PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah infeksi akut telinga tengah dalam waktu
yang singkat. Otitis media (OM) ini merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di
seluruh dunia dengan angka kejadian yang bervariasi pada tiap-tiap negara. Senturia et al.,
(1980) membagi otitis media berdasarkan durasi penyakit atas akut (< 3minggu), subakut (312 minggu) dan kronis (>12 minggu). Sade (1985); Klein, Tos dan Hussl (1989) pada third
dan fourth International Symposium on otitis media menganjurkan membagi otitis media
berdasarkan gejala klinis atas 4 kelompok yaitu miringitis, otitis media supuratif akut
(OMSA), otitis media sekretori (OMS) dan otitis media supuratif kronis (OMSK).1
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media sering diawali dengan infeksi
pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah
melalui tuba eustachius. Sebagai mana halnya dengan infeksi saluran napas atas (ISPA), otitis
media juga merupakan sebuah penyakit langganan anak-anak. Di Amerika Serikat,
diperkirakan sekitar 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia
tiga tahun dan hampir dari setengah mereka mengalami tiga kali atau lebih. Di Inggris,
setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun. Di
negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.2
Otitis media supuratif akut (OMSA) banyak terjadi pada anak karena sumber infeksi
dari tenggorok atau pilek yang terjadi terus menerus. Penyebab (OMSA) dapat berupa virus
atau bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Bakteri
penyebab OMSA tersering adalah Streptokokus pneumonia, diikuti oleh Haemopilus
influenzae dan Morexella Cattarhalis. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
ANATOMI TELINGA
gendang telinga dapat diatur seimbang melalui meatus auditorius eksterna, serta
melalui tuba Eustachius.6,7
Tulang-tulang pendengaran adalah tiga tulang kecil yang tersusun pada
rongga telinga tengah seperti rantai yang bersambung dari membran timpani
menuju rongga telinga dalam. Tulang yang paling luar adalah maleus, berbentuk
seperti martil dengan gagang yang terkait pada membran timpani. Tulang yang
berada ditengah adalah inkus atau landasan, sisi luarnya bersendi dengan maleus,
sementara sisi dalamnya bersendi dengan sisi dalam sebuah tulang kecil yaitu
stapes. Stapes atau tulang sanggurdi dikaitkan pada inkus dengan ujungnya yang
lebih kecil, sementara dasarnya yang bulat dan panjang terkait pada membran yang
menutup fenestra vestibuli, atau tingkap lonjong.6,7
reflex
yang
menyebabkantimbulnya
cahayainidinilai,
misalnyabilaletak
reflex
reflex
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, penyakit otitis media adalah yang paling sering
terjadi pada anak, dan terdapat sekitar 20 juta kasusper tahun. Berbagai penelitian
epidemiologi melaporkan tingkat prevalensi otitis media akut menjadi 17-20%
dalam 2 tahun pertama kehidupan. Otitis media adalah penyakit berulang.
Sepertiga dari anak-anak mengalami 6 atau lebih episode otitis media akut pada
usia 7 tahun.3,7Puncakinsidensipenyakitiniadalahpadausia 6 hingga 36 bulan.
Alasantingginyainsidensipadausiabawah
lima
tahunadalahbelumsempurnanyaperkembanganimunitasdariseoranganak,
dananatomi tuba eustachius yang lebihpendekdan horizontal.
Insiden dan prevalensi di negara-negara industri lain yang serupa dengan
Amerika Serikat. Di negara-negara kurang berkembang, otitis media sangat
umum dan tetap menjadi penyumbang utama kematian anak akibat komplikasi
intrakranial.3,7
Di Asia Tenggara, Indonesia termasuk keempat negara dengan prevalensi
gangguan telinga tertinggi (4,6%). Tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%),
Myanmar (8,4%) dan India (6,3%). Walaupun bukan yang tertinggi tetapi
prevalensi 4,6% merupakan angka yang cukup tinggi untuk menimbulkan
masalah sosial di tengah masyarakat, misal dalam hal berkomunikasi. Dari hasil
survei yang dilaksanakan di tujuh propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa
otitis media merupakan penyebab utama morbiditas pada telinga tengah.7
III.
ETIOLOGI
IV.
PATOFISIOLOGI
Pada kebanyakan kasus otitis media supuratif akut, biasanya diawali
dengan infeksi saluran pernapasan yang menyebabkan gangguan fungsi tuba
eustachius. Peradangan mukosa telinga tengah mengakibatkan adanya efusi,
yang tidak dapat dibersihkan melalui tuba eustachius yang obstruksi. Efusi ini
merupakan media yang menguntungkan untuk proliferasi bakteri patogen,
yang mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius, yang menghasilkan
nanah.2,3,6
Pada anak-anak dibawah usia delapan tahun, selain karena kondisi
anatomis tuba Eustachius, sistem kekebalan tubuh yang belum matang dan
penggunaan obat-obatan dekongestan dengan pseudoefedrin menyebabkan
6
cairan yang dihasilkan oleh bakteri patogen secara bertahap akan mengental
dan menetap selama berbulan-bulan.3
Pada intinya, faktor yang paling penting dalam penyakit otitis media
supuratif akut adalah disfungsi dari tuba Eustachius. Pada disfungsi tuba
Eustachius, mukosa pada akhir faring dari tuba Eustachius adalah bagian dari
sistem mukosiliar dari telinga tengah. Interferensi dengan mukosa ini dengan
edema, tumor, atau tekanan negatif intratimpanic mendukung terjadinya
perluasan langsung dari proses infeksi dari nasofaring ke telinga tengah, dan
menyebabkan otitis media.3
Perubahan mukosa tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi menjadi
5 stadium berdasarkan gambaran membran timpani yang diamati melalui liang
telinga luar.1
A.
Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
sehingga
terjadinya
invasi
oleh
mikroorganisme
mukosa
dan
submukosa
membran
timpani.
Terjadi
liang
telinga
lukainsisiakanmenutupkembali,
luar.Denganmelakukanmiringotomi,
sedangkanapabilaterjadiperforasi,
makalubangtempatperforasitidakmudahmenutup kembali.1,11,12
10
11
DIAGNOSIS
Diagnosis otitis media dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cermat. Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada
stadium dan usia pasien. Pada anak anak umumnya keluhan berupa rasa
nyeri di telinga dan demam. Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan
atas sebelumnya. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri
terdapat gangguan pendengaran dan telinga terasa penuh. Pada bayi gejala
khas adalah panas yang tinggi, anak gelisah dan sukar tidur, diare, kejangkejang dan sering memegang telinga yang sakit.11
12
akutpersisten.
Dalam mendiagnosis OMA/ OMSA harus memenuhi tiga hal berikut
A. Onset penyakit akut
B. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan disuatu rongga
tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut:
1. Membran timpani menggembung (bulging)
2. Mobilitas membran timpani terbatas atau tidak ada
3. Adanya gambaran air-fluid level di beakang membran timpani
4. Cairan yang keluar dari telinga.
C. Adanya tanda atau gejala inflamasi telinga tengah, yang dibuktikan
adanya salah satu tanda berikut:
1. Eritema pada memnran timpani
2. Otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.8
Dalam mendiagnosis otitis media akut rekuren, harus didapatkan tiga atau
lebih episode otitis media akut dalam 6 hingga 18 bulan. Sedangkan untuk
kriteria diagnosis otitis media akut persisten adalah gejala otitis media akut
yang secara menetap selama pemberian antibiotik atau otits media akut relaps
setelah satu bulan pemberian antibiotik secara tuntas.8
Beberapa teknik pemeriksaan dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis seperti otoskopi, otoskopi pneumatik, timpanometri. Dengan
otoskopi dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan
warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta
cairan di liang telinga.11
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi
pneumatik. Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama
sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan
sensitivitas diagnosis. Namun umumnya diagnosis dapat ditegakkan dengan
otoskopi biasa. Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik
dilakukan timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif
mobilitas membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri
13
PENATALAKSANAAN
A. TerapiMedikamentosa
Penatalaksanaan tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan
pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan
pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan
pengobatan pada otitis media adalah untuk mengobati gejala, memperbaiki
fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan
memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik serta menghindari komplikasi
intrakranial dan ekstrakranial yang mungkin terjadi,.1,11,12
Pada stadium oklusi, tujuanterapi dikhususkan untuk membuka
kembali tuba eustachius. Diberikan obat teteshidung HCI efedrin 0,5% dalam
larutan fisiologik untuk anak <I2 thn dan HClefedrin l% dalam larutan
fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn ataudewasa. selain itu, sumber
infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.1,11,12
Pada stadium hiperemis, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik.
Bila
membran
timpani
sudah
hiperemi
difus
sebaiknya
sulfametoksazoltrimetoprim,
8mg/kgBB
trimetoprim
dan
40mg/kgBB
perforasi
kronik
membran
timpani,
dislokasi
tulang-tulang
15
Gambar11.Komplikasi OMSA15
IX.
PROGNOSIS
Otitis media supuratifakut merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak-anak. Beberapa literatur mengatakan bahwa penyebab terjadinya
otitis media supuratifakut pada anak terutama disebabkan oleh sumbatan tuba
Eustachius dan ISPA. Pengobatan antibiotik mengalami penurunan angka
kematian yang terkait dengan komplikasi, tetapi masih tinggi di negara-negara
yang masih mengembangkan sistem kesehatan. Diagnosis dini dan pengobatan
yang efektif dari komplikasi adalah dasar prognosis yang baik.1
X.
PENCEGAHAN
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya penyakitini.
Mencegah ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan
pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan,
menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain.10
17
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI,
2007
2. Lalwani K. Anil, editor. Otitis Media. Current Diagnosis and Treatment:
Otolaryngology Head and Neck Surgery. Second Edition. New York: Mc Graw Hill,
2007
3. Waseem Muhammad, Aslam Muhammad, Brown Orval. Otitis Media. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/994656. Diakses tanggal 27 Juli 2016
4. Todd H Douglas, Stool E Sylvan, Jafek W Bruce. Otitis Media and Associated
complications. In: ENT Secrets. Third edition. USA: Elsevier inc, 2007
5. Anatomy
of
the
Human
Ear.
2010;
http://galileo.phys.virginia.edu/classes/304/pix.html
6. Probst R, et al. Basic Otorhinolaryngology. New York: Georg ThiemeVerlag, 2006
7. Bailey, Byron J. Et al. Head & Neck Surgery Otolaryngology, 4th Edition. Lippincott
Williams & Walkins, 2006
8. Ramakrishnan, kalyanarishnan. Et al. Diagnosis and Treatment of Otitis Media. 2007.
American Academy of Family Psycians.
9. Anonim. Health, Medicine And Anatomy Reference Pictures. Available at
http://healthfavo.com/ear-anatomy-diagram-anatomy-picture-reference.html. Diakses
tanggal 27 Juli 2016
10. Rowe, Stewart. Acute Suppurative Otitis Media. Pediactric 1975. San Francisco,
2014. p 285-95.
11. Munilson Jacky, Edward Yan, Yolazenia.Penatalaksanaan Otitis Media Akut.
Available at http://repository.unand.ac.id. Diakses tanggal 27 Juli 2016
12. Aboet A. Terapi pada Otitis Media Supuratif Akut. Universitas Sumatera
Utara.Available at http://repository.usu.ac.id. Diakses tanggal 27 Juli 2016
13. ENT
USA.
Eardrum
and
Middle
Ear.
Available
at
Paul.
Surgical
Treatment
of
Otitis
Media.
19