Anda di halaman 1dari 14

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
1.1. Pengertian
Diabetes berasal dari bahasa yunani yang berarti mengalirkan atau
mengalihkan(siphon). Melitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi.
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (carwin,2009).
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetes
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya.

1.2. Etiologi
1.2.1 Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)
1. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi dibetes tipe 1 itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan
genetik ini kearah terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan
genetik ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor Imunologi

Pada diabetes tipe 1 itu sendiri tetapi mewarisi suatu respon


autoimin. Ini merupakan respon abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
3. Faktor Lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pankreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus
1.2.2

atau toksin tertentu dapat menimbulkan sel pankreas.


Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari diabetes melitus tipe 2 ini belum
diketahui, faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak
tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula mula mengikat dirinya kepada reseptor reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada
pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor insulin dengan sistem transport glukosa.
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor insulin dengan sistem
transport glukosa.
Kadar glukosa normal dapat dipertahan kan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin yang beredar tidak
lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 Cit
Indriostuti, 2008).
Diabetes melitus tipe 2 disebut juga Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent

Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok


heterogen bentuk-bentuk diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada
masa kanak-kanak.
Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes
melitus tipe 2, diantaranya adalah :
1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia
diatas 40 tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
4. Kelompok etnik
1.3. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Associations
Expert Committe on the Diagnosis and Classification of

Diabetes

Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu : (Corwin, 2009)


1.3.1. Tipe 1 (Diabetes Melitus Tergantung Insulin)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe
1. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin
dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin
untuk mengontrol kadar gula.
1.3.2. Tipe 2 (Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin)
Sembilan puluh persen sampai sembilan pulih lima persen
penderita diabetik adalah tipe 2. Kondisi ini diakibatkan oleh
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau
akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan
pertama adalah dengan diet dan olahraga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan prepart hiperglikemik
(suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang
berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
1.3.3. Diabetes Tipe Lain

Karena kelainan genetik, penyakit pancreas (trauma pankreatik),


obat, infeksi, antibodi, sindroma, penyakit lain, dan penyakit
dengan karakteristik gangguan endokrin.
1.3.4. Diabetes Kehamilan (Gestasional Diabetes Melitus)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.
1.4. Patofisiologi
1.4.1. Diabetes tipe 1
Pada diabetes tipe 1terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia puasa terjadu akibat produksi gula yang
tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasa dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa
yang berlebihan diekskresikan kedalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan
ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Definisi insulin juga akan menggangu metabolisme
protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan.
Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia),
akibatnya menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan

glukosa

yang

disimpan)

dan

glukoneogenesis

(pembentukan glukosa baru dari asam asam amino). Namun pada


penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan
dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.

Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan


peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkan nya dapat menyebabkan
tanda

dan

gejala

seperti

nyeri

abdomen,

mual,

muntah,hiperventilasi, nafas bau aseton dan bila tidak ditangani


akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
akan memperbaiki dengan cepat kelianan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosi. Diet dan latihan
disertai pemantaua kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
1.4.2. Diabetes tipe 2
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Untuk mengatasi

resistensi

insulin

dan

untuk

mencegah

terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan


jumlah insulin yang diekskresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe 2. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe 2, namun
masih terdapat insulin dengn jumlah yang adekuat untuk mencegah

pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertai.


Karena

itu

ketoasidosis

diabetik

tidak

terkontrol

dapat

menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom


hiperglikemia hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe 2 paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa
yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif,
maka awita diabetes tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gelajanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

1.5. Manifestasi Klinis


1.5.1. Diabetes tipe 1
1. Hiperglikemia berpuasa
2. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3. Keletihan dan kelemahan
4. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
heperventilasi, nafas bau, ada perubahan tingkat kesadaran,
koma, kematian)
1.5.2. Diabetes tipe 2
1. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
2. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah
tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang
sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur.
3. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit
vaskular perifer)
1.6. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi diabetes melitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada

setiap tipe diabetes melitus adalah mencapai kadar glukosa dara normal
tanpa terjadi hiperglikemia dan gangguan serius pada aktivitas pasien.
Ada lima kemampuan dalam penatalaksanaan diabetes melitus, yaitu :
1.6.1. Diet
Syarat diet diabetes melitus hendaknya dapat:
1. Memperbaiki kesehatan umum penderita
2. Mengarahkan pada berat badan normal
3. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4. Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderitan
5. Menarik dan mudah diiberikan
Prinsip diet diabetes melitus
1. Jumlah sesuai kebutuhan
2. Jadwal diet ketat
3. Jenis : Boleh dimakan atau tidak
Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3J, yaitu :
1. Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi
atau ditambah
2. Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
3. Jenis makan yang manis haru dihindari
Penentuan jumlah kalori diet diabetes melitus harus disesuaikan
oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR = Berat
Badan Normal) dengan rumus :
Berat badan (Kg)
BBR = Tinggi Badan ( TB ) -100

100%

1.
2.
3.
4.

Kurus (underweight)
BBR < 90%
Normal (ideal)
BBR < 90% - 110%
Gemuk (overweight)
BBR > 110%
Obesitas apabila
BBR > 120%
Obesitas ringan
BBR 120% - 130%
Obesitas sedang
BBR 130% - 140%
Obesitas berat
BBR 140% - 200%
Morbid
BBR > 200%
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita diabetes melitus yang bekerja biasa adalah:
1. Kurus (underweight)
BB 40-60 kalori sehari

3. Gemuk (overweight)

BB 30 kalori sehari
BB 20 kalori sehari

4. Obesitas apabila

BB 10-15 kalori sehari

2. Normal (ideal)

1.6.2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita
diabetes melitus, adalah:
1. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan 1 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resistensi pada
penderita dengan kegemukan atau menambah julah reseptor insulin
dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya
2. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3. Memperbaiki aliran perifer dan menambah kadar kolesterol-high
density lipoprotein
4. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
5. Menurunkan kolesterol (total) dan tri gliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
1.6.3. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita diabetes diabetes melitus, melalui bermacammacam cara atau media misalnya: leaflet, poster, tv, kaset video,
diskusi kelompok dan sebagainya.
1.6.4. Obat
1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes) / Obat Hipoglikemik Oral
(OHO)
a. Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan menstimulasi pelepasan insulin yang
tersimpan,

menurunkan

ambang

sekresi

insulin

dan

meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan


glukosa.obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita
dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada
pasien yang berat badannya sedikit lebih.
b. Mekanisme kerja biguanida

Biguanida

tidak

mempunyai

efek

pankreatik,

tetapi

mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas


insulin, yaitu:
1. Biguanida pada tingkat prereseptor (ekstrapankreatik)
a. menghambat absorbsi karbohidrat
b. menghambat glukoneogenesis dihati
c. meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
2. Biguanida pada tingkat reseptor
Meningkatkan jumlah reseptor insulin
3. Biguanida pada tingkat pasca reseptor
Mempunyai efek intra seluler
2. Insulin
a. Indikasi penggunaan insulin
1. Diabetes tipe 1
2. Diabetes tipe 2 yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat
dengan OAD
3. Diabetes kehamilan
4. Diabetes melitus dan gangguan faal hati yang berat
5. Diabetes melitus dan gangguan infeksi akut (selulitis,
gangren)
6. Diabetes melitus dan TBC paru akut
7. Diabetes melitus dan koma lain pada diabetes melitus
8. Diabetes melitus operasi
9. Diabetes melitus patah tulang
10. Diabetes melitus dan underweight
11. Diabetes melitus dan penyakit graves
b. Beberapa cara pemberian insulin
Insulin regular mencapai kerjanya pada 1-4 jam.
1. Intravena
Bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit akan terjadi
penurunan glukosa darah
2. Intramuskuler
Penyerapan lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan
3. Subkutan
4. Penyerapan tergantung lokasi penyuntikan, pemijatan,
kedalaman, konsentrasi.
1.6.5. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identik.
1.7. Pemeriksaan Penunjang

1.7.1. Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang lebih dari 200 mg/dl.
Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress.
1.7.2.
Gula Darah Puasa (FPB) normal yaitu diatas normal.
Tes ini mengukur esscihemoglobin glikosat diatas rentang normal.
Tes ini mengukur presentase glu yang melekat pada hemoglobin.
Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup SDM.
Rentang normal antara 5-6 %
1.7.3. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton
Ketosis terjadi ditunjukan oleh ketonuria. Glukosa menunjukan
bahwa ambang ginjal terhadap reabsorbsi glukosa dicapai.
Ketonuria menandakan ketoasidosis
1.7.4.
Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
dan

menandakan

ketidakadekuatan

kontrolglikemik

dan

peningkatan propensitas pada terjadinya arteriosklerosis. (Engram,


1998)

1.8. Asuhan Keperawatan


1.8.1. Pengkajian
Pengkajian pada kline dengan sistem endokrin diabetes melitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi: biodata,
riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan
masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Halyang
perlu dikaji pada klien dengan diabetes melitus adalah:
1. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, susah berjalan atau bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, tachicardia atau tachipnea pada waktu
melakukan aktivitas dan koma.
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri,
kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh,
kulit kering merah, dan bola mata cekung
3. Eliminasi
Poliuri, nocturi, rasa terbakar, diare, perut kembung, dan pucat
4. Nutrisi

Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,


mual/muntah
5. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan
lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
6. Nyeri
Pembengkakan perut dan meringis
7. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing, dan sesak nafas
8. Keamanan
Kulit rusak, lesi atau ulkus, menurunnya kekuatan umum
9. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgosme
menurun dan terjadi impoten pada pria
1.8.2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi
berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada klien diabetes melitus:
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis
osmotic ditandai dengan peningkatan haluaran urine, urine encer,
kelemahan, haus, penurunan berat badan tiba-tiba, kulit atau
membrane mukosa kering, turgor kulit buruk, hipotensi, takikardia,
pelambatan pengisian kapiler
2. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral ditandai
dengan masukan makanan tak adekuat, kurang minat pada
makanan, penurunan berat badan, kelemahan, tonus otot buruk,
diare
3. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa,
insulin dan atau elektrolit ditandai dengan adanya tanda tanda
infeksi
4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik
5. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang
atau progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang
lain

6. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan atau
mengingat, kesalahan interpretasi informasi

1.8.3. Rencana Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan xjam diharapkan
kebutuhan cairan kline tercukupi dengan kriteria hasil:
a. TTV stabil
b. Nadi perifer dapat diraba
c. Turgor kulit dan pengisian kapiler baik
d. Haluaran urine tepat secara individu
e. Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi:
a.
Pantau ttv
b. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
c.
d.

mukosa
Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine
Timbang berat badan setiap hari

2. Perubahan

status

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan


oral
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan xjam diharapkan
kebutuhan nutrisi klien tercukupi dengan kriteria hasil:
a.Klien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrisi yang tepat
b.
Klien menunjukkan tingkat energi biasanya
c.Berat badan stabil atau bertambah

Intervensi:
a.Tentukan program diet dan pola makan seimbang
b.
Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi

c. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki termasuk


kebutuhan etnik atau kultural
d. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai
indikasi
e.Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi

3. Resiko infeksi berhubungan dengan hiperglikemia


Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan xjam diharapkan
tidak ada terjadi infeksi dengan kriteria hasil:
a.Tidak ada tanda-tanda infeksi
b.
TTV dalam batas normal
c.Perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi
Intervensi:
Intervensi:
a.Observasi tanda tanda infeksi dan peradangan
b. Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci
tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan
dengan pasien termasuk pasiennya sendiri
c.Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif
d.
Berikan perawatan kulit dengan teratur

dan

sungguh-sungguh
4. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan
dengan ketidakseimbangan glukosa atau insulin dan elektrolit
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan xjam diharapkan
perubahan persepsi sensori teratasi dengan kriteria hasil:
a.TTV dalam batas normal
b. Klien mampu mempertahankan tingkat kesadaran atau
orientasi
c. Klien mampu mengenali dan mengkompensasi adanya
kerusakan sensori

Intervensi:
a. Pantau TTV dan status mental
b. Panggil pasien dengan nama orientasikan kembali sesuai
dengan kebutuhan nya
c. Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsistensi mungkin, dorong
untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya
d. Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan
sensori pada paha/kaki

Anda mungkin juga menyukai