Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN HIPERTENSI YANG


MENJALANI HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA DI RSI
FATIMAH CILACAP

Disusun Oleh:

Mei Nur Annisa


108117030

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2021
A. PENGERTIAN
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration
rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan
sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia
(Smeltzer, 2009).
Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan suatu penurunan fungsi jaringan ginjal secara
progresif sehingga masa ginjal yang masih ada tidak mampu lagi mempertahankan
lingkungan internal tubuh (Ikbal,2016).
Penyakit gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak
dapat membuang racun dan produk sisa dari darah, ditandai adanya protein dalam urin serta
penurunan laju filtrasi glomelurus, berlangsung lebih dari 3 bulan (Mailani, Fitri &
Andriani, F, 2017 dalam Black & Hawks, 2009).

B. ETIOLOGI
Hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap proporsi GGK di US
yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan
17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan
penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi yakni
uropati obstruktif, lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 % (US Renal System, 2000
dalam Price & Wilson, 2006).
Mengutip American Heart Association, ginjal dan sistem peredaran darah bergantung
satu sama lain untuk menunjang kesehatan yang baik. Ginjal membantu menyaring limbah
dan cairan ekstra dari darah, dan mereka menggunakan banyak pembuluh darah selama
proses penyaringan tersebut.
Ketika pembuluh darah menjadi rusak, nefron yang menyaring darah tidak menerima
oksigen dan nutrisi yang mereka butuhkan agar berfungsi dengan baik. Inilah sebabnya
tekanan darah tinggi (HBP atau hipertensi) adalah penyebab utama kedua gagal ginjal.
Seiring waktu, tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol menyebabkan arteri di sekitar
ginjal menyempit, melemah atau mengeras. Arteri yang rusak ini tidak mampu memberikan
cukup darah ke jaringan ginjal. Sayangnya, orang yang mengidap penyakit ginjal karena
hipertensi, sering tidak merasakan gejala. Namun, ketika dilakukan pemeriksaan darah dan
urine, barulah diketahui kondisi ginjal sudah parah, bahkan sudah masuk ke tahap gagal
ginjal.
Penyakit Ginjal (renal disease) merupakan penyakit yang dapat menimbulkan hipertensi
melalui mekanisme peningkatan resistensi peredaran darah ke ginjal dan penurunan fungsi
kapiler glomerulus. Mekanisme ini menimbulkan keadaan hipoksia pada ginjal dan
meningkatnya aktivitas renin, angiotensinogen, angiotensin I, angiotensin II, Hub (ACE),
aldosteron dan penurunan bradikinin, penurunan nitric oxide (NO).
Peningkatan dan penurunan substansi ini menyebabkan terjadinya vasokonstriksi
pembuluh darah, peningkatan tahanan perifer, serta meningkatnya volume plasma yang pada
akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi atau peningkatan
tekanan darah yang terjadi akibat penyakit ginjal merupakan mekanisme umpan balik untuk
menurunkan dan menyeimbangkan substansi yang keluar agar tekanan darah menjadi
normal kembali, tetapi apabila kerusakan ginjal (renal disease) tidak diobati dengan baik,
maka akan menambah berat penyakit hipertensi. Sehingga penanganan Hipertensi pada
penyakit ginjal harus dilihat secara baik, karena keduanya saling berhubungan erat, dimana
penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi, dan hipertensi yang menetap dapat
menyebabkan penyakti ginjal yang lebih memburuk lagi.

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik  antara lain (Long, 1996):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.
b. Gejala yang lebih lanjut: anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis
mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001) antara lain: hipertensi (akibat retensi cairan
dan natrium dari aktivitas sisyem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif
dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada
lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan
otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem Kardiovaskuler
1) Hipertensi
2) Pitting edema
3) Edema periorbital
4) Pembesaran vena leher
5) Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
1) Krekel
2) Nafas dangkal
3) Kusmaul
4) Sputum kental dan liat
c. Sistem Gastrointestinal
1) Anoreksia, mual dan muntah
2) Perdarahan saluran GI
3) Ulserasi dan pardarahan mulut
4) Nafas berbau amonia
d. Sistem Muskuloskeletal
1) Kram otot
2) Kehilangan kekuatan otot
3) Fraktur tulang

e. Sistem Integumen
1) Warna kulit abu-abu mengkilat
2) Pruritis
3) Kulit kering bersisik
4) Ekimosis
5) Kuku tipis dan rapuh
6) Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
1) Amenore
2) Atrofi testis

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit hipertensi pada dasarnya adalah penyakit yang dapat merusak pembuluh darah,
jika pembuluh darahnya ada pada ginjal, maka tentu saja ginjalnya mengalami kerusakan.
Seseorang yang tidak mempunyai gangguan ginjal, tetapi memiliki penyakit hipertensi dan
tidak diobati akan menyebabkan komplikasi pada kerusakan ginjal, dan kerusakan ginjal
yang terjadi akan memperparah hipertensi tersebut. Kejadian ini menyebabkan tinkat terapi
hemodialis menjadi tinggi dan angka kematian akibat penyakit ini juga cukup tinggi 14.
Hipertensi menyebabkan rangsangan barotrauma pada kapiler glomerolus dan
meningkatkan tekanan kapiler glomerolus terebut, yang lama kelamaan akan menyebabkan
glomerolusclerosis. Glomerulusclerosis dapat merangsang terjadinya hipoksia kronis yang
menyebabkan kerusakan ginjal. Hipoksia yang terjadi menyebabkan meningkatnya
kebutuhan metabolisme oksigen pada tempat tersebut, yang menyebakan keluarnya
substansi vasoaktif (endotelin, angiotensin dan norephineprine) pada sel endotelial
pembuluh darah lokal tersebut yang menyebabkan meningkatnya vasokonstriksi. Aktivasi
RAS (Renin Angiotensin Sistem) disamping menyebabkan vasokontriksi, juga menyebakan
terjadinya stres oksidatif yang meningkatkan kebutuhan oksigen dan memperberat terjadinya
hipoksia. Stres oksidatif juga menyebabkan penurunan efesiensi transport natrium dan
kerusakan pada DNA, lipid & protein, sehingga pada akhirnya akan menyebakan terjadinya
tubulointertitial fibrosis yang memperparah terjadinya kerusakan ginjal.
Hipertensi renal merupakan hipertensi sekunder yang angka kejadiannya sekitar 5 %,
jauh lebih sedikit dibanding dengan hipertensi primer. Tetapi kejadian hipertensi renal yang
terjadi dapat merupakan komplikasi dari hipertensi primer. Hipertensi primer yang menetap
dan tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan kemudian kerusakan ginjal dapat
menyebakan hipertensi menjadi lebih parah dan dapat menyebabkan komplikasi yang
lainnya. Sedangkan penyakit ginjal yang didapat (Renal disease) terutama yang
menyebabkan peningkatan resistensi peredaran darah ke ginjaldan penurunan fungsi kapiler
glomerulus akan menyebabkan terjadinya hipertensi, dan apabila penyakit ginjal tidak
diobati maka akan menyebabkan hipertensi menetap dan memperparah kerusakan ginjal.
Sehingga dapat dikatakan antara hipertensi dan kerusakan ginjal adalah saling
berhubungan satu sama lain.

E. PATHWAYS
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu
menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa
pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia
dan gangguan elektrolit.

G. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis (cuci darah)
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemid (membantu berkemih)
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4. Transfusi darah
5. Transplantasi ginjal.

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN FOKUS


1. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia di antara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD di bawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. 
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola Nutrisi dan Metabolik
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola Eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidakseimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian Fisik
a. Penampilan/ keadaan umum
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi rate naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala
Rambut kotor, mata kuning/ kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung
kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi
basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltik, turgor jelek, perut buncit. 
h. Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill Time lebih dari 1 detik.
j. Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat/ uremia,
dan terjadi perikarditis.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul
pada pasien CKD adalah:
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
2. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
3. Risiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis.
4. Kelebihan volume cairan berhibungan dengan mekanisme pengaturan melemah.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay oksigen
dengan kebutuhan.

J. PERENCANAAN ASUHAN KEPERAWATAN


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan pertukaran gas NOC: NIC :
berhubungan dengan  Respiratory Status : Gas  Posisikan pasien untuk
ketidakseimbangan perfusi exchange memaksimalkan ventilasi
ventilasi Setelah dilakukan tindakan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
DS: keperawatan selama 3x24 jam  Keluarkan sekret dengan batuk atau
- Sakit kepala ketika bangun diharapkan gangguan suction
- Dyspnue pertukaran gas pasien teratasi  Auskultasi suara nafas, catat adanya
- Gangguan penglihatan dengan kriteria hasi: suara tambahan
DO:  Mendemonstrasikan  Monitor respirasi dan status O2
- Penurunan CO2 peningkatan ventilasi dan  Catat pergerakan dada, amati
- Takikardi oksigenasi yang adekuat kesimetrisan, penggunaan otot
- Hiperkapnia  Memelihara kebersihan paru tambahan, retraksi otot
- Keletihan paru dan bebas dari tanda supraclavicular dan intercostal
- Iritabilitas tanda distress pernafasan  Monitor suara nafas, seperti
- Hypoxia  Mendemonstrasikan batuk dengkur
- Kebingungan efektif dan suara nafas yang
 Monitor pola nafas : bradipena,
- Sianosis bersih, tidak ada sianosis
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
- Warna kulit abnormal dan dyspneu (mampu
cheyne stokes, biot
(pucat, kehitaman) mengeluarkan sputum,
 Auskultasi suara nafas, catat area
- Hipoksemia mampu bernafas dengan
penurunan/ tidak adanya ventilasi
- Hiperkarbia mudah, tidak ada pursed
dan suara tambahan
- AGD abnormal lips)
- pH arteri abnormal  Tanda tanda vital dalam  Monitor TTV
- Frekuensi dan kedalaman rentang normal  Observasi sianosis khususnya
nafas abnormal membran mukosa
 Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
irama dan denyut jantung
2. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko penurunan curah NOC : NIC :
jantung berhubungan dengan  Cardiac Pump  Evaluasi adanya nyeri dada
beban jantung yang meningkat Effectiveness  Catat adanya disritmia jantung
Setelah dilakukan asuhan  Catat adanya tanda dan gejala
DO/DS: selama 3x24 jam penurunan penurunan cardiac putput
- Aritmia, takikardia, kardiak output klien teratasi  Monitor status pernafasan yang
bradikardia dengan kriteria hasil: menandakan gagal jantung
- Palpitasi, oedem  T  Monitor balance cairan
- Kelelahan anda Vital dalam rentang  Atur periode latihan dan istirahat
- Peningkatan/ penurunan JVP normal (tekanan darah, untuk menghindari kelelahan
- Distensi vena jugularis nadi, respirasi)  Monitor toleransi aktivitas pasien
- Kulit dingin dan lembab  D
 Monitor adanya dyspneu, fatigue,
- Penurunan denyut nadi apat mentoleransi aktivitas,
tekipneu dan ortopneu
perifer tidak ada kelelahan
 Anjurkan untuk menurunkan stress
- Oliguria, kaplari refill lambat  Ti
- Nafas pendek/ sesak nafas dak ada edema paru,  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Perubahan warna kulit perifer, dan tidak ada asites  Monitor pola pernapasan abnormal
- Batuk, bunyi jantung S3/S4  Tidak ada penurunan  Monitor suhu, warna, dan
- Kecemasan kesadaran kelembaban kulit
 Tidak ada distensi vena  Monitor sianosis perifer
leher  Jelaskan pada pasien tujuan dari
 Warna kulit normal pemberian oksigen
 Kelola pemberian obat anti aritmia,
inotropik, nitrogliserin dan
vasodilator untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung
3. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor
biologis
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko ketidakseimbangan NOC: NIC:
nutrisi kurang dari kebutuhan  Nutritional status:  Kaji adanya alergi makanan
tubuh berhubungan dengan Adequacy of nutrient  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
ketidakmampuan untuk Setelah dilakukan tindakan menentukan jumlah kalori dan
memasukkan atau mencerna keperawatan selama 3x24 jam nutrisi yang dibutuhkan pasien
nutrisi oleh karena faktor biologis nutrisi kurang teratasi dengan  Yakinkan diet yang dimakan
indikator dalam batas normal mengandung tinggi serat untuk
DS: untuk: mencegah konstipasi
- Nyeri abdomen  Albumin  Ajarkan pasien bagaimana
- Muntah serum membuat catatan makanan
- Kejang perut  Pre harian.
- Rasa penuh tiba-tiba albumin serum  Monitor lingkungan selama
setelah makan  Hematokrit makan
DO:  Hemoglobi  Jadwalkan pengobatan dan
- Diare n tindakan tidak selama jam makan
- Rontok rambut yang  Total iron  Monitor turgor kulit
berlebih binding capacity
 Monitor mual dan muntah
- Kurang nafsu makan  Jumlah
 Monitor pucat, kemerahan, dan
- Bising usus berlebih limfosit
kekeringan jaringan konjungtiva
- Konjungtiva pucat
- Denyut nadi lemah  Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
4. Kelebihan volume cairan berhibungan dengan mekanisme pengaturan melemah
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kelebihan volume cairan NOC : NIC :
berhubungan dengan mekanisme  Fluid  Pertahankan catatan intake dan
pengaturan melemah balance output yang akurat
Setelah dilakukan tindakan  Pasang urin kateter jika
DO/DS : keperawatan selama 3x24 jam diperlukan
- Berat badan meningkat diharapkan kelebihan volume  Monitor hasil lab yang sesuai
pada waktu yang singkat cairan teratasi dengan kriteria: dengan retensi cairan (BUN ,
- Asupan berlebihan  Terbebas dari Hmt , osmolalitas urin )
dibanding output edema, efusi, anaskara  Monitor vital sign
- Distensi vena jugularis  Bunyi nafas  Monitor indikasi retensi /
- Perubahan pada pola bersih, tidak ada dyspneu/ kelebihan cairan (cracles, CVP ,
nafas, dyspnoe/ sesak nafas, ortopneu edema, distensi vena leher,
orthopnoe, suara nafas  Terbebas dari asites)
abnormal (Rales atau distensi vena jugularis,  Kaji lokasi dan luas edema
crakles), pleural effusion  Memelihara tekanan vena  Monitor masukan makanan /
- Oliguria, azotemia sentral, tekanan kapiler cairan
- Perubahan status mental, paru, output jantung dan
 Monitor status nutrisi
kegelisahan, kecemasan vital sign DBN
 Berikan diuretik sesuai interuksi
 Terbebas dari kelelahan,
kecemasan atau bingung  Monitor berat badan
 Monitor elektrolit
 Monitor tanda dan gejala dari
odema
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay oksigen
dengan kebutuhan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan  Self Care :  Observasi adanya
ketidakseimbangan antara suplei ADLs pembatasan klien dalam
oksigen dengan kebutuhan Setelah dilakukan tindakan melakukan aktivitas
keperawatan selama 3x24 jam  Kaji adanya faktor yang
DS: diharapkan pasien bertoleransi menyebabkan kelelahan
- Melaporkan secara terhadap aktivitas dengan  Monitor nutrisi dan sumber
verbal adanya kelelahan atau kriteria hasil: energi yang adekuat
kelemahan.  Berpartisipa  Monitor pasien akan adanya
- Adanya dyspneu atau si dalam aktivitas fisik tanpa kelelahan fisik dan emosi secara
ketidaknyamanan saat disertai peningkatan tekanan berlebihan
beraktivitas. darah, nadi dan RR  Monitor respon
DO :  Mampu kardivaskuler terhadap aktivitas
- Respon abnormal dari melakukan aktivitas sehari (takikardi, disritmia, sesak nafas,
tekanan darah atau nadi hari (ADLs) secara mandiri diaporesis, pucat, perubahan
terhadap aktifitas  Keseimban hemodinamik)
- Perubahan ECG : gan aktivitas dan istirahat  Monitor pola tidur dan
aritmia, iskemia lamanya tidur/istirahat pasien
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik,
psikologi dan social
 Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi,
sosial dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Doenges E,  Marilynn et al. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC.

Long, B C. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3.


Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-


proses Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3 Jilid III. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

(Ii, 2006)Ii, B. A. B. (2006). Jtptunimus-Gdl-Tikalutfia-6702-2-Babii. 6–45.

https://images.app.goo.gl/AN4x6Kw1pSS2Cc8u5

Sawicka K, Szczyrk M, Jasrzebska I, Prasal M, Zowlak A, Daniluk J, 2011. Hypertention – The


silent killer. Journal of Pre-Clinical and Clinical Research, 5 (2) : 43 – 46

Anda mungkin juga menyukai