang telah ada dengan penekanan pada
pentingnya kemitraan antara sektor pemerintah, lembaga pembangunan, sektor swasta,
keluarga dan anggota masyarakat.
Strategi MPS mendukung target internasional yang telah disepakati. Dengan
demikian, tujuan global MPS adalah untuk menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan
bayi baru lahir sebagai berikut:
a. Menurunkan angka kematian ibu sebesar 75% pada tahun 2015 dariAKI tahun 1990.

b. Menurunkan angka kematian bayi menjadi kurang dari 35/1.000 kelahiran hidup pada
tahun 2015.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Upaya menurunkan kematian ibu merupakan masalah kompleks yang melibatkan
berbagai aspek dan disiplin ilmu termasuk faktor sosial ekonomi dan budaya masyarakat
sebagai mata rantai yang berkaitan. Sehingga, selain komitmen politik pemerintah sebagai
pengambil keputusan yang akan menentukan arah dan prioritas pelayanan kesehatan,
juga diperlukan partisipasi masing-masing individu dalam upaya pencegahan.
B. Saran
Tidak ada intervensi tunggal yang mampu menyelesaikan masalah kematian ibu. Oleh
karena itu, berbagai upaya untuk mengatasi hal ini melalui Strategi Menyelamatkan
Persalinan Sehat, meskipun dalam pelaksanaannya masih menemui beberapa kendala,
perlu untuk didukung. Kesehatan ibu adalah hal yang vital bagi keberlangsungan hidup
manusia dan hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memelihara dan
meningkatkannya.

DAFTAR PUSTAKA

Angka Kematian Ibu Melahirkan Adobe Acrobat Document


Kompas, Senin, 30 Juni 2008http://wri.or.id/id/publikasi/Liputan%20Tahun%202008?
q=id/publikasi%20liputan%20media/Tahun%202010,%20Angka%20Kematian%20Ibu
%20226%20Orang
http://www.dinkesjatengprov.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=59%3Aaki&catid=1%3Alatest-news&lang=en
http://bataviase.co.id/content/angka-kematian-bayi-di-indonesia-tinggi
di 02.24
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke

Cara Mudah Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan


Angka Kematian Bayi (AKB)

Materi ini disiapkan untuk bahan diskusi ahli bertajuk Pelayanan Publik Desa dimohon
komentar dan masukannya dari para pemangku kepentingan.
Menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir sebagai salah satu indikator kunci di
dalam target pencapaian pembangunan berkelanjutan, merupakan upaya yang sangat berat dan hingga
kini masih belum memenuhi harapan kita semua. Berbagai upaya sudah dilakukan, sejumlah dana juga
sudah digelontorkan, semua potensi dikerahkan, namun tetap saja target yang ditetapkan tidak kunjung
tercapai. Tampaknya masalah nasional ini memerlukan kajian ulang dan mendalam, untuk mempelajari
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kasus kematian ibu hamil-melahirkan dan bayi tidak bisa
diturunkan secara bermakna. Sekaligus mencari peluang kekuatan apa saja yang ada dimasyarakat yang
bisa dimanfaatkan untuk mempercepat proses penurunan angka kematian tersebut.
Siklus Hidup Manusia
Masyarakat memiliki seperangkat nilai budaya sebagai acuan bertindak dan berinteraksi
dengan sesama manusia, lingkungan alam dan pemilik kekuatan spiritual. Kelahiran bagi masyarakat di
perdesaan dan perkotaan merupakan bagian dari siklus kehidupan yang selalu menjadi peristiwa yang
sangat penting. Siklus kehidupan yang dikenal oleh suku bangsa di Indonesia biasa disebut sebagai
tahap-tahap kehidupan. Tahapannya dimulai dari kelahiran, lepasnya tali pusat bayi, bayi mulai bisa
berjalan atau turun ke tanah, anak laki-laki disunat, menstruasi pertama untuk anak perempuan,
pertunangan, perkawinan, kehamilan dan kematian, demikian seterusnya siklus itu seperti layaknya roda
berputar. Ada suku bangsa yang lebih detail lagi melakukan ritual sebagai tanda dalam setiap tahapan
peralihan kehidupan manusia. Masing-masing suku bangsa bisa berbeda-beda dalam membuat tanda
bagi peralihan pada siklus hidup manusia.
Namun secara garis besar, paling tidak ada empat tahap peralihan di dalam siklus kehidupan manusia
yang berada pada situasi yang sangat kritis secara sosial maupun kritis secara biologis. Tahapan itu
adalah : perkawinan, kehamilan, kelahiran dan berakhir kematian. Kelahiran dianggap penting karena
pada saat itu ada risiko kematian bagi si ibu dan si bayi. Itulah sebabnya masyarakat selalu memberi
perhatian besar pada peristiwa kelahiran. Pada dasarnya keluarga dan masyarakat mengharapkan si ibu
dan si bayi semuanya sehat dan selamat. Bentuk perhatian terhadap proses kelahiran dan bayi yang baru
dilahirkan diwujudkan dalam bentuk upacara-upacara yang beragam.

Budaya yang masih hidup dan tumbuh di masyarakat dalam konteks pembangunan merupakan modal
sosial yang tidak ternilai harganya. Karena bisa dioptimalkan untuk menunjang program pembangunan
termasuk pembangunan kesehatan. Namun ada juga budaya yang menurut kacamata aparatus
kesehatan justru membahayakan atau berisiko menimbulkan kematian atau kesakitan. Contohnya :
memotong tali pusat dengan bilah bambu. Atau memberi makanan yang dilumatkan oleh mulut seorang
nenek kepada bayi. Atau membiarkan ibu bekerja di ladang meskipun usia kehamilannya sudah
mendekati kelahiran.
Oleh sebab itu maka harus dilakukan kajian terhadap budaya masyarakat yang mampu melindungi ibu
hamil-melahirkan dan bayi dari ancaman kematian serta yang bisa membahayakan kesehatan ibu dan
anak.

Unsur Budaya
Seperangkat unsur budaya yang dominan yang menjadi latar belakang tinggi atau rendahnya
kematian ibu dan bayi di suatu daerah, sebagai berikut :
Sistem Kepercayaan
seluruh aspek yang berkaitan dengan kepercayaan atau agama.
kemampuan masyarakat yang diperoleh melalui proses belajar d
keluarga dan tradisi, termasuk yang berkaitan dengan perawata
Sistem Pengetahuan
dan pengobatan bagi ibu hami dan bayi.
organisasi sosial yang sudah diwariskan turun temurun dan mas
berlaku hingga kini, termasuk didalamnya mengenai aturan
Sistem Kekerabatan
perkawinan.
cara masyarakat mendapatkan sumber pangan diantaranya
pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, kerajinan, dan
Sistem Matapencaharian
sebagainya
Kaitan keempat unsur tersebut dengan penyebab kematian ibu dan bayi contohnya di sistem
kepercayaan, bahwa kematian ibu yang melahirkan disebabkan karena mengalami kesulitan bersalin,
diyakini karena ada roh jahat yang menghalangi jalan lahir. Atau bayi yang meninggal karena batuk
berdarah karena ada orang yang mengirim guna-guna. Ada juga kepercayaan bahwa kematian adalah
takdir yang tidak bisa ditolak, karena Tuhan telah berkehendak.
Sistem pengetahuan juga mempengaruhi cara pandang masyarakat dalam menyimpulkan
penyebab kematian. Misalnya bayi meninggal karena panas, artinya terjadi ketidakseimbangan suhu
tubuh. Maka untuk menyeimbangkan perlu diberi air dingin dan diberi air panas jika suhu bayi dingin.
Pengetahuan ini mempengaruhi cara pengobatan dan perawatan bagi bayi atau ibu hamil yang berisiko.
Seringkali kita mendengar bahwa keputusan untuk memilih layanan kesehatan untuk
pemeriksaan kehamilan dan persalinan sangat tergantung kepada sistem kekerabatan yang mengacu
kepada tata aturan di dalam keluarga tentang siapa yang berwenang mengambil keputusan. Demikian
dominannya pengambil keputusan di dalam keluarga, sehingga persoalan krisispun harus meminta restu
kepada yang berwenang itu. Proses pengambilan keputusan yang paternalistik ini seringkali
memperlambat penanganan ibu dan bayi yang menghadapi risiko kematian, sehingga terjadilah yang
dikenal dengan terlambat mendapatkan penanganan kegawatdaruratan kehamilan atau persalinan.

Disamping itu sistem matapencaharian juga mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi. Asupan gizi yang
dikonsumsi setiap hari oleh ibu hamil atau bayi, tergantung kepada sumber pangan yang tersedia dan
pola makan pada masyarakat tersebut. Keterbatasan sumber pangan dan pola makan yang tidak bergizi,
sering menjadi masalah laten yang mengancam ketika masa kehamilan yang dikenal dalam dunia medis
sebagai kekurangan energy kronis (KEK). Pengaruh sistem matapencaharian terhadap sumber pangan
dan pola makan bayi juga akan berdampak kepada baik buruknya gizi si bayidi kemudian hari.
Rekomendasi
Pemerintah perlu melakukan pendekatan yang lebih mendalam untuk mengetahui latar
belakang penyebab kematian ibu dan bayi di suatu daerah. Pendekatan kebudayaan seharusnya dipilih
pemerintah untuk tidak menyeragamkan bentuk program dalam upaya mencegah kematian ibu dan bayi.
Beberapa rekomendasi yang perlu dicatat adalah sebagai berikut :
1. Untuk aparatus kesehatan :
2. Pemahaman mengenai budaya masyarakat di lingkungan wilayah puskesmas sangat
diperlukan oleh tenaga kesehatan.
3. Pembekalan perspektif antropologi bagi tenaga kesehatan disemua tingkatan
menjadi modal utama dalam menjalankan fungsi pelayanan yang sesuai dengan
konteks budaya masyarakat, sehingga mampu mengindentifikasi faktor nilai dan
budaya yang berpotensi menurunkan risiko kematian ibu dan bayi.
4. Mengembalikan fungsi dasar Puskesmas sebagai unit pelayanan yang berbasis
kewilayahan. Bukan pelayanan berdasarkan kasus-kasus penyakit. Basis kewilayahan
bukan hanya teritori secara geografis, namun juga teritori secara sosial budaya.
Teritori sosial budaya bukan dibatasi secara fisik lokasi daerah administratif, namun
dibatasi oleh batas batas adat dan kekerabatan.
1. Intervensi program kesehatan harus berbasis kultur dan struktur masyarakat
sehingga terjadi penerimaan sosial untuk mendorong partisipasi kolektif masyarakat.
1. Untuk Pemerintah Desa :
2. Pemerintahan Desa harus memiliki data kebudayaan yang masih berlaku di
masyarakat. Khusus mengenai kesehatan ibu dan bayi perlu dicatat data yang
mengenai :
1.
sistem kepercayaan masyarakat,
2.
sistem pengetahuan terutama mengenai konsep sehat dan sakit,
3.
sistem kekerabatan terutama mengenai siapa yang berwenang pengambil
keputusan penting di dalam keluarga luas,
4.
sistem matapencaharian yang dilengkapi dengan sumber pangan yang biasa
dikonsumsi oleh penduduk Desa khususnya oleh remaja perempuan, ibu, dan bayi
beserta pola makannya.
3. Pemerintah Desa perlu membentuk sistem SIAGA (Siap Antar Jaga) di level
RT/Dusun yang terdiri dari :
1.
Pencatatan dan identifikasi ibu hamil dan bayi
2.
Penyediaan transportasi untuk merujuk ke puskesmas dan rumah sakit
3.
Pendataan golongan darah penduduk dewasa yang sehat untuk
mempersiapkan pendonor jika dibutuhkan

4.

Dana untuk membiayai kebutuhan rujukan, menjaga pasien selama


perawatan, dan biaya lainnya yang tidak dicover oleh pemerintah.
Contoh keberhasilan menerapkan empat sistem SIAGA di Kota Cirebon mampu menurunkan kematian
ibu melahirkan dan bayi secara bermakna.
3. Pemerintah Desa perlu memiliki postur data kependudukan saat ini dan prediksi
dinamika penduduk lima tahunan terutama kelompok usia produktif.
Apabila dua aspek dalam sector kesehatan saling bersinergi yaitu aspek demand dan aspek supply,
dimana satu dengan lainnya saling mengerti dan memahami peran dan tanggungjawabnya, maka niscaya
kesehatan ibu dan bayi akan meningkat dan akhirnya berdampak kepada peningkatan derajat kesehatan
masyarakat pada umumnya.
Rekomendasi khusus kepada pemerintah pusat adalah sebagai berikut : dalam membuat
kebijakan perlu menggunakan prinsip : memperkuat faktor yang menurunkan risiko
kematian dan mengeliminasi faktor yang meningkatkan risiko kematian pada ibu
dan bayi dengan mempertimbangkan nilai budaya setempat.
Apabila hal tersebut di atas dilaksanakan maka dengan mudah kita dapat mengidentifikasi akar
penyebab, mengapa kematian ibu dan bayi terus terjadi. Dan jika kita mengetahui akar penyebabnya,
maka dengan mudah kita merumuskan solusi mengatasi masalahnya.

Anda mungkin juga menyukai