1.
2.
3.
4.
BAB II
KETENTUAN UMUM
Pasal 2
Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan :
a. Perbekalan kesehatan di bidang farmasi, adalah perbekalan yang meliputi obat,
bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, kosmetik dan sebagainya.
b. Obat, adalah obat yang dibuat dari bahan-bahan yang berasal dari binatang, tumbuhtumbuhan, mineral dan obat synthetis;
c. Obat asli Indonesia, adalah obat-obat yang didapat langsung dari bahan-bahan
alamiah di Indonesia, terolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan
dipergunakan dalam pengobatan tradisional;
d. Alat kesehatan, adalah alat-alat yang diperlukan bagi pemeriksaan, perawatan,
pengobatan dan pembuatan obat;
e. Pekerjaan kefarmasian, adalah pembuatan, pengobatan, peracikan, pengubahan
bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.
BAB III
USAHA-USAHA
1
Pasal 5
Untuk kepentingan rakyat, pemerintah berusaha agar tercapai harga obat dan alat
kesehatan serendah-rendahnya.
BAB II
TUGAS PEMERINTAH
Pasal 4
Pemerintah memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan
menyelenggarakan dan menggiatkan usaha-usaha dalam lapangan :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
rakat
dengan
Pasal 11
(1) Pemerintah berusaha mencukupi keperluan rakyat akan obat.
(2) Pemerintah menguasai, mengatur dan mengawasi persediaan, pembuatan,
penyimpanan, peredaran dan pemakaian obat, obat (termasuk obat bius dan
minuman keras), bahan obat, alat dan perbekalan kesehatan lainnya.
2
(3) Obat, bahan obat, alat dan perbekalan kesehatan yang dimaksud dalam ayat (2)
harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia
dan peraturan-peraturan lain.
(4) Obat-obat asli Indonesia diselidiki dan dipergunakan sebaik-baiknya
UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 1
Ayat (3): Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
Ayat (5): Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan padamanusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Ayat (8): Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk
manusia.
UU 36 tahun 2009 tentang Perbekalan Kesehatan
Pasal 36
Ayat (1): Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan
kesehatan, terutama obat esensial.
Ayat (2): Dalam menjamin ketersediaan obat keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan
kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan yang berkhasiat obat.
Pasal 37 (2)
Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa obat esensial dan alat kesehatan dasar tertentu
dilaksanakan dengan memperhatikan kemanfaatan, harga, dan faktor yang berkaitan dengan
pemerataan.
Pasal 40
Ayat (1): Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat yang secara esensial harus tersedia bagi
kepentingan masyarakat.
Ayat (2): Daftar dan jenis obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau dan disempurnakan
paling lama setiap 2 (dua) tahun sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan teknologi.
Ayat (3) : Pemerintah menjamin agar obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersedia secara
merata dan terjangkau oleh masyarakat.
UU 36 tahun 2009 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional
Pasal 60
Ayat (1): Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat
dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang berwenang.
Ayat (2): Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma
agama dan kebudayaan masyarakat.
UU 36 tahun 2009 Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Kesehatan
Pasal 68
Ayat (1): Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Ayat (2): Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan obat
dan/atau alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan
obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh
masyarakat.
UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Gigi dan Mulut
Pasal 94
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat
dan obat kesehatan gigi dan mulut dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.
UU 36 tahun 2009 tentang Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
Pasal 98
Ayat (1): Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan
terjangkau.
Ayat (2): Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan,
menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat
obat.
Ayat (3): Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran
sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 100
Ayat(1): Sumber obat tradisional yang sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan dalam
pencegahan,
pengobatan,
perawatan,
dan/atau
pemeliharaan
kesehatan
tetap
dijaga
kelestariannya.
Ayat (2): Pemerintah menjamin pengembangan dan pemeliharaan bahan baku obat tradisional
.Pasal 101
Ayat (1): Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengolah, memproduksi,
mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional yang dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.
Ayat (2): Ketentuan mengenai mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan,
meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 104
Ayat (1): Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi
masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan.
Ayat (2): Penggunaan obat dan obat tradisional harus dilakukan secara rasional.
Pasal 105
Ayat (1): Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat
farmakope Indonesia atau buku standar lainnya.
Ayat (2): Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus
memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.
Pasal 106
Ayat (1): Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
Ayat (2): Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi
persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.
Ayat (3): Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari
peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian
terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat
disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 107
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan ibu, bayi, dan anak
Pasal 126 ayat (3)
Pemerintah menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan ibu secara aman, bermutu, dan terjangkau.
UU 36 tahun 2009 tentang Ketentuan Pidana
Pasal 195
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apapun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 90 Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)
Undang- Undang PERMENKES 1190 tahun 2010
7
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implant yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
2. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat PKRT adalah alat,
bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk
manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat- tempat umum.
3. Produk rekondisi/Produk remanufacturing adalah produk yang diproduksi dari produk
alat kesehatan bukan baru yang diperlakukan sebagai bahan baku dengan persyaratan
produksi sesuai standar awal.
4. Perusahaan adalah badan usaha yang memproduksi/menyalurkan alat kesehatan dan/atau
memproduksi perbekalan kesehatan rumah tangga.
5. Penyalur Alat Kesehatan, yang selanjutnya disingkat PAK adalah badan hukum yang
memiliki izin untuk menyalurkan, memperdagangkan alat kesehatan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai hak untuk mendapatkan
izin edar.
6. Perusahaan rumah tangga adalah perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga tertentu dan dengan fasilitas sederhana yang tidak
akan menimbulkan bahaya bagi pengguna, pasien, pekerja dan lingkungan.
7. Izin edar adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk produk alat kesehatan atau
perbekalan kesehatan rumah tangga, yang akan diimpor,digunakan dan/atau diedarkan di
wilayah Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan, dan
kemanfaatan.
8. Surat keterangan impor adalah izin kepada perusahaan yang memasukkan alat kesehatan
dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak memiliki registrasi ke dalam wilayah
Republik Indonesia untuk kepentingan tertentu sesuai ketentuan berlaku.
9. Surat keterangan izin ekspor adalah izin yang diberikan kepada perusahaan yang
memproduksi alat kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan rumah tangga khusus untuk
ekspor dan tidak diedarkan di wilayah Republik Indonesia.
10. Mutu adalah ukuran kualitas produk yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan
menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang
ditentukan.
11. Penandaan adalah etiket/label, brosur atau bentuk pernyataan lainnya yang ditulis,
dicetak,atau digambar, berisi informasi penting yang disertakan pada atau berhubungan
dengan alat kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan rumah tangga
.
12. Etiket/label adalah tanda yang berupa tulisan, dengan atau tanpa gambar yang dilekatkan,
dicetak, diukir, dicantumkan dengan cara apapun pada wadah atau pembungkus.
13. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai
unsure penyelenggara pemerintahan daerah.
Pasal 2
Selain alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, alat kesehatan dapat juga
mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada atau dalam tubuh manusia melalui
proses farmakologi, imunologi atau metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan
dari alat kesehatan dengan cara tersebut.
Pasal 3
Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud oleh produsen,
dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan satu atau beberapa tujuan
sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
BAB II
IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PKRT
10
Pasal 4
(1)
Dalam rangka menjamin alat kesehatan dan/atau PKRT yang memenuhi standar dan/atau
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan diselenggarakan upaya pemeliharaan
mutu alat kesehatan dan/atau PKRT.
(2)
penggunaan
(1)
(2)
Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Direktur Jenderal atau
pejabat yang ditunjuk.
Pasal 6
(1)
Dikecualikan dari ketentuan izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, terhadap alat
kesehatan dan/atau PKRT yang sangat dibutuhkan karena alasan tertentu atau diproduksi
oleh perusahaan rumah tangga.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai alasan tertentu dan produksi perusahaan rumah tangga
sebagai mana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 7
Produk rekondisi/remanufakturing, hasil perakitan atau pengemasan ulang wajib memiliki izin
edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Pasal 8
(1)
Untuk penilaian mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat kesehatan dan/atau PKRT dalam
rangka pemberian izin edar dibentuk tim penilai dan tim ahli alat kesehatan dan/atau
PKRT.
(2)
Tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas pakar, organisasi profesi,
asosiasi terkait, perguruan tinggi, praktisi dan instansi terkait.
11
(3)
Tim penilai dan tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
Pasal 9
(1)
Alat kesehatan dan/atau PKRT yang mendapat izin edar harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :
a.
b.
telah
ditentukan sesuai peraturan dan/atau data klinis atau data lain yang
diperlukan; dan
c.
mutu,yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan
dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang
ditentukan.
(2)
Alat kesehatan dan/atau PKRT yang merupakan produk impor, cara pembuatan yang
baik ditunjukkan dengan sertifikat produksi
Tata Cara Permohonan Izin Edar
Pasal 10
(1)
Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT diajukan kepada Direktur
Jenderal dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan kelengkapan yang
diperlukan sesuai dengan contoh dalam Formulir 1 dan Formulir 2 sebagaimana
(2)
terlampir.
Tata cara penilaian dan alur proses permohonan izin edar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditentukan oleh Direktur Jenderal
Pasal 11
12
(1) Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT produksi dalam negeri diajukan oleh
:
a. Perusahaan yang memproduksi dan/ataumelakukan perakitan dan/atau
rekondisi/remanufaktur dan/atau makloon alat kesehatan dan/atau PKRT yang
telah mendapat sertifikat produksi.
b. PAK yang telah memiliki izin penyalur dan ditunjuk sebagai agen tunggal dari
perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dalam negeri.
c. Perusahaan pemilik merek dagang produk PKRT yang melakukan makloon
kepada perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi PKRT.
(2) Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT impor diajukan oleh :
a. PAK yang telah memiliki izin atau Importir PKRT yang memiliki penunjukan
dari perusahaan atau perwakilan usaha yang memiliki kuasa sebagai agen
tunggal dengan mencantumkan jenis produk yang diageni serta diketahui oleh
perwakilan Republik Indonesia setempat, dengan masa penunjukan
minimal 2 (dua) tahun.
b. PAK yang telah memiliki izin atau importir PKRTyang bukan agen tunggal
harus memiliki surat kuasa untuk mendaftar alat kesehatan dan/atau PKRTdari
perusahaan pembuat alat kesehatan dan/atau PKRT atau perusahaan
penanggung jawab di luar negeri.
c. Perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi untuk melakukan
perakitan/pengemasan kembali produk impor.
Pasal 12
Alat kesehatan dan/atau PKRT impor yang akan didaftar, wajib disertai surat yang menyatakan
bahwa alat kesehatan dan/atau PKRT tersebut sudah beredar dan digunakan di negara asal
produk diproduksi atau negara lain, serta dokumen lain yang menunjukkan keamanan atau mutu
alat kesehatan dan/atau PKRTdari instansi yang berwenang sesuai yang diperlukan dalam proses
evaluasi
Pasal 13
13
Perusahaan alat kesehatan dalam negeri tidak diperbolehkan mendaftarkan alat kesehatan impor
yang sama dengan produk yang diproduksinya.
Pasal 14
(1)
Berdasarkan risiko yang ditimbulkan dalam penggunaan produk alat kesehatan dibagi
(2)
menjadi 4 (empat) kelas yaitu kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III.
Berdasarkan risiko yang ditimbulkan dalam penggunaan produk PKRT dibagi
(3)
Lampiran Peraturan ini Pasal 1 Pembagian kategori dan sub kategori alat kesehatan dan
PKRTsebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Pasal 15
(1)
Dalam hal diperlukan penambahan data untuk penilaian, Direktur Jenderal dan/atau
pejabat yang ditunjuk memberikan informasi secara tertulis.
(2)
(3)
Dalam hal pendaftaran tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Direktur Jenderal dan/atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan surat penolakan
pendaftaran.
(4)
Permohonan yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat diajukan kembali
sebagai pendaftaran baru apabila kelengkapan dimaksud dalam Pasal 10 dan/atau
tambahan data yang dimaksud pada ayat (1) dilengkapi.
Pasal 16
(1)
(2)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal.Pasal 31Untuk menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat
14
kesehatan elektromedik dan radiologi perlu dilakukan kalibrasi alat secara periodik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
EKSPOR DAN IMPOR
Pasal 32
(1)
(2)
.
(3)
(1) Dalam keadaan khusus untuk memenuhi pelayanan pasien, peningkatan pelayanan
tertentu,dan penelitian, Direktur Jenderal dapat mengeluarkan surat keterangan impor
atau ekspor khusus.
(2) Surat keterangan impor atau ekspor khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikeluarkan dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat luas, mutu, keamanan,
dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT yang diimpor atau diekspor.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat keterangan impor atau ekspor khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 34
15
Dalam rangka untuk peningkatan dan pengembangan produk dalam negeri, pengujian dalam
rangka pemberian izin edar,dan pameran untuk di ekspor kembali, Direktur Jenderal dapat
mengeluarkan surat keterangan impor.Bagian Kedua Produk Bukan Baru dan Produk Rekondisi
Pasal 35
(1)
Produk alat kesehatan dan/atau PKRT bukan baru tidak dapat diimpor, digunakan,
dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia tanpa persetujuan khusus dari Menteri.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Surat Persetujuan Khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 36
(1)
Produk alat kesehatan elektromedik tertentu yang telah direkondisi atau remanufakturing
dengan persyaratan tertentu hanya dapat diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di
wilayah Republik Indonesia setelah mendapat izin edar.
(2)
Produk alat kesehatan elektromedik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Alat
kesehatan
rekondisi
atau
remanufakturing
wajib
mencantumkan
label
16
ALAT KESEHATAN
1. Kelas I Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya tidak rnenyebabkan
akibat yang berarti. Penilaian untuk alat kesehatan ini dititikberatkan hanya pada
mutu dan produk.
2. Kelas IIa Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan
yang serius. alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi
persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis.
3. Kelas IIb Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan
kecelakaan yang serius.Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan
memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya
untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis.
4. Kelas Ill Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan
akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator. Alat kesehatan ini sebelum
beredar perlu mengisi formulir dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk
analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai serta memerlukan uji klinis.
B.
3.
4.
PERALATAN ANESTESI
a.Peralatan Anestesi Diagnostik
18
PERALATAN KARDIOLOGI
a.Peralatan Kardiologi Diagnostik
b.Peralatan Kardiotogi Pemantauan
c. Peralatan Kardiologi Prostetik
d.Peralatan Kardiologi Bedah
e.Peratatan Kardiologi Terapetik
6.
PERALATAN GIGI
a.Peralatan Gigi Diagnostik
b.Peralatan Gigi Prostetik
c. Peralatan Gigi Bedah
d.Peralatan Gigi Terapetik
e.Peralatan Gigi Lainnya
7.
8.
9.
10.
PERALATAN NEUROLOGI
19
12.
PERALATAN MATA
a.Peralatan Mata Diagnostik
b.Peralatan Mata Prostetik
c. Peralatan Mata Bedah
d.Peralatan Mata Terapetik
13.
PERALATAN ORTOPEDI
a.Peralatan Ortopedi Diagnostik
b.Peralatan Ortopedi Prostetik
c. Peralatan Ortopedi Bedah
14.
15.
PERALATAN RADIOLOGI
a.Peralatan Radiologi Diagnostik
b.Peralatan Radiologi Terapetik
c. Peralatan Radiologi Lainnya
16.
2.
Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dibidang
kefarmasian serta semakin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan
kesehatan , maka dituntut juga kemampuan dan kecakapan para petugas dalam rangka
mengatasi permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian
21
kepada masyarakat. Dengan demikian pada dasarnya kaitan tugas pekerjaan farmasis
dalam melangsungkan berbagai proses kefarmasian bukan hanya sekedar untuk membuat
obat melainkan juga menjamin serta meyakinkan bahwa produk kefarmasian yang
diselenggarakan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses penyembuhan penyakit
yang diderita pasien. Pedagang Besar Farmasi sebagai salah satu tempat pengabdian
profesi tenaga kefarmasian merupakan alur terpenting dalam mendistribusikan sediaan
farmasi melalui apotek, rumah sakit, puskesmas. Selain menyalurkan obat obatan ,
Pedagang besar Farmasi juga menyalurkan kosmetik. Dengan demikian sebagai seorang
farmasis dirasa perlu membekali diri dengan pengetahuan mengenai Pedagang Besar
1.2
1.3
1.4
dengan
cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
22
pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat serta menurut persyaratan
yang ditetapkan yaitu dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, dibedakan
menurut suhunya , kestabilannya, mudah tidaknya meledak, tahan atau tidak terhadap
cahaya , disertai dengan informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan
farmasi, menghidari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga ketersediaan,
memudahkan pencarian, dan pengawasan.
23