TINJAUAN TEORI
a. Konsep Medis
a.1. Defenisi
Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam
darah). Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, ginjal tidak dapat berfungsi
dengan baik. Ginjal mengalami gangguan untuk memfiltrasi darah sehingga zat
sisa metabolisme tubuh seperti urea, asam urat dan kreatinin tidak dapat
diekskresikan. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah bagi tubuh. Dampak
yang terjadi akibat penyakit gagal ginjal kronis penderitanya akan mengalami
kerusakan ginjal dengan Laju filtrasi glomerulus (LFG) normal > 90 ml/menit,
kerusakan ginjal dengan Laju filtrasi glomerulus (LFG) 60-89 ml/menit (disertai
peningkatan tekanan darah), penurunan Laju filtrasi glomerulus (LFG) sedang 30-
59 ml/menit (disertai hiperfosfatemia, hipokalcemia, anemia, hiperparatiroid,
hipertensi), penurunan Laju filtrasi glomerulus (LFG) berat 15-29 ml/menit (disertai
malnutrisi, asidosis metabolic, cendrung hiperkalemia dan dislipidemia) dan gagal
ginjal (Nurchayati, 2010).
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunikafibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka
terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri dari
bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks. Bagian dalam (interna)
medula. Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang jumlahnya
antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya
menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus,
ansahenle, vasa rekta dan duktuskoli gensterminal. Bagian luar (eksternal)
korteks. Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan
bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang
basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam di
antara pyramid dinamakan kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus
proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens.
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan
fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira- kira 2.400.000
nefron. Setiap nefron bias membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu
nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal.
Urine produk akhir dari fungsi ginjal, dibentuk dari darah oleh
nefron.Nefron terdiri atas satu glomerulus, tubulus proksimus, ansahenle,
dantubulus distalis. Banyak tubulus distalis keluar membentuk tubulus
kolengentes. Dari tubulus kolengentes, urine mengalir ke dalam pelvis ginjal.
Dari sana urine meninggalkan ginjal melalui ureter dan mengalir ke dalam
kandung kemih. Tiap ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta nefron dan
semua berfungsi sama. Tiap nefron terbentuk dari 2 komponen utama, yaitu:
1. Glomerulus dan kapsula bowman, tempat air dan larutan di filtrasi dari
darah
2. Tubulus, yang mereabsorpsi material penting dari filtrate dan
memungkinkan bahan-bahan sampah dan material yang tidak dibutuhkan
untuk tetap dalam filtrate dan mengalirke pelvis renalis sebagai urine.
1. Tubulus proksimus
2. Ansahenle
3. Tubulus distalis
4. Tubulus kolengntes
1. Filtrasi glomerulus
a. Kerusakan ginjal yang teradi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG),
b. Laju Filtrasi Glomerulus kurang dari 60ml/ menit 1,73 m selama 3 bulan,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Rumus Kockcroft-Gault :
72 x kreatinin mg/dl
90
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang di filtrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu: non- elektrolit,
elektrolit, dan air. Setelah filtrasi, langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-
zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah di filtrasi.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus ke dalam filtrate. Banyak substansi yang di sekresi tidak terjadi
secara alamiah dalam tubuh (misalnya: penisilin). Substansi yang secara
alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion
hidrogen. Pada tubulus distalis, transport aktif natrium system carier yangjuga
terlibat dalam sekresi hydrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan
ini, tiap kali karier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya
hydrogen atau ion kalium ke dalam cairan tubular “perjalanannya kembali”.
Jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hydrogen atau kalium harus
disekresikan dan sebaliknya
a.3. Patoflowdiagram
1. Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronis dapat dibedakan menjadi penyebab sistemik,
vaskular, gangguan glomerulus, gangguan tubulointerstisial, dan penyebab
lainnya.
a) Penyebab Sistemik
Diabetes dan hipertensi dapat menyebabkan komplikasi berupa nefropati
yang bias menjadi etiologi penyakit ginjal kronis.
b) Penyakit Vaskular
Penyakit vaskular yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis, di
antaranya:
Stenosis arteri renalis
Vaskulitis
Ateroemboli
Nefrosklerosis akibat hipertensi
Trombosis vena renal
c) Penyakit Glomerulus
Penyakit glomerulus yang menyebabkan penyakit ginjal kronis dapat
bersifat primer maupun sekunder. Penyebab primer misalnya nefropati
membranosa, sindrom Alport, dan nefropati IgA. Penyebab sekunder dapat
diakibatkan oleh rheumatoid arthritis, lupus, endokarditis, skleroderma,
hepatitis B dan hepatitis C.
d) Penyakit Tubulointerstisial
Penyebab penyakit tubulointerstisial adalah obat yang bersifat nefrotoksik
seperti allopurinol dan sulfonamida. Penyakit tubulointerstisial juga dapat
disebabkan oleh penyakit, di antaranya adalah infeksi, sindrom Sjögren,
hipokalemia atau hiperkalsemia kronis, dan sarkoidosis.
e) Penyebab Lain
Penyakit ginjal kronis juga dapat disebabkan oleh obstruksi saluran kemih
atau komplikasi dari gagal ginjal akut. Obstruksi saluran kemih dapat
diakibatkan oleh pembesaran prostat jinak, batu ginjal, striktur uretra,
tumor, defek kongenital ginjal, neurogenic bladder, atau fibrosis
retroperitoneal.
f) Faktor Risiko
Faktor risiko penyakit ginjal kronis:
Genetik: terdapat gen-gen yang ditemukan berhubungan dengan
penyakit ginjal kronis, di antaranya gen uromodulin, APOL1, dan gen-
gen yang mengatur sistem renin-angiotensin.
Jenis kelamin: pria memiliki risiko lebih tinggiUsia: semakin tua, risiko
semakin tinggi
Obesitas
Merokok
Alkohol dan obat yang bersifat nefrotoksik seperti allopurinol dan
sulfonamidaRiwayat keluarga dengan penyakit ginjal kronis
Berat badan lahir rendah (BBLR).
Gagal ginjal akut: risiko penyakit ginjal kronis meningkat hingga 10 kali
lipat
Diabetes mellitus: studi United States Renal Data System (USRDS)
menemukan setengah dari pasien penyakit ginjal kronis tahap akhir
memiliki nefropati diabetic
Hipertensi: 27% pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium akhir
memiliki hipertensi
Obstructive sleep apnea
2. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a) Gangguan kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat
perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan,
gangguan irama jantung dan edema.
b) Gangguan Pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental
dan riak, suara krekels.
c) Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang
berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada
saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia.
d) Gangguan muskuloskeletal Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya
sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan
terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan
hipertropi otot – otot ekstremitas.
e) Gangguan Integumen kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning –
kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku
tipis dan rapuh.
f) Gangguan endokrim Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi
menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa,
gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya
retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h) System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang
berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.
3. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun
kolaborasi antara lain :
a) Pemeriksaan laboratorium darah:
Hematologi: Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
RFT ( renal fungsi test ): ureum dan kreatinin
LFT (liver fungsi test )
Elektrolit: Klorida, kalium, kalsium
Koagulasi studi: PTT, PTTK
BGA
b) Urine
Urine rutin
Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
c) Pemeriksaan kardiovaskuler
ECG
ECO
d) Radidiagnostik
USG abdominal
CT scan abdominal
BNO/IVP, FPA
Renogram
RPG ( retio pielografi )
4. Komplikasi:
a) Anemia, akibat penurunan eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal.
Penurunan eritropoietin ini seiring dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus.
b) Osteodistrofi ginjal, akibat peningkatan hormon paratiroid akibat retensi
fosfat dan hipokalsemia akibat dari defisiensi vitamin D
c) Penyakit kardiovaskular
Semua pasien PGK disarankan dipertimbangkan berada dalam risiko tinggi
penyakit kardiovaskular
d) Malnutrisi protein
Penurunan LFG sering disertai dengan anoreksia, mual dan muntah
sehingga menyebabkan pemasukkan makanan dan nutrisi berkurang
e) Asidosis metabolic
f) Hiperkalemia
Disebabkan karena ketidakmampuan ginjal untuk mengekskresikan kalium
dari makanan yang masuk.
Dapat mempengaruhi kerja jantung dan pada EKG tampak gelombang T
tinggi, pemanjangan sistem konduksi, sine wave (pelebaran gelombang QRS,
tidak tampak gelombang P dan gelombang T bersatu dengan gelombang QRS
ataupun asistol
g) Edema paru
Kelebihan cairan terjadi karena terganggunya regulasi cairan di ginjal pada
pasien PGK terutama bila memiliki gagal jantung kongestif
4. Masalah Keperawatan
b. Konsep Keperawatan
b.1. Pengkajian
a) Pengumpulan Data Awal
Identitas pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor
register dan diagnosa medis.
b) Riwayat Kesehatan
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien sebelum
masuk ke rumah sakit. Pada pasien dengan gagal ginjal kronik biasanya
didapatkan keluhan utama yang bervariasi, mulai dari urine keluar sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera
makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas bau
(amonia), dan gatal pada kulit (Muttaqin& Sari, 2011).
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urine, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,
adanya nafas berbau amonia, rasa sakit kepala, dan perubahan pemenuhan
nutrisi (Muttaqin & Sari, 2011).
d) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal ginjal
akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang,
penyakit diabetes mellitus, dan hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis
obat kemudian dokumentasikan (Muttaqin & Sari, 2011).
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik,riwayat
menderitapenyakit gagal ginjal kronik.
f) Pola-Pola Aktivitas Sehari-Hari
Pola Aktivitas / Istirahat Biasanya pasien mengalami kelelahan
ekstrim,kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau
samnolen), penurunan rentang gerak (Haryono, 2013).
Pola Nutrisi dan Metabolisme Biasanya pasien mual, muntah, anoreksia,
intake cairan inadekuat, peningkatan berat badan cepat (edema),
penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak
sedap pada mulut (pernafasan amonia) (Haryono,2013).
Pola Eliminasi Biasanya pada pasien terjadi penurunan frekuensi urine,
oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare konstipasi,
perubahan warna urin (Haryono 2013).
Persepsi diri dan konsep diri Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak
ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah, perubahan
kepribadian, kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran.
Pola reproduksi dan seksual Penurunan libido, amenorea,
infertilitas(Haryono, 2013).
g) Pemeriksaan Fisik
Keluhan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi
system saraf pusat. Pada hasil pemeriksaan vital sign, sering didapatkan
adanya perubahan pernafasan yang meningkat, suhu tubuh meningkat
serta terjadi perubahan tekanan darah dari hipertensi ringan hingga
menjadi berat (Muttaqin & Sari,2011).
Pengukuran antropometri: Penurunan berat badan karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
Kepala
Mata : konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,
edema periorbital.
Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
Hidung : biasanya ada pernapasan cuping hidung
Mulut : nafas berbau amonia, mual,muntah serta cegukan, peradangan
mukosa mulut.
Leher : terjadi pembesaran vena jugularis.
Dada dan toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal
dan kusmaul serta krekels, pneumonitis, edema pulmoner, friction rub
pericardial.
Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
Genital : atropi testikuler, amenore.
Ekstremitas : Capitally revil time > 3 detik, kuku rapuh dan kusam serta
tipis, kelemahan pada tungkai, edema, akral dingin, kram otot dan nyeri
otot, nyeri kaki, dan mengalami keterbatasan gerak sendi.
Kulit : ekimosis, kulit kering, bersisik, warna kulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritus), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura),
edema.
h) Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium Menurut Muttaqin (2011) dan Rendi & Margareth (2012)
hasil pemeriksaan laboratoium pada pasien gagal ginjal kronik adalah :
Urine, biasanya kurang dari 400ml / 24 jam (oliguria) atau urine
tidak ada (anuria). Warna secara abnormal urine keruh mungkin
disebabkan pus, bakteri, lemak fosfat, dan urat sedimen kotor.
Kecoklatan menunjukkan adanya darah. Berat jenis urine kurang
dari 0,015 (metap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal
berat). Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus.
Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,
dan hipoalbuminemia. Anemia normoster normokrom dan jumlah
retikulosit yang rendah.
Ureum dan kreatinin meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Perbandingan bisa
meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka
bakar luas, pengobatan steroid dan obstruksi saluran kemih.
Perbadingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari kreatinin,
pada diet rendah protein dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia:
biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis.
Hipoklasemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya
sintesis vitamin D3 pada pasien CKD.
Alkalin fosfat meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama isoenzim fosfatase lindin tulang.
Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein. Peninggian gula
darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal
(resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
Hipertrigleserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan Ph
yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semua
disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
2) Pemeriksaan Diagnostik lain
Pemeriksaan radiologis menurut Sudoyo,dkk (2009) dan Muttaqin &
Sari (2011) meliputi :
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya
batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk
keadaan ginjal, bisa tampak batu radio – opak, oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal
pada keadaan tertentu, misalnya usia lanjut, diabetes mellitus, dan
nefropati asam urat. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena
kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping
kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
Ultrasonografi (USG) untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal
parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system
pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi) serta sisa fungsi ginjal.
Elektrokardiografi (EKG) untuk melihat kemungkinan: hipertropi
ventrikel kiri, tanda-tanda pericarditis, aritmia, gangguan elektrolit
(hiperkalemia).
b.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan NANDA internasional 2015-2017 yang mungkin muncul
pada pasein CKD yaitu :
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
Penuruan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
koagulopati (uremia)
Risiko cidera berhubungan dengan profil darah yang abnormal (uremia)
Risiko ketidakefektifan perusi jaringan ginjal berhubungan dengan hipoksia
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan berkurangnya
suplai oksigen ke jaringan
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah/anoreksia
Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal kronis
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasiv berulang
Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
cairan
b.3. Perencanaan
Monitor cairan
1. Tentukan jumlah dan
jenis intake/asupan
cairan serta kebiasaan
eliminasi
2.Monitor asupan
pengeluran
3. Periksa turgor kulit
4. Monitor berat badan
5. Monitor tekanan
darah, denyut jantung
dan pernafasan
6. Berikan dialisis dan
catat respon pasien
3. Penuruan curah jantung Setelah dilakukan Manajemen asam basa:
berhubungan dengan tindakan keperawatan, Asidosis Metabolik
perubahan kontraktilitas diharpakan pasien 1. Monitor pernafasan
Defenisi : menunjukkan keefektifan 2. Monitor ketidak
Ketidak adekuatan pompa jantung. seimbangan eletrolit yang
darah yang dipompa Kriteria Hasil: berhubungan dengan
oleh jantung untuk 1. Tekanan darah sistol asidosis metabolik.
memenuhi kebutan dalam rentang normal 3. Monitor tanda dan
metabolik tubuh. 2. Tekanan darah diastol gejala rendahnya HCO3
Batasan Karakteristik: dalam rentang normal atau kelebihan ion
Perubahan 3. Tidak ada distensi vena hydrogen (pernafasan
Frekuensi/Irama leher kussmaul, kelemahan,
Jantung 4. Tidak ada disritmia diorientasi, sakit kepal,
a. Aritmia 5. Tidak ada peningkatan anoreksia)
b. Brakikardia berat badan 4. Berikan cairan sesuai
c. Takikardia 6. Tidak ada kelelahan indikasi
7. Saturasi oksigen 5. Monitor intake dan
Perubahan Preload output
a. Penurunan tekanan Setelah dilakukan
vena sentral tindakan keperawatan, Perawatan jantung
b. Distensi vena jugular pasien menunjukkan 1. Monitor status
c. Edema Status sirkulasi yang baik. kardiovaskuler (lakukan
d. Keletihan Kriteria Hasil : EKG) 2. Evaluasi adanya
e. Peningkatan CVP 1. Capillary reffil dalam nyeri
f. Peningkatan PAWP rentang normal 3. Catat adanya disritmia
g. Peningkatan berat 2. Tidak ada pitting edema jantung
badan 4. Catat adanya tanda
dan gejala penurunan
Perubahan Afterload cardiac output
a. Oliguria 5. Monitor status
b. Perubahan warna pernafasan yang
kulit menandakan gagal
jantung
6. Monitor adanya
perubahan tekanan
darah
7. Monitor toleransi
aktivitas pasien
8. Monitor tanda-tanda
vital 9. Kolaborasi
pemberian obat
kortikosteroid: prednison,
dexamethazon Monitor
tanda – tanda vital
4. Resiko ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Edema
perfusi jaringan serebral keperawatan, diharapkan Serebral
berhubungan dengan status neurologi baik. 1. Monitar tanda-tanda
uremia Kriteria Hasil : vital 2. Monitor CVP, dan
Defenisi : 1. Kesadaran tidak PAP
Berisiko mengalami terganggu 2. Tekanan 3. Monitor status
penurunan sirkulasi intrakranial tidak pernafasan : frekuensi,
jaringan otak yang dapat terganggu irama kedalaman
mengganggu kesehatan. 3. Tidak terganggu pola pernapasan, PaO2, PCO2,
istirahat dan tidur PH, bikarbonat.
4. Pola pernafasan tidak 4. Posisikan tinggi kepala
terganggu tempat tidur 30 derajat
5. Orientasi kognitif tidak atau lebih
terganggu 5. Batasi cairan
6. Berikan diuretik
Setelah dilakukan asuhan osmotik
keperawatan, diharapkan 7. Pertahankan suhu
ketidak efektifan perfusi normal 8. Lakukan
jaringan serebral teratasi. tindakan pencegahan
Kriteria Hasil : terjadinya kejang.
1. Tekanan sistol dalam
rentang normal Monitor Neurologi
2. Tekanan diastole dalam 1. Pantau ukuran pupil
rentang normal 2. Memonitor tingkat
3. Tidak ada penurunan kesadaran
tingkat kesadaran 3. Memonitor tingkat
orientasi
4. Monitor tanda-tanda
vital : suhu, tekanan
darah,
5. Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipovolemi
jaringan perifer keperawatan, diharapkan 1. Monitor status
berhubungan dengan perfusi jaringan perifer hemodinamik, meliputi
berkurangnya suplai kembali efektif. nadi, tekanan darah,
oksigen ke jaringan. Kriteria hasil: MAP, CVP, PAP, CO.
Defenisi: 1. Pengisian kapiler jari 2. Monitor adanya tanda-
penurunan sirkulasi dalam kisaran normal tanda dehidrasi
darah ke perifer yang 2. Pengisian kapiler jari (misalnya., turgor kulit
dapat mengganggu kaki dalam kisaran normal buruk, capillary refill
kesehatan Batasan 3. Suhu kulit ujung kaki terlambat, nadi lemah,
karakteristik: dan tangan dalam kisaran sangat haus, membran
a. Edema normal 4. Kekuatan mukosa kering, dan
b. Nyeri eksremitas denyut nadi karotis penurunan urin output
c. Penurunan nadi (kanan) dalam rentang 3. Monitor adanya
perifer normal sumbersumber
d. Perubahan fungsi 5. Kekuatan denyut nadi kehilangan cairan
motorik karotis (kiri) dalam (misalnya., perdarahan,
e. Tidak ada nadi perifer rentang normal muntah, diare, keringat
f. Perubahan fungsi 6. Kekuatan denyut nadi yang berlebihan, dan
motoric brakialis (kanan) dalam takpnea)
g. Waktu pengisian rentang normal 4. Posisikan untuk
kapiler >3 detik 7. Kekuatan denyut nadi perfusi perifer
brakialis (kiri) dalam
rentang normal Monitor tanda-tanda
8. Kekuatan denyut nadi vital
radial(kanan) dalam 1. Monitor tekanan
rentang normal darah, nadi, suhu, dan
9. Kekuatan denyut nadi status pernapasan
radial (kiri) dalam rentang 2. Inisiasi dan
normal pertahankan perangkat
10. Kekuatan denyut nadi pemantauan suhu tubuh
femoralis (kanan) dalam secara terus-menerus
rentang normal 11. dengan tepat
Kekuatan denyut nadi 3. Monitor warna kulit,
femoralis (kiri) dalam suhu dan kelembaban
rentang normal 4. Monitor sianosis
12. Tekanan darah sistolik sentral dan perifer
dalam rentang normal 5. Identifikasi
13. Tekanan darah kemungkinan peny
diastolik dalam kisaran
normal
14. Tidak ada muka pucat
15. Tidak ada kelemahan
otot
6. Ketidak seimbangan Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan, 1. Tentukan status gizi
kebutuhan tubuh diharapkan ketidak pasien dan kemampuan
berhubungan dengan seimbangan nutrisi pasien untuk memenuhi
anoreksia kurang dari kebutuhan kebutuhan gizi
Defenisi: tubuh teratasi dengan 2. Identifikasi adanya
Asupan nutrisi tidak status nutrisi. alergi makanan yang
cukup untuk Kriteria Hasil : dimiliki pasien
memenuhikebutuha n 1. Asupan gizi dalam 3. Kolaborasi dengan ahli
metabolik rentang normal gizi dalam menentukan
Batasan Karakteristik: 2. Asupan makanan dalam jumlah kalori dan jenis
a. Nyeri abdomen rengtang normal nutrisi yang dibutuhkan.
b. BB20% atau lebih 3. Rasio berat 4. Pastikan diet
dibawah BB ideal. badan/tinggi badan dalam mencakup makanan
c. Kerapuhan kapiler rentang normal. tinggi kandungan serat
d. Diare untuk mencegah
e. Kehilangan rambut Setelah dilakukan konstipasi.
berlebihan tindakan keperawatan,
f. Bising usus hiperaktif diharapkan ketidak Monitor nutrisi
g. Kurangmakanan seimbangan nutrisi 1. Timbang berat badan
h. Kurang informasi kurang dari kebutuhan pasien
i. Kurang minat pada tubuh teratasi dengan 2. Lakukan pengkuran
Makanan status nutrisi : asupan antropometri
j. Kesalahan informasi makanan & cairan 3. Monitor
k. Membran mukosa Kriteria Hasil kecenderungan turun
pucat l. Tonus otot 1. Asupan makanan dan naiknya berat badan
menurun secara oral yang adekuat 4. Identifikasi perubahan
2. Asupan cairan berat badan terakhir
intravena yang adekuat 5. Monitor turgor kulit
3. Asupan nutrisi dan mobilitas
parenteral yang adekuat 6. Identifikasi adanya
abnormalitas rambut
(kering, tipis, kasar, dan
mudah patah, rontok)
7. Monitor adanya mual
muntah
8. Monitor diet dan
asupan kalori
9. Monitor wajah pucat,
konjungtiva anemis
10. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium (Kolesterol,
serum albumin,
transferrin, Hb, Ht)
Monitor tanda-tanda vital
7. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan asuhan Manajemen Energi
berhubungan dengan keperawatan, 1. Anjurkan pasien
ketidak seimbangan diharapkanpasien mengungkapkan
antara suplai dan menunjukkan toleransi perasaan secara verbal
kebutuhan oksigen terhadap aktifitas. mengenai keterbatasan
Defenisi : Kritria Hasil: yang dialami
Ketidakcukupan energi 1. Frekuensi pernafasan 2. Monitor intake/asupan
psikologis atau fisiologis ketika beraktivitas tidak nutrisi untuk mengetahui
untuk melanjutkan atau tergannggu sumber energy yang
menyelesaikan aktivitas 2. Tekanan darah sitolik adekuat 3. Monitor lokasi
kehidupan sehari-hari ketika beraktivitas tidak dan sumber ketidak
yang harus atau yang terganggu nyamanan/nyeri yang
ingin dilakukan. 3. Tekanan darah diastolik dialami pasien selama
Batasan Karakteristik: ketika beraktivitas tidak aktivitas 4. Bantu pasien
a. Respon tekanan darah terganggu identifikasi pilihan
abnormal terhadap Setelah dilakukan asuhan aktivitas-aktivitas yang
aktivitas keperawatan, diharapkan akan dilakukan.
b. Ketidaknyama nan pasien menunjukkan daya 5. Lakukan ROM
setelah beraktivitas tahan terhadap toleransi aktif/pasif untuk
c. Dipsnea setelah aktivitas. menghilangkan
beraktivitas Kriteria Hasil: ketegangan otot.
d. Menyatakan merasa 1. Aktivitas fisik tidak 6. Bantu pasien dalam
leti e.Menyatakan terganggu aktivitas sehari-hari yang
merasa lemah 2. Serum elektrolit darah terartut sesuai
tidak terganggu kebutuhan (berpindah,
3. Tidak ada letargi bergerak, dan perawatan
4. Tidak ada kelelahan diri)
Setelah dilakukan asuhan Terapi aktivitas
keperawatan, 1. Bantu pasien untuk
diharapkanpasien mengidentifikasi aktivitas
menunjukkan energi yang diinginkan
psikomotor. 2. Berikan kesempatan
Kriteria Hasil: keluarga untuk terlibat
1. Menunjukkan tingkat dalam aktivitas, dengan
energi yang stabil cara yang tepat
2. Menunjukkan 3. Bantu pasien untuk
kemampuan untuk meningkatkan motivasi
menyelesaikan tugas diri dan penguatan.
sehari-hari 4. Ciptakan lingkungan
yang aman untuk dapat
melakukan pergerakan
otot secara berkala sesuai
dengan indikasi
Manajemen Nyeri
1. Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif
2. Observasi adanya
petunjuk nonverbal
mengenai ketidak
nyamanan.
3. Demonstrasikan
tindakan penurun nyeri
nonfarmakologi dengan
teknik nafas dalam
8. Nyeri kronis Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian
gangguan diharapkan Tingkat Nyeri nyeri komprehensif yang
muskuloskeletal kronis berkurang. Kriteria Hasil: meliputi lokasi,
Defenisi: 1. Tidak ada nyeri yang karakteristik,
Pengalaman sensorik dilaporkan onset/durasi, frekuensi,
dan emosional tidak 2. Tidak ada ekspresi nyeri kualitas, intensitas atau
menyenangkan dengan wajah beratnya nyeri dan faktor
kerusakan jaringan 3. Tidak ada keringat pencetus
aktual atau potensial, berlebih 2. Ajarkan prinsip-prinsip
atau digambarkan 4. Tidak ada mengerinyit manajemen nyeri
sebagai suatu 5. Frekuensi nafas normal 3. Dorong pasien untuk
kerusakan; awitan yang 6. Tekanan darah normal memonitor nyeri dan
tiba-tiba atau lambat 7. Denyut nadi radial menangani nyerinya
dengan intensitas dari normal dengan tepat
ringan hingga berat, 4. Ajarkan teknik
terjadi konstan atau nonfarmakologis (seperti:
berulang tanpa akhir biofeedback, TENS,
yang dapat dianstipasi hypnosis, relaksasi,
atau diprediksi dan bimbingan antisipatif,
berlangsung lebih dari terapi music, terapi
tiga(>3) bulan. bermain, terapi aktivitas,
Batasan karakteristik: akupressur, aplikasi
a. Bukti nyeri panas/dingin dan
b. Ekspresi wajah nyeri pijatan, sebelum,
(meringis) sesudah dan jika
c. Hambatan memungkinkan, ketika
kemampuan melakukan aktivitas yang
meneruskan aktivitas menimbulkan nyeri,
sebelumnya sebelum nyeri terjai atau
d. Perubahan pola tidur meningkat dn bersaman
dengan tindakan
penurunan rasa nyeri
lainnya)
5. Gunakan pengontrolan
nyeri sebelum nyeri
bertambah berat
6. Pastikan pemberian
analgesik dan atau
strategi nonfarmakologis
sebelum dilakukan
prosedur yang
menimbulkan nyeri
7. Dukung istirahat/tidur
yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri
8. Berikan informasi yang
akurat untuk
meningkatkan
pengetahuan dan respon
keluarga terhadap
pengalaman nyeri
9. Monitor kepuasan
pasien terhadap
manajemen nyeri dalam
interval yang spesifik
9. Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi
berhubungan dengan keperawatan, pasien 1. Bersihkan lingkungan
tindakan invasiv menunjukkan tidak setelah dipakai pasien
berulang mengalami infeksi dengan lain
Defenisi: indikator Keparahan 2. Pertahankan teknik
Mengalami peningkatan infeksi: Baru Lahir. isolasi 3. Anjurkan pasien
risiko terserang Kriteria Hasil: menggunakan alat
organisme patogenik. 1. Tidak ada ketidak pelindungan diri
stabilan suhu tubuh 4.Instruksikan pada
2. Tidak ada kulit pengunjung untuk
berbintikbintik mencuci tangan saat
3. Tidak ada kejang 4. berkunjung dan setelah
Tidak ada pening berkunjung
meninggalkan pasien
5.Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci
tangan
6. Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
7. Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
8. Tingktkan intake
nutrisi
10. Risiko kerusakan Setelah dilakukan asuhan Manajemen pruritus
integritas kulit keperawatan, diharapkan 1. Tentukan penyebab
berhubungan dengan pasien tidak mengalami dari terjadinya pruritus
perubahan status kerusakan integritas 2. Lakukan pemeriksaan
cairan. jaringan : kulit & fisik untuk
Defenisi : membran mukosa. mengidentifikasi
Beresiko mengalami Kriteria hasil: terjadinya kerusakan
perubahan kulit yang 1. Perfusi jaringan tidak kulit
buruk. terganggu 3. Pasang perban atau
2.Integritas kulit tidak balutan pada tangan atau
terganggu siku ketika pasien tidur,
3. Tidak ada pigmentasi untuk membatasi
abnormal gerakan menggaruk yang
4. Tidak ada pengelupasan tidak terkontrol
kulit 4. Anjurkan pasien untuk
5. Tidak ada eritema menghindari sabun
6. Tidak ada luka/ lesi mandi dan minyak yang
padakulit mengandung parfurm
5. Anjurkan pasien untuk
tidak memakai pakaian
ketat
6. Anjurkan pasien
untuk memotong kuku
7. Anjurkan pasien mandi
dengan air hangat kuku
8. Anjurkan pasien untuk
menggunakan telapak
tangan ketika menggosok
area kulit yang luas atau
b.4. Pelaksanaan/Implementasi
Implementasi digunakan untuk membantu klien dalam mencapai tujuan yang
sudah ditetapkan melalui penerapan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk
intervensi. Pada tahap ini perawat harus memiliki kemampuan dalam
berkomunikasi yang efektif, mampu menciptakan hubungan saling percaya dan
saling bantu, observasi sistematis, mampu memberikan pendidikan kesehatan,
kemampuan dalam advokasi dan evaluasi (Asmadi, 2008). Implementasi adalah
tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan ini
mncangkup tindakan mandiri dan kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2011).
b.5. Evaluasi
Evaluasi bertujuan untuk mencapai tujuan yang sudah disesuaikan dengan
kriteria hasil selama tahap perencanaan yang dapat dilihat melalui kemampuan
klien untuk mencapai tujuan tersebut (Setiadi, 2012).
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang didasarkan
pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang telah
ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu (Nursalam, 2008). Evaluasi
keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan
terdiri dari beberapa komponen yaitu
a) Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan.
b) Diagnosa keperawatan.
c) Evaluasi keperawatan.
c. Discharge Planning
Pemberian informasi pada klien dan keluarga tentang:
Obat: beritahu klien dan kelurga tentang daftar nama obat dosis, waktu pemberian
obat. Jangan mengonsumsi obat-obatan tradisional dan vitamin tanpa instruksi
dokter. Konsumsi obat secara teratur. Jika merasakan ada efek samping dari obat
segera cek ke rumah sakit. Perhatikan aktivitas ketika selesai meminum obat yang
memiliki efek samping mengantuk.
Diet: pertahankan diet seperti yang dianjurkan dokter seperti mengonsusmsi
makanan tinggi kalori dan rendah protein. Banyak mengonsumsi makanan rendah
natrium dan kalium. Keluarga harus memperhatikan benar-benar pola makan
klien.
Pengaturan cairan
Cairan yang diminimum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus di awasi dengan
seksama. Parameter yang terdapat untuk diikuti selain data asupan dan
pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran Berat badan
harian. Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah:
Misalnya : Jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam adalah 400 ml,
maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 + 500 ml = 900 ml.
BAB II
TINJAUAN KASUS
a. Pengkajian
Biodata Pasien
Nama :Ny. M
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Agama :
Suku Bangsa :
Tanggal dan jam masuk ke RS :
No RM :
Diagnosa Medis :
a.1. Anamnesa
a) Riwayat Kesehatan
Keluhan utama.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pola Eliminasi.
b. Pemeriksaan Diagnostik
b.1. Laboratorium
Hemoglobin : … g/dl
Jumlah leukosit : … 10^3/μL
Jumlah eritrosit : … 10^6/μL
Hematokrit : …. %
MCV : …. fL
MCH : …. pg
MCHC : …. g/DL
Jumlah trombosit : …. 10^3/μL
Ureum : …. mg/dL
Kreatinin : …. mg/dL
eGFR : …. mL/min/1.73^2
Golongan darah : ….
Anti HCV kualitatif : ….
HBsAG : ….
CRP kuantitatif : ….
b.2. Radiologi
Rontgen Torax:
b.3. Patologi Anatomi
c. Therapi
c.1. Diit
c.2. IVFD
c.3. Obat per oral
c.4. Obat injeksi
Analisa Data
Nama pasien : Ny.M
No Rekam Medik :
Ruangan : Hemodialisa
Diagnosa Medik :
Intervensi
Nama pasien : Ny.M
No Rekam Medik :
Ruangan : Hemodialisa
Diagnosa Medik :
Monitor cairan
1. Tentukan jumlah dan
jenis intake/asupan cairan
serta kebiasaan eliminasi
2.Monitor asupan
pengeluran
3. Periksa turgor kulit
4. Monitor berat badan
5. Monitor tekanan darah,
denyut jantung dan
pernafasan
6. Berikan dialisis dan
catat respon pasien
3 Resiko Jatuh Setelah dilakukan 1. Kaji keadaan fisik pasien
berhubungan asuhan yang dapat
dengan penurunan keperawatan 1x5 meningkatkan resiko
kekuatan jam, pasien tidak jatuh saat perubahan
ekstremitas ada terjatuh dengan kondisi
kriteria hasil: 2. Kaji karakteristik
Pasien tidak lingkungan yang dapat
terjatuh meningkatkan potensi
Pasien paham jatuh (lantai licin,
pencegahan jatuh kurang penerangan, dll.)
Nilai resiko jatuh 3. Anjurkan pasien untuk
rendah menggunakan tongkat
atau alat bantu berjalan
4. Kunci roda kursi roda
selama transfer pasien
5. Tempatkan barang-
barnag dalam jangkauan
pasien
6. Gunakan pengaman
tempat tidur.
BAB III
Penutup
a. Kesimpulan
Pengkajian terhadap masalah kelebihan volume cairan pada pasien telah
dilakukan secara komprehensif dan diperoleh hasil yaitu:
b. Saran
a) Pasien harus dapat mengontrol kenaikan berat badan setiap hemodialisa,
kenaikan berat badan dianjurkan maksimal hanya 5%.
b) Edukasi pasien dan keluarga terkait pembatasan cairan selama di rumah.
c) Keluarga diharapkan dapat mendampingi pasien saat beraktivitas, karena
kedua ekstremitas edema, mengakibatkan pasien tidak kuat dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari.
Daftar Pustaka
Herdman H. 2015. Nanda Internasional Inc Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2015-2017, EGC : Jakarta.
Joann dan Diane. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku dari Brunner dan Suddar.
EGC : Jakarta.
LeMone, Priskila, 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan Eliminasi. EGC :
Jakarta.
Medika : Yogyakarta. Riskesdas. 2013. Infodatin Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta.
Muttaqin. A, dan Sari, K. 2011. Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses dan Aplikasi.
Jakata : Salemba Medika.
Smeltzer dan Bare. 2008. Textbook of Medical Surgical Nursing Vol 2. Philadelphia :
Linppincott William & Wilkins
Smetltzer C. Suzanne, Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical
Bedah.EGC : Jakarta
Sudoyo dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
FK UI