Anda di halaman 1dari 4

1.

Perbedaan resiko perilaku kekerasan dan perilaku kekerasan


a. Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang
lain atau lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal.
Risiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua yaitu
risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self – directed
violence ) dan risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for
other – directed violence). NANDA (2016) mengatakan bahwa risiko
perilaku kekerasan terhadap diri sendiri merupakan perilaku yang
rentan dimana seorang individu bisa menunjukkan atau
mendomonstrasikan tindakan yang membahayakan dirinya sendiri,
baik secara fisik, emosional, maupun seksual.
P. Perilaku kekerasan adalah suatu tindakan yang dapat membahayakan
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan yang bertujuan untuk
melukai, hal tersebut disebabkan karena ketidakmampuan dalam
melakukan koping stres dan tidak mampu untuk mengontrol dorongan
untuk tidak melakukan kekerasan.
2. Respon marah
a. Asertif : Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa
marah rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan orang lain
Contoh : saya akan menyelesaikan masalah tersebut dengan cara ini. Bagaimana menurut
anda ?
b. .Frustasi : Respon yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan,kepuasan, atau
rasa amaan/
c. Pasif : Keadaan dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang di
alaminya.
d. Agresif : Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk menuntut sesuatu
tapi masih terkontrol.
e. Kekerasan dan amuk : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya control

4. SP RPK

a. Sp 1 Latih klien melakukan cara mengontrol Kemarahan:

* Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam

* Pukul bantal

b. Sp 2 : Bantu klien mengontrol perilaku kekerasan pasien dengan minum obat secara
teratur
c. SP 3 Ajarkan kepada klien bicara yang baik bila sedang marah. Ada tiga cara:
1. Meminta dengan baik tanpa marah
2. Menolak dengan baik
3. Mengungkapkan perasaan kesal
6. Jenis waham
• Waham kebesaran
Meyakini memiliki kebesaran dan kekuasaan khusus, diucapkan berulangkali
tetapi tidak sesuai kenyataan.
• Waham curiga
Keyakinan bahwa seseorang atau sekelompok orang mau merugikan atau
mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan
• Waham agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulangkali tetapi
tidak sesuai kenyataan.
• Waham somatic
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/ terserang penyakit,
diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
• Waham nihilistic
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/ meninggal, diucapkan berulangkali tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
• Waham persecutory
Keyakinan bahwa dirinya akan dirugikan, dilecehkan, oleh individu atau kelompok
lain
• Waham sisip pikir
Keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang disisipkan ke dalam pikirannya.
• Waham siar pikir
jenis waham yang umum dialami oleh orang dengan skizofrenia yang meyakini
bahwa pikiran internal dalam otaknya disiarkan kepada orang lain sehingga orang
lain tersebut dapat mengetahui pikiran orang tersebut.

7. Jika menemui pasien waham


a. Membantu klien meminimalkan efek pemikiran waham dengan teknik distraksi (menulis, atau
berbicara dengan teman, dapat bermanfaat
bagi klien)
b. Tidak boleh secara terbuka melawan waham atau berdebat dengan klien tentang keyakinan
waham
c. Tidak boleh menguatkan keyakinan waham dengan “mengikuti” apa yang klien katakan
d. Menghadirkan dan mempertahankan realitas dengan membuat pernyataan sederhana

8.
3. Yang menyebabkan seseorang mengalami resiko perilaku kekerasan

A. Faktor Predisposisi
1. Faktor Psikologis
Psyschoanalytical Theory : Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari
instinctual drives. Pandangan psikologi mengenai perilaku agresif mendukung pentingnya peran
dari perkembana predisposisi atau pengalaman hidup. Beberapa contoh dari pengalaman hidup
tersebut :
a. Kerusakan otak organik dan retardasi mental
sehingga tidak mampu menyelesaikan secara
efektif.
b. Rejeksi yang berlibihan saat anak-anak.
c. Terpapar kekerasan selama masa perkembangan
2. Faktor Sosial Budaya
Sosial Learning Theory, ini merupakan bahwa agresif
tidak berbeda dengan respon-respon yang lain,
kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan.
3. Faktor biologis
Neurotransmeiter yang sering dikaaitkan perilaku
agresif dimana faktor pendukunya adalah masa kadan-
kanak yang tidak menyengkan, sering mengalami
kegagalan, kehidupan yang penuh tindakan agresif
dan lingkungan yang tidak kondusif.
4. Perilaku
Reinfocemnt yang terima pada saat melakukan
kekerasan dan sering mengobservasi kekerasan di
rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.

B. Faktor Presitipasi
Ketika seseorang merasa terancam terkadang tidak
menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber
kemarahannya. Tetapi secara umum, seseorang akan
mengerluarkan respon marah apabila merasa dirinya
terancam. Faktor presipitasi bersumber dari klien,
lingkungan, atau interaksi dengan orang lain.
Faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua,
yaitu (Parwati, 2018) :
a. Klien : Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri.
b. Lingkungan : Ribut, kehilangan orang atau objek yang
berharga, konflik interaksi sosial.

8. pengalaman saya, saat itu saya sedang memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Risiko Prilaku Kekerasan disalah satu RSJ,untuk mengontrol marah dengan cara tarik nafas
dalam, tapi pasiennya marah-marah terus tidak mau diam, pasien memukul mukul dinding dan
pintu, memaki-maki saya, dan nekat meludahi saya serta melempar dengan barang yang bisa
dilempar jika ada yang mendekat.

Anda mungkin juga menyukai