Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PKP BIDANG RUMAH SAKIT

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Chronic Kidney Disease
1.1.1. Batasan K linik
Chronic Kidney Disease didefinisikan sebagai kerusakan ginjal 3
bulan, ditentukan dengan adanya kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan
atau tanpa penurunan GFR (Glomerulus Filtration Rate). CKD juga dapat
2

didefenisikan penurunan GFR sampai kurang 60 mL/min/1,73 m dari luas


permukaan tubuh selama lebih dari 3 bulan. CKD merupakan hasil dari
progresivitas penurunan fungsi ginjal oleh karena penurunan jumlah nefron
yang berfungsi pada ginjal (Fauci et al, 2011).
1.1.2. Klasifikasi
CKD di klasifikasikan menjadi 5 stadium dengan tujuan untuk
mengetahui tahap kerusakan yang dialami.
Tabel 1.1 Klasifikasi Chronic Kidney Disease (K/DOQI, 2002)
Stadium
1
2
3
4
5

GFR (ml/menit/1,73 m )
Deskripsi
Kerusakan ginjal dengan GFR
> 90
normal atau meningkat
Kerusakan
ginjal
dengan
60-89
penurunan GFR ringan
Kerusakan
ginjal
dengan
30-59
penurunan GFR sedang
Kerusakan
ginjal
dengan
15-29
penurunan GFR berat
< 15 atau dialysis
Kerusakan ginjal tingkat akhir
(gagal ginjal)

1.1.3. Etiologi
Faktor risiko yang dapat menyebabkan CKD dapat dibagi dalam 3
kategori antara lain :
Tabel 1.2 Faktor risiko CKD
Kategori

Contoh
Usia, penurunan massa ginjal, berat lahir rendah, ras,

Faktor kerentanan

riwayat keluarga pernah mengalami CKD, rendahnya


90

LAPORAN PKP BIDANG RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100

91

Kategori

Contoh
penghasilan dan pendidikan, inflamasi sistemik,

Faktor kerentanan dislipidemia


Diabetes mellitus, hipertensi, penyakit autoimun,
Faktor inisiasi

Polycystic

Kidney

Disease,

toksisitas

obat,

abnormalitas saluran kemih (infeksi, o bstruksi, adanya


batu)
Hiperglikemia (pada pasien diabetes mellitus yang

Faktor progresif

kontrol gulanya buruk), hipertensi (ke naikan tekanan


darah), proteinuria, merokok

(Fauci et al, 2011)


1.1.4.

Patofisiologi

Berbagai faktor etiologi Chronic Kidney Disease menyebabkan


kerusakan ginjal dengan berbagai cara yang menyebabkan berbagai perubahan
morfologi glomerulus, tergantung pada diagnosa awal glomerulonefritis.
Perkembangan kerusakan ginjal utamanya melalui 3 jalur yaitu kerusakan
massa nefron, hipertensi intraglomerulus dan proteinuria. Paparan initiation
factors menghasilkan kerusakan massa nefron. Kerusakan massa nefron dan
fungsi ginjal akan dikompensasi dengan hipertrofi nefron yang selanjutnya
menjadi maladaptif dan berkembang menjadi hipertensi glomerulus (Joy et al.,
2008).
Hipertensi glomerulus secara tak langsung ditimbulkan oleh AT II yang
merupakan vasokonstriktor kuat arteriol aferen dan eferen. Efek AT II lebih
kuat pada arteriol eferen sehingga meningkatkan tekanan kapiler glomerulus.
Hal ini memicu kerusakan permeabilitas glomerulus dan menimbulkan
proteinuria. Protein yang berada di tubulus renalis akan menimbulkan
peningkatan produksi sitokin peradangan dan vasoaktif pada membran apikal
tubulus proksimal, sehingga akan menimbulkan kerusakan dan penurunan
fungsi ginjal. Adanya proteinuria dapat mempercepat progresifitas kerusakan
nefron (Joy et al., 2008).

91

Adanya peningkatan aktivitas Renin Angiotensin Aldosteron (RAA)


intrarenal juga memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis, dan progresivitas penurunan fungsi nefron. Efek angiotensiogen II
(AT) lebih kuat pada arteriol eferen sehingga meningkatkan tekanan kapiler
glomerulus. Hal ini memicu kerusakan permeabilitas glomerulus dan
menimbulkan proteinuria. Protein yang berada di tubulus renalis akan
meningkatkan produksi sitokin peradangan dan vasoaktif pada membran
apikal tubulus proksimal, sehingga akan menimbulkan kerusakan dan
penurunan fungsi ginjal. Beberapa hal yang berperan terhadap progresivitas
CKD adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dan dislipidemia (Joy et
al., 2008).
1.1.5. Gejala klinis
1. Gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh
2.Gangguan pada muskuloskeletal dan mineral (osteodistrofi renal,
osteomalasia, osteoporosis).
3.Gangguan kardiovaskular dan pulmonar (hipertensi, CHF/Congestive
Heart Failure, oedema pulmoner, dispnea).
4.Gangguan saraf (lemas, gangguan tidur, neuropati, gangguan mental,
kejang, koma).
5.Gangguan saluran cerna (anoreksia, mual-muntah, gastroenteritis, ulkus
peptikum, perdarahan saluran cerna).
6. Gangguan dermatologi (pucat, hiperpigmentasi, pruritus).
7. Gangguan hematologi (anemia) (Joachim, 2006).
Penurunan fungsi ginjal menyebabkan produksi dan kandungan urin
tidak normal. Pada CKD, terjadi proteinuria akibat permeabilitas kapiler
glomerulus meningkat sehingga protein ditemukan dalam urin. Selain itu
terjadi uremia akibat penumpukan metabolisme protein dal am darah karena
tidak dapat diekskresi. Kondisi uremia terlihat dari kadar BUN dan kreatinin
serum tinggi. Kadar normal BUN 10-20 mg/dl dan SCr rata-rata 0,5-1,2 mg/dl
(Pagana & Pagana, 2002).

Pada pasien CKD stadium 1 dan 2 umumnya tidak menunjukkan gejala.


Gejala minimal muncul selama stadium 3 dan 4 misaln ya peningkatan
tekanan darah, lemah, nafas pendek. Gejala yang umum pada stadium 5
antara lain gatal, sensasi pengecap yang tidak enak, mual, muntah dan
perdarahan (Joy et al, 2008).
1.1.6. Komplikasi
a. Gangguan Keseimbangan Natrium dan Air
Ketidakseimbangan natrium dan air terjadi apabila klirens kreatinin
mengalami penurunan sampai dibawah 25ml/ menit. Hal ini menyebabkan
hilangnya kemampuan ginjal untuk menyesuaikan perubahan natrium dan air
yang masuk (Krauss & Hak, 2000). Mekanisme penurunan ekskresi natrium
pada CKD adalah penurunan laju filtrasi natrium oleh glomerulus,
peningkatan reabsorpsi natrium oleh tubular, atau keduanya (NKF, 2002).
b. Gangguan Keseimbangan Kalium
Konsentrasi kalium biasanya dapat dijaga untuk berada pada kisaran
normal sampai pasien mengalami GGT (Gagal Ginjal Terminal) atau GFR < 20
ml/menit. Kenaikan sekresi kalium yang signifikan oleh usus besar mempunyai
kontribusi pada penjagaan keseimbangan kalium (Hudson, 2011).

c. Asidosis Metabolik
Abnormalitas asam basa ini sering dijumpai pada pasien CKD
dengan GFR <30ml/menit. Asidosis metabolik mempunyai kontribusi
terhadap kerusakan tulang, menurunkan kontraktilitas jantung, stimulasi
katabolisme protein, dan meningkatkan iritabilitas vaskular (Hudson, 2011).
d. Anemia
Penyebab utama terjadinya anemia pada pasien CKD adalah
defisiensi eritropoetin. Faktor lainnya adalah kehilangan darah, kekurangan
zat besi, asam folat dan vitamin B12, osteotis fibrosa, infeksi sistemik dan

peradangan, keracunan aluminium dan hipersplenisme. Anemia mulai terjadi


apabila GFR menurun dibawah 50 ml/menit dan konsentrasi hematokrit
mencapai 30% saat GFR mencapai 20-30 ml/menit (Hudson, 2011).
e. Hipertensi
Penyebab hipertensi pada pasien gagal ginjal kronik adalah karena
ekspansi volume ekstrasel, abnormalitas sistem renin angiotensin (Hudson,
2011). Hipertensi meningkat linear dengan menurunnya fungsi ginjal, dan
sebagian besar pasien dengan gagal ginjal kronik disertai dengan tekanan
darah tinggi sehingga kontrol terhadap tekanan darah yang adekuat harus
menjadi perhatian utama dalam managemen pasien PGK (Ekart et al., 2011).
Target tekanan darah yang direkomendasikan oleh NKF-K/DOQI saat
predialisis yaitu <140/90 mmHg dan saat pascadialisis yaitu <130/80 mmHg,
dan menurut JNC 7 target tekanan darah yaitu <130/80 mmHg. Menurut JNC
8 target tekanan darah pada pasien CKD (> 18 tahun) yaitu 140/90 mmHg dan
pada pasien CKD yang geriatri (> 60 tahun) 150/90 mmHg. Pada penelitian
yang dilakukan di Eropa, sebanyak 55 % pasien hemodialisis memiliki
tekanan darah sistol predialisis >140 mmHg (Robinson et al., 2012) yang
menunjukkan susahnya pengendalian tekanan darah pada pasien hemodialisis.
Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan progresifitas penyakit
pada kardiovaskular yang mempengaruhi mortalitas pada pasien HD
(Agarwal and Sinha, 2009).
Tabel I.3 Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah reflex (Benowitz,
2012)
Tekanan sistol/ diastol (mmHg)
< 120/80
120-135/ 80-89
>140/90
140-159/ 90-99
>160/100

Kategori
Normal
Pre hipertensi
Hipertensi
Hipertensi Stadium 1
Hipertensi Stadium 2

f. Abnormalitas Kalsium dan Fosfat


Apabila klirens kreatinin di bawah 5-15 ml/menit, ke mampuan ginjal
untuk mensekresi fosfat mengalami kegagalan.
Sejumlah abormalitas skeletal, menunjukkan osteodistrofi ginjal yang
disebabkan oleh perubahan metabolisme kalsium dan fosfat (Hudson, 2011).
1.1.6 Penatalaksanaan Terapi
Terapi farmakologi pada CKD antara lain (Hudson, 2011; K/DOQI,2002)
1. Pengendalian Penyakit Dasar

Pengobatan terhadap penyakit dasar yang masih dapat dikoreksi mutlak


harus dilakukan. Termasuk di sini yaitu pengendalian tekanan darah, regulasi
gula darah pada pasien DM, koreksi ji ka ada obstruksi saluran kencing, serta
pengobatan ISK (Agarwal and Andersen, 2005). Farmakoterapi untuk
menurunkan tekanan darah mungkin menimbulkan masalah baru pada pasien
HD, seperti hipotensi intradialitik dan trombosis vaskular (Ekart et al., 2011).
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain gagal jantung kongestif, stroke
perdarahan, hipertrofi ventrikel kiri, dan aterosklerosis (Singapuri and Janice,
2010) sehingga pemilihan obat antihipertensi sebaiknya melihat pada
komorbid pasien, farmakokinetik dan efek hemodinamik. Beberapa obat
antihipertensi yang diresepkan pada pasien HD antara lain diuretik kuat,
Angiotensin II Receptor Blocker (ARB), Calcium Channel Blocker (CCB), bloker, -1 bloker, -2 agonis, vasodilator (Joel et al., 2013), dan Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) (Manley et al., 2003).
2. Terapi Gangguan Cairan dan Elektrolit
Target terapi menjaga kadar Natrium 135-145 mEq/ L sehingga dapat
menurunkan resiko terjadinya hipertensi karena overload cairan. Diuretik
biasanya dibutuhkan untuk mencegah edema dan gejala terkait overload
cairan. Loop diuretik dapat meningkatkan volume urin dan ekskresi natrium
sampai pada CKD stage 4. Terapi definitif kondisi hiperkalemi berat pada
ESRD adalah hemodialisis. Sebelum didialisis terapi smentara hiperkalemi
yaitu kalsium karbonat, atau insulin dan glukosa. Loop diuretik kurang efektif
sebagai terapi hiperkalemi pada ESRD.

3. Terapi Hipertensi
Pengendalian tekanan darah pasien chronic kidney disease dengan
hipertensi cukup sulit sehingga antihipertensi yang digunakan terdiri dari 2
macam atau lebih antihipertensi (Agarwal and Andersen, 2005). Antihipertensi
pada pasien chronic kidney disease yang di rekomendasikan oleh JNC 8 adalah
ACEI dan ARB. Berikut adalah pengaruh obat-obat antihipertensi terhadap
aliran darah ginjal dan laju glomerulus ginjal :
Tabel 1.2 Efek antihipertensi terhadap renal blood flow dan glomerular
filtration rate (Joy et al., 2008)

LAPORAN PKP BIDANG RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100

4. Terapi Asidosis Metabolik


Target terapi untuk asidosis metabolik yaitu pH normal (7,35-7,45) dan
menjaga kadar bikarbonat pada rentang normal (22-2 6 mEq/L). Pada pasien yang
akan menjalani hemodialisis maka sebelum dialisis bikarbobat harus di atas 22
mEq/L. Pada pasien CKD stage 4 dan 5 penggunaan garam pembasa seperti
natrium bikarbonat sangat dianjurkan untuk pemulihan kadar bikarbonat. Dosis
basa yang dibutuhkan untuk penggantian bikarbonat yaitu perkalian volume
distribusii bikarbonat (0,5 L/Kg) dengan berat badan pasien dan defisit serum
bikarbonat (Hudson, 2011). Pengobatan dengan intravena natrium bikarbonat
hanya dilakukan pada kondisi asidosis berat.
5. Terapi Anemia
Tujuan terapi anemia yaitu meningkatkan kapas itas pembawaan oksigen
sehingga dapat menurunkan kondisi dyspnea, orthopnea, dan lemah seta untuk
mencegah terjadinya LVH (Left Ventricukar Hyperthropy) jangka panjang dan
mortalitas kardiov askular. Target hemoglobin pada managemen terapi anemia
untuk CKD stage 5 yang menjalani h emodialisis yaitu 11-12 g/dL. Terapi far
makologi pasien anemia pada CKD yaitu Erythropoietic-Stimulating Agent (ESA)
yang dapat menstimulasi diferensiasi stem sel progenitor eritoid dan
meningkatkan pelepasan retikulosit dari sumsum tulang ke aliran darah dimana
akan terjadi maturasi menjadi eritrosit (Hudson, 2011).
6. Terapi Hiperfosfatemi
Berdasarkan K/DOQI kadar fosfat dalam darah untuk pasien CKD stage 5
yaitu 3,5-5,5 mg/dL dan untuk kalsium yaitu 8,4-9,5 mg/dL.terapi farmakologi
untuk kondisi hiperfosfatemi yaitu kalsium karbonat yang merupakan fosfat
binder pada makanan.
1.1.7 Manajemen Terapi Hipertensi pada CKD dengan dialisis
Target tekanan darah pada pasien ESRD dengan dialisis yang
direkomendasikan NKF-K/DOQI Guidline yaitu predialisis <140/90 mmHg dan
pascadialisis <130/80 mmHg.

97

LAPORAN PKP BIDANG RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100

Managemen hipertensi dengan obat pada pasien dialisis seharusnya lebih


dipilih obat yang menghambat sistem renin-angiotensin, seperti ACEI atau ARB
karena mereka menyebabkan regresi yang baik pada Left Ventricular Hypertropy
(LVH), menurunkan aktivitas syaraf simpatik dan mungkin menurunkan oxidative
stress (NKF-K/DOQI, 2002).
Modifikasi gaya hidup
Pencapaian berat badan kering

Langkah 1

Target TD tidak tercapai


(TD >140 mmHg)
Langkah 2

Pemilihan Terapi Awal

Hipertensi Tanpa Compelling Indications


Hipertensi Stadium 1
(TD 140-159/90-99 mmHg)
Awali dengan ACEI/ ARB

Hipertensi dengan Compelling Indication

Hipertensi Stadium 2
(TD >160/100 mmHg)
Awali dengan obatkombinasi 2
(biasanya ACEI/ ARB/ CCB)

Obat untuk
Compelling
Indication

Target TD tidak tercapai


Langkah 3
Langkah 4

Tambahkan -bloker atau clonidin


Lakukan terapi untuk penyebab sekunder
Jika hasilnya negatif, tambahkan minoksidil

Gambar 1.3 Algoritma Pengobatan Hipertensi pada Pasien Dialisis (NKFK/DOQI, 2002)
1.2

Vertigo Post stroke

1.2.1 Batasan
Vertigo merupakan jenis dari pusing, merupaka n gerakan ilusional dan
biasanya diikuti dengan gerakan rotasional. Vertigo berhubungan dengan gejala
mual, muntah, dan diaforesis.
Verigo

seharusnya

dibedakan

dari

jenis

pusing

lainnya

seperti

ketidakseimbangan (disekuilibrium) dan perasaan pusing (presinkop). Hampir


seluruh kasus vertigo dapat didiagnosa secara klinis dan dimanajemen sesuai
primary care setting / tata laksana (Swartz and Longwell, 2005). Berikut tabel
perbedaan diagnosis pada vertigo :
Tabel 1.3 Perbedaaan diagnosis pada vertigo (Swartz and Longwell, 2005)

98

LAPORAN PKP BIDANG RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100

1.2.2 Manajemen Terapi Vertigo post Stroke


Manajemen vertigo post stroke sesuai dengan etiologi dari vertigo tersebut
yaitu iskemia vaskular. Gejala yang muncul pada vertigo karena iskemia vaskular
seperti diplopia, disartria, disfagia, ataksia, dan kelemahan. Terapi pada serangan
iskemik sementara dan stroke termasuk pada pencegahan kejadian melalui
mengontrol tekanan darah, menurunkan kadar kolesterol, menghentikan merokok
dan menghambat fungsi platelet (menggunakan aspirin, klopidogrel, aspirindipiridamol, dan kemungkinan antikoagulan seperti warfarin). Vertigo akut yang
disebabkan oleh serebelar atau stroke batang otak diterapi dengan supresan
vestibular dan meminimalkan pergerakan kepala pada hari pertama. Bila sudah
ditoleransi, terapi obat seharusnya diturunkan dosisnya perlahan dan dilakukan
latihan rehabilitasi vestibular. Pemasangan vertebrobasiler stent dipertimbangkan
pada pasien dengan gejala stenosis arteri vertebral yang kritis dan kembali muncul
walaupun diterapi. Jarang terjadi infark atau perdarahan pada serebelum atau
batang otak (Swartz and Longwell, 2005).
BAB II
FORMAT ASUHAN KEFARMASIAN
LAPORAN KASUS

99

LAPORAN PKP BIDANG RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100

Inisial Pasien: Tn AG

Berat Badan: 62 Kg

Umur : 70 tahun

Tinggi Badan: 161 cm

Alamat : Surabaya

Tgl MRS : 18/5/2015

Keluhan utama : Anemia

Keluhan tambahan : Mual dan muntah sejak kemarin malam + 5 kali isi
makanan dan cairan setelah hemodialisis, nafsu makan menurun

Diagnosis : CKD stage V HD reguler sejak januari 2015 + Hipertensi +


Anemia

Alasan Masuk Rumah Sakit (MRS) :


Setelah hemodialisis rutin di poli, malamnya pasien mual dan muntah 5 kali
berisi makanan dan cairan kemudian dibawa ke Rumah Sakit.

Riwayat Penyakit :
15/3-19/3 2015 : MRS dengan diagnosa CKD St. V + Anemia
13/4-15/4 2015 : MRS dengan diagnosa CKD St. V + AV Shunt
Menurut istri pasien pernah mengalami stroke ringan dan BPH

Riwayat Pengobatan : rutin minum kaptopril sehari sekali sebelum makan.

Alergi : Kepatuhan

Obat Tradisional

patuh

(dulu

sering

minum jamu cina


dan jawa untuk

Merokok

Alkohol

asam urat)
-

100

LAPORAN PKP BIDANG RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100

Catatan perkembangan pasien


Tanggal
18/5/2015

19/5/2015
20/5/2015
21/5/2015
22/5/2015

Problem/Kejadian/Tindakan Klinisi
Pasien dibawa ke IGD karena mengeluh muntah 5 kali berisi
makanan dan cairan sejak kemarin malam, disertai pusing berputar.
BAK sedikit sekali. Pasien rutin hemodialisis seminggu dua kali hari
senin dan kamis. Menurut istri pasien terdapat bengkak di kaki.
Berdasarkan kadar hemoglobin dan sel darah merah, pasien
mengalami anemia.pada pemeriksaan EKG menunjukkan sinus
takikardia (100-130x/menit).
Tidak muntah dengan mual sudah berkurang, udema di kaki sudah
berkurang. Untuk berjalan masih harus dibantu karena sempoyongan.
BAK sedikit sekali
Mual berkurang dan tidak terlihat udema Untuk berjalan masih harus
dibantu karena sempoyongan. Belum bisa BAK.
Mual hilang timbul. Hari ini dilakukan hemodialisis pukul 11.00.
BAK sedikit sekali, ke kamar mandi sudah bisa sendiri.
Mual. Dari posisi berbaring ke duduk masih lama. BAK sedikit
sekali, ke kamar mandi sudah bisa sendiri.
Dilakukan konsultasi dan pemeriksaan bersama Dokter Spesialis
Saraf. Keluhan : kepala masih pusing dengan jalan masih pelan-pelan
belum kuat.
Assesment dokter : Vertigo periferal post stoke infark lengan (D)
Terapi :
Klopidogrel 75 mg 1-0-0
Vit. B12 0-0-1
Nimodipin 30mg 2dd1

101

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

DOKUMEN FARMASI PASIEN


IRNA / Ruangan : Penyakit Dalam / B2
No RM
: 000046xx.xx
Ruangan asal : IGD
Nama/Umur : Tn. AG / 70 th
BB / TB/ LPT : 62 kg/161 cm/ m2
Alamat
: Surabaya
Pekerjaan
: Pensiunan
Riwayat alergi : negatif (-)

Diagnosa

: tanggal 18/5/2015 : CKD st. V + Hipertensi + Anemia


tanggal 22/5/2015 : CKD st. V + Hipertensi + Anemia + Vertigo periferal post stroke
infark lengan (D)
Alasan MRS : Setelah hemodialisis rutin di poli, malamnya pasien mual dan muntah 5 kali berisi
makanan dan cairan kemudian dibawa ke Rumah Sakit.
Riwayat penyakit :
15/3-19/3 2015 : MRS dengan diagnosa CKD St. V + Anemia
13/4-15/4 2015 : MRS dengan diagnosa CKD St. V + AV Shunt
Menurut istri pasien pernah mengalami stroke ringan dan BPH

102

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

Data Klinik

No

Nama

Rute

Regimen

Tanggal Pemberian Obat

Obat
Dosis
DATA KLINIK
Tanggal
18/5
19/5
20/5
21/5 21/5
22/5
(yang penting)
18/5
19/5
20/5
22/5
HD Lemah/ 456
Kondisi umum/ GCS
Lemah/ 456
Lemah/ 456
Lemah/ 456
Lemah/ 456
1 x/menit)
Infus Nefrosteril 7% 250ml 115
IV
7 tpm

- 80 -88
Nadi (80-100
80
88 Infus Kidmin 7,2% 200ml :
IV
1
:
1

88
84
88
84
2
Ivelip 20% 200 ml
84
Infus PRC 500ml
Sampai24Hb

- 20 -20
3 RR (<20 x / menit)
28IV
20 3
24
10 g/dl
4 C)Asam folat 5 mg
PO
1 tablet36,1
0-0

36 4 Suhu (36-37
36,3
36
36,4
5 Ferolat (Fe Sulfat 200mg)
IV
1
x
1
tablet

36,5
37,4
36
Pemberian
5 Tekanan darah
169/ 110
140/ 90
110/Tanggal
70
150/ 80 Obat 150/ 80
Regimen
Rute
(target 150/No
90 mmHg)Nama Obat
160/
100
160/ 90
140/19/5
90
140/ 8021/5
18/5
20/5
22/5
Dosis
150 / 90
130/ 80
120/ 80HD
6 Osteocal (CaCO3 1250 mg) ++
PO
3 x 1tablet

1-0-0
1-0-0 +
7 Mual
++
+
+
7 Furosemid 20mg/2ml
2 x 2 ampul

+ 2x1
-+
8 Pusing
+IV
+
+
8 Candesartan 8 mg
PO
1 tablet 0 - 0

9 BAK
sedikit
9 ISDN 5 mg
PO
3 x 1 tablet

Komentar
10
Diltiazem
30
mg
PO
3
x
1
tablet

Pada awal MRS pasien mengalami takikardia, sesak, dan hipertensi stage II. Tekanan darah pasien tetap tinggi hingga saat
11 dilakukan.
Ondansetron
mg/pusing
4 ml merupakan
IV
3 x 1 ampuldari anemia

2 x 1CKD. 2Volume
x1
2 x 1frekuensi
2 x 1BAK
dan setelah dialisis
Mual8dan
manifestasi
pada
dan
12
Pantoprazole
40
mg/2ml
IV
2
x
1
ampul

menurun seiring dengan progresifitas kerusakan ginjal pada CKD (Hudson, 2011)
13 Ranitidn 50mg/2 ml
IV
1 x 1 ampul

14 Alinamin F 25 mg/ 10ml


IV
1 x 1 ampul

Fleet enema (Na bifosfat Rectal

15
1 tube prn
19 g dan 7 g Na fosfat)
16 Klopidogrel 75 mg
PO
1 tablet 0 - 0

17 Vitamin B12 1mg


PO
0-0-1 tablet

18 Nimodipin 30 mg
PO
2 x 1 tablet

No
.
1
2

103

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

Data Laboratorium
Jenis
Pemeriksaan

Darah
lengkap

SE

Lain-lain

DATA
LABORATORIUM
(yang penting)
WBC (4 10 x 103/L)
PLT (150-450 x 103/L)
HCT (42-52 %)
Hb (13-17)

Tanggal

Komentar

18/5
`9,1
239
27,5

20/5
8,6
260
27,8

21/5
-

8,9

9,5

K (3,5-5,1 mmol/L)
Na (136-145 mmol/L)
Cl (98-107 mmol/L)
BUN (10-24 mg/dl)
SCr (0,5-1,5)
CCr ( >90 ml/menit)

5,18
146
106
36
8,2

4,5
135,8
106,1
46
9,6

6,25

5,34

27
4,1
12,5

GDA ( 90-110 mg/dl)


Asam urat (3,4-7 mg/dl)
pH (7,35-7,45)
pCO2 (32-45)
pO2 (75-100)
HCO3 (20,5)

126
7,44
27,9
151,6
18,5

8,1
-

Pasien
mengalami anemia dengan penurunan kadar
hemoglobin < 10 g/dl. anemia merupakan komplikasi dari
CKD. Anemia memiliki ciri penurunan Hb, Hct dan RBC.
Anemia akan mengganggu sistem pertukaran oksigen dan
karbondioksida karena jumlah sel darah merah yang
berkurang (Maakaron,et.al., 2013).
Fungsi ginjal pasien tampak mengalami penurunan /
kerusakan ditunjukkan dengan data serum kreatinin dan
BUN di atas normal. Klirens kreatinin pasien 6,25; 5,34;
12,5ml/menit
berdasarkan
rumus
Cockroft
yang
menggunakan data umur (70 tahun), BB (62 kg) (Arora,
2014). Serum Na pasien pada tgl 9/6 (135,8 mmol/L)
merupakan hiponatremi ringan (Simon, 2014).
Kadar asam urat pasien mengalami peningkatan (> 8 mg/dL
untuk laki-laki) merupakan tanda adanya gagal ginjal
(Devkota et al, 2014).

104

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

ANALISA TERAPI
Tanggal
Pemberi-

Obat

Rute

Regimen Dosis

an Obat
18/5/2015

Infus Nefrosteril 7%

19-22/

250ml
Infus Kidmin 7,2%

5/2015

200ml : Ivelip 20% 200


ml

IV
IV

7 tpm
1:1

Indikasi pada

Pemantauan

Pasien

Kefarmasian

Komentar dan Alasan

Mengurangi

BCKA

Pasien CKD harus menghindari

intake protein

Serum

faktor

(Cano et al,

elektrolit

kerusakan

2006)

yang

memperburuk
ginjal.

Faktor

tersebut diantaranya, proteinuri,


kenaikan tekanan darah dan
merokok (Joy et al, 2008).
Tujuan pemberian BCKA untuk
mengurangi

intake

protein

dengan mekanisme 1) fiksasi


gugus

aminadan

BCAA,

BCKA

pengganti

amino

regenerasi
sebagai
bebas,

2)

BCKA, khususnya ketoleusin


telah terbukti menurunkan
degradasi

protein

otot,

3)

BCKA memperlambat progresivitas insufisiensi ginjal dengan

105

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

mengurangi keparahan hipotiroid sekunder (Cano et al,


Transfusi PRC diberikan untuk

Sampai Hb

18/5/2015

18-20/5 /
2015

Infus PRC 500ml

Asam folat 5 mg

IV

PO

10 g/dl

pasien
disertai

18/5/2015

200mg)

yang

penurunan

tidak
volume

darah.
Defisiensi asam folat dan zat

1 tablet 0 - 0

Mengatasi
anemia

Ferolat (Fe Sulfat

anemia

Hb

besi

dapat

terjadinya

menyebabkan

anemia.

Dengan

pemberian suplemen besi dan


PO

1 x 1 tablet

asam folat dapat memenuhi


kebutuhan

dan

mengurangi

anemia (Hudson, 2011).


Kalsium
karbonat
sebagai
18-20/5 /

Osteocal (CaCO3

2015

1250 mg)

18-21/5 /

Furosemid 20mg/2ml

2015

Serum

pengikat fosfat sehingga dapat

elektrolit

mencegah

Mengatasi udem

Kondisi udem

insufisiensi ginjal
Dosis untuk pasien

dan

Serum

dengan CrCl < 30 mL/menit

hiperkalemia,

elektrolit

adalah 40-80 mg p.o. 1x1

meningkatkan

Tekanan darah

dengan

PO

3 x 1tablet

Pengikat fosfat

IV

2 x 2 ampul

progresivitas

titrasi

CKD

pekanan
106

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

meningkat

eliminasi

cairan

antihipertensi

5/2015

PO

1 tablet 0 - 0

ISDN 5 mg
Diltiazem 30 mg

PO
PO

3 x 1 tablet
3 x 1 tablet

hipertensi

(K/DOQI

i.v. adalah 20 40 mg /dosis,

2011)
Candesartan 8 mg

ekstrasel

et al. (2009) dosis furosemide

Clinic,

2015
19-22/

50%

Guideline, 2014). Dalam Lacy

(Kidney Health

Mengatasi

tergantung respon dan volume

Na dan

18-22/5 /

25%

Tekanan darah

interval dosis 6-12 jam.


Tekanan darah pasien saat awal
MRS 169/106 mmHg. Pasien
mendapat 4 kombinasi
antihipertensi antara lain
Candesartan (ARB), ISDN
(vasodilator), diuretik
(furosemid) & diltiazem (CCB
NDHP) secara bersamaan pada
tgl 19/5 - 21/5. Target tekanan
darah sebelum dialisis
<140/90 mmHg dan setelah
dialisis <130/80 mmHg
(Chobanian, et al,
2003).Menurut JNC 8,
107

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

penatalaksanaan
hipertensi pada pasien CKD
adalah ARB/ACEI. Selanjutnya
bila belum mencapai target,
perlu ditambahkan loop diuretic
(furosemide), selanjutnya CCB
(baik dihydropiridine/
nondihydropiridine), lalu
vasodilator.
18-22/5 /

Ondansetron 8 mg/ 4 ml

IV

3 x 1 ampul

Mengatasi mual

Mual

Pasien CKD memiliki rentang


Ondansetron
mg)lebar
dua kali
tekanan
darah(8yang
serta
108

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

lebih efektif daripada


metoclopramide (10
mg) dalam mengatasi gejala
uremiainduced nausea and
vomiting pada pasien CKD
(Ljutic et al, 2002). Mekanisme
2015

dan muntah

kerja ondansetron adalah


selektif antagonis 5-HT3reseptor, memblok serotonin,
baik perifer pada terminal saraf
vagal dan terpusat di zona
pemicu kemoreseptor (Lacy et

Mengatasi nyeri

20-22/5 /
2015

Pantoprazole 40 mg/2ml

IV

2 x 1 ampul

Nyeri ulu hati

al., 2009)
Pantoprazol merupakan proton

ulu hati

pump inhibitor; yang bekerja

(McEvoy, 2011).

dengan menekan sekresi asam


lambung basal dan terstimulasi
dengan berikatan dengan sel
parietal pompa H+/K+ ATP

18/5/2015

Ranitidn 50mg/2 ml

IV

1 x 1 ampul

(Lacy et al., 2009)


Pasien mengeluh mual yang

109

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

merupakan

indikasi

adanya

stress ulcer sehingga diberikan


ranitidin sebagai drug of choice
(Zeitoun et al., 2011). Ranitidin
adalah

inhibitor

kompetitif

histamine di reseptor H2 sel


parietal sehingga menurunkan
sekresi asam lambung pada
siang hari dan kondisi nocturnal
basal dan juga ketika adanya
stimulasi

makanan,

histamine,

19-21/5/
2015
22/5/2015

Alinamin F 25 mg/ 10ml

IV

1 x 1 ampul

Fleet enema (Na bifosfat

Rectal

1 tube prn

19 g dan 7 g Na fosfat)

Mengatasi

Rasa sebah di

kembung

perut

Laksatif

BAB

insulin,

pentagastrin

(McEvoy, 2011).
Alinamin F diberikan untuk
mengatasi

rasa

pasien.
Fleet
enema

kembung
per

rektal

diindikasikan sebagai laksatif


dengan

mekanisme

kerja

memiliki

efek osmotik pada

usus halus melalui penarikan

110

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

cairan ke dari usus ke lumen,


memicu peristaltik dan evakuasi
22/5/2015
22/5/2015
22/5/2015

Klopidogrel 75 mg
Vitamin B12 1mg
Nimodipin 30 mg

PO
PO
PO

1 tablet 0 - 0
0-0-1 tablet
2 x 1 tablet

Vertigo perifer

Vertigo,

isi usus (Lacy, et.al., 2009).


Terjadinya vertigo berkaitan

post stroke

mobilitas

dengan

serangan

lengan

kanan

infark lengan (D) berjalan

sebelumnya

stroke

pasien

pernah

di

yang
dialami

pasien. Penatalaksanaan vertigo


sesuai

penyebabnya

yaitu

serangan

stroke

sehingga

diberikan

terapi

antiplatet

(klopidogrel),

perbaikan

neuropati (Vitamin B12), dan


antivasospasme
(Nimodipin
Interaksi
dengan

/
obat

serebral
CCB

DHP).

CCB

DHP

antihipertensi

yang

diberikan pasien CCB NDHP,


ARB, dan Vasodilator langsung
(ISDN)

dapat

meningkatkan

risiko hipotensi karena CCB


111

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

DHP

memiliki

efek

poten

sebagai vasodilator dan efek


inotropik

yang

negatif.

Nimodipin

dipilih

sebagai

ASUHAN KEFARMASIAN
1. Masalah aktual & potensial terkait obat

5. Pemilihan obat

2. Masalah obat jangka panjang

6. Penghentian obat

3. Pemantauan efek obat

7. Efek samping obat

4. Kepatuhan penderita

8. Interaksi Obat

Obat
Pantoprazole

Uraian Masalah
Tindakan (Usulan pada klinisi, perawat, pasien)
Interaksi obat pantoprazol dan klopidogrel. Pantoprazole Karena akan mengganggu efektivitas klopidogrel, klinisi
menurunkan serum metabolit aktif klopidogrel (Risk rating : seharusnya
D pertimbangkan modifikasi terapi, Keparahan : Mayor).

mempertimbangkan

pemberian

secara

bersamaan dan pemantauan respons klopidogrel secara

112

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

ketat saat pemberian pantoprazol dan klopidogrel.


Pantoprazol sebaiknya dapat diganti

golongan AH-2

antagonis yang tidak berinteraksi dengan klopidogrel


Furosemid
Candesartan

Alfa-1 bloker, ada


indikasi namun
tidak diterapi
Nimodipin

Terapi diuretik tidak adekuat karena BAK pasien masih


sedikit.
Terapi antihipertensi dengan durasi panjang sebaiknya
diberikan setelah melakukan Hemodialisis agar konstentrasi
obat dalam tubuh tidak terdialisis karena dapat menurunkan
efektivitas dari antihipertensi dalam mengontrol tekanan
darah.
Pasien mengeluh sedikit BAK sejak MRS dengan riwayat
BPH menurut istri pasien.
Interaksi obat Nimodipin dengan Diltiazem, Candesartan
dan ISDN berpotensi risiko hipotensi.

(Lacy, et.al., 2009).


20/5/2015 Rekomendasi Furosemide 2x40mg IV distop
21/5/2015 Rekomendasi Candesartan 8mg 0 0
diberikan setelah hemodialisis.

20/5/2015 Rekomendasi pemberian alfa-1 bloker seperti


prazosin, doxazosin, terazosin
22/5/2015 Pemantauan secara ketat tekanan darah
pasien.

Monitoring
Parameter
Klirens kreatinin
Tekanan darah
BAK dan Serum elektrolit
Hemoglobin, Hematokrit, RBC
Mual dan muntah
BAB

Tujuan
Mengetahui efektivitas terapi Infus Nefrosteril, Infus Kidmin, Kalsium karbonat dan ISDN
Mengetahui efektivitas terapi Candesartan, Furosemid, Diltiazem, ISDN dan Nimodipin
Mengetahui efektivitas dan efek samping terapi Furosemid
Mengetahui efektivitas terapi Infus PRC, Ferolac, dan Asam folat
Mengetahui efektivitas terapi Ondansetron, Ranitidin, Pantoprazole, dan Alinamin F
Mengetahui efektivitas terapi fleet enema

113

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

Pusing, jalan masih sempoyongan, Mengetahui efektivitas terapi Klopidogrel, Vitamin B12, dan Nimodipin
gerak tangan kanan.
Perdarahan

Mengetahui efek samping terapi klopidogrel.

Konseling
Materi Konseling
Konseling
Informasi kepada perawat : Pemberian pantoprazol setelah direkonstitusi diberikan IV bolus lebih dari 2 menit (Lacy et al., 2009).
Injeksi pantoprazol
Informasi kepada perawat : Furosemide dapat diberikan secara injeksi bolus selama 1-2 menit atau infus
Injeksi furosemide
Informasi kepada perawat :

intravena dengan kecepatan tidak lebih dari 4 mg/menit (Trissel, 2009).


Ondansetron diberikan secara infus intravena selama 15 menit setelah

Injeksi ondansetron

diencerkan dengan 50 ml NS atau secara injeksi bolus (tanpa diencerkan) selama

Informasi kepada perawat :

paling tidak 30 detik atau lebih baik 2 menit (Trissel, 2009).


Ranitidine 50 mg untuk pemberian IV bolus harus diencerkan dengan NS 20 ml dan diberikan dengan

Injeksi ranitidin

kecepatan penginjeksian lebih dari 5 menit atau dalam kecepatan 4 ml/menit. Sediaan Ranitidine ampul

disimpan pada suhu antara 4-30C dan terlindung dari cahaya dan panas (Lacy et al, 2009).
Informasi kepada pasien : Diminum setelah makan diletakkan dibawah lidah untuk mengontrol tekanan darah dan mencegah
ISDN sublingual

komplikasi di jantung, setelah melarut segera minum air untuk membilas. Efek samping yang mungkin

Informasi kepada pasien :

terjadi seperti pusing dan nyeri punggung (Lacy et al, 2009).


Diminum setelah makan untuk mengontrol tekanan darah. Efek samping yang mungkin terjadi seperti

Candesartan
Informasi kepada pasien :

pusing, lelah, dan mual (Lacy et al, 2009).


Diminum 1 jam sebelum makan untuk mengontrol tekanan darah. Efek samping yang mungkin terjadi
114

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

Diltiazem
Informasi kepada pasien :

seperti pusing, jantung berdebar, dan mual (Lacy et al, 2009).


Diminum setelah makan untuk memperlancar peredaran darah, efek samping yang mungkin terjadi seperti

Klopidogrel 75 mg

nyeri perut (Lacy et al, 2009)

115

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

DAFTAR PUSTAKA
Adhikary et al, 201 0. Effective control of hypertension in adults with chronic kidney disease.
Journal Nepal Medicine Association, Vol.5 0 (180): 291-4
Agarwal and Andersen, 2005. Management of hypertension in hemodialysis patients.
International Society for Hemodialisis, p.241-248
Agarwal, Rajiv and Sinha, Arjun D. 2009. Cardiovascular Protection with Antihypertensive
Drug in Dialysis Patients: Systematic Review and Meta-Analysis. Hypertension:
Journal of The American Heart Association, Vol. 53 p. 860-866.
Arora et al, 2014. Chronic Kidney Disease. Diakses melalui www.medscape.com pada tgl 15
Juni 2015
Benowitz, Neal L. 2012. Antihypertension. In: Katzung, Bertram G., Masters, Susan B. and
Trevor, Anthony J (Eds.). Basic and Clinical Pharmacology. 12th Edition. New York :
The McGraw-Hill Companies, p. 187-213.
Cano et al, 2006. Application of Branched-Chain Amino Acids in Human Pathological States:
Renal Failure. The Journal of Nutriti on, p.299S-307S
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black, H.R., Cushman, W.C., Green, L.A., Izzo, J.L., Jones,
D.W., Materson, B.J., Oparil, S., 2003. The Seventh Report of the Joint N ational
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure. Hypertension, V ol. 42, pp.1206-1252.
Devkota, et.al., 2014. Hyperuremia. Diakses melalui www.medscape.com pada tanggal 15
Juni 2015.
DIR, 2003. Drug Information Reference : Calcium Channel Blocking Drugs. p.192-8
Ekart, Robert, Bevc, Sebastjan and Hojs, Radovan. 2011. Blood Pressure and Hemodialysis.
In: Penido, Maria Goretti (Ed). Special Problems in Hemodialysis Patients. Rijeka:
Intech
Fauci et al, 2011. Harrisons: Principles of Internal Medicine 17th Edition. The McGrawHill Companies, Inc.
Hudson, J.Q., 2011. Chronic Kidney Disease : Management of Complication. In : Dipiro,
T.J., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M.,
Pharmacotherapy : A phatophysiologic approach, 7 th edition, New York : McGrawHill Companies, Inc., p 765-772 and 787.
Joachim, H., 2006. Renal Disease. McPhee, S.J., Ganong, W.F., Phatophysiology of disease:
an introduction to clinical medicine 5th edition. McGraw-Hill Companies, Inc.
116

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

Joel, Juno J., Musthafa M, Muhammad and C.S, Shastry. 2013. A Study on Drug Related
Problems and Pharmacist Intervention in Patients Undergoing Haemodialysis in a
Tertiary Care Hospital. International Research Journal of Pharmaceutical and
Applied Sciences (IRJPAS), Vol.3 No.5, p. 263-265.
Joy, M.S., Kshirsagar, A., and Franceschini, N., 2008. Chronic Kidney Disease :
Progression- Modifying therapies. In : Dipiro, T.J., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke,
G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M., Pharmacotherapy : A phatophysiologic approach, 7
th edition, New York : McGraw-Hill Companies, Inc., p 745.
K/DOQI Guideline, 2014. Guideline 12 : Use of Diuretics in CKD K/DOQI, 2002. Clinical
practice guidelines for chronic kidney disease : evaluation, classification, and
stratification. American Journal of Kidney Disease. Vol. 39. p. 1-266.
Kidney Health Clinic, 2011. Medications Commonly Used In Chronic Kidney Disease.
Kidney Health Clinic.& Wipkins. p. 462-63.
Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, N.P., Lance, L.L. (Ed.), 2009. Drug Information
Handbook 18th edition. APhA : Lexi-Comp.
Ljutic et al, 2002. Comparison of ondansetron with metoclopramide in the symptomatic relief
of uremia-induced nausea and vomit ing. Kidney and Blood Pressure Research.
Vol.25(1):61-4.
Maakaron, et.al., 2013. Anemia. Diakses melalui www.medscape.com pada tanggal 15 Juni
2015.
Manley, Harold J., Drayer, Debra K. and Muther, Richard S. 2003. Medication-Related
Problem Type and Appereance Rate in Ambulatory Hemodialysis Patients. BMC
Nephrology, Vol. 4 No. 10.
McEvoy, Gerald K and American Society for Hospital-System Pharmacist. 2011. American
Hospital Formulary Service Drug Information. Bethesda MD: ASHP Inc.
NKF-K/DOQI Workgroup. 2002. NKF-K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic
Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification. National Kidney
Foundation, Inc.
Pagana, KD., & Pagana, TJ., 2002. Mosbys Manual of diagnostic and laboratory test. 2nd
edition. Missouri : Mosby, Inc.
Robinson, Bruce M, Tong, Lin, Zhang, Jinyao, Wolfe, Robert A., Goodkin, David A.,
Greenwood, Roger N., Kerr, Peter G., Morgenstern, Hal, Li, Yun, Pisoni, Ronald L.,
Saran, Rajiv, Tentori, Francesca, Akizawa, Tadao, Fukuhara, Shunichi and Port,
Friedrich K. 2012. Blood Pressure Levels and Mortality Risk among Hemodialysis
Patients in the Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study. Kidney International,
Vol.82. p. 570-580.
117

LAPORAN PKP DI DEPARTEMEN FARMASI RUMKITAL DR RAMELAN SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 100 GELOMBANG I

Simon, et.al., 2014. Hyponatremia. Diakses melalui www.medscape.com pada tanggal 15


Juni 2015.
Singapuri, M. Salman, MD and Lea, Janice P., MD, MSc. 2010. Management of
Hypertension in the End-Stage Renal Disease Patient. JCOM, Vol. 17 No.2, p. 87-94.
Swartz, Randy., and Longwell, Paxton., 2005. Treatment of Vertigo. American Family
Physician. Vol. 71. No. 6. p.1115-21
Trissel, L. A., 2009 . Handbook on Injectable Drugs 15th Edition. American Society Healt
h-System Pharmacist. Bethesda, Maryland
Zeitoun, A., Zeineddine, M., and dimassi, H., 2011. Stress ulcers prophylaxis guidelines: Are
they being implemented in Lebanese health care centers?. World Journal of
Gastrointestinal Pharmacology and Therapeutic. Vol.2 No. 4 p. 27-35

118

Anda mungkin juga menyukai