Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TENTANG

PEREMPUAN SEBAGAI SOSOK STRATEGIS PEMIMPIN


DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PERUBAHAN
SOSIAL

Oleh:
Andi Rahman
Susi Sujiati
Fitri Wulandari
Dwi Riezki
Pandu Alfredo
Roki Andi
Ega Hernes H
Firman Amin R
Wahyu Setiono
Vito Septian

1516011004
15160110
15160110
15160110
15160110
15160110
15160110
15160110
15160110
15160110

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................
DAFTAR ISI......................................................................
KATA PENGANTAR........................................................

i
ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................
1.1 LATAR BELAKANG................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH...........................................
1.3 TUJUAN ....................................................................
1.4 MANFAAT................................................................

1
1
1
1
1

BAB II PEMBAHASAN .................................................


2.1 KESETARAAN GENDER DAN FENIMISME.........
2.2 SEJARAH GERAKAN WANITA
DI BEBERAPA NEGARA .......................................
2.3 SEJARAH GERAKAN WANITA INDONESIA........
2.4 KEDUDUKAN WANITA SAAT INI..........................
2.5 KEDUDUKAN WANITA INDONESIA INI...............
2.6 TOKOH WANITA INDONESIA KETIKA
BERBICARA WANITA DAN KEPEMIMPINANNYA ....
BAB III PENUTUP..............................................................
3.1 KESIMPULAN.................................................................
3.2 SARAN.............................................................................
DAFTAR PUSTAK

2
4
7
10
11
14
19
19

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunianya saya dapat menyusun makalah ini yang
berjudul PEREMPUAN SEBAGAI SOSOK STRATEGIS
PEMIMPIN yang merupakan salah satu tugas dari Mata kuliah
Perubahan Sosial. Tujuan penyusun membuat makalah ini adalah agar
para pembaca dapat menambah pengetahuan dan mengembangkan
wawasan setelah membaca dan memahami materi yang ada dalam
makalah ini. Dan saya berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk
pembaca khususnya wanita yang bisa mengaplikasikannya kedalam
kehidupan sehari-hari
Dan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada
kesalahan dari penulisan makalah ini, hal tersebut semata karena
keterbatasan saya dalam mengolah materi kajian ini. Dan saya juga
berharap mendapat saran dan kritik membangun dari pembaca agar
saya dapat memperbaiki diri dalam pembuatan makalah yang lain
kedepannya.

Bandar Lampung , 17 November 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sudah bukan zamannya lagi wanita hanya berkutat dengan alat-alat dapur dan
perangkat rumah lainnya. Kini wanita ruang geraknya sangat luas, wanita bisa
sejajar dengan pria dalam hal apapun terutama dari segi pengembangan karir dan
aspirasinya. Berbagai kajian dan teori-teori mengenai wanita dikembangkan di
beberapa negara yang berbeda pengalamannya di bidang politik dan berbeda-beda
keadaan sosial budayanya, hal ini menunjukan bahwa wanita kedudukannya
sederajat dengan pria. Lalu bagaimana gerakan wanita di Indonesia? Di Indonesia
proses itu sudah menjelma pada abad ke-19 dalam bentuk peperangan di banyak
daerah di bawah pimpinan raja atau tokoh-tokoh lain yang melawan penjajahan
belanda, disana lahir beberapa tokoh wanita seperti Cut Nyak Dien dan Cut
Meutia. Maka dari itu saya memilih judul PEREMPUAN SEBAGAI SOSOK
STRATEGIS PEMIMPIN , disini saya akan menjelaskan bagaimana peran
wanita Indonesia di abad 21 ini, ditengah arus globalisasi yang semakin meluas
dan tidak terbendung. Kemudian saya akan menuliskan beberapa artikel yang di
buat oleh tokoh-tokoh wanita Indonesia mengenai pandangan mereka terhadap
wanita dan kepemimpinannya.
1.2 Rumusan Masalah
A.Bagaimana kesetaraan gender dan feminisme berbicara?
B.Bagaimana sejarah gerakan wanita di beberapa negara?
C.Bagaimana Sejarah gerakan wanita di Indonesia ?
D.Bagaimana Kedudukan wanita saaat ini ?
E.Bagaimana kedudukan wanita di Indonesia saat ini?
F.Bagaimana Tokoh wanita-wanita Indonesia ketika berbicara wanita dan
kepemimpinannya?
1.3 Tujuan
A.Memahami kesetaraan gender dan feminisme berbicara.
B.Mengetahui sejarah gerakan wanita di beberapa negara.
C.Mengetahui
Sejarah
gerakan
wanita
di
Indonesia
.
D.Mengetahui kedudukan wanita saat ini.
E.Mengetahui kedudukan wanita di Indonesia saat ini?
F.Mengetahui Tokoh wanita-wanita Indonesia ketika berbicara wanita dan
kepemimpinannya?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kesetaraan Gender dan Feminisme
a. Kesetaraan gender

Konsep sex (jenis kelamin) dan gender masih sering dipahami secara rancu
dalam masyarakat. Konsep gender yang sebenarnya merupakan peran dan
perilaku laki-laki dan perempuan sesuai dengan pengharapan sosial, sering kali
dianggap sebagai ketentuan atau kodrat yang tak dapat diubah. Hal tersebut
menjadi masalah karena kekeliruan tersebut menimbulkan ketidakadilan,
terutama bagi perempuan. Dalam membahas gender, sosiologi melihat dari
teori makro (fungsional struktural, konflik, dan sistem dunia) dan mikro
(interaksionisme simbolik dan etnometodologi). Sesuai dengan prinsip
konsensus dan keharmonisan yang dianut, struktural fungsional menganggap
pembagian kerja antara suami dan istri dalam keluarga dianggap pengaturan
yang paling sesuai, agar dalam kehidupan berkeluarga laki-laki dan perempuan
dapat saling melengkapi. Sebaliknya, teori konflik menganggap bahwa dalam

kehidupan keluarga, istri atau perempuan dalam posisi yang tertindas dalam
kaitannya dengan fungsi ekonomi, seksual, dan pemilikan properti. Janet
Chafetz menganalisis bahwa perempuan menduduki posisi yang rendah dalam
masyarakat, yang ia sebut dalam stratifikasi jenis kelamin. Sedangkan teori
sistem dunia yang selama ini hanya memperhitungkan kapitalisme dari
pekerjaan ekonomi publik, dianggap telah mengurangi kontribusi perempuan di
bidang produksi ekonomi karena mengabaikan pekerjaan perempuan dalam
rumah tangga.
Dari teori mikro sosial gender, interaksionisme simbolik mengidentifikasi
bahwa individu berusaha memelihara identitas gendernya di berbagai situasi
serta memahami bagaimana arti menjadi perempuan atau laki-laki. Sementara
itu, etnometodologi menganggap bahwa identitas gender individu diperoleh
melalui interaksi dalam berbagai situasi. Dengan demikian, melalui budaya
yang berbeda individu akan mengidentifikasi peran gendernya secara berbeda
sesuai dengan situasi sosial.

b. Pengertian dan sejarah feminisme


Apa sebenarnya yang dimaksud dengan feminisme? Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, edisi kedua, cetakan keempat tahun 1995 yaitu gerakan
wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan
pria. Sedangkan definisi feminisme menurut Sarah Gamble yaitu sebuah
kepercayaan bahwa perempuan diperlakukan tidak adil dalam masyarakat yang
dibentuk untuk memprioritaskan cara pandang laki-laki serta kepentingannya.
Dalam pola patriarkal, perempuan menjadi semua hal yang bukan laki-laki
(atau citra yang tidak diinginkan laki-laki); dimana laki-laki dianggap kuat,
perempuan lemah; laki-laki dianggap lebih rasional dan mereka emosional;
laki-laki dinggap aktif, perempuan fasif, dan sebagainya. Dengan dasar
pemikiran-pemikiran tersebut maka perempuan tidak mempunyai kesempatan
yang sama untuk masuk dalam dunia yang menjadi perhatian publik.
Singkatnya feminisme mencoba untuk mengubah situasi ini.Jadi, feminisme
merupakan suatu teori yang berasal dari gerakan wanita dan menuntut adanya
kesetaraan hak antara kaum wanita dan pria.Feminisme lahir pada abad ke-18
di Perancis yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de
Condorcet. Gerakan tersebut didorong oleh ideology pencerahan (Aufklarung)
yang menyatakan bahwa manusia diberi kemampuan mencari kebenaran
dengan menggunakan rasio (akal). Gerakan tersebut merupakan dampak dari
revolusi perancis (1789-1793) yang mengesampingkan hak-hak wanita padahal
pada waktu itu wanita berperan banyak dengan terjadinya Revolusi Perancis.
Menurut hukum suami mempunyai kekuasaan penuh terhadap istrinya, harta
dan anak-anaknya. Istri harus tunduk kepada suaminya, tidak diperbolehkan
mengadakan transaksi secara hukum tanpa izin suaminya. Istri yang berzinah
dapat dihukum penjara 2 tahun, dan kalau tertangkap basah suaminya boleh
membunuhnya tanpa mendapat hukuman. Sebaliknya, suami yang berzinah
bebas hukuman. Wanita juga dilarang menghadiri rapat-rapat politik, atau
berpakaian celana panjang dan bila wanita berjalan tanpa pengantar ia bisa
ditangkap oleh polisi karena dianggap pelacur (Evans,1979:125). Dan baru
pada tahun 1870-an merupakan organisasi yang kuat karena perancis sistem

pemerintahannya berubah menjadi republik, selanjutnya gerakan feminisme


disusul oleh beberapa negara lain.
2.2 Sejarah gerakan wanita di beberapa negara
Setelah lahirnya gerakan feminism di Perancis, maka lahir pula gerakan wanita
di berbagai negara lainnya, seperti inggris, Amerika Serikat, Jepang, India, dan
Filipina.
a.Inggris
Tokoh utama yang memperjuangkan keadilan bagi wanita adalah Mary
Wollstonecraft. Bukunya yang berjudul A Vindication of the Rights of Women
sangat berpengaruh pada tahun 1792. Dalam buku ini di tegaskan pentingnya
pendidikan bagi wanita karena pada waktu itu kebanyakan wanita tidak
mendapatkan pendidikan formal, dengan pendidikan bagi wanita maka mereka
dapat mengembangkan rasionya dan mereka akan menjadi warga negara yang
berguna.Seorang tokoh lain yang memperjuangkan hak-hak bagi wanita yaitu
john Stuart mill yang bukunya berjudul The Subjection of Women, terbit tahun
1869, dianggap kitab suci bagi pergerakan wanita di Eropa. Buku ini sangat
berpengaruh, karena Mill menghubungkan gerakan wanita (feminisme) dengan
pemikiran liberalisme. Mill berpendapat bahwa persamaan dalam hukum bagi
pria dan wanita adalah syarat utama untuk mencapai masyarakat yang adil,
yang memberi kesempatan yang sama bagi semua warga negara.Gerakan
wanita di Inggris pada waktu itu mengutamakan perjuangan untuk memperoleh
hak pilih yang mengalami tantangan keras, sehingga menuntut banyak
pengorbanan.
b.

Amerika Serikat

Setelah revolusi Amerika Serikat berakhir (1861-1863) kaum wanita mulai ikut
bergerak dalam rangka pembaharuan kehidupan agama. Terbentuklah banyak
organisasi sukarela yang bertujuan untuk mengadakan perbaikan di bidang
moral, social pendidikan, dankemanusiaan. Pada tahun 1848 ketika diadakan
Konvensi Hak-hak Wanita di kota Seneca Falls, banyak tuntutan yang
dikemukakan mengenai persamaan hak disemua bidang kehidupan, namun

perjanjian tersebut dipusatkan pada 3 hal : memperoleh hak memiliki


pendapatan hasil pekerjaan sendiri, ha katas anak-anak setelah perceraian, dan
hak pilih dalam pemilu.Kecemasan wanita mulai memuncak pada tahun 1960an karena pengalaman pahit yang diderita para wanita muda yang aktif dalam
gerakan hak sipil dan new left yang radikal. Mereka mengira bahwa gerakan
yang berjuang untuk golongan kulit hitam dan minoritas juga mendukung
gerakan wanita. Tetapi ternyata tidak, wanita hanya diberi peranan sebagai
pengurus makanan, juru tik atau pelayan seks. Selain itu mereka selalu
dicemooh maka munculah istilah Womens Liberation Movement yang
radikal. Gerakan ini mencakup berbagai kelompok yang berbeda-beda kiatnya,
dan yang paling radikal adalah yang ingin mengubah masyarakat dimana
wanita memisahkan diri dari pria, yang dianggap penindas wanita dalam
keluarga maupun dalam masyarakat. Womens Lib sangat vocal sehingga
sering disamakan dengan gerakan wanita di dunia Barat pada umumnya.
c.

Jepang

Gerakan wanita di Jepang dimulai pada abad ke-19 yang menuntut persamaan
hak pria dan wanita dalam keluarga dan masyarakat, meningkatkan kesempatan
pendidikan bagi wanita, penghapusan sistem selir dan penghapusan perizinan
pelacur (Hoshii,1988:97).
Industrialisasi pada zaman Meiji membuka kesempatan kerja bagi wanita tetapi
kondisi kerja buruk. Gadis- gadis dari pedesaan bekerja giliran siang-malam
dalam keadaan yang menyedihkan. Berbagai protes terhadap keadaan buruk
tenaga kerja wanita mengalami kegagalan. Gerakan wanita memegang peranan
penting setelah Perang Dunia 1. Dapat diringkas bahwa di Jepang, negara maju
di Asia, perasaan keadilan menimbulkan gerakan wanita disertai keyakinan
pentingnya perbaikan moral dalam masyarakat. Perkembangan selanjutnya
dipengaruhi oleh makin banyaknya wanita yang berpendidikan dan oleh
pemikiran-pemikiran Barat serta oleh kebijakan pemerintah. Gerakan wanita
mengalami masa pasang surutnya yang banyak tergantung pada keadaan politik
negara.

d.India
Menjadi jajahan inggris sejak tahun 1857 dan memperoleh kemerdekaan tahun
1947, timbul gerakan yang bergandengan dengan kemerdekaan. Dalam hal ini
Mahatma Gandhi sangat berjasa dengan mendorong wanita berpartisipasi
dalam perjuangan memperoleh kemerdekaan bangsa. Pemimpin-pemimpin lain
juga memperoleh pendidikan di Inggris. Mereka dipengaruhi oleh gagasangagasan Revolusi Perancis dan adat-istiadat yang tidak adil, khususnya tentang
kedudukan wanita di India yang menyedihkan, seperti nasib istri yang tidak
mampu membalas mas kawin dibalas dengan dibakar oleh pihak suami, gejala
pemerkosaan, pelecehan seksual, dan penguguran janin wanita.Sejak tahun
1970-an timbul gerakan untuk lebih memfokuskan pada golongan bawah yang
lebih mengalami situasi ekonomi dan politik yang sulit, selain masih
mengalami diskriminasi yang sangat tajam dalam adat-istiadat. Dalam hal ini
gerakan bantuan dari Media Massa, karenanya ada gerakan dari masyarakat,
maka pemerintah India menunjukan kesediaannya untuk melaksanakan apa
yang telah digariskan dalam perundang-undangan untuk mencapai keadilan
bagi wanita dan masyarakat pada umumnya.
e. Filipina
Sebelum dijajah oleh Spanyol pada abad ke-16 kedudukan wanita tinggi.
Mereka memerintah di barangaya (desa), mereka sebagai pemuka-pemuka
agama bahkan pemimpin-pemimpin militer. Perkawinan umumnya monogamy,
anak laki-laki dan perempuan mendapat bagian yang sama dari warisan
sedangkan istri mendapat separuh dari milik bersama. Jelasnya masyarakat
pada waktu itu bersifat egaliter. Penjajahan Spanyol yang kebudayaannya
androsentris ( berpusat pada kepentingan pria), mengubah kedudukan wanita,
pemerintahan dikuasai oleh pria, kesempatan pendidikan terbatas bagi wanita.
Perkawinan masih bersifat monogamy tetapi perceraian dilarang. Wanita
dilarang untuk bekerja pada jabatan-jabatan di muka umum, kecuali sebagai
guru atau pekerjaan social. Keadaan berubah dibawah penjajahan Amerika
yang lebih progresif. Lebih banyak diberi kesempatan pada wanita mengikuti
pendidikan bahkan sampai di perguruan tinggi. Ini berakibat bahwa banyak
wanita masuk dalam profesi hukum, kedokteran, perawatan,dan lain-lain, tidak
6

lagi tebatas pada guru saja. Lapangan pekerjaan menjadi lebih luas untuk usaha
mensejahterakan masyarakat (Torres, A.T.t.t:11).Pada tahun 1905 dan 1912 ada
12 orang tamu dari Eropa yang menganjurkan agar wanita Filipina berusaha
memperoleh hak pilih. Tetapi mereka ternyata kurang berminat, mereka hanya
mendirikan perkumpulan untuk pekerjaan social. Baru setelah ada tekanan dari
pihak politisi Filipina, akhirnya para wanita menyetujuinya, sehingga pada
tahun 1937 hak pilih untuk wanita diterima dalam Badan Permusyawaratan
Nasional.Dalam kasus Filipina ini terlihat bahwa gagasan feminis yang semula
dilontarkan beberapa pihak luar, tidak menimbulkan suatu gerakan tetapi ini
perlu ditunjang oleh anggota masyarakatnya sendiri, khususnya wanita. Baru
setelah ada cukup banyak wanita yang berpendidikan dengan sikap yang
berubah dibanding generasi sebelumnya yang masih dipengaruhi oleh
kebudayaanyang dibawa oleh bangsa Spanyol, maka terjadilah kemajuan. Ini
menunjukan juga bahwa kekuasaan politiklah yang banyak menentukan ada
atau tidaknya gerakan wanita.
2.3 Sejarah gerakan wanita di Indonesia
Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting
sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak
diragukan lagi. Gerakan kebangkitan nasional berhubungan dengan politik etis
Hindia-Belanda yang memberi kesempatan bagi para bumiputera untuk
bersekolah. Sebenarnya maksud pemerintah Hindia Belanda adalah untuk
menghasilkan buruh-buruh terdidik, guru-guru, birokrat rendahan yang cukup
terdidik, dokter-dokter yang mampu menangani penyakit menular pada bangsa
pribumi. Tindakan ini dilakukan karena Hindia Belanda harus menekan biaya
operasional tanah jajahan (Indonesia) yang terlalu mahal bila menggunakan
tenaga impor dari Belanda.Meskipun yang diizinkan memasuki sekolah
Belanda saat itu hanyalah kaum bangsawan, priyayi, dan kaum elite, ternyata
para pemuda bumiputera kemudian berbondong-bondong memasuki Sekolah
Rakyat, HIS, MULO dan HBS, hingga sekolah dokter (STOVIA), dan sekolah
guru (Kweekschool). Dengan bersekolah mereka mampu membaca buku-buku
berbahasa Belanda dan Inggris. Buku-buku ini membuka mata dan hati pelajar
dan mahasiswa tentang perjuangan pembebasan nasional di seluruh negeri di
7

bumi ini. Dibukanya sekolah-sekolah Belanda untuk elite pribumi dan para
ningrat, telah menghasilkan sekumpulan orang-orang muda berpendidikan
Barat

yang

kelak

menjadi

tulang

punggung

gerakan

pembebasan

nasional.Pencerahan dalam dunia pendidikan tersebut menggugat orang-orang


muda untuk berkumpul, berbicara, berdiskusi dan menentukan. Tahun 1908
lahirlah organisasi yang dinamakan Budi Utomo. Sebelum Budi Utomo berdiri,
telah lahir seorang pejuang perempuan, yaitu R.A. Kartini (1879-1904). Beliau
adalah pelopor dan pendahulu perjuangan untuk pendidikan perempuan dan
persamaan hak perempuan. Kartini berpendapat bahwa bila perempuan ingin
maju dan mandiri, maka perempuan harus mendapat pendidikan. Kartini selama
ini kita kenal sebagai seorang pejuang emansipasi perempuan, terutama di
bidang pendidikan. Kartinilah yang membangun pola pikir kemajuan, dengan
cara menggugah kesadaran orang-orang sejamannya, bahwa kaum perempuan
harus bersekolah. Tidak hanya di Sekolah Rendah, melainkan harus dapat
meneruskan ke sekolah yang lebih tinggi, sejajar dengan saudara-saudaranya
yang laki-laki. Bagi Kartini, perempuan harus terpelajar sehingga dapat bekerja
sendiri, mencari nafkah sendiri, mengembangkan seluruh kemampuan dirinya,
dan tidak tergantung pada siapa pun, termasuk suaminya. Mengingat suasana
pada waktu itu, ketika adat feodal masih sangat kental di sekeliling R.A.
Kartini, maka dapat kita bayangkan, betapa maju dan progresifnya pikiran R.A.
Kartini tersebut. Selain itu, meskipun dalam situasi pingitan, terisolasi, dan
merasa sunyi, Kartini mampu membangun satu gagasan politik yang progresif
pada jaman itu, baik untuk kepentingan kaum perempuan maupun bagi para
kawula miskin di tanah jajahan.Setelah kebangkitan nasional, perjuangan
perempuan semakin terorganisir. Seiring dengan terbentuknya berbagai
organisasi nasional atau pun partai politik, maka pergerakan perempuan pun
mulai terbentuk,baik sebagai sayap atau bagian dari organisasi perempuan yang
sudah ada, atau pun membentuk wadah organisasi perempuan tersendiri yang
dilaksanakan oleh perjuangan perempuan di satu sektor atau tingkat tertentu.
Terbukti dengan adanya Kongres Perempuan Indonesia tingkat nasional di
Yogyakarta pada tanggal 22 Desember 1928 yang dihadiri oleh 30 organisasi
perempuan. Kongres ini menghasilkan federasi oganisasi perempuan yang
bernama Persatoean Perempoean Indonesia (PPI). Setahun kemudian PPI
8

diubah menjadi PPII (Perikatan Perhimpunan Isteri Indonesia). PPII sangat giat
di bidang pendidikan dan usaha penghapusan perdagangan perempuan. Pada
tahun 1932, dalam kongresnya, PPII mengangkat isu perjuangan melawan
perdagangan perempuan dan salah satu keputusan penting yang diambil adalah
mendirikan Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak
(P4A).Setelah kemerdekaan, organisasi perempuan kembali bergerak, akan
tetapi karena pada awal kemerdekaan Negara Republik Indonesia masih diliputi
oleh perjuangan mempertahankan kemerdekaan, maka perjuangan perempuan
Indonesia adalah mendukung para pejuang dalam gerilya atau pertempuran.
Selanjutnya setelah di Indonesia diperbolehkan mendirikan partai politik, maka
sejumlah perempuan masuk menjadi anggota partai politik, bahkan pada tahun
1948 sempat berdiri Partai Wanita Rakyat atas inisiatif Ibu Sri Mangunsarkoro
di Yogyakarta. Partai ini berazaskan ketuhanan, kerakyatan, kebangsaan dan
mempunyai program perjuangan yang sangat militan. Demikian juga dengan
keputusan kongres Kowani pada tahun 1948 dan 1949, sangat sarat dengan
muatan politis dan dengan semangat yang militan untuk mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Sampai dengan tahun 1950, hasil politik yang dicapai
kaum perempuan cukup banyak. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat pun
meningkat. Hal inilah yang memungkinkan perempuan untuk turut dalam
pengambilan keputusan dan pembuatan undang-undang. Demikian juga di
bidang eksekutif, pada tahun 1950 telah diangkat dua
orang menteri perempuan, yaitu Ny. Maria Ulfah Santoso sebagai Menteri
Sosial dan Ny. S.K. Trimurti sebagai Menteri Perburuhan. Pada dekade akhir
pemerintahan Orde Baru, isu gender mulai muncul, sehingga disadari bahwa
perempuan harus diberdayakan. Dalam pembangunan yang bernuansa gender,
perempuan dan laki-laki harus selalu mendapat akses yang sama dalam
pembangunan, dapat berpartisipasi dan dapat mempunyai kesempatan yang
sama dalam penetapan keputusan dan akhirnya dapat menikmati keuntungan
dari pembangunan tersebut secara bersama-sama.

2.4 Kedudukan Wanita Masa Kini


Wanita adalah bagian dari masyarakat yang berhubungan sangat erat dengan
masalah kesejahteraan masyarakat. Dalam keadaan krisis perekonomian,
wanitalah yang paling merasakan akibat dari krisis tersebut. Akan tetapi, dalam
keadaan yang kritis, seringkali perempuan lebih mempunyai inisiatif, bangkit
dan menggerakkan masyarakat sekitarnya untuk memperbaiki kondisi
perekonomian, mulai dari perekonomian keluarga, meluas sampai ke
perekonomian rakyat.Namun saat ini wanita tidak hanya berperan dalam
kesejahteraan masyarakat saja tetapi wanita pada saat ini banyak berperan aktif
dalam pembangunan bangsa. Sekarang wanita sejajar dengan pria, terbukti
dengan banyaknya berbagai tokoh wanita yang sangat berpengaruh untuk
kelangsungan hidup masyarakat. Misalnya tokoh wanita yang berpengaruh di
Amerika Serikat yaitu Hillary Clinton. Beliau menunjukan bahwa wanita
sebenarnya mampu berkarir seperti pria. Lulus dari Sekolah Hukum Yale pada
tahun 1973, ia pindah ke Arkansas pada tahun 1974 dan kemudian menikahi
Bill Clinton pada 1975. Ia lalu menjadi rekan wanita pertama di Firma Hukum
Rose pada tahun 1979 dan dua kali tercatat sebagai salah seorang dari 100
pengacara paling berpengaruh di Amerika. Sejak tahun 1979 beliau mulai
terjun ke dunia politik yaitu sebagai Ibu Gubernur Arkansas dan aktif dalam
sejumlah organisasi yang terkait dengan kesejahteraan anak-anak serta menjadi
anggota direksi Wal-Mart dan beberapa perusahaan lainnya. Dan pada tanggal
22 Januari 2009 Hillary Clinton dilantik sebagai Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat.Tokoh lainnya yaitu Lady Diana, Ratu sekaligus aktivis kemanusiaan
yang berasal dari negara Inggris. Ratu Diana menuntut ilmu di Institut Alpin
Videmanette di Switzerland, sebuah sekolah yang menitikberatkan pendidikan
budaya dan menyediakan pelajar-pelajarnya untuk aktivitas-aktivitas sosial.
Meskipun kemampuan akademisnya tak terlalu bagus namun beliau sangat ahli
di bidang olahraga dan olah vocal. Publik internasional ikut berduka saat
kematiannya pada tahun 1997 akibat kecelakaan mobil di Paris. Jasa-jasa nya
sebagai aktivis kemanusiaan khususnya pemerhati anak-anak di negara
berkembang seperti di wilayah Afrika, memberikan inspirasi dan semangat bagi
kaum wanita dunia untuk tidak mengenal lelah melakukan hal yang sama.

10

Menjadi istri, ibu, dan sekaligus publik figur yang baik dan bermakna bagi
sesama memang tidak mudah dilakukan oleh setiap orang.

2.5 Kedudukan Wanita di Indonesia


Keadaan perempuan masa kini, berkat inspirasi dari R.A. Kartini, telah banyak
mendorong perempuan Indonesia untuk mencapai pendidikan tinggi.
Perempuan telah mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk
bersekolah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah murid perempuan dan laki-laki
seimbang pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Pertama
(SLTP). Akan tetapi jumlah perempuan makin berkurang seiring dengan
meningkatnya jenjang sekolah. Hal ini disebabkan oleh masih adanya
diskriminasi dalam keluarga terhadap anak perempuan untuk bersekolah ke
jenjang yang lebih tinggi. Hal ini terkait pada masih kuatnya budaya patriarki,
yang menganggap bahwa "setinggi-tinggi perempuan bersekolah, akhirnya
akan masuk dapur juga." Dengan adanya diskriminasi terhadap anak
perempuan untuk bersekolah, maka persentase anak perempuan yang mencapai
pendidikan minimal (Wajar 9 tahun) jauh lebih rendah dari anak laki-laki;
begitu juga jumlah buta huruf perempuan pada umur 15-45 tahun jumlahnya 23 kali lebih banyak dari laki-laki. Rendahnya pendidikan perempuan berakibat
pada usaha untuk mencari nafkah dan pemeliharaan kesehatan individu dan
keluarganya. Semua ini mengakibatkan rendahnya Kualitas Hidup Perempuan
(KHP).Diskriminasi terhadap perempuan setelah kemerdekaan 63 tahun ini
tidak hanya terjadi pada kesempatan bersekolah bagi anak perempuan saja,
melainkan masih pula terjadi pada dunia pekerjaan, untuk peningkatan karier
dan dalam dunia politik praktis. Kita semua mengetahui bahwa prestasi anak
perempuan di semua tingkat pendidikan (mulai SD sampai universitas) selalu
menduduki peringkat yang tertinggi. Meskipun penelitian mengenai hal ini
belum dilakukan, akan tetapi berdasarkan pengalaman, dari 10 peringkat
tertinggi dari tiap jenjang pendidikan, ternyata 60%-70% adalah murid atau
mahasiswa perempuan. Perempuan juga sudah mampu mencapai pendidikan
tertinggi, seperti S1, S2, S3. Tenaga pengajar perempuan bergelar guru besar
juga telah semakin meningkat. Juga perempuan masa kini sudah mampu
11

melaksanakan tugas-tugas yang sebelumnya dianggap sebagai tugas laki-laki


seperti pilot, sopir bus, satpam, insinyur perminyakan, insinyur mesin, insinyur
tambang, dan lain-lain.Meskipun demikian, ternyata masih banyak hambatan
bagi perempuan untuk mencapai kedudukan atau peningkatan prestasi seperti
yang diharapkan, apalagi untuk kedudukan pimpinan atau pengambil keputusan
lainnya. Untuk mencapai kedudukan yang setara dengan kedudukan laki-laki,
seperti kedudukan pimpinan, dan pengambil keputusan, perempuan dituntut
untuk mempunyai kelebihan prestasi yang lebih menonjol, serta harus melalui
perjuangan yang sangat berat, padahal tuntutan semacam ini bagi laki-laki pun
tidak dirasa perlu. Perjuangan perempuan yang berat untuk mencapai suatu
kedudukan, disebabkan karena masih banyak masyarakat Indonesia yang masih
menganut paham patriarki, sehingga menghasilkan keputusan dan sikap yang
bias gender. Keadaan ini menjadi lebih parah dengan adanya penafsiran yang
salah dari hukum agama yang mempertajam keadaan bias gender.Ketimpangan
dan kurangnya peran serta perempuan dan rendahnya Kualitas Hidup
Perempuan (KHP), secara umum mengakibatkan lambatnya keberhasilan
dalam Pembangunan Nasional. Bila KHP perempuan rendah dan tidak diajak
untuk berperan serta dalam pembangunan, maka perempuan akan menjadi
beban pembangunan. Sebaliknya, bila perempuan diberi kepercayaan untuk
berperan dalam pembangunan nasional, maka perempuan akan menjadi mitra
sejajar bagi laki-laki yang ikut bahu-membahu dan meringankan beban
pembangunan.Berdasarkan laporan Program Pembangunan PBB (UNDP)
dalam Human Development Report tahun 2006, yang mengukur pembangunan
kualitas manusia melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human
Development Index (HDI), ternyata nilai IPM Indonesia 2005 adalah 69,6.
Angka yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara Asean,
dan berada dalam ranking sepertiga terakhir. Untuk mengukur pembangunan
berdasarkan gender, dipakai Indeks Pembangunan Gender (IPG). IPG
Indonesia tahun 2005 adalah 65,1, jadi IPG lebih rendah dari IPM, yang berarti
masih terjadi kesenjangan gender dan menandakan bahwa kualitas hidup
perempuan masih sangat tertinggal dari kualitas hidup laki-laki. Nilai IPG
adalah perbedaan kualitas hidup antara perempuan dan laki-laki.Pengukuran
IPM dan IPG berdasarkan tiga kategori, yaitu tingkat pendidikan, kesehatan,

12

dan kemampuan ekonomi masyarakat. Bedanya, pada IPG memakai


pengukuran dibedakan antara perempuan dan laki-laki. Pengukuran lain yang
menunjukkan ketimpangan peran laki-laki dan perempuan ditunjukkan juga
dengan

Indeks

Pemberdayaan

Gender

(IDG),

yaitu

indeks

yang

memperlihatkan peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik


serta pengambilan keputusan. Semua kategori pengukuran IPM, IPG maupun
IDG di Indonesia masih sangat tertinggal, keadaan ini diperparah dengan
terjadinya konflik antarsuku, budaya agama dan lain-lain. Kejadian kekerasan
terhadap perempuan juga dapat menghambat pembangunan, karena dengan
adanya kekerasan ini perempuan makin terpuruk dan makin tertinggal,
sedangkan jumlah penduduk Indonesia, perempuan dan laki-laki hampir
sama.Diskriminasi terhadap perempuan juga masih terjadi di Indonesia,
keadaan ini ditandai oleh:
a. Tradisi yang mewajibkan perempuan mengurus urusan rumah tangga,
atau tradisi yang melarang perempuan mengemukakan pendapat dalam
kondisi apa pun.
b. Dalam bidang pendidikan, meskipun kesempatan sudah sangat terbuka
bagi perempuan untuk sekolah setinggi-tingginya, namun bila biaya
pendidikan dalam keluarga terbatas, maka anak perempuan harus
mengalah kepada anak laki-laki. Bila beasiswa didapat oleh seorang
perempuan bersuami, maka ijin dari suami mutlak didapatkan oleh sang
isteri. Demikian pula, ketika seorang perempuan sudah menikah dan
mempunyai anak, maka pendidikan pun biasanya dihentikan demi
kepentingan keluarga.

c.

Dalam bidang ekonomi, menurut survei terakhir, pendapatan perempuan


biasanya hanya 60% dari pendapatan pria untuk waktu kerja dan posisi
yang sama, ditambah kesalahan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam
mendata pelaku ekonomi di sebuah keluarga. Bila sebuah keluarga, di
mana seorang isteri berusaha di rumah seperti membuat kue atau pisang
goreng untuk dijual, biasanya BPS hanya mendata isteri tersebut
sebagai Ibu Rumah Tangga saja sehingga secara statistik, perempuan

13

sedikit sekali berperan dalam sektor ekonomi. Padahal kenyataannya


tidaklah demikian.

d.

Dalam peningkatan karier di pekerjaan, meskipun perempuan


mempunyai prestasi yang baik di sekolah maupun dalam pekerjaan,
dalam penentuan kenaikan jabatan atau peningkatan karier perempuan,

selalu dikalahkan dengan alasan yang sangat bias gender.


e. Partisipasi politik perempuan di Indonesia hanya 11% di DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat) dan 22% di DPD (Dewan Perwakilan Daerah).
f. alam bidang kesehatan, Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan di
Indonesia sangat tinggi karena gizi yang buruk, anemia dan aborsi.
Aborsi pun banyak dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga di Indonesia
karena sudah terlalu banyak anak. Hal ini disebabkan kurangnya
perhatian masyarakat, keluarga, dan para pejabat terhadap usaha
pemberdayaan perempuan.
2.6 Tokoh wanita Indonesia ketika berbicara wanita dan kepemimpinannya
Dalam keadaan kaum perempuan yang masih terbelakang, upaya
pemberdayaan perempuan, untuk semua umur, disegala bidang dan di
seluas mungkin wilayah Indonesia, merupakan jawaban yang ampuh
agar pengembangan kesetaraan dan keadilan gender terwujud.Terlepas
dari masih adanya diskriminasi terhadap wanita Indonesia namun masih
banyak pula wanita-wanita Indonesia yang aktif berpartisipasi dalam
pembangunan nasional dan meningkatnya jumlah wanita dalam
kedudukan kepemimpinan. Berikut ini akan dipaparkan beberapa tokoh
wanita Indonesia mengenai pandangannya terhadap wanita dan
kepemimpinannya.

a.

Mooryati

Soedibyo

Peran Wanita

Indonesia

masih Tertinggal
(Pengusaha Kecantikan Ternama di Indonesia)

14

Sabtu, 16 Juli 2011 18:10 WIB


Editor:
Suryanto
Jakarta (ANTARA News) - Wanita pengusaha ternama Indonesia,
Mooryati Soedibyo, menilai peran wanta di Indonesia masih tertinggal,
khususnya di bidang pendidikan."Banyak sekali peran wanita Indonesia
yang masih tertinggal, misalnya tidak berada dalam suatu perjanjian
internasional sebagai atase kesepakatan internasional dimana kemajuan
wanita itu diharapkan," katanya saat ditemui pada peluncuran buku
"Kumpulan Puisi 123 Perempuan Indonesia" di Hotel Mulia, Jakarta,
Jumat malam.Ia melanjutkan, ketertinggalan tersebut harus dikejar melalui
pemerintah dalam hal pendidikan."Oleh karena itu ketertinggalan ini harus
kita kejar, tentu dari pemerintah dalam hal pendidikan supaya pendidikan
diberikan semua secara cuma-cuma," ujarnya.Tambah Mooryati, wanita
juga harus diberi kekhususan karena bagaimanapun kekhususan itu
penting juga dalam Undang-Undang."Terutama juga pada wanita diberi
suatu kekhususan karena bagaimanapun kekhususan itu penting juga
dalam Undang-Undang dimana keadaan yang minoritas itu apakah
kemelaratan atau bagi perempuan yg belum maju harus dibantu dan
didorong agar seimbang dan dengan keseimbangan itu menjadi kekuatan
bagi bangsa kita," lanjutnya.Menyinggung acara peluncuran Buku
"Kumpulan Puisi 123 Perempuan Indonesia", Mooryati mengatakan, ide
peluncuran buku ini sangat luar biasa."Ide yang sangat amazing,
menakjubkan. Pemikiran yang benar-benar bisa menyatukan pendapat atau
persepsi dalam bentuk puisi dari 123 wanita, kemudian bagaimana bisa
mengumpulkan mereka, dan itu merupakan pekerjaan yang tidak mudah
karena mereka semua juga sibuk untuk membuat puisi dan tidak punya
waktu untuk itu," ujarnya.Ia menambahkan, pembuatan buku ini bisa
dalam dua tahun dan bisa mengungkapkan rasa hati para wanita."Buku ini
bisa dalam dua tahun, dan wanita bisa mengungkapkan rasa hatinya,
misalnya atau dengan memorinya, dan sebagainya," katanya.
Sebagai salah satu wanita yang ditawari untuk menjadi penulis dari
buku tersebut, Mooryati menganggap, buku ini banyak berisi tentang
pemberdayaan perempuan."Dalam buku ini banyak yang sifatnya
pemberdayaan perempuan karena selama ini saya dianggap sebagai
pengusaha yang banyak berkecimpung dengan perempuan dan menjadi
dewan perwakilan rakyat," lanjutnya.Bagi Mooryati, meskipun wanita
ketertinggalan jauh dalam hal pendidikan di masyarakat, namun ia
bersyukur wanita sudah banyak menduduki berbagai posisi penting
sebagaimana yang terlihat pada acara peluncuran buku tersebut."Wanita
ketertinggalan jauh dalam pendidikan di masyarakat, tapi saya
bersyukur sekali wanita sudah banyak menduduki berbagai posisi
penting dalam berbagai bidang, seperti bisnis, politik, dosen," ujarnya.
(M-UMH/A025)
15

b. Rike Diah Pitaloka : 22 Desember, Hari kebangkitan Perempuan


Indonesia bukan Hari Ibu! ( Anggota DPR Komisi IX)
Sebut saja, Pariyem sang tokoh dalam prosa lirik Linus Suryadi AG,
Nyai Ontosoroh tokoh novel Bumi Manusia karya Pramudya Ananta
Toer, Marieneti Dianwidhi Sang tokoh novel Burung-burung Rantau
karya YB Mangunwijaya, dan Cok, sang tokoh dalam novel Saman
karya Ayu Utami. Empat tokoh perempuan Indonesia yang muncul
dalam karya sastra, dengan latar belakang, zaman, dan semangat
perempuan yangberbeda, kesemuanya menunjukkan wanita super
sanggup memberi warna pada kehidupan. Lalu bagaimana dengan
perempuan Indonesia sesungguhnya (non-fiksi)?
Sebut saja Dewi Sartika, perempuan kelahiran Bandung, 4 Desember
1884 wafat di Tasikmalaya, 11 September 1947 dalam umur 62 tahun.
Dewi Sartika adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum perempuan
jauh sebelum RA Kartini, diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh
Pemerintah Indonesia tahun 1966. Atau Ibu Inggit, istri setia mendiang
Soekarno yang saat ini tengah hangat diusulkan sebagai pahlawan
nasional. Lantas, bagaimana dengan kiprah perempuan Indonesia
lainnya? Memaknai Ulang Momentum 22 Desember Dua bulan
setelah Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda 1928, pada
tanggal 22-25 Desember 1928 diadakan Kongres Perempuan
Indonesian pertama di Yogyakarta. Kongres ini merupakan lembaran
baru bagi pergerakan perempuan di Indonesia. Berbagai organisasi
perempuan bersatu, bekerjasama untuk kemajuan masyarakat,
khususnya kaum perempuan.Kongres Perempuan Indonesia pertama
menghasilkan keputusan dibentuknya badan pemufakatan organisasiorganisasi perempuan, bernama: Perserikatan Perkumpulan Perempuan
Indonesia. Tujuan serikat ini adalah untuk memberikan berbagai
informasi dan sebagai forum komunikasi antar organisasi perempuan.
Kongres ini pun menghasilkan tiga tuntutan kepada pemerintah kolonial
masa itu, berupa: 1) Penambahan sekolah untuk anak-anak perempuan;
2) Syarat bagi sebuah pernikahan, diberikannya keterangan taklik (janji
dan syarat-syarat perceraian); 3) Peraturan yang mengharuskan
diberikannya tunjangan kepada janda-janda dan anak-anak piatu
pegawai pemerintah.Apa yang dihasilkan pada Kongres Perempuan
Indonesia pertama memperlihatkan: Pendobrakan terhadap feodalisme
dan konservatisme yang mengurung perempuan di ruang domestik;
Kesadaran bahwa permasalahan-permasalahan yang dialami
perempuan, berupa berbagai sikap diskriminatif, ketimpangan dalam
bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, tak akan berakhir tanpa
perubahan arah kebijakan politik; dan Kesadaran bahwa kemajuan
bangsa tidak dapat tercapai tanpa keterlibatan perempuan di ruang
publik, khususnya ruang politik. Dengan kata lain, keterlibatan
perempuan secara aktif dalam menentukan arah politik menjadi syarat
mutlak.
16

Tanggal pembukaan Kongres Perempuan Indonesia pertama 22


Desember 1928, pada kongres ke tiga itu ditetapkan sebagai Hari
Kebangkitan Perempuan. Pemerintahan Soekarno pada tahun 1959
menetapkan tanggal tersebut sebagai hari besar nasional (SK Presiden
RI No. 316/1959), sebagai penghargaan terhadap kontribusi perempuan
dalam perjuangan bangsa. Namun sayangnnya, perjalanan sejarah dan
penghargaan yang diberikan oleh pemerintahan Soekarno telah
didistorsi oleh kekuasaan Orde Baru. Makna peristiwa Kongres
Perempuan Indonesi tahun 1928 telah dikerdilkan dengan sekedar
memaknainya sebagai pengabdian perempuan, khususnya ibu, di ranah
domestik. Oleh pemerintah Orde Baru perempuan kembali
dirumahkan. Mekanisme ini berhasil menggeser pandangan sebagian
besar masyarakat Indonesia. Tanggal 22 Desember diperingati hanya
sebagai Hari Ibu, sebagai momen untuk mengucapkan terima kasih
kepada perempuan-perempuan, kepada ibu yang telah mengabdikan diri
sekedar dalam urusan sumur, dapur dan kasur! Kesadaran dan semangat
kaum perempuan Indonesia pada tahun 1928 sesungguhnya masih
hidup hingga saat ini. Penelitian yang dilakukan Kalyanamitra, JuniAgustus 2008, dengan responden kalangan bawah di wilayah DKI,
menunjukkan masyarakat, khususnya para ibu, sangat mengharapkan
politisi perempuan dapat menolong mereka ke luar dari jerat krisis
ekonomi. Mereka sangat berharap politisi perempuan mampu memberi
solusi untuk persoalan ekonomi, diantaranya terkait harga BBM,
sembako dan biaya pendidikan untuk anak-anak. Artinya, masyarakat
memahami bahwa persoalan bangsa saat ini juga membutuhkan dan
menuntut kerja keras dan perjuangan perempuan di wilayah politik.

Sekelumit kisah perjuangan perempuan Sunda


Kartini dengan jelas menulis di catatan hariannya bahwa ia
menginginkan kedinamisan perempuan Sunda. Konon dalam salah satu
perjalanannya ke Bandung, ia bertemu dengan sejumlah perempuan
Bandung dan menyaksikan kebebasan para perempuan Sunda seraya
ia mengandaikan diri kalau saja saya menjadi perempuan yang terlahir
di Bandung. Semenjak lama, tanah Sunda rupanya telah memberikan
kebebasan lebih kepada kaum perempuan ketimbang tanah lain.
Entah karena sistem legenda Sunda meletakkan perempuan sebagai
pusat cerita dan penyelesai masalah (seperti Purbasari Ayuwangi) atau
memang telah tumbuh kesadaran masyarakat Sunda bahwa perempuan
memang patut diberi ruang.Menurut Nina Lubis sejarawan dari
Sastra Unpad, jika perjuangan emansipasi perempuan yang digelorakan
R.A. Kartini hanya sebatas ide atau gagasan, Dewi Sartika justru
dengan pelaksanaannya langsung. Dewi Sartika mah jeung prakna. Ia
benar-benar mendirikan insitusi pendidikan pertama bagi kaum
perempuan di negeri ini. Tidak saja dengan pikiran dan tenaga, tetapi
juga dengan biaya sendiri katanya. Dewi Sartika adalah keturunan
mnak dari Raden Rangga Somanagara dengan Raden Ayu Rajapermas
yang dilahirkan 4 Desember 1884 di Bandung, yang juga merupakan

17

keturunan Raden Aria Adipati Wiranatakusumah VI, cucu dari the


founding father Bandung. Tujuh tahun setelah Uwi (panggilan Dewi
Sartika) lahir, Rangga Somanagara dilantik menjadi Patih Bandung.
Sebut saja Mak Eroh, ia adalah perempuan Sunda yang bertenaga dan
bersemangat seribu lelaki. Terdorong dari spirit ibu-nya yang harus
memenuhi kebutuhan banyak pihak, ia membelah bukit, mengalirkan
air kehidupan bagi sanak saudaranya. Dalam hal upaya menghadirkan
air bagi kehidupan, Mak Eroh dapat dirujukkan pada perjuangan Siti
Hajar yang mengalirkan Air Zamzam berdasar tanggung jawabnya.
Perempuan lain adalah Puni, namanya Tri Mumpuni (44 tahun), yang
mengajari warga di belbagai pelosok Indonesia membuat listrik murah
(mikrohidro). Bermula dari Desa Curugagung, Subang, Jawa Barat ia
memulai pekerjaan tidak biasa, membuat listrik sendiri dengan berbekal
air terjun kecil. Begitu mimpi itu berhasil, ia mengembara ke pelbagai
pelosok negeri: menunggang kuda menembus hutan-hutan Sulawesi, di
Toraja ia menyisir sungai-sungai kering serta perbukitan gamping
rawan longsor, semuanya dilakukan untuk menyebar ideal yang sama
listrik bagi diri sendiri. Tidak hanya itu,Puni pun diundang
pemerintah Filipina, Kamerun, dan Nepal untuk membuka
kemungkinan pembangunan mikrohidro. Tak hanya Mak Eroh atau Teh
Puni, perempuan Sunda yang lain pun benar-benar bukan perempuan
biasa. Pada saat Bandung terkena serangan DBD, media ini pernah
memuat perjuangan tiga orang Ibu rumah tangga yang masuk keluar
rumah tetangga-tetangganya untuk memeriksa kolam atau apapun
yang menjadi tempat genangan air seraya membersihkannya dari
jentik nyamuk secara suka rela. Seraya mereka mengeluarkan filosofi,
satu rumah saja terkena DB, semua warga akan juga terkena, jadi
jentik nyamuk di rumah siapapun menjadi tanggung jawab bersama.
Lalu ada juga perempuan dari Indramayu yang nekad telanjang bulat
membentuk pagar hidup di batas desa untuk membendung serang desa
tetangga dalam peristiwa rusuh antar desa yang lazim di Indramayu.
Lalu karena malu menemukan ketelanjangan dan mitos apesnya ilmuilmu kesaktian bila melihat ketelanjangan para penyerang desa itu
bubar jalan dan tawuran teratasi.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

18

Menjadi wanita memang suatu hal yang luar biasa, menjadi seorang ibu
untuk anak-anaknya, seorang istri untuk suaminya, dan berkerja untuk
keluarga.Lahirnya R.A.Kartini di Indonesia merupakan langkah awal
bahwawanita bisa sejajar dengan pria. Wanita tidak hanya mengurusi
rumah tangga saja tetapi bisa berkarya dan melebarkan sayap seluas
mungkin. Dari waktu ke waktu jumlah wanita yang aktif berkarir
semakin banyak dan berdampak kearah yang lebih baik, meskipun tidak
bisa dipungkiri bahwa masih adanya diskriminasi terhadap wanita.
Beberapa pandangan mengenai wanita dan kepemimpinanya dari tokoh
seperti Mooryati Soedibyo, Rike Diah pitaloka, Dewi Motik Pramono,
dan Toeti Noerhadi. Menunjukan betapa besarnya potensi wanita jika
dikembangkan secara maksimal. Majulah wanita di Indonesia dalam
karya, tetapi tetap didalam batasan-batasan yang dapat dipertanggung
jawabkan. Karena walaupun sudah memasuki era emansipasi, wanita
harus tetap berkaca dengan kodrat mereka.
3.2 Saran
Adanya emansipasi atau kesetaraan gender yang mencuat menunjukan
bahwa s emua wanita Indonesia bisa dan mampu mengembangkan
potensi yang ada pada dirinya. Jadi, kita sebagai warga negara Indonesia
khusunya perempuan harus maju dan pasti bisa.

DAFTAR PUSTAKA
zuyono, Haryono. Prof.DR.H. 2003. Pendidikan Perempuan ASET
BANGSA.Jakarta : DAMANDIRI.

19

Ihromi, T.O. 1995. Kajian Wanita dalam Pembangunan. Jakarta : Yayasan


Obor Indonesia.
Tan, G, Mely. Perempuan Indonesia Pemimpin Masa Depan?. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan.
Gamble, Sarah. 2010. Feminisme dan Postfeminisme. Yogyakarta : JALASUTRA
http://www.setneg.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=2260&It emid=219
http://b.domaindlx.com/inkindojbr/beritamar04/karyatulis.htm
file:///C:/Users/widia/Downloads/PROFIL%20HILLARY%20CLINTON
%20%C 2%AB%20MEMORI.htm
http://asmakulo.blogspot.com/2011/11/lady-diana-1961-1997-tokoh.html
http://www.antaranews.com/berita/267644/peran-wanita-indonesiamasih-tertinggal
http://riekepitaloka.blogdetik.com/

20

Anda mungkin juga menyukai