Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG
Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung ( C=N), yang terdiri dari 3

buah atom karbon yang berikatan dengan atom Hidrogen. Secara spesifik,
sianida adalah anion CN-. Senyawa ini ada dalam bentuk gas, liquid dan solid,
setiap senyawa tersebut dapat melepaskan anion CN- yang sangat beracun.
Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia dan memiliki
sifat racun yang sangat kuat dan bekerja dengan cepat. Contohnya adalah HCN (
Hidrogen Sianida ) dan KCN ( Kalium Sianida ).1
Baik di luar negeri maupun di Indonesia jumlah kasus keracunan karena
kecelakaan atau pun peracunan (kasus pembunuhan denga racun) semakin
marak dan tampak meningkat terus.
Kasus orang yang meninggal karena diracun bahan kimia bukan pertama kali
terjadi. Sebelumnya kasus orang meninggal karena di racun menimpa orangorang penting di dunia, di antaranya :
-

Georgi Ivanov Markov, seorang penulis asal Bulgaria yang tewas


diracun menggunakan Ricin. Senyawa racun yang berasal dari minyak

tanaman Ricinus Communis.


Ibn Al Khattab, seorang pejuang muslim yang tewas diracun

menggunakan Sarin atau turunannya.


Roman Igorevich Tsepov,pengusaha Rusia yang tewas diracun dengan

material Radioaktif.
Alexander Litvinenko, mantan petinggi intelijen Rusia yang tewas

diracun menggunakan Thallium.


Stepan Bandera, politikus Ukraina yang tewas diracun dengan gas

sianida.
Theodore Romzha, uskup gereja katolik Ruthenia yang tewas diracun
dengan curare dari tanaman liana.

Yuri Shchekochikhin, jurnalis investigasi Rusia yang tewas diracun

dengan thallium.
Yasser Arafat, pemimpin Palestina Liberation Organization yang tewas

diracun.
Grigori Rasputin, pewaris Prince Alexsei Rusia yang tewasdiracun
dengan sianida.3

Sedangkan untuk di Indonesia sendiri, kasus kematian dengan racun yang


paling menghebokan adalah kasus Munir,seorang aktivis HAM yang terjadi
tahun 2004 silam dan kasus Mirna yang masih hangat diperbincangkan saat ini.
Persamaan penyebab kematian dari keduanya adalah meninggal akibat
menenggak racun. Munir meninggal karena meminum racun jenis arsenik
sedangkan Mirna meninggal karena racun sianida. Kandungan racun yang
membunuh Mirna lebih kuat ketimbang kadar racun yang menewaskan aktivis
HAM, Munir. Pada kasus Mirna ditemukan sianida dengan kadar 15 gram/L
atau 15 mg/cc, sudah masuk dalam dosis mematikan bahkan dapat
mengakibatkan kematian hingga 25 orang. Sedangkan pada kasus Munir,
ditemukan kandungan racun arsen sebanyak 3,1 miligram per liter darah.3
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka saya mengambil judul
Intosikasi Sianida, karena dari beberapa kasus kematian karena racun lebih
banyak menggunakan racun Sianida.
1.2.RUMUSAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui Pengertian Intoksikasi dan Sianida.
2. Untuk Mengetahui Sejarah dan Penggunaan Sianida.
3. Untuk Mengetahui Sumber-sumber Natural Sianida.
4. Untuk Mengetahui Farmakokinetik Sianida.
5. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Forensik Intoksikasi Sianida
- Tanda dan Gejala Intosikasi Sianida.

- Pemeriksaan Dalam dan Pemeriksaan Luar dari Jenazah.


- Pemeriksaan Penunjang.
6. Untuk Mengetahui Cara Penanganan Keracunan Sianida.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Intoksikasi dan Sianida.
Intoksikasi adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat
menjadi racun bila diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya.2
Racun adalah suatu zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan secara
faali, yang dalam dosis toksik, selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh yang
dapat berakhir dengan penyakit atau kematian. Racun dapat masuk ke dalam
tubuh melalui udara yang dihirup pada saat bernafas (inhalasi), ditelan (peroral),
melalui penyutikan (parenteral atau injeksi), penyerapan melalui kulit yang
sehat atau sakit, atau dapat pula melalui anus atau vagina. Setelah masuk ke
dalam tubuh racun dapat bereaksi secara lokal, sistemik atau keduanya. Racun
dapat bekerja secara lokal dan akan menimbulkan rasa nyeri yang hebat, tidak
jarang disertai dengan perforasi. Sebagian dari racun dapat masuk ke dalam
darah dan menimbulkan efek sistemik seperti penekanan pusat nafas. Efek
sistemik ini dikarenakan racun mempunyai afinitas terhadap salah satu organ
atau sistem. Yang termasuk dalam golongan ini yaitu narkotika, barbiturat,
alkohol, digitalis, asam oksalat, karbon monoksida, sianida, dan intektisida
golongan chlorinated hydrocarbon.2
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan yang telah digunakan sejak
ribuan tahun yang lalu.Sianida banyak digunakan pada saat perang dunia
pertama.Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian
dalam jangka waktu beberapa menit.Sianida terdapat dalam berbagai bentuk,
salah satu nya adalah hidrogen sianida yang berbentuk cairan tidak berwarna
atau pada suhu kamar berwarna biru pucat. Bentuk lain sianida ialah sodium
sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.5
Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap
produk yang biasa kita makan atau gunakan.Sianida dapat diproduksi oleh

bakteri, jamur dan ganggang. Sianida ditemukan pada rokok, asap kendaraan
bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan
singkong. Sianida banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan
garam seperti natrium, kalium atau kalsium sianida.6
Keracunan sianida akut merupakan kasus yang paling sering dilaporkan
sendiri

(70% dalam 1 seri).Gejala yang ditimbulkan oleh keracunan zat

kimia sianida bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual
muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak
sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan
kematian. Penatalaksaan dari korban keracunan ini harus cepat, karena
prognosis dari terapi yang diberikan juga sangat tergantung dari lamanya kontak
dengan zat toksik tersebut.Dalam pemeriksaan forensik, diagnosis keracunan
sianida pada orang hidup terutama tergantung dari riwayat kontak dengan racun
sianida atau yang dicurigai sumber racun sianida dan gejala serta tanda yang
diperlihatkan pasien. Sementara pada postmortem pembuktiannya melalui
pemeriksaan dari jaringan-jaringan yang dilalui oleh sianida sesuai dengan rute
masuknya ke dalam tubuh.7
Dalam masyarakat dikenal berbagai jenis racun dan akibatnya terhadap tubuh
manusia. Untuk mengenali racun apa yang terlibat dalam suatu peristiwa
diperlukan pengetahuan khusus tentang jenis dan penempakan racun baik di
dalam maupun diluar tubuh. Toksikologi adalah ilmu khusus yang mempelajari
sumber, sifat dan khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan
serta kelainan yang didapatkan pada korban meninggal.8

2.2.

Sejarah dan Penggunaan Sianida


Sianida adalah bahan kimia yang mengandung gugus cyan (CN) yang terdiri

dari sebuah karbon atom yang terikat ganda tiga dengan sebuah atom nitrogen.
Sianida secara spesifik adalah anion CN-. Sianida dapat berbentuk gas, cair, atau
padat dan berbentuk molekul, ion, atau polimer. Singkatnya semua bahan yang
dapat melepaskan ion sianida (CN -) sangat toksik.Substansi dengan kandungan
5

sianida sebenarnya telah digunakan sebagai racun sejak berabad-abad yang lalu
akan tetapi sianida yang sesungguhnya baru dikenal pada tahun 1782. Sianida
pertama kali diidentifikasi oleh ahli kimia yang berasal dari Swedia, bernama
Scheele, yang kemudian meninggal akibat keracunan sianida di dalam
laboratoriumnya.8
Penggunaan sianida sebagai senjata pada peperangan dimulai berabad-abad
tahun yang lalu oleh tentara kerajaan Romawi. Napolen III menggunakan
sianida pada bayonet tentaranya. Selama perang dunia pertama Francis, dan
Austria telah menggunakan sianida dalam berbagai bentuknya seperti gas asam
hidrosianik, Cyanogen chlorida. Nazi, Jerman bahkan menggunakan sianida
dalam bentuk sianogen bromida yang terkenal dengan nama Zyklon B untuk
membunuh ribuan rakyat sipil dan tentara musuh. Dewasa ini, sianida lebih
banyak digunakan untuk kepentingan ekonomi. Ratusan bahkan ribuan ton
sianida dibentuk oleh dunia tiap harinya. Sianida banyak digunakan untuk
bidang kimia, pembuatan plastik, penyaringan emas dan perak, metalurgi, anti
jamur dan racun tikus. Beberapa bentuk-bentuk sianida yaitu
1. Hidrogen Sianida (HCN) adalah cairan atau gas yang tidak
berwarna atau biru pucat dengan bau seperti almond. Nama lainnya
adalah asam hidrosianik dan asam prussik. HCN dipakai sebagai
stabilizer untuk mencegah pembusukan.
2. Sodium Sianida adalah bubuk kristal putih dengan bau seperti
almond. Nama lainnya adalah asam hidrosianik,sodium. Bentuk
cair dari bahan ini sangat alkalis dan cepat berubah menjadi
hidrogen sianida jika kontak dengan asam atau garam dari asam.
3. Potasium Sianida (KCN) adalah bahan padat berwarna putih
dengan bau sianida yang khas. Nama lainnya adalah asam
hidrosianik, garam potasium. Bentuk cair dari bahan ini sangat
alkalis dan cepat berubah menjadi hidrogen sianida jika kontak
dengan asam atau garam dari asam.

4. Kalsium Sianida (Ca(CN)2) dikenal juga dengan nama calsid atau


calsyan adalah bahan padat kristal berwarna putih. Dalam bentuk
cairnya secara bertahap membentuk hidrogen sianida. Keempat
bahan diatas membentuk ikatan yang kuat dengan metal.
5. Sianogen adalah gas beracun yang tidak berwarna dengan bau
seperti almond. Nama lainnya adalah karbon nitril, disianogen,
etane dinitril, dan asam oksalat dinitril. Bahan ini secara perlahan
terhidrolisis pada bentuk cair menjadi asam oksalat dan amonia.
6. Sianogen Klorida adalah gas tidak berwarna. Nama lainya adalah
klorin sianida (nama dagang Caswell no. 267). Bahan ini
melepaskan hidrogen sianida saat terhidrolisis.
7. Glikosida Sianogenik diproduksi secara natural oleh berbagai jenis
tumbuhan. Saat terhidrolisis membentuk hidrogen sianida.
2.3.

Sumber- Sumber Natural Sianida


Sianida selalu ada dalam konsentrasi kecil (trace) pada banyak macam

tumbuh-tumbuhan. Pada rumput, kacang-kacangan, umbi-umbian dan biji


tertentu ditemukan sianida dalam kadar yang relatif tinggi seperti singkong
(pada daun dan akar), ubi jalar,"yam" (dyoscoreaceae) pada umbinya, butir
jagung, butir cantel, rempah rempah, tebu, kacang-kacangan (peas & beans),
terutama koro krupuk, &almonds. Pada buah sianida ditemukan pada jeruk,
apel, pear,cherry, apricot, prune, plum. Dari berbagai tanaman yang
mengandung sianida ini, keracunan sianida paling banyak dilaporkan setelah
memakan singkong dan kacang. Hal ini mungkin disebabkan karena singkong
pada beberapa negara yang baru berkembang masih menjadi makanan utama.11

2.4.

Farmakokinetik dan Farmakodinamik Sianida


Terdapat beberapa cara masuknya sianida ke dalam tubuh yaitu,
1. Inhalasi. Pada pembakaran yang tidak sempurna dari produk sintetis yang
mengandung carbn dan nitrogen seperti plastik, hidrogen sianida dilepas

ke udara.Zat ini sangat mudah terdispersi dalam udara dan mengakibatkan


munculnya gejala dalam hitungan detik hingga menit.
2. Kontak langsung hidrogen sianida dalam bentuk cair pada kulit dapat
menimbulkan iritasi. Efek yang muncul tergantung dari kemampuan
penetrasi epidermal sianida, kelarutannya dalam lemak, kelembapan kulit,
luas dan lama area kontak, serta konsentrasi cairan yang mengenai korban
Gejala muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60
menit.
3. Tertelan bentuk garam sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah
terserap masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau
merangsang korban untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi ke
jaringan. Gejala muncul paling lambat pada rute ini. Berat ringanya gejala
sangat tergantung dari jumlah zat yang masuk dan kemampuan
detoksifikasi tubuh.
Setelah terabsorpsi, inhalasi dan percutaneus sianida secara cepat akan
terdistribusi di sirkulasi. Sementara peroral sodium dan potasium sianida akan
melewati detoksifikasi hati terlebih dahulu. Distribusi sianida sangat cepat dan
merata di seluruh jaringan akan tetapi pada beberapa tempat konsentrasinya
tinggi seperti pada hati, paru, darah, otak. Pada orang yang meninggal karena
inhalasi sianida, kadar sianida dalam jaringan paru, darah, otak masing-masing
0,75; 0,41; 0,32mg/100g. Dalam darah sianida akan terkonsentrasi pada sel
darah merah dan sedikit di plasma maka dari itu konsentrasi sianida plasma
menggambarkan konsentrasi sianida jaringan.12

Gambar 1. Skema Metabolisme Sianida Dalam Tubuh (diambil dari


Hydrogen

Cyanide and Cyanides:Human Health Aspects, WHO,


Geneva, 2004)

Dalam tubuh sianida akan cepat bereaksi membentuk hidrogen sianida yang
mempunyai afinitas kuat terhadap gugus Fe heme dari sitokrom a3 atau yang
lebih dikenal dengan sitokrom c oksidase, oksidase terminal pada rantai transfer
electron. Pembentukan ikatan sitokrom c oksidase CN yang stabil pada
mitokondria akan menghambat transfer oksigen dan menghentikan respirasi

selular yang menyebabkan hipoksia sitotoksik, walaupun terdapat HbO2 dalam


jumlah yang cukup. Anoksia jaringan yang diinduksi oleh inaktivasi dari
sitokrom oksidase mengakibatkan perubahan pada metabolisme sel, dari aerobik
menjadi anareobik. Hal ini nantinya akan menyebabkan berkurangnya glikogen,
fosfoceratin , dan ADP seiring dengan akumulasi dari laktat dan penurunan pH
darah. Kombinasi dari hipoksia sitotoksik dengan asidosis laktat akan menekan
CNS, area paling sensitif terhadap anoksia, yang menyebabkan henti nafas dan
kematian.10
Pada kasus keracunan sianida peroral, efek racun menjadi lebih kronis dan
ringan karena pada jalur ini, sianida terlebih dahulu melewati detoksifikasi hati.
Akan tetapi paparan sianida yang terus menerus dapat mengakibatkan
berkurangnya dopamine yang diasosiasikan dengan timbulnya parkinson yang
progresif. Intoksikasi sub letal dari sianida juga dapat menimbulkan distonia.
Detoksifikasi sianida oleh hati melibatkan enzim mitokondria rhodanese yang
mengkatalisasi transfer gugus sulfur dari thiosulfate menjadi thiosianat yang
merupakan rate limiting step. Sebanyak 80% metabolisme sianida melaui jalur
ini. Jalur lain, sianida didetoksifikasi melalui penggabungan gugus sian (CN)
dengan hidroksikobalamin menjadi cyanocobalamin (vitamin B12). Thiosianat
nantinya akan dibuang melalui urine sementara cyanocobalamin akan dipakai
sebagai kofaktor berbagai reaksi lain di tubuh. Walaupun sebagian besar HCN
telah dibuang dalam bentuk tiosianat ke urine, bentuk bebasnya masi terdapat di
paru, air liur dan keringat.8

2.5.

Pemeriksaan Forensik Intoksikasi Sianida


Dalam pemeriksaan forensik terdapat dua tujuan pembuktian keracunan atau

intoksikasi. Yang pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian dan yang
kedua untuk mengetahui seberapa jauh racun atau keracunan mempengaruhi
terjadinya suatu peristiwa semisal kecelakaan lalu lintas, pembunuhan dan
perkosaan. Pendekatan yang dilakukan pada kedua tujuan ini berbeda. Untuk
tujuan yang pertama perlu dibuktikan adanya racun dalam jumlah yang
10

mematikan tidak demikian halnya dengan tujuan kedua. Tujuan kedua lebih
mementingkan rekontruksi kasus dan pembuktian bahwa racun memang
berperan dalam peristiwa tersebut.6
1. Tanda dan Gejala Intoksikasi Sianida
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul
secara progresif.Akan tetapi, gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat
tergantung dari dosis sianida, banyaknya paparan, jenis paparan, dan bentuk dari
sianida.Sianida berefek pada banyak sistem organ, seperti pada tekanan darah,
penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan
sistem metabolisme. Penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena
iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Hal
yang khusus yang dapat diperhatikan pada penderita dengan keracunan sianida
adalah adanya warna merah terang pada arteri dan vena retinal pada
pemeriksaaan dengan funduskopi.7
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit
kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidote. Tanda
awal dari keracunan sianida adalah hiperpnea sementara, nyeri kepala, dispnea,
kecemasan, perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah, berkeringat banyak,
warna kulit kemerahan atau cherry red karena darah vena banyak mengandung
oksigen, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul.7
Pada paparan sianida dengan konsentrasi tinggi, hanya dalam jangka waktu 15
detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu seseorang
akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang
dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung
terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian. Tanda akhir sebagai
ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan dilatasi pupil, tremor,
aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat pernafasan, gagal nafas
sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi mereka yang keracunan

11

sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai


riwayat terpapar sianida.9
2. Dosis Letal
Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam tergantung dari bentuk dan
cara masuknya ke dalam tubuh. Takaran toksik peroral untuk HCN adalah 60-90
mg sementara untuk KCN atau NaCN adalah 200 mg. Pada inhalasi sianida dari
udara, gas sianida dalam menimbulkan efek tergantung dari konsentrasi dan
lamanya paparan. Pada kadar 20 ppm gejala keracunan sianida sangat ringan
dan muncul setelah beberapa jam. Kadar sianida 100 ppm sangat berbahaya
karena akan menimbulkan gejala dalam 1 jam. Bahkan kadar sianida antara 200
hingga 400 ppm dikatakan mampu membuat seseorang meninggal dalam waktu
30 menit.8
Dosis letal dari beberapa bentuk sianida adalah sebagai berikut:
Asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mgmin/m3
Sianogen klorida sekitar 11,000 mgmin/m3.
Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg.
Pada beberapa orang terdapat suatu mekanisme unik yang menyebabkan
paparan dosis lethal tidak menimbulkan kematian. Kondisi ini dikenal dengan
nama imunitas rasputin. Daya toleransi yang tinggi pada orang ini disebabkan
oleh karena daya detoksifikasinya yang berlebihan. Hal ini di dapat dicapai
dengan mengubah CN menjadi sianat dan sulfosianat atau tidak terurainya
garam CN yang tertelan menjadi HCN karena pH lambung yang basa. Teori lain
yang dikemukakan adalah berubahnya bentuk sianida menjadi garam karbonat
dalam penyimpanan sehingga menjadi tidak toksik.4
3. Pemeriksaan Luar dan Dalam
A. Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan bau sianida pada tubuh yang dapat
dikenali seperti bau almond akan tetapi banyak orang tidak bisa mendeteksi bau
12

ini sebagian karena kemampuan adaptasi indera penciuman dengan cepat akan
menghilangkan bau tersebut. Selain itu, secara genetik 40% populasi tidak
dapat mencium bau tersebut.Penampakan lebam mayat pada kondisi ini cukup
bervariasi.Yang klasik dikatakan menjadi berwarna merah bata, sesuai dengan
kelebihan oksi hemoglobin atau sianmethemoglobin (karena jaringan tidak
dapat menggunakan oksigen).Banyak deskripsi lebam mayat yang mengarah
pada kulit yang berwarna merah muda gelap atau bahkan merah terang, terutama
bergantung pada daerahnya, yang dapat dibingungkan dengan karboksi
hemoglobin (HbCO).Terdapat pula kemungkinan muntahan hitam disekitar
bibir. Hal lain dapat dilihat adanya tanda-tanda sianosis seperti kebiruan pada
bibir dan ujung jari-jari. Akan tetapi jika lebih dari 24 jam maka tanda ini akan
dikacaukan oleh perubahan postmortal. Tanda lain adalah adanya perdarahan
berbintik pada selaput biji mata dan kelopak mata.9
B. Pemeriksaan Dalam
Sebelum pemeriksaan dalam dilakukan sangat penting diketahui bahwa
pemeriksaan dalam (autopsi) korban dengan keracunan sianida cukup beresiko
karena pemeriksa akan terpapar sianida dalam waktu yang cukup lama.
Kematian oleh karena sianida disebabkan oleh karena histotoksik hipoksia
maka tanda-tanda asfiksia dapat dilihat pada pemeriksaan dalam seperti adanya
kongesti organ-organ dalam akibat perbendungan sistemik.Organ dalam terlihat
membesar dan jaringan di dalam mungkin juga menjadi berwarna merah muda
terang disebabkan karena oksi-hemoglobin yang tidak dapat digunakan oleh
jaringan

yang

mungkin

lebih

umum

terjadi

dari

pada

karena

sianmethemoglobin. Selain itu terjadi kongesti pada paru-paru dan dilatasi


jantung kanan.4
Striae pada lambung dapat mengalami kerusakan hebat dan terlihat menutupi
permukaan, selain itu terdapat resapan darah pada lekukan mukosa.Ini terutama
disebabkan kekuatan alkali yang kuat dari hidrolisa garam-garam natrium dan
kalium sianida. Pada kasus keracunan berat, lambung akan ditandai dengan

13

striae berwarna merah gelap. Lambung dapat berisi darah maupun rembesan
darah akibat erosi maupun pendarahan di dindingnya.Jika sianida berada dalam
larutan encer, kerusakan yang terjadi lebih minimal. Apabila racun masuk secara
oral maka kekuatan alkali dari sianida akan mengiritasi saluran cerna. Esofagus
dapat mengalami kerusakan, terutama pada bagian mukosa pada sepertiga distal,
terutama saat post mortem dimana terjadi regurgitasi isi perut karena relaksasi
dari sphincter. Organ lain tidak menunjukkan perubahan yang spesifik dan
diagnosis dibuat berdasarkan bau dan warna kemerahan pada jaringan dalam
tubuh.5
Verslag dalam bukunya mengatakan terdapat beberapa perubahan histologis
yang mengindikasikan adanya kematian akibat defisiensi oksigen melalui
asfiksia yaitu:
1. Hilangnya lemak terutama pada vakuola sitoplasma dari epitel
pada jaringan hati, sel otot jantung, dan sel pada tubulus renal
2. Pembengkakan sel endotel pada otak dan otot jantung
3. Mobilisasi dan proliferasi dari makrofag alveolar dengan
pembentukan sel raksasa polinuklear (hanya terjadi pada paru-paru
yang sehat)
4. Presipitasi droplet hialin pada epitel hati
5. Perdarahan pada paru-paru dan otak
6. Degenarasi sel ganglion dan hilangnya substansi Nissl terutama
pada girus hippocampus
7. Emfisema akut pada jaringan interstistial dan alveolar paru.
4. Pemeriksaan Toksikologi Kasus Keracunan Sianida
Jumlah sianida yang ditemukan dalam pemeriksaan tergantung jumlah sianida
yang masuk dalam tubuh dan waktu antara masuknya sianida dengan
kematiannya. Yang mana akhir-akhir ini biasanya diukur dalam menit, atau pada
kasus dengan dosis rendah dan sempat diterapi, korban dapat bertahan hidup
dalam jam bahkan hari. Sianida yang ditemukan dalam jumlah cukup adalah
bukti bahwa sianida telah masuk dalam tubuh yang mana hal itu sendiri tidak

14

normal dan dikonfermasi sebagai barang bukti dari terjadinya keracunan. Akan
tetapi, Karhunenet al telah melaporkan kasus dimana seorang tersangka
pembunuhan terbakar dan pada post mortemnya menunjukkan tingkat sianida
dalam darah 10 mg/l, yang diperkirakan sesuai dengan difusi pasif dari sianida
melalui seluruh cavitas tubuh yang terbuka saat terjadinya kebakaran. Maka dari
itu sangat penting untuk mengidentifikasi sumber pasti sianida pada kasuskasus keracunan dan rute masuknya zat ke dalam tubuh sehingga dapat
diketahui penyebab kematiannya.6
Beberapa spesimen yang dapat diambil untuk pemeriksaan laboratorium
adalah
1. Lambung (isi dan jaringannya). Material ini berguna untuk mengetahui
keracunan sianida peroral atau pada kasus mati mendadak dimana terdapat
sejumlah besar obat-obat yang tidak terabsorpsi pada lambung. Pada
kasus-kasus overdosis obat maka lambung harus diambil seluruhnya. Jika
terdapat tablet atau capsul pada lambung maka harus ditempatkan di
kontainer terpisah dan dikirim bersama specimen lambung.
2. Hati. Specimen ini berguna untuk kasus keracunan yang kompleks.
Biasanya diambil 100 gram pada dari lobus kanan karena tidak
terkontaminasi dengan empedu.
3. Darah. Dianjurkan untuk mengambil spesimen darah dari berbagai
pembuluh darah perifer. Khasnya, tingkat sianida darah dalam 1 serial
kasus yang fatal antara 1-53 mg/l, dengan rata-rata 12 mg/l (Specimens,
2007). Kadar sianida normal dalam darah sebesar 0,016-0,014mg/L
(Dominick, 1989). Selain pemeriksaan kadar sianida dapat juga dilakukan
pemeriksaan pH darah yang akan menjadi lebih asam karena peningkatan
asam laktat.
4. Otak. Pada kasus-kasus dimana sumber sianida tidak diketahui,
dianjurkan untuk mengambil sampel otak kurang lebih 20 gram dari
bagian dalam untuk mengkorfirmasi keberadaan sianida.

15

5. Paru-paru. Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas hidrogen


sianida, paru-parunya harus dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang
terbuat dari nilon (bukan polivinil klorida).
6. Limpa merupakan jaringan dengan konsentrasi sianida yang paling tinggi,
diperkirakan karena limpa banyak mengandung sel darah merah, dalam 1
serial seperti diatas, tingkat sianida limpa berkisar antara 0,5-398 mg/l,
dengan rata-rata 44 mg/l. Dalam serial lain, tingkat sianida darah rata-rata
37 mg/l.
7. Urine. Ekskresi sianida pada urine dalam beberapa bentuk salah satunya
adalah tiosianat (Specimens, 2007). Pada orang yang tidak merokok
konsentrasi tiosianat berkisar antara 1-4mg/L sementara pada perokok
konsentrasinya hingga 3-12mg/L.
Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin (dalam
beberapa hari) untuk menghindari struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi
dalam sampel darah yang telah disimpan. Hal ini biasanya dapat terjadi akibat
suhu ruangannya, sehingga jika ada penundaan, sampel darah dan jaringan
sebaiknya disimpan pada suhu 4 derajat celcius dan harus dianalisa sesegera
mungkin. Akan tetapi kualitas sampel telah menurun walaupun dengan adanya
pendingin. Lebih dari 70% isi sianida dapat hilang setelah beberapa minggu,
akibat reaksi dengan komponen jaringan dan konversi menjadi thiosianad.
Sebaliknya, sampel postmortem yang terlalu lama disimpan dapat menghasilkan
sianida akibat reaksi dari bakteri. Pencegahan terhadap hal ini dengan
mempergunakan kontainer yang berisi 2% sodium flourida.7
Metode Analisa Kimia
1. Uji Kertas Saring. Kertas saring dicelupkan ke dalam asam pikrat jenuh
dan dibiarkan hingga lembap. Teteskan 1 tetes isi lambung, diamkan
hingga agak kering lalu ditetesi NA2CO3 10%. Uji positif bila terbentuk
warna ungu. Metode lain adalah dengan mempergunakan larutan KCl.
Kertas saring dicelupkan dalam larutan ini lalu dikeringkan dan dipotong
kecil. Kertas lalu dicelupkan ke dalam darah korban. Hasil positif jika

16

warna berubah merah terang. Apabila terjadi keracunan masal dapat


dipakai cara pemeriksaaan menggunakan kertas saring dengan metode
berbeda yaitu kertas saring dicelupkan ke dalam larutan HJO3 1%
kemudian larutan kanji 1% dan keringkan. Setelah kertas kering dapat
dipotong kecil-kecil seperti kertas lakmus. Letakkan dibawah lidah hingga
terbasahi oleh air liur. Uji positif bila warna berubah biru, dan negatif bila
tidak berubah.2
2. Reaksi Schonbein-Pagentecher (Reaksi Guacajol) dapat dipakai untuk
skrining. Metode ini akan memberikan hasil positif jika jaringan atau isi
lambung mengandung sianida, klorin,nitrogen oksida, atau ozon.
Masukkan 50mg isi atau jaringan lambung ke dalam botol elenmeyer.
Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan guacajol 10% dalam alkohol
lalu dikeringkan. Celupkan lagi kertas saring ke dalam larutan
0,1%CuSO4 dalam air dan gantungkan diatas jaringan dalam botol
elenmeyer. Bila isi lambung alkalis dapat ditambahkan asam tartrat untuk
mengasamkan sehingga KCN mudah terurai. Botol lalu dihangatkan. Jika
terbentuk warna biru-hijau pada kertas saring maka hasil reaksi positif.
3. Metode mempergunakan isi atau jaringan lambung dapat pula memakai
reaksi Prussian Blue. Isi atau jaringan lambung didestilasi dengan
destilator yaitu 5ml destilat, 1ml NaOH 50%, 3 tetes FeSO4 10% dan 3
tetes FeCl 5%. Panaskan hingga hampir mendidih lau dinginkan dan
tambahkan HCl pekat hingga terbentuk endapan Fe(OH)3. teruskan hingga
endapan larut kembali dan terbentuk warna biru berlin.
4. Gettler-Goldbaum

mempergunakan

flange

atau

piringan

yang

diantaranya diselipkan kertas saring wathon no 50 yang digunting sebesar


flange. Kertas saring lalu dicelupkan kedalam larutan FeSO4 10% selama
5 menit keringkan lalu dicelupkan ke dalam larutan NaOH 20% selama
beberapa detik. Letakkan dan jepit kertas saring diantara kedua flange.
Panskan bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga melewati kertas
saring jika berubah menjadi biru maka hasil dinyatakan positif.

17

Analisa

Sianida

pada

darah

dapat

mempergunakan

metode

calorimetrik.Metode ini yang mempergunakan reagent pyrazolone merupakan


teknik

konvensional

untuk

kuantifikasi

sianida

pada

darah

dan

jaringan.Kelemahan utama dari teknik ini adalah pengerjaannya yang rumit dan
memakan waktu.Cara yang lebih simpel, cepat dan tetap dapat dipercaya untuk
kuantifikasi dari sianida dalam darah adalah dengan mempergunakan Gas
Cromatography Nitrogen Phosporus Detection (GC-NPD). Metode ini jika
dibandingkan dengan metode standar calorimetric mempunyai hasil yang serupa
sehingga dapat dipergunakan untuk mendeteksi dan kuantifikasi sianida pada
sampel darah postmortem.8
Cara lain penentuan kasus keracunan sianida dikemukakan oleh Varnell pada
penelitiannya yang memperlihatkan bahwa gambaran CT Scan kranial setelah 3
hari kematian terlihat berbeda dengan kasus dengan hipoksia dan iskemia
serebral. Terlihat pembengkakan cerebral dengan hilangnya batas antara
substantia alba dan subtansia nigra dengan onset yang cepat menjadi petunjuk
dari diagnosis keracunan sianida akut. Kebanyakan kasus dengan gangguan
serebral seperti hipoksia dan iskemia tidak memperlihatkan perubahan ini pada
waktu yang sama cepatnya.10

2.6.

Penanganan Keracunan Sianida


Prinsip pertama dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber yang

terus-menerus mengeluarkan racun sianida.Pertolongan terhadap korban


keracunan sianida sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan dengan
lamanya waktu paparan.
Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di
dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan.
Jika tempat yang menjadi sumber berada diluar ruangan, maka sebaiknya
tetap berada di dalam ruangan.Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin
ruangan, kipas maupun pemanas ruangan sampai bantuan datang.

18

Cepat

buka

dan

jauhkan

semua

pakaian

yang

mungkin

telah

terkontaminasi oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam kantong


plastik, ikat dengan kuat dan rapat. Jauhkan ke tempat aman yang jauh dari
manusia, terutama anak-anak.
Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan sabun dan
air yang banyak.
Tindakan kedua adalah segera cari udara segar. Jika berada di dekat balai
pengobatan tertentu maka dapat diberikan oksigen murni.Berikan antidotum
untuk mencegah keracunan yang lebih serius. Penambahan tingkat ventilasi
oksigen ini akan meningkatkan efek dari antidotum. Asidosis laktat yang berasal
dari metabolisme anaerobik dapat diterapi dengan memberikan sodium
bikarbonat secara intravena dan bila penderita gelisah dapat diberikan obat-obat
antikonvulsan seperti diazepam.Perbaikan perfusi jaringan dan oksigenisasi
adalah tujuan utama dari terapi ini.Selain itu juga, perfusi jaringan dan tingkat
oksigenisasi sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan pemberian antidotum.
Bila korban dalam keadaan tidak sadar maka harus segera ditatalaksana di
rumah sakit karena bila terlambat dapat berakibat kematian.1,2
Terdapat beberapa antidote yang dapat dipergunakan pada kasus keracunan
sianida.Masing-masing antidote bekerja pada bagian tertentu pada proses reaksi
sianida dan menghambat reaksi tersebut. Beberapa agent tersebut adalah
1. Agent yang menginduksi pembentukan MetHb. Contoh ini adalah
nitril yang dapat merubah ion ferous (fe2+) dari hemoglobin
menjadi ion ferric (Fe3+). MetHb yang dihasilkan berikatan kuat
dengan sianida menjadi cyanmetHb. Preparat yang tersedia adalah
sodium nitrit (i.v), amil nitrit (inhale) dan dimetil aminofenol (i.v
atau i.m)
2. Agent yang berikatan secara langsung seperti cobalt yang langsung
memotong dan berikatan dengan ion sianida. Dicobalt edetate

19

(Kelocyanor)dan hydroxocobalamin (Cyanokit) keduanya dalam


sediaan i.v.
3. Agent yang bekerja sebagai pendonor sulfur. Jalur detoksifikasi
sianida normalnya melalui konversi sianida menjadi tiosianat,
dengan gugus sulfur yang diberikan oleh glutatione. Maka dari itu
sodium tiosulfat akan berkontribusi terhadap reaksi ini dengan
memberikan gugus sulfur. Agent ini diberikan dalam bentuk i.v.
Pada beberapa negara terjadi prosedur penenganan terhadap keracunan sianida
mempergunakan antidote yang berbeda-beda karena perbedaan pendapat tentang
keefektifan dari masing-masing antidote.
1. Di USA. Sodium nitrit adalah obat pilihan karena mempunyai
range dosis terapeutik yang lebar. Akan tetapi diperlukan
monitoring metHb jika diberikan dalam jumlah yang besar.
2. UK lebih memilih dicobalt edetate karena efeknya yang cepat,
walaupun bahan ini mempunyai toksisitas yang cukup signifikant.
Maka dari itu penegakan diagnosis pasti keracunan sianida sangat
diperlukan.
3. Dimetil aminofenol direkomendasikan di Jerman. Obat ini
menginduksi pembentukan metHb dengan cepat. Monitoring
metHb sangat diperlukan dan perlu dipertimbangkan reversal
dengan metilen blue. Preparat ini diberikan i.m maka dari itu dapat
diberikan oleh paramedis akan tetapi pada tempat injeksi akan
terjadi nekrosis. Kelemahan lain adalah obat ini adalah
penyerapannya yang buruk terutama dalam keadaan toksikasi
akut/kolaps.
4. Prancis telah merekomendasikan antidote terbaru sianida yaitu
hydroxicobalamin. Preparat ini adalah prekursor dari vitamin B12
yang

mempunyai

toksisitas

minimal.

Hydroxicobalamin

merupakan molekul yang besar dan hanya akan berikatan dengan


sianida pada molar yang sama. Preparate yang tersedia harus

20

diencerkan terlebih dahulu sebelum diberikan. Satu-satunya


kelemahan dari obat ini hanyalah kesulitan dalam pemberiannya
dan harganya yang masih mahal.13
2.7.

Aspek Medikolegal
Kata Racun pada hukum mempunyai definisi yang tidak jelas akan tetapi

dewasa ini definisi yang sering digunakan adalah racun merupakan suatu zat
yang bekerja pada tubuh secara kimiawi maupun faali yang dalam dosis toksik
selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh, hal mana dapat berakhir dengan
penyakit bahkan kematian. Keterlibatan racun dalam suatu peristiwa secara
spesifik harus dibuktikan keberadaan racun tersebut dalam tubuh dan efeknya
pada tubuh Untuk itu diperlukan seorang ahli yang dapat mengidentifikasi jenis
racun dan perkiraan cara masuknya ke dalam tubuh. Pada KUHAP pasal 131
diatur bahwa dalam hal penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli
lainnya.4
Keracunan
Keracunan sianida dapat terjadi karena kecelakaan misalnya pada kasus
orang tidak sengaja makan makanan yang mengandung sianida tinggi (cyanide
glicoside) atau terpapar sianida kerena pekerjaannya. Yang kedua ini lebih
sering terjadi pada pusat-pusat industri yang mempergunakan sianida sebagai
salah satu bahannya. Sianida dapat pula dipakai sebagai sarana bunuh diri
(meracuni diri sendiri). Dalam hal peristiwa bunuh diri ini melibatkan orang lain
maka orang tersebut dapat dikenai sanksi hukum sesuai dengan pasal 345 yang
menyatakan bahwa barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh
diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk
itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi
bunuh diri.

21

Peracunan
Racun juga dapat dipakai sebagai alat untuk membunuh (meracuni orang
lain). Pada kondisi-kondisi dimana terdapat unsur pidana, unsur kesengajaan
haruslah dibuktikan terlebih dahulu. Hal ini berkaitan dengan pasal 340 yang
menegaskan bahwa barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih
dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Dalam hal peristiwa keracunan ini
melibatkan orang banyak dan sumber racun terdapat pada sarana umum maka
haruslah dibuktikan unsur kesengajaannya sehingga pasal 202 bisa diterapkan
(barang siapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur pompa, sumber atau
ke dalam perlengkapan (inrichting) air minum untuk umum atau untuk dipakai
oleh, atau bersama-sama dengan orang lain, padahal diketahui bahwa karenanya
air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana
paling lama 15 tahun).4

BAB III
22

KESIMPULAN
Pemeriksaan forensik pada kasus keracunan bertujuan untuk mencari
penyebab kematian dan untuk mengetahui seberapa jauh racun mempengaruhi
terjadinya suatu kejadian. Terdapat berbagai jenis racun yang masuk ketubuh
melalui berbgai macam cara dan memberikan efek yang bervariasi pada masingmasing orang. Toksikologi adalah salah satu cabang ilmu forensik yang
mempelajari sumber, sifat dan khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada
keracunan serta kelainan yang didapatkan pada korban meninggal.
Sianida adalah bahan kimia yang mengandung gugus cyan (CN). Sianida
yang dipergunakan dalam berbagai industri, adalah salah satu zat racun yang
memberikan efek baik sistemik maupun lokal dan bersifat sangat toksik bahkan
lethal. Terdapat berbagai bentuk sianida di alam baik yang bersal dari sumber
natural maupun sintetis. Beberapa Bentuk-bentuk sianida yaitu Hidrogen
Sianida (HCN), Sodium Sianida, Potasium Sianida (KCN), Kalsium Sianida
(Ca(CN)2), Sianogen, Sianogen Klorida, Glikosida Sianogenik. Akan tetapi
dalam tubuh bentuk-bentuk ini akan berubah menjadi hidrogen sianida yang
melepaskan ion sianida bebas yang akan berekasi dan memberikan efek.
Terdapat beberapa cara masuknya sianida ke dalam tubuh yaitu inhalasi, kontak
langsung dan peroral. Setelah terabsorpsi, sianida secara cepat akan terdistribusi
di sirkulasi. Konsentrasi sianida tertinggi terdapat pada hati, paru, darah, otak.
Sianida akan meninaktifkan sitokrom c oksidase pada mitokondria yang akan
menghambat transfer oksigen dan menghentikan respirasi selular. Anoksia
jaringan yang diinduksi oleh reaksi ini perubahan pada metabolisme sel.
Kombinasi dari hipoksia sitotoksik dengan asidosis laktat akibat perubahan
metabolisme akan menekan CNS yang mengakibatkan henti nafas dan kematian.
Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari dosis sianida,
banyaknya paparan, jenis paparan, dan bentuk dari sianida.Tanda awal dari
keracunan sianida adalah hiperpnea, nyeri kepala, dispnea, kecemasan, gelisah,
berkeringat banyak, warna kulit kemerahan atau cherry red, tubuh terasa lemah

23

dan vertigo.Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah
koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada
pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak
spesifik

bagi

penyelidikan

mereka
apabila

yang

keracunan

penderita

tidak

sianida

sehingga

mempunyai

menyulitkan

riwayat

terpapar

sianida.Takaran toksik peroral untuk HCN adalah 60-90 mg sementara untuk


KCN atau NaCN adalah 200 mg. Pada inhalasi sianida dalam menimbulkan efek
dalam 1jam pada konsentrasi 100 ppm.Prinsip pertama dari terapi keracunan
sianida adalah mengeliminasi sumber-sumber yang terus-menerus mengeluarkan
racun sianida. Tindakan kedua adalah segera cari udara segar. Segera berikan
antidote

seperti

sodium

nitrit,

dicobalt

edetate,

dimetil

aminofenol,

hydroxicobalamin.
Pemeriksaan dalam (autopsi) korban dengan keracunan sianida cukup beresiko
karena pemeriksa akan menghirup sianida dalam waktu yang cukup lama.
Tanda-tanda asfiksia dapat dilihat pada korban ini seperti sianosis pada bibir dan
ujung jari-jari, kongesti organ dalam dan dilatasi jantung kanan. Beberapa tanda
yang dapat dilihat adalah lebam mayat berwarna merah bata, muntahan hitam
disekitar bibir, bau sianida seperti bau almond, jaringan pada organ dalam
mungkin juga menjadi berwarna merah muda terang, striae lambung berwarna
merah gelap, oesuphagus sepertiga distal mengalami kerusakan. Adanya sianida
dapat secara objektif dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium.Sampel dapat
diambil dari lambung baik isi maupun jaringannya, jaringan hati, darah, otak,
paru-paru, limpa, urine.
Beberapa metode yang dipergunakan untuk pemeriksaan ini adalah uji kertas
saring, reaksi Schonbein-Pagentecher (reaksi guacajol), reaksi prussian blue,
gettler-goldbaum. Analisa sianida pada darah dapat juga mempergunakan
metode calorimetrik dan Gas Cromatography dengan Nitrogen Phosporus
Detection (GC-NPD).Cara lain penentuan kasus keracunan sianida adalah
dengan CT Scan kranial setelah 3 hari kematian. Terlihat pembengkakan

24

cerebral dengan hilangnya batas antara substantia alba dan subtansia nigra yang
menjadi petunjuk adanya keracunan sianida akut.
Pada kasus keracunan pembuktian adanya racun dan peranan racun dalam
kejadian tersebut sangat diperlukan.Untuk itu pasal 131 KUHP mengatur
tentang kesaksian ahli dari ahli racun dalam hal ini adalah dokter forensik.Selain
itu jika terdapat unsur kesengajaan maka pelaku dapat dijerat dengan pasal 340
KUHP dan pasal 202 KUHP jika peeristiwa keracuan terjadi pada sarana-sarana
umum dan melibatkan orang banyak.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Idries, AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara:
Jakarta. p(96-99)
2. Budiyanto A, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. p(98-99)
3. Utama,

Harry

Wahyudy,

2006,

Keracunan

Sianida,

http/klikharry.wordpress.com. Diakses pada tanggal 31 Januari 2016


4. ATSDR. 1997. Toxicology profile for cyanide. Atlanta, GA, United States
Department of Health and Human Service, Public Health Service, Agency for
Toxic Substance and Disease Registry.2;100-102
5. ATSDR. 2004. Draft toxicology profile for cyanide. Atlanta, GA, United
States Department of Health and Human Service, Public Health Service,
Agency for Toxic Substance and Disease Registry.2;99-100
6. Ballantyne B. 1983. Acute Systemic toxicity of cyanide by topical application
to the eye. Journal of Toxicology-Cutaneous and Ocular Toxicology, 2:119129.
7. Baskin, S.I, Brewer, T.G., Cyanide Poisoning. Chapter 10. Pharmacology
Division.Army Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen
Proving

Ground,

Maryland.

USA.

Available

from

URL:

http//www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf. Diakses tanggal 31


Januari 2016
8. Bismuth, C., Clarmann, M.V., Dijk, A.V., Mallinckrodt, M.G.V., Hall., Heijst,
A.N.P., Marrs, T.C., Meredith, T.J., Parren, A.C.G.M., Persson, H., Taitelman,
U., 1993, Antidote for Poisoning by Cyanide, Cambrige University Press.
p(78-80)
9. Chishiro T, 2000. Clinical Aspect of Accidental Poisoning with Cyanide.
Asian Medical Journal 43(2) : 59-64.
10. IPCS. 2004. Hydrogen cyanide and cyanide : Human health aspect. Geneva,
World Health Organization, International Programme on Chemical Safety
(Concise International Chemical Assessment Document No. 61).
11. Knight, B., 1996. Forensic Pathology. Edward Arnold, A Division of Hodder
and Stonghton. London. p(67-69)

26

12. Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., 2005.Robbins and Cotran: Pathologic
Basis of Disease Seventh Edition. Elsevier Saunders Inc. Philadelphia. p(105106)
13. Leybell, I., Toxicity, Cyanide. Available on: http://emedicine.org/html.
Diakses tanggal 4 Februari 2016

BAGIAN ILMU FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN

REFRAT
27

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

AGUSTUS 2016

KERACUNAN SIANIDA

OLEH :
Robby Rinaldi
110 210 0056
PEMBIMBING :
dr. Jerny Dase, S.H, Sp.F, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016

DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................i

28

BAB. I. PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
II.1. Pengertian Intoksikasi dan Sianida......................................................4
II.2. Sejarah dan Penggunaan Sianida.........................................................5
II.3. Sumber- Sumber Natural Sianida.........................................................7
II.4. Farmakokinetik dan Farmakodinamik Sianida.....................................7
II.5. Pemeriksaan Forensik Intosikasi Sianida...........................................10
II.6. Penanganan Intosikasi Sianida...........................................................18
BAB. III. KESIMPULAN......................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26

HALAMAN PENGESAHAN

29

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama

: Robby Rinaldi

Stambuk

: 110 210 0056

Judul

: Keracunan Sianida

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Universitas Muslim Indonesia.

Makassar,

CoAss

Robby Rinaldi

Agustus 2016

Supervisor

dr. Jerny Dase, S.H, Sp.F, M.Kes

30

Anda mungkin juga menyukai