Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah infeksi akut telinga tengah dalam waktu
yang singkat. Otitis media (OM) ini merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di
seluruh dunia dengan angka kejadian yang bervariasi pada tiap-tiap negara. Senturia et al.,
(1980) membagi otitis media berdasarkan durasi penyakit atas akut (< 3minggu), subakut (312 minggu) dan kronis (>12 minggu). Sade (1985); Klein, Tos dan Hussl (1989) pada third
dan fourth International Symposium on otitis media menganjurkan membagi otitis media
berdasarkan gejala klinis atas 4 kelompok yaitu miringitis, otitis media supuratif akut
(OMSA), otitis media sekretori (OMS) dan otitis media supuratif kronis (OMSK).1
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media sering diawali dengan infeksi
pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah
melalui tuba eustachius. Sebagai mana halnya dengan infeksi saluran napas atas (ISPA), otitis
media juga merupakan sebuah penyakit langganan anak-anak. Di Amerika Serikat,
diperkirakan sekitar 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia
tiga tahun dan hampir dari setengah mereka mengalami tiga kali atau lebih. Di Inggris,
setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun. Di
negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.2
Otitis media supuratif akut (OMSA) banyak terjadi pada anak karena sumber infeksi
dari tenggorok atau pilek yang terjadi terus menerus. Penyebab (OMSA) dapat berupa virus
atau bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Bakteri
penyebab OMSA tersering adalah Streptokokus pneumonia, diikuti oleh Haemopilus
influenzae dan Morexella Cattarhalis. 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.

ANATOMI TELINGA

Gambar 1 Anatomi Telinga5


Telinga terdiri dari bagian luar, tengah dan dalam. Telinga bagian luar terdiri dari
aurikula, meatus acusticus externus dan dan membran timpani bagian luar. Telinga
tengah terdiri dari membran timpani bagian dalam, cavitas timpani yang berisi ossicula
auditiva, muskulus, cellulae mastoid; aditus ad antrum dan tuba auditiva. Telinga dalam
terdiri dari labirintus osseus dan labirintus membranaceus. Labirintus osseus yaitu
koklea dan labirintus membranacea terbagi menjadi labirintus vestibularis (sakulus,
utrikilus, canalis semisirkularis), duktus koklearis (skala vestibule, skala media, skala
timpani), sakus duktus endolimpatikus.1
I.1 ANATOMI TELINGA TENGAH
Telinga tengah atau rongga timpani adalah bilik kecil yang mengandung
udara. Rongga itu terletak sebelah dalam membran timpani. Rongga ini sempit dan
memiliki dinding tulang dan dinding membranosa, sementara pada bagian
belakangnya bersambung dengan antrum mastoid dalam prosesus mastoideus pada
tulang temporalis, melalui sebuah celah yang disebut aditus.6,7
Tuba Eustachius bergerak ke depan dari rongga telinga tengah menuju
nasofaring dan kemudian terbuka. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi
2

gendang telinga dapat diatur seimbang melalui meatus auditorius eksterna, serta
melalui tuba Eustachius.6,7
Tulang-tulang pendengaran adalah tiga tulang kecil yang tersusun pada
rongga telinga tengah seperti rantai yang bersambung dari membran timpani
menuju rongga telinga dalam. Tulang yang paling luar adalah maleus, berbentuk
seperti martil dengan gagang yang terkait pada membran timpani. Tulang yang
berada ditengah adalah inkus atau landasan, sisi luarnya bersendi dengan maleus,
sementara sisi dalamnya bersendi dengan sisi dalam sebuah tulang kecil yaitu
stapes. Stapes atau tulang sanggurdi dikaitkan pada inkus dengan ujungnya yang
lebih kecil, sementara dasarnya yang bulat dan panjang terkait pada membran yang
menutup fenestra vestibuli, atau tingkap lonjong.6,7

Gambar 2. Anatomi telinga tengah8


I.2 ANATOMI MEMBRAN TIMPANI
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut
pars flaksida sedangkan bagian bawah pars tensa. Pars flaksida hanya berlapis
dua, yaitu bagian luar yang merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga dan
bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas.
Pars tensa mempunyai satu lapisan lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar
dan sirkuler pada bagian dalam.6
3

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani


disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke
arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membran timpani kanan. Di membran timpani terdapatduamacamserabut,
sirkulerdanradier.Serabutinilah
cahaya.Secaraklinis,

reflex

yang

menyebabkantimbulnya

cahayainidinilai,

misalnyabilaletak

reflex
reflex

cahayamendatar, berartiterdapatgangguanpada tuba Eustachius.6


Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan presesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta
bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.6
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian
bawah belakang membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran timpani.
Di daerah ini tidak terdapat tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat
tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus,
dan stapes.6
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan.
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada
inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang pendengaran merupakan
persendian.6
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah
dengan antrum mastoid. Tuba Eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.6

Gambar 3. Anatomi Membran Timpani.6


II.

EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, penyakit otitis media adalah yang paling sering
terjadi pada anak, dan terdapat sekitar 20 juta kasusper tahun. Berbagai penelitian
epidemiologi melaporkan tingkat prevalensi otitis media akut menjadi 17-20%
dalam 2 tahun pertama kehidupan. Otitis media adalah penyakit berulang.
Sepertiga dari anak-anak mengalami 6 atau lebih episode otitis media akut pada
usia 7 tahun.3,7Puncakinsidensipenyakitiniadalahpadausia 6 hingga 36 bulan.
Alasantingginyainsidensipadausiabawah

lima

tahunadalahbelumsempurnanyaperkembanganimunitasdariseoranganak,
dananatomi tuba eustachius yang lebihpendekdan horizontal.
Insiden dan prevalensi di negara-negara industri lain yang serupa dengan
Amerika Serikat. Di negara-negara kurang berkembang, otitis media sangat
umum dan tetap menjadi penyumbang utama kematian anak akibat komplikasi
intrakranial.3,7
Di Asia Tenggara, Indonesia termasuk keempat negara dengan prevalensi
gangguan telinga tertinggi (4,6%). Tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%),
Myanmar (8,4%) dan India (6,3%). Walaupun bukan yang tertinggi tetapi
prevalensi 4,6% merupakan angka yang cukup tinggi untuk menimbulkan
masalah sosial di tengah masyarakat, misal dalam hal berkomunikasi. Dari hasil
survei yang dilaksanakan di tujuh propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa
otitis media merupakan penyebab utama morbiditas pada telinga tengah.7
III.

ETIOLOGI

Bakteri yang seringkali ditemukan sebagai penyebab otitis media


supuratif akut adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae dan
Streptococcus beta hemoliticus. Streptococcus pneumoniae merupakan
organisme penyebab tersering pada semua kelompok umur. Haemophillus
influenzae merupakan kuman patogen pada orang dewasa. Penyebab lain juga
pernah ditemukan antara lain Moraxella catharralis, Streptococcus pyegenes,
streptococcus aureus dan Escherichia coli.1,2
Tabel 1.OrganismePenyebab Otitis Media Akutdan Otitis Media SupuratifKronik8

IV.

PATOFISIOLOGI
Pada kebanyakan kasus otitis media supuratif akut, biasanya diawali
dengan infeksi saluran pernapasan yang menyebabkan gangguan fungsi tuba
eustachius. Peradangan mukosa telinga tengah mengakibatkan adanya efusi,
yang tidak dapat dibersihkan melalui tuba eustachius yang obstruksi. Efusi ini
merupakan media yang menguntungkan untuk proliferasi bakteri patogen,
yang mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius, yang menghasilkan
nanah.2,3,6
Pada anak-anak dibawah usia delapan tahun, selain karena kondisi
anatomis tuba Eustachius, sistem kekebalan tubuh yang belum matang dan
penggunaan obat-obatan dekongestan dengan pseudoefedrin menyebabkan
6

cairan yang dihasilkan oleh bakteri patogen secara bertahap akan mengental
dan menetap selama berbulan-bulan.3
Pada intinya, faktor yang paling penting dalam penyakit otitis media
supuratif akut adalah disfungsi dari tuba Eustachius. Pada disfungsi tuba
Eustachius, mukosa pada akhir faring dari tuba Eustachius adalah bagian dari
sistem mukosiliar dari telinga tengah. Interferensi dengan mukosa ini dengan
edema, tumor, atau tekanan negatif intratimpanic mendukung terjadinya
perluasan langsung dari proses infeksi dari nasofaring ke telinga tengah, dan
menyebabkan otitis media.3
Perubahan mukosa tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi menjadi
5 stadium berdasarkan gambaran membran timpani yang diamati melalui liang
telinga luar.1
A.

Stadium Oklusi Tuba Eustachius.


Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah gambaran retraksi

membrantimpani akibat terjadinya tekanan negative dalam telinga tengah,


akibat absorbsi udara, hal ini diakibatkan oleh adanya radang di mukosa
hidung dan nasofaring karena infeksi saluran nafas atas berlanjut ke mukosa
tuba eustachius.1
B. Stadium Hiperemis.
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di
membrantimpani atau seluruh membrantimpani tampak hiperemis serta
edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang
serosa sehingga masih sukar terlihat.1
C.

Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel

epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di cavum timpani,


menyebabkan membrantimpani menonjol (bulging) kearah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, seerta
rasa nyeri di telinga bertambah hebat.Apabila tekanan nanah di cavum timpani
tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler,
serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan sub
mukosa. Nekrosis ini pada membrantimpani terlihat sebagai daerah yang lebih
lembek dan kekuningan. Ditempat ini akan terjadi ruptur.1
D. Stadium Perforasi.
7

Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotic atau


virulensi kuman yang tinggi, maka terjadi rupture membrantimpani dan nanah
keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar, akibatnya nyeri yang
dirasakan penderita berkurang. Selain itu disebabkan oleh tekanan yang tinggi
pada cavum timpani akibat kumpulan mucous, ahkirnya menimbulkan
perforasi pada membrantimpani.1
E. Stadium Resolusi
Bila membrantimpani tetap utuh, maka keadaan membrantimpani
berlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret
akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi
kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. Pada
stadium ini kebanyakan yang masih dirasakan adanya gangguan pendengaran,
keluhan sebelumnya sudah tidak dirasakan lagi.1
V.

GEJALA DAN TANDA


Gejala yang timbul bervariasi dan tidak khas. Rhinitis dan batuk
merupakan gejala yang sering ditemukan. Gangguan pendengaran juga bias
menjadi keluhan utama. Telah dilaporkan adanya rasa telinga tertarik pada
bayi dan otalgia pada anak, namun keluhan ini tidak dapat dijadikan indikator
utama dari otitis media. Terkadang muntah dan atau diare merupakan keluhan
utama. Beberapa bayi bahkan anak yang lebih besar hanya mengalami
iritabilitas atau demam. Sekitar 33% sampai 57% bayi maupun anak-anak
yang sudah terbukti secara bakteriologis otitis media tidak ditemukan demam
pada saat pemeriksaan dilakukan. Dalam sebuah penelitian terhadap bayi
berusia 10 hari sampai 6 minggu, hanya 4 diantara 18 bayi dengan kultur
positif aspirasi telinga tengah yang didapatkan memiliki suhu 38C.1,10.
Gejala yang timbul berdasarkan 5 stadium pada perubahan mukosa
telinga tengah, yaitu:1,11,12
1. Stadium Oklusi : Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba
Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan
adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi
malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang.
Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya
8

tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap


normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi
mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit
dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh
virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.1,11,12

Gambar4.Membran timpani stadium oklusi tuba.13


2. Stadium Hiperemis : Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh
darah di membran timpani, yang ditandai oleh membran timpani
mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa
yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan

sehingga

terjadinya

invasi

oleh

mikroorganisme

piogenik. Proses inflamasi berlangsung di telinga tengah dan membran


timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri
yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh
dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi
gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini
terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum
timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan
satu hari.1,11,12

Gambar5.Membran timpani hiperemis.12


3. Stadium Supurasi : Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya
sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di selsel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi
makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat
yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani
menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini,
pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa
nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat
tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran
konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan
kejang.1,11,12
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan
baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya
nekrosis

mukosa

dan

submukosa

membran

timpani.

Terjadi

penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan


akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler
membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah
nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow
spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan
miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan melakukan insisi
pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah
menuju

liang

telinga

lukainsisiakanmenutupkembali,

luar.Denganmelakukanmiringotomi,
sedangkanapabilaterjadiperforasi,

makalubangtempatperforasitidakmudahmenutup kembali.1,11,12
10

Gambar6.Gambarmembran timpani bulgingdan pus purulen.13


4. Stadium Perforasi : Stadium ini ditandai oleh perforasi membran
timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan
mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang
pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering
disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya
virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih
tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak. Jika membran
timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis
media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap
berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan,
keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.1,11,12

Gambar7.Membran timpani perforasi.13

11

Gambar8. Jenis perforasi membran timpani.13


5. Stadium Resolusi : Keadaan ini merupakan stadium akhir yang
diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi
ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi
membran timpani menutup kembali dan sekret mukopurulen akan
berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium
ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani
masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi
otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi
membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terusmenerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut dapat
menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosabilasekretmenetap
di kavum timpani tanpaterjadinya perforasi.1,11
VI.

DIAGNOSIS
Diagnosis otitis media dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cermat. Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada
stadium dan usia pasien. Pada anak anak umumnya keluhan berupa rasa
nyeri di telinga dan demam. Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan
atas sebelumnya. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri
terdapat gangguan pendengaran dan telinga terasa penuh. Pada bayi gejala
khas adalah panas yang tinggi, anak gelisah dan sukar tidur, diare, kejangkejang dan sering memegang telinga yang sakit.11

12

Kriteria diagnosis otitis media akutterdiridaritigayaitu otitis media


akut/otitis mediasupuratifakut, otitis media

akutrekuren, dan otitis media

akutpersisten.
Dalam mendiagnosis OMA/ OMSA harus memenuhi tiga hal berikut
A. Onset penyakit akut
B. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan disuatu rongga
tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut:
1. Membran timpani menggembung (bulging)
2. Mobilitas membran timpani terbatas atau tidak ada
3. Adanya gambaran air-fluid level di beakang membran timpani
4. Cairan yang keluar dari telinga.
C. Adanya tanda atau gejala inflamasi telinga tengah, yang dibuktikan
adanya salah satu tanda berikut:
1. Eritema pada memnran timpani
2. Otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.8
Dalam mendiagnosis otitis media akut rekuren, harus didapatkan tiga atau
lebih episode otitis media akut dalam 6 hingga 18 bulan. Sedangkan untuk
kriteria diagnosis otitis media akut persisten adalah gejala otitis media akut
yang secara menetap selama pemberian antibiotik atau otits media akut relaps
setelah satu bulan pemberian antibiotik secara tuntas.8
Beberapa teknik pemeriksaan dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis seperti otoskopi, otoskopi pneumatik, timpanometri. Dengan
otoskopi dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan
warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta
cairan di liang telinga.11
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi
pneumatik. Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama
sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan
sensitivitas diagnosis. Namun umumnya diagnosis dapat ditegakkan dengan
otoskopi biasa. Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik
dilakukan timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif
mobilitas membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri
13

merupakan konfirmasi penting terdapatnya cairan di telinga tengah.


Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga tengah. Timpanometri
punya sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah,
tetapi tergantung kerjasama pasien. Timpanosintesis, diikuti aspirasi dan kultur
cairan dari telinga tengah merupakan standar emas untuk menunjukkan adanya
cairan di telinga tengah dan untuk mengidentifikasi patogen yang spesifik11
VII.

PENATALAKSANAAN
A. TerapiMedikamentosa
Penatalaksanaan tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan
pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan
pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan
pengobatan pada otitis media adalah untuk mengobati gejala, memperbaiki
fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan
memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik serta menghindari komplikasi
intrakranial dan ekstrakranial yang mungkin terjadi,.1,11,12
Pada stadium oklusi, tujuanterapi dikhususkan untuk membuka
kembali tuba eustachius. Diberikan obat teteshidung HCI efedrin 0,5% dalam
larutan fisiologik untuk anak <I2 thn dan HClefedrin l% dalam larutan
fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn ataudewasa. selain itu, sumber
infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.1,11,12
Pada stadium hiperemis, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik.

Bila

membran

timpani

sudah

hiperemi

difus

sebaiknya

dilakukanmiringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau


eritromisin. Jikaterdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavunalat atausefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar
konsentrasinyaadekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7
hari. Pada anakdiberikan amoksisilin, 40mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam
3 dosis, atau ampisilin 50-100mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam 4 dosis,
minimal selama 10 hari. Pada individu yang alergi terhadap penisilin,
kombinasi eritromisin 40mg/kgBB dalam 24 jam dan sulfisoksazol
120mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam 4 dosis dapat digunakan. Jika
mikroorganisme penghasil betalaktamasediduga sebagai penyebab, pemberian
amoksisilin-klavulanat, 40mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam 3 dosis atau
14

sulfametoksazoltrimetoprim,

8mg/kgBB

trimetoprim

dan

40mg/kgBB

sulfametoksazol dalam 24 jam dapat digunakan dalam 2 dosis terbagi.


Sefiksim, 8mg/kgBB dalam satu dosis atau cefprozil 15mg/kgBB dalam 24
jam dalam 2 dosis terbagi juga dapat digunakan.12
Pada stadium supurasi selain antibiotik. pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu analgesik
juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.1,11,12
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O23% selama 3-5
hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya secret akan hilang dan perforasi
menutup kembali dalam waktu 7-10 hari. 1,12
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal
kembali, secret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila
tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak secret mengalir di liang telinga
luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan
karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian,
antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.1,12
B. Terapi Non Medikamentosa
1. Timpanosintesis
Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah dengan
menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini
adalah

perforasi

kronik

membran

timpani,

dislokasi

tulang-tulang

pendengaran, dan tuli sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau


korda timpani.Oleh karena itu, timpanosintesis terbatas padaanak yang
menderitademam tinggi, neonatus risiko tinggi dengan kemungkinan otitis
media, anak di unit perawatan intensif, membran timpani yang menggembung
(bulging) dengan antisipasi ruptur spontan (indikasi relatif), kemungkinan
otitis media dengan komplikasi supuratif akut, otitis media refrakter yang
tidak respon terhadap antibiotik.11,13,14
Timpanosintesis merupakan prosedur yang invasif, dapat menimbulkan
nyeri, dan berpotensi menimbulkan bahaya sebagai penatalaksanaan
rutin.10,12,13

15

Gambar9. Proses Timpanosintesis.14


2. Miringotomi
Miringotomi adalah tindakan insisi pada membran timpani untuk
drainase cairan dari telinga tengah.Pada miringotomi dilakukan pembedahan
kecil di kuadran posterior-inferior membran timpani. Untuk tindakan ini
diperlukan lampu kepala yang terang, corong telinga yang sesuai, dan pisau
khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril. Miringotomi hanya
dilakukan pada kasus-kasus tertentu dan dilakukan oleh ahlinya. Disebabkan
insisi biasanya sembuh dengan cepat (dalam 24-48 jam), prosedur ini sering
diikuti dengan pemasangan tabung timpanostomi untuk ventilasi ruang telinga
tengah. Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif,
otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis,
neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan intensif.11,12

Gambar10.Miringotomi (insisi radial).11


VIII. KOMPLIKASI
16

Komplikasi dari OMSA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu


melalui erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi
menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal
terdiri dari: mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis
telinga tengah, paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi
intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, encefalitis,
hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural, empiema subdural, dan trombosis
sinus lateralis.11

Gambar11.Komplikasi OMSA15

IX.

PROGNOSIS
Otitis media supuratifakut merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak-anak. Beberapa literatur mengatakan bahwa penyebab terjadinya
otitis media supuratifakut pada anak terutama disebabkan oleh sumbatan tuba
Eustachius dan ISPA. Pengobatan antibiotik mengalami penurunan angka
kematian yang terkait dengan komplikasi, tetapi masih tinggi di negara-negara
yang masih mengembangkan sistem kesehatan. Diagnosis dini dan pengobatan
yang efektif dari komplikasi adalah dasar prognosis yang baik.1

X.

PENCEGAHAN
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya penyakitini.
Mencegah ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan
pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan,
menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain.10

17

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI,
2007
2. Lalwani K. Anil, editor. Otitis Media. Current Diagnosis and Treatment:
Otolaryngology Head and Neck Surgery. Second Edition. New York: Mc Graw Hill,
2007
3. Waseem Muhammad, Aslam Muhammad, Brown Orval. Otitis Media. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/994656. Diakses tanggal 27 Juli 2016
4. Todd H Douglas, Stool E Sylvan, Jafek W Bruce. Otitis Media and Associated
complications. In: ENT Secrets. Third edition. USA: Elsevier inc, 2007
5. Anatomy

of

the

Human

Ear.

2010;

http://galileo.phys.virginia.edu/classes/304/pix.html
6. Probst R, et al. Basic Otorhinolaryngology. New York: Georg ThiemeVerlag, 2006
7. Bailey, Byron J. Et al. Head & Neck Surgery Otolaryngology, 4th Edition. Lippincott
Williams & Walkins, 2006
8. Ramakrishnan, kalyanarishnan. Et al. Diagnosis and Treatment of Otitis Media. 2007.
American Academy of Family Psycians.
9. Anonim. Health, Medicine And Anatomy Reference Pictures. Available at
http://healthfavo.com/ear-anatomy-diagram-anatomy-picture-reference.html. Diakses
tanggal 27 Juli 2016
10. Rowe, Stewart. Acute Suppurative Otitis Media. Pediactric 1975. San Francisco,
2014. p 285-95.
11. Munilson Jacky, Edward Yan, Yolazenia.Penatalaksanaan Otitis Media Akut.
Available at http://repository.unand.ac.id. Diakses tanggal 27 Juli 2016
12. Aboet A. Terapi pada Otitis Media Supuratif Akut. Universitas Sumatera
Utara.Available at http://repository.usu.ac.id. Diakses tanggal 27 Juli 2016
13. ENT

USA.

Eardrum

and

Middle

Ear.

Available

at

http://www.entusa.com/eardrum_and_middle_ear.htm/. Diakses tanggal 27 Juli 2016


14. Baeur,

Paul.

Surgical

Treatment

of

Otitis

Media.

http:/rnceus.com/otitis/otisurg.htmlDiakses tanggal 27Juli 2016


15. MunirNazla, Clarke Ray. Ear Nose and Throat at a Glance. Wiley Blackwell, 2013.

19

Anda mungkin juga menyukai