Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TINJAUAN
TEORITIS

A. Konsep Medis

a.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arteri secara


persisten. World Health Organization (WHO) mengemukakan bahwa hipertensi
terjadi apabila keadaan seseorang mempunyai tekanan sistolik sama dengan atau
lebih tinggi dari 160 mmHg dan tekanan diastolik sama dengan atau lebih tinggi
dari 90 mmHg secara konsisten dalam beberapa waktu (Dipiro et al, 2015; WHO,
2015). Menurut Joint National Committee (JNC) - 8 hipertensi atau tekanan darah
tinggi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah didalam
arteri diatas 140 /90 mmHg pada orang dewasa dengan sedikitnya tiga kali
pengukuran secara berurutan (Muhadi 2016).

Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan


diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Seseorang dianggap
mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg
(Elizabeth dalam Ardiansyah M., 2012)

Hipertensi atau peningkatan tekanan darah yang terjadi akibat penyakit


ginjal merupakan mekanisme umpan balik untuk menurunkan dan
menyeimbangkan substansi yang keluar agar tekanan darah menjadi normal
kembali, tetapi apabila kerusakan ginjal tidak diobati dengan baik, maka akan
menambah berat penyakit hipertensi. Sehingga penanganan hipertensi pada
penyakit ginjal harus dilihat secara baik, karena keduanya saling berhubungan
erat, dimana penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi, dan hipertensi yang
menetap dapat menyebabkan penyakit ginjal yang lebih memburuk (Brunner dan
suddart, 2008).

Penyakit gagal ginjal (renal disease) merupakan penyakit yang dapat


menimbulkan hipertensi melalui mekanisme peningkatan resistensi peredaran
darah ke ginjal dan penurunan fungsi kapiler glomerulus. Mekanisme ini
menimbulkan keadaan hipoksia pada ginjal dan meningkatnya aktivitas renin,
1
angiotensinogen, angiotensin I, angiotensin II, aldosteron dan penurunan nitric
oxide (NO). Peningkatan dan 5 6 penurunan substansi ini menyebabkan
terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, peningkatan tahanan perifer, serta
meningkatnya volume plasma yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan
tekanan darah atau hipertensi (Brunner dan suddart, 2008).

1. Penyakit Ginjal Kronik

Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan fungsi ginjal yang
progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus.
Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit
fungsional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi
hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membran glomerulus juga akan
menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema
sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal
tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik (Nuraini, 2015)

a. Hubungan Hipetensi dengan Gagal ginjal kronik

Ginjal merupakan salah satu organ bagi tubuh manusia yang berfungsi
penting dalam homestasis yaitu mengeluarkan sisa-sisa metabolisme, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit, memproduksi 8 hormon yang dapat
mempengaruhi organ-organ lainnya, salah satu contohnya adalah kontrol
tekanan darah dalam menyeimbangkan tekanan darah. Organ ginjal itu sendiri
bekerja didukung oleh aliran darah ke ginjal, jaringan ginjal, jaringan ginjal,
bila salah satu faktor pendukung terganggu maka akan menyebabkan fungsi
ginjal akan terganggu bahkan dapat berhenti (Bayhakki 2012).

Beberapa penyakit ginjal yang menyebabkan hipertensi yaitu:


renovaskular, renal artery steonosis, polyarteritis nodusa, renal artery
neurysm,renal artery malformation, renoparenchymal, glomerulonephritis,
polycystic kidney disease, analgesic nephropathy, renal tumor as wilms’tumor,
dan penyakit parenchmal lainnya, Penyakit-penyakit ini pada intinya dapat
menyebabkan dua kejadian penting yaitu : resistensi peredaran darah ke ginjal
dan penurunan fungsi kapiler glomerulus. Hal ini menyebabkan terjadinya
ischemia pada ginjal yang merangsang peningkatan pengeluaran renin (pro
renin menjadi renin) pada glomerulus sel. Renin ini akan menyebabkan
meningkatnya angiotensin I yang mempunyai efek vasokontriksi dan
pengeluaran aldosteron yang mempunyai efek intrarenal hemodynamics dan
sodium retention (presure natriuresis ) (Brunner dan suddarth 2007).
a.2 Anatomi fisiologi ginjal

a.3 patoflowdiagram yang terdiri dari

• Etiologi Gagal Ginjal Kronik

Beberapa penyebab gagal ginjal kronik antara lain: glomerulonefritis,


pielonefritis kronis, batu ginjal, penyakit poliklistik ginjal, penyakit endoktrin
(nefropati diabetik), dan penyebab yang tidak diketahui. Menurut (Price, 1995),
penyebab gagal ginjal kronik adalah:

1) Infeksi seperti pielonefitis kronik.

2) Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.

3) Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefroslerosis dan


stenosisarteri renalis.

4) Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit polikistik ginjal,


dan asidosis tubulus.

3
5) Penyakit metabolik seperti diabetes mellitus, gout,
hiperparatiroidisme, dan amiloidosis.

6) Penyakit ginjal obstruktif seperti pembesaran prosfat ,batu saluran


kemih,dan refluks ureter.

b. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit


yang mendasarinya, tapi dalam perkembangannya proses yang terjadi sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi,
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal
ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus (Brunner & Suddarth, 2008).

Pada stadium paling dini pada penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve), dimana basal Laju Filtrasi Glomerulus
masih normal atau dapat meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti,
akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada Laju Filtrasi
Glomerulus sebesar 60 %, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum
sampai pada Laju Filtrasi Glomerulus sebesar 30 %. Produk akhir metabolik
yang seharusnya dieksresikan ke dalam urin, menjadi tertimbun dalam darah.
Kondisi seperti ini dinamakan sindrom uremia. Terjadinya uremia dapat
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
metabolik (sampah), maka gejala akan semakin berat (Brunner & Suddarth,
2008).

Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh.
Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan
glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan
menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel.
Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus
menuju kapiler peritubular sehinggga dapat terjadi hipertensi. Hipertensi akan
menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak pembuluh darah ginjal.
Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan filtrasi dan
meningkatkan keparahan dari hipertensi (Rahman, 2013).

c. Gambaran Klinis Gagal Ginjal Kronik

Gejala yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal kronik, yaitu (Aru W,
Sudoyo, 2014):
1) Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus,
infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperuremia,
Lupus Erimatosus Sistemik (LES) dan lain sebagainya.

2) Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual


muntah, nokturia, kelebih volume cairan (volume overload), neuropati
perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

3) Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodstrofi


renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan
elektrolit (sodium, kalium dan klorida).

d. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik

Tujuan penatalaksanaan gagal ginjal kronik adalah untuk


mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Seluruh
faktor yang berperan pada penyakit ginjal tahap akhir dan faktor yang dapat
dipulihkan diidentifikasi dan ditangani.

Penatalaksanaan gagal ginjal kronik menurut Price and Wilson (2005)


yaitu:

Terapi Farmakologis

Penatalaksanan penyakit gagal ginjal kronik (menurut National Institute for


Health and Care Excellence guideline (NICE guidelines) , 2014) adalah :

a) Kontrol tekanan darah

 Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, harus mengontrol


tekanan darah sistolik

 Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes dan juga
pada pasien dengan ACR (Albumin Creatinin Ratio) 70 mg/mmol atau
lebih, diharuskan untuk menjaga tekanan darah sistolik

b) Pemilihan Obat Antihipertensi

 Pemilihan obat antihipertensi golongan Angiotensin


Converting Enzyme (ACE) Inhibitor atau Angiotensin II reseptor
blokers (ARBs) diberikan kepada pasien penyakit ginjal kronik

 Jangan memberikan kombinasi Angiotensin Converting


Enzyme (ACE) Inhibitor atau Angiotensin II reseptor blokers (ARBs)
untuk pasien penyakit ginjal kronik.

 Untuk meningkatkan hasil pengobatan yang optimal,


sebaiknya informasikan kepada pasien tentang pentingnya:

5
a) Mencapai dosis terapi maksimal yang masih dapat
ditoleransi

b) Memantau Glomerulus Filtration Rate dan konsentrasi


serum kalium (potassium) dalam batas normal.

 Pada pasien penyakit ginjal kronik, konsentrasi serum


kalium (potassium) dan perkiraan Glomerulus Filtration Rate
sebelum memulai terapi ACE inhibitor atau ARBs. Pemeriksaan ini
diulang antara 1 sampai 2 minggu setelah memulai penggunaan
obat dan setelah peningkatan dosis

 Jangan memberikan atau memulai terapi ACE inhibitor atau


ARBs, jika konsentrasi serum kalium (potassium) > 5.0 mmol/liter.

 Keadaan hiperkalemia menghalangi dimulainya terapi


tersebut, karena menurut hasil penelitian terapi tersebut dapat
mencetuskan hyperkalemia

 Obat-obat lain yang digunakan saat terapi ACE inhibitor


atau ARBs yang dapat mencetuskan hiperkalemia (bukan
kontraindikasi), tapi konsentrasi serum kalium (potassium) harus
dijaga

 Hentikan terapi tersebut, jika konsentrasi serum kalium


(potassium) meningkat > 6,0 mmoL/liter atau lebih dan obatobatan
lain yang diketahui dapat meningkatkan hiperkalemia sudah tidak
digunakan lagi

 Dosis terapi tidak boleh ditingkatkan, bila batas glomerulus


filtration rate saat sebelum terapi kurang dari 25% atau kreatinin
plasma meningkat dari batas awal kurang dari 30%

 Apabila ada perubahan glomerulus filtration rate 25% atau


lebih dan perubahan kreatinin plasma 30% atau lebih:

a) Investigasi adanya penggunaan NSAIDs.

b) Apabila tidak ada penyebab (yang diatas), hentikan terapi


tersebut atau dosis harus diturunkan dan alternatif obat
antihipertensi lain dapat digunakan.

• Komplikasi lainnya

1) Metabolisme tulang dan osteoporosis

- Rutin mengukur kalsium, fosfat, hormon paratiroid (PTH) dan kadar


vitamin D pada orang dengan GFR 30 mL/ menit /1,73 m2 atau lebih
(pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 1,2,3).
- Melakukan pengukuran kadar kalsium, fosfat dan konsentrasi PTH
pada pasien dengan GFR kurang dari 30 mL /menit/1,73 m2 (pada
pasien penyakit ginjal kronik stadium 4 atau 5).

- Pemberian bifosfonat, jika ada indikasi untuk mencegah dan


mengobati osteoporosis pada pasien dengan GFR 30 17 mL/menit/1,73
m2 atau lebih (pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 1, 2, 3)

- Pemberian suplemen vitamin D.

 Rutin memberikan suplemen vitamin D untuk mengelola atau


mencegah gangguan mineral dan tulang pada pasien penyakit ginjal
kronik.

 Gocalciferol untuk kekurangan vitamin D pada pasien dengan


penyakit ginjal kronik dan kekurangan vitamin D.

 Jika kekurangan vitamin D telah diatasi dan gejala gangguan


mineral dan kelainan tulang masih ada, dapat diberikan b
alfacalcidol (1-alpha hidroksikolekalsiferol) atau calcitriol) (25/1-
dihidroksikolekalsiferol) kepada pasien dengan GFR kurang dari 30
ml / menit / 1,73 m2 (pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 4
atau 5).

 Memantau konsentrasi serum kalsium dan fosfat pada pasien yang


mendapat alfacalcidol atau calcitriol.

1) Anemia

a) Jika belum diukur, periksa kadar hemoglobin pada pasien dengan


GFR kurang dari 45 mL/menit/1,73 m2 (pada pasien penyakit ginjal
kronik stadium 3B, 4 atau 5) untuk mengidentifikasi anemia
(hemoglobin kurang dari 110 g/L atau 11,0 g/dL). 18.

b) Tentukan apakah anemia disebabkan oleh penyakit ginjal kronik


atau bukan, dengan memperhatikan Glomerulus Filtration Rate
kurang dari 60 mL/menit/1,73m2 .

2. Anatomi fisiologi ginjal

7
B. Konsep Keperawatan

b.1 Pengkajian Keperawatan (Prabowo, 2014)

Anamnesa

a. Identitas

Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki
sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup
sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal
akut.

b. Keluhan utama

Sangat bervariasi, keluhan berupa urine output menurun (oliguria) sampai


pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-
ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, fatigue, napas berbau urea, dan
pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan zat sisa
metabolisme/toksik dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi.

1) Riwayat penyakit sekarang

Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine
output, penurunan kesadaran, penurunan pola nafas karena komplikasi
dari gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea
pada napas. Selain itu, karena berdampak pada metabolisme, maka akan
terjadi anoreksia, nausea, dan vomit sehingga beresiko untuk terjadi
gangguan nutrisi.

2) Riwayat penyakit dahulu

Informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah.


Kaji penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonefritis, infeksi kuman;
pyelonefritis, ureteritis, nefrolitiasis, kista di ginjal: polcystis kidney,
trauma langsung pada ginjal, keganasan pada ginjal, batu, tumor,
penyempitan/striktur, diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi, infeksi
di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis, preeklamsi.

3) Riwayat Kesehatan keluarga.

Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular atau menurun, sehingga


silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun
pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap
penyakit gagal ginjal kronik, karena penyakit tersebut bersifat herediter.

4) Fokus Pengkajian (Doenges, 2000).

1. Aktifitas /istirahat

Gejala :
 Kelelahan ekstrem

 kelemahan malaise

 Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)

Tanda:

 kelemahan otot

 kehilangan tonus

 penurunan rentang gerak

2. Sirkulasi

Gejala :

 Riwayat hipertensi lama atau berat; Palpitasi, nyeri dada


(angina)

Tanda :

 Hipertensi

 Nadi kuat

 Edema jaringan umum

 Piting pada kaki dan telapak tangan

 Disritmia jantung

 Nadi lemah halus

 Hipotensi ortostatik

 Friction rub perikardia

 Pucat pada kulit

 Kecenderungan perdarahan

3. Integritas ego

Gejala :

 Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain;


Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan

Tanda :

 Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,


perubahan kepribadian

4.Eliminasi

Gejala :

9
 Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut);
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi

Tanda :

 Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat


berawan; Oliguria, dapat menjadi anuria

5. Makanan/cairan

Gejala :

 Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi);


Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (pernafasan amonia)

Tanda :

 Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir);


Perubahan turgor kuit/kelembaban; Edema (umum,
tergantung); Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah; Penurunan
otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.

6. Neurosensori

Gejala :
 Sakit kepala, penglihatan kabur; Kram otot/kejang, sindrom
kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki;
Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitas
bawah (neuropati perifer).
Tanda :
 Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma.; Kejang,
fasikulasi otot, aktivitas kejang; Rambut tipis, uku rapuh dan
tipis.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
 Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki
Tanda :

 Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

8. Pernapasan
Gejala :
 Napas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk
dengan/tanpa Sputum
Tanda :
 Takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul; Batuk produktif
dengan sputum merah muda encer (edema paru)
9. Keamanan
Gejala :
 Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda :
 Pruritus; Demam (sepsis, dehidrasi)
10. Seksualitas
Gejala :
 Penurunan libido, amenorea, infertilitas
11. Interaksi sosial
Gejala :
 Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran dalam keluarga.
12. Penyuluhan :
Riwayat hipertensi keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik,
nefritisherediter, kalkulus urinaria; Riwayat terpajan pada toksin,
contoh obat, racun lingkungan ; Penggunaan antibiotik retroteksik saat
ini berulang.

1. Diagnosa keperawatan :

Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronis menurut NANDA


(2015-2017) yaitu :

1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan


ventilasi perfusi

2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme


regulasi

3) Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi

4) Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah

Intoleransi aktifitas b.d anemia, keletihan dan retansi produk sampah


Gangguan harga diri b.d ketergantungan, perubahan peran, citra tubuh dan
fungsi sex
2. Intervensi Keperawatan

11
Intervensi keperawatan yang dirumuskan untuk mengatasi masalah
keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronis (NANDA, NIC, NOC) :

1) Gangguan pertukaran gas b/d ketidak seimbangan ventilasi perfusi.

Tujuan : ketidak seimbangan ventilasi perfusi tidak terjadi

NOC :

Respiratory Status : Gasexchange, Respiratory Status : ventilation, Vital


Sign Status

Kriteria Hasil :

- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang


adekuat

- Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda


distress pernafasan

- Mendemonstrasikan batuk Efektif dan suara nafasyang bersih, Tidak


ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum

- Mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

- Tanda tanda vital dalam rentang normal.

NIC :

- Buka jalan nafas

- Posisikan pasien untuk memaksimalkanventilasi

- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan,


Pasang mayo bilaperlu

- Lakukan fisioterapi dada jika perlu

- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

- Berikan pelembab udara

- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan, Monitor


respirasidan status O2

- Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot


tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal

- Monitor suara nafas, sepertidengkur

- Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,


cheyne stokes, biot

- Monitor kelelahan otot diagfragma(gerakan paradoksis)


- Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suaratambahan

2). Kelebihan volume cairan berhubungan gangguan mekanisme


regulasi

Tujuan : kelebihan volume cairan tidak ada

NOC

Kriteria Hasil :

- Terbebas dari edema, efusi,

- Bunyi nafas bersih, tidak adadyspneu/ortopneu,

- Terbebas dari distensi vena jugularis,reflek hepatojugular (+)

- Memelihara tekanan vena sentral,tekanan kapiler paru, output jantung


dan vital sign dalam batas normal

- Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan Menjelaskan


indikator kelebihan cairan.

NIC

- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

- Pasang urin kateter jika diperlukan,Monitor hasil Lab yang sesuai


dengan retensi cairan (BUN ,Hmt , osmolalitas urin)

- Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan


PCWP,Monitor vitalsign

- Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema,


distensi vena leher,asites),Kaji lokasi dan luas edema,Monitor
masukanmakanan / cairan dan hitung intake kaloriharian

- Monitor status Nutrisi, berikan diuretik sesuai Interuksi batasi


masukan cairan pada keadaan, hiponatrermi dilusi dengan serum Na <
130 mEq/l,

- Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk, fluid


monitoringtentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
eliminasi,

- Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan


(Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll)

- Monitor berat badan

- Monitor serum dan elektroliturine

13
- Monitor serum dan osmilalitasurine

- Monitor BP, HR, dan RR

- monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan iramajantung,


monitor parameter hemodinamik infasif

- Catat secara akutar intake danoutput

- Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan


BB

- Monitor tanda dan gejala dari odema

3). Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan


hipertensi

Tujuan : perfusi jaringan perifer kembali efektif

NOC

Kriteria hasil :

- Mendemontrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan membuat


keputusan dengan benar dan diastol dalam rentang yang diharapkan
tidak ada otrostatik hipertensi

- Tidak ada tanda-tanda peningkatan intrakranial (tidak lebih dari 15


mmHg), mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai
dengan :

a) Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan

b) Menunjukan perhatian

c) Konsentrasidan orientasi

d) Memproses informasi

e) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada


laserasi.

NIC

- Management (manajemen sensasi perifer) monitor adanya daerah


tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul

- Monitor adanya paretese

- Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau


laserasi, gunakan sarung tangan untuk proteksi, batasi gerakan pada
kepala, leher dan punggung

- kolaborasi pemberian analgetik

- Monitor adanya tromboplebitis.


4) Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah
Tujuan : Nutrisi baik

NOC

Kriteria Hasil :

- Kulit baik

- Tidak ada perubahan BB selama sakit

- Hb bagus

- Tidak mual dan muntah

- Tidak ada pusing

NIC
- Kaji status nutrisi

- Kaji pola diet nutrisi

- Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi

- Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet

- Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium


diantara waktu makan

- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama makan

- Timbang berat badan harian

- Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat

5) Intoleransi aktifitas b.d anemia, keletihan dan retansi produk sampah


Tujuan : aktifitas normal, tidak ada gangguan
NOC

Kriteria hasil

- Bisa melakukan kegiatan secara mandiri

- Makan secara mandiri

- Tidak ada letih

NIC
- Kaji faktor yang menimbulkan keletihan

- Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat


ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi

15
- Anjurkan aktifitas alternatif sambil istirahat

- Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis

6) Gangguan harga diri b.d ketergantungan, perubahan peran, citra tubuh dan
fungsi sex
Tujuan : tidak ada perubahan harga diri dan peran

NOC

Kriteria hasil

- Tidak menarik diri

- Tidak ada perubahan peran

- Tidak ada citra tubuh yang rusak

- Percaya diri

- Tidak ketergantungan

NIC
- Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan
penanganan

- Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga

- Ciptakan diskusi yang terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat


penyakit dabn penanganannya

- Gali cara alternatif lain untuk ekspresi seksual lain selain hubungan
sex

- Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan


kemesraan

3. Implementasi

Implementasi atau tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana


keperawatan yang telah disusun

4. Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan dari tindakan


keperawatan. Evaluasi dibuat untuk mencapai kriteria hasil yang
diharapkan

5. Discharge Planning.
1) Kebutuhan khusus
Pasien tidak ada membutuhkan bantuan khusus, pasien masih bisa
melakukan aktifitas seperti biasa. Pasien tingal dengan suami dan anak.
2) Transportasi
Pasien pulang pergi ke RS dengan kendaran bus karyawan

3). Edukasi untuk pasien dan keluarga


a. Edukasi pasien dan keluarga cara merawat akses cuci darah dengan
cinimo.
b. Minum obat tensi secara tepat waktu dan rutin sesuai intruksi dokter
c. Bila obat habis, control ke Dokter atau pake resep dokter untuk beli ke
apotik
d. Makanan yang boleh dimakan, dan tidak boleh di makan
e. Membatasi cairan atau minum saat di rumah, pasien hanya boleh
minum 800 ml per harinya.
f. Jika pasien ada keluhan seperti sesak, cepat - cepat ke pelayanan RS

17
BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Nama : Ny. T

Umur : 43 tahun

Agama : Islam

Jenis kelamin : Perempuan

Status perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Perawang

Tgl. Pertama HD : 27 Maret 2021

Tgl. Pengkajian : 19 Novermber 2021

Lama HD : 5 jam

1. Riwayat Kesehatan Sekarang


Ny. T datang untuk ke RS Eka Hospital untuk cuci darah, Ny. T HD 2 x
dalam 1 minggu. Pasien sekarang mengatakan tekanan darah mulai stabil sejak
menjalankan cuci darah sejak 1 bulan terakhir ini. Tapi pasien tetap minum obat
rutin untuk tensi, kadang pasien lupa minum obat tensi. Sehingga tensi naik, dan
sakit kepala dan berat pada kuduk pasien. Saat ini pasien tidak ada keluhan, BAK
masih ada sedikit. TD 161/104 mmhg, Nadi 60 x/mnt, Penarfasan 18 x/mnt,
Suhu 36 0c.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu

Ny. T mengetahui ada riwayat hipertensi sejak akhir tahun 2020, dan sudah
mulai rutin minum obat tensi.

3. Riwata Kesehatan Keluarga


Dari keluarga ada riwayat hipertensi, yaitu bapak pasien dan kakak no. 4
pasien. Kakak no. 4 pasien sempat menjalankan cuci darah selama 4 tahun,
kemudian meninggal.

4. Pola Nutrisi
Nafsu makan : baik, makan biasa, 3 x sehari. Makan habis 1 porsi

Perubahan BB 6 bulan terakhir : tidak ada

Kesulitan Menelan (Disfagia) : Tidak ada

Pantangan/alergi : tidak boleh makan makan yang mengandung banyak kalium


( pisang, kacang – kacangan, buah- buahan yang mengandung
air yang banyak / alergi.

5. Pola Eliminasi
Kebiasaan Defekasi 1x Defekasi/hari

Konsistensi: lunak, warna kuning, jumlah dalam batas normal

Kebiasaan berkemih : pasien masih ada sedikit BAK

6. Pola Aktifitas
Kemampuan Perawatan Diri :

0 = Mandiri , 2 = Bantuan Orang Lain , 4 = Tergantung / tidak mampu

1 = Dengan Alat Bantu 3 = Bantuan peralatan dan orang lain

0 1 2 3 4
Makan/Minum √
Mandi √
Berpakaian/berdandan √
Toileting √
Mobilisasi di tempat √
tidur
Berpindah √
Berjalan √
Menaiki Tangga √
Berbelanja √
Memasak √
Pemeliharaan Rumah √

Alat bantu : tidak ada

Kekuatan Otot : 5555/5555

5555/5555

7. Pola Istirahat Tidur


Pasien tidur malam kurang lebih 7 jam, dan tidur siang 1 jam

8. Pola Kognitif - Persepsi


Status mental : baik, compos mentis

Bicara: bicara biasa, tidak ada keluhan

19
Keterampilan interaksi : Tidak ada masalah

Pendengaran : Tidak ada masalah

Penglihatan : Tidak ada masalah

9. Pola Peran Hubungan


Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status Pekerjaan : Tidak bekerja

Sistem Pendukung : Suami dan anak

10. Pola Seksual / Produksi


Pasien mempunyai anak 3 orang

11. Pola Koping – Toleransi Stres


Hal yang dilakukan jika ada masalah : Bercerita kepada anak-anak, dan suami

Penggunaan obat untuk menghilangkan stres : tidak ada

Keadaan emosi dalam sehari-hari : Santai

12. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium : Terlampir

13. Therapy Obat – obatan :

- feburic 1 x 80 tab po

- Calos 3 x 1 tab po

- Asam folat 3 x 1 tab po

- Atorvastatin 1 x 20 mg po

- Amlodipin 1 x 5 tab po pagi

- Injk. Hemapo 3000 unit subcutan 2 x seminggu


21

Anda mungkin juga menyukai