Anda di halaman 1dari 5

PERUBAHAN YANG TERJADI PADA TELUR

SETELAH PROSES PASCA PANEN/PRODUKSI

OLEH:
KELOMPOK 6
WAHIDATUL NUR AZIZAH

(1511105044)

MARIA APRILIA

(1511105046)

ANABELLA NADIA NATHANIEL

(1511105047)

NI MADE MIRADITA LESTARI

(1511105048)

RIZKY AMALIA

(1511105049)

ADITHYA VIRYA RAHARJA

(1511105050)

NOVIA HASANAH

(1511105051)

GUSTI PUTU ADI WIRA KUSUMA

(1511105052)

ERIKA ARY KOESNADI

(1511105053)

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

Perubahan yang Terjadi Pada Telur


Setelah Proses Pasca Panen/Produksi

Gambar 1. Gambar struktur telur.


Telur merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Hal ini ditandai
dengan rendahnya zat yang tidak dapat diserap setelah telur dikonsumsi. Akan
tetapi disamping bernilai gizi tinggi, telur juga mempunyai sifat yang kualitasnya
mudah rusak. Setelah pasca panen/produksi, telur dapat mengalami beberapa
perubahan baik fisik maupun kimia yang dapat menurunkan mutu dan
kesegarannya. Berikut ini adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada telur
setelah proses pasca panen/produksi :
1. Penurunan kadar air dan lepasnya gas dalam telur.
Berkurangnya kadar air dan keluarnya gas-gas yang terdapat dalam telur
seperti CO2, NH3, N2 dan kadang-kadang H2S akibat dari terjadinnya
penguapan air dan keluarnya gas-gas tersebut melalui pori-pori kulit telur.
2. Penurunan jumlah putih telur tebal.
Protein dalam putih telur di bagian albumin tebal yang berupa serat
glikoprotein ovomucin akan pecah menjadi molekul-molekul lebih kecil,
sehingga jumlah bagian albumin tebal semakin menurun.
3. Kenaikan pH telur.

Selama penyimpanan telur, kehilangan gas CO2 melalui pori-pori kulit


telur menyebabkan telur menjadi lebih bersifat alkali atau pH menjadi
naik, dari pH 6,0-6,2 menjadi pH 7,6-7,9.
4. Perpindahan air dalam albumin ke kuning telur.
Selama penyimpanan telur, disamping air dalam putih telur menguap,
sebagian yang lain akan masuk ke dalam kuning telur karena adanya
perbedaan tekanan osmosis antara putih telur dan kuning telur. Akibat dari
perpindahan air itu menyebabkan volume kuning telur semakin membesar.
5. Penurunan berat telur.
Turunnya berat telur disebabkan hilangnya air dari albumin, disamping
juga CO2 dan gas-gas lain. Selama penyimpanan telur akan mengalami
penguapan melalui kulit telur yang berpori. Hilangnya air selain
menurunkan berat telur juga menyebabkan terjadinya perubahan volume
ruang udara menjadi membesar.
6. Penurunan berat jenis telur.
Akibat lebih lanjut karena terjadinya penurunan berat telur menyebabkan
berat jenis telur semakin kecil. Berat jenis adalah perbandingan antara
berat dengan volume. Hal ini bisa dimengerti karena volume telur tetap,
sedangkan berat telur turun, sehingga perbandingan berat per volume
semakin kecil. Keadaan ini tampak jelas bila telur terapung dicelupkan di
dalam air. Setelah disimpan selama 3 bulan, berat jenis turun sekitar 0,825.
Umumnya berat jenis telur berkisar antara 1,088-1,095 (rata-rata 1,085).
7. Timbulnya bercak pada kulit telur.
Penyebaran air yang tidak merata sehingga timbul bercak pada permukaan
kulit telur.
8. Perubahan posisi kuning telur.
Pada telur segar posisi kuning telur ditengah, makin lama penyimpanan
posisi kuning telur akan bergeser ke pinggir, bahkan semakin lama telur
disimpan kuning telur akan pecah yang disebabkan pecahnya membran
vitelin karena penurunan elastisitasnya dan penurunan kekentalan putih
telur.
Demikian adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada telur setelah proses
pasca panen/produksi yang dapat mempengaruhi mutu, oleh sebab itu perlu
dilakukan suatu tindakan penanganan pasca produksi telur yang tepat agar telur

mempunyai masa simpan cukup lama/awet. Pengawetan telur dapat dibedakan


menjadi dua, yaitu :
1. Pengawetan telur bersama kulit ;
a. Perlakuan suhu rendah (-1,5 oC 0oC) dengan kelembapan 85-90.
Pengaturan kelembapan yg tinggi akan menahan hilsngnya CO2 dan
air. Telur yang disimpan suhu dingin ini memiliki masa simpan selama
enam bulan atau lebih. Penyimpanan dalam refrigerator akan bertahan
selama satu sampai dua minggu tanpa mengalami perubahan.
b. Perlakuan pada kulit telur
Tujuannya untuk menutup pori-pori kulit telur. Caranya dengan
merendam telur didalam air yang mengandung Na silikat, air kapur,
minyak nabati, minyak mineral.
c. Penggaraman
(i)
Penggaraman basah : telur direndam dalam larutan garam
jenuh.
(ii) Penggaraman semi basah : telur dibalut dengan campuran garam,
air, dan bahan pembalut (batu bata, abu, tanah liat).
2. Pengawetan telur tanpa kulit
a. Pembekuan
Diawali dengan pasteurisasi suhu 50oC- 61oC selama 3,5 menit. Putih
telur akan mengalami kerusakan pd suhu tsb. Untuk menghindari hal
b.

tsb maka diturunkan pHnya dg cara menambah Na polifosfat.


Pengeringan
Pengawetan secara pengeringan akan menghasilkan tepung telur.

Daftar Pustaka
Sugiyono. 1996. Ilmu Bahan Pangan. Bahan Perkuliahan Ilmu Pangan Jurusan
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga FPTK IKIP YOGYAKARTA.
Buckle K.A, Edwards R.A, Fleet G.H, Wootton M. 2013. Ilmu Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia : Jakarta.
Syarief Rizal, Irawati Anies. 1998. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian.
Mediyatama Sarana Perkasa : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai