Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut
(AMI) merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak
7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia.
Infark miokard (MI) adalah nekrosis ireversibel dari otot jantung yang
sekunder terhadap iskemia berkepanjangan. Sekitar 1,5 juta kasus MI
terjadi setiap tahun di Amerika Serikat (Zafari, 2015). AMI adalah
penyebab kematian nomor dua pada negara berpenghasilan rendah, dengan
angka mortalitas 2.470.000 (9,4%). Di Indonesia pada tahun 2002,
penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian pertama,
dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (WHO, 2008).

American Heart Association (AHA) melaporkan bahwa angka kejadian


infark miokard akut di Amerika pada tahun 2007 sebanyak 5000
penduduk. Diperkirakan lebih dari 12 juta kasus baru penyakit jantung
koroner setiap tahunnya di seluruh dunia. Walaupun angka yang pasti
belum ada untuk seluruh Indonesia, tetapi dengan bertambah majunya
fasilitas kesehatan dan pengobatan dapat diperkirakan jumlah penderita
infark miokard akan bertambah setiap tahunnya (Ardiansyah, 2012).
Jumlah kasus AMI di Jawa Tengah pada tahun 2007 sebanyak) 8.602
kasus. Sedangkan pada tahun 2008 meningkat menjadi 8.939 kasus
(Dinkes Propinsi Jateng, 2008). Pada tahun 2009, angka kejadian AMI
mengalami penurunan yaitu 7.399 kasus (Dinkes Propinsi Jateng, 2009).

AMI telah menjadi penyebab utama kematian dewasa ini. Badan


Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 7 juta orang meninggal
akibat AMI di seluruh dunia pada tahun 2002. Angka ini diperkirakan
1
2

meningkat hingga 11 juta orang pada tahun 2020. Kasus AMI semakin
sering ditemukan karena pesatnya perubahan gaya hidup di Indonesia.
Meski belum ada data epidemiologis pasti, angka kesakitan/kematiannya
terlihat cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Nasional tahun
2005 menunjukkan tiga dari 1.000 penduduk Indonesia menderita AMI
(Muzaki, 2010).

Laporan studi mortalitas tahun 2009 yang dilakukan oleh Badan


Kesehatan Nasional menunjukkan bahwa penyebab kematian utama di
Indonesia adalah penyakit sistem sirkulasi (jantung atau pembuluh darah)
sekitar 6.000.000 (26,39%) dari total keseluruhan 22.800.000 (100%).
Jumlah kasus terbanyak yaitu penyakit jantung iskemik (59,72%), infark
miokard akut (13,49%) diikuti oleh gagal jantung (13,42%) dan penyakit
jantung lainnya (13,37%) (Depkes, 2009). Penyakit yang menunjukkan
case fatality rate (CFR) tertinggi dari berbagai penyakit kardiovaskuler
adalah penyakit kardiovaskuler akibat gangguan hantaran dan aritmia
jantung sebesar 13,95%. CFR yang paling rendah yaitu penyakit jantung
iskemik lainnya sebesar 5,99%, sedangkan infark miokard akut memiliki
CFR sebesar 13,31% (Depkes, 2008).

Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menyumbang 3 juta kematian di


dunia, pada tahun 2005 dimana 60% kematian diantaranya terjadi pada
penduduk berumur di bawah 70 tahun. Penyakit tidak menular yang cukup
banyak mempengaruhi angka kesakitan dan angka kematian dunia adalah
penyakit kardiovaskuler. Pada tahun 2005, penyakit kardiovaskuler telah
menyumbangkan kematian sebesar 28% dari seluruh kematian yang
terjadi di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2008). Di Indonesia pada tahun
2002 penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian pertama
dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (Depkes, 2009)
3

Penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia, pada


tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30 % kematian di
seluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung (Supriyono, 2008). Kasus
tertinggi PTM di Jawa Tengah pada tahun 2009 adalah kelompok penyakit
jantung dan pembuluh darah yaitu sebanyak 833.094 kasus penyakit
jantung dan pembuluh darah (54,33 %). Profil kesehatan kota Semarang
tahun 2013 menunjukkan urutan kematian karena penyakit tidak menular
tertinggi adalah jantung dan pembuluh darah yaitu sebanyak 960 kematian.

Angka kematian akibat penyakit tidak menular di Kota Semarang selama


lima tahun berturut-turut dari tahun 2005 sampai dengan 2009 terus
mengalami peningkatan. Penyakit jantung dan pembuluh darah selalu
menempati urutan pertama baik dalam mortalitas maupun morbiditas. Pada
tahun 2005, jumlah kasus 3.290 kasus (28 kasus kematian), tahun 2006
ada 6.548 kasus (98 kasus kematian), tahun 2007 terdapat 6.432 kasus
(116 kasus kematian), tahun 2008 ada 6.685 kasus (94 orang meninggal),
tahun 2009 terdapat 7.632 kasus (89 kasus kematian), tahun 2010 terdapat
6.194 kasus (108 kasus kematian). Sementara itu, jumlah kasus pada tahun
2011 terdapat 20.336 kasus. Hal ini terlihat bahwa jumlah kasus Penyakit
Jantung Koroner kenaikannya tidak stabil (Subdin P2P Dinkes Kota
Semarang, 2012). Pada tingkat puskesmas di Kota Semarang, jumlah
kasus tertinggi pada tahun 2008 diduduki oleh Puskesmas Srondol (419
kasus), tahun 2009 urutan pertama yaitu Puskesmas Padangsari, dan tahun
2010 peringkat pertama dengan jumlah kasus terbanyak adalah Puskesmas
Pandanaran(Subdin P2P Dinkes Kota Semarang, 2011)

Kejadian AMI selalu dimanifestasikan dengan sindrom koroner akut


(SKA).SKA yaitu kumpulan sindroma klinis nyeri dada disebabkan oleh
kerusakan miokard yang diistilahkan dengan infark miokard (WHO,
2012). Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia (PERKI)
tahun 2015 menyatakan bahwa SKA merupakan suatu masalah
4

kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah


sakit dan angka kematian yang tinggi. Komplikasi yang dapat terjadi pada
SKA adalah henti jantung akibat oleh timbulnya fibrilasi ventrikel (VF)
ataupun ventrikel takikardi (VT) tanpa nadi. Sindrom koroner akut lebih
lanjut diklasifikasikan menjadi Unstable Angina (UA), ST-segment
Elevation Myocardial Infarct (STEMI) dan Non ST-segment Elevation
Myocardial Infarct (NSTEMI). IMA tipe STEMI sering menyebabkan
kematian mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang
membutuhkan tindakan medis secepatnya. Profil kesehatan Kota
Semarang tahun 2013 menunjukkan bahwa angka kejadian AMI di
puskesmas kota Semarang cukup tinggi, kasus tertinggi AMI ditemukan di
Puskesmas Gayamsari (163) selanjutnya Puskesmas Ngemplak (61),
Puskesmas Karang Malang (31), Puskesmas Lamper Tengah (29) dan
Puskesmas Bangetayu (22).

Perawat dituntut untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam


penatalaksanaan pasien dengan AMI baik yang belum mengalami
komplikasi maupun yang telah mengalami komplikasi. Bantuan hidup
dasar (BHD) / basic life support adalah usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan yang
mengancam nyawa. Bila usaha bantuan hidup ini dilakukan tanpa
memakai cairan intra vena, obat ataupun kejutan listrik maka dikenal
sebagai bantuan hidup dasar (basic life support). Sebaliknya bila bantuan
hidup dilakukan dengan menggunakan obat-obatan dikenal sebagai
bantuan hidup lanjut (advanced life support).

Perawat sebagai pelaksana keperawatan kesehatan mayarakat di


puskesmas, minimal mempunyai enam peran dan fungsi yaitu (1) penemu
kasus (case finder) (2) pemberi pelayanan (care giver) (3) sebagai
pendidik/penyuluh kesehatan (educator) (4) sebagai kooordinator dan
kolaborator (5) pemberi nasehat (counseling) (6) sebagai panutan (role
5

model) (Kepmenkes, 2006). Peran sebagai penyuluh kesehatan (educator)


memerlukan wawasan yang baik untuk menyampaikan informasi kepada
masyarakat khususnya mengenai bantuan hidup dasar agar masyarakat
mengetahui bagaimana cara memberikan pertolongan yang benar. Profil
kesehatan kota Semarang tahun 2013 mencatat ada 150 perawat yang
tersebar di seluruh unit puskesmas kota Semarang.

Upaya penanganan kegawat daruratan yang bisa dilakukan oleh perawat


puskesmas pada pasien AMI dengan komplikasi diantaranya pemeriksaan
awal kasus-kasus gawat darurat untuk menilai tingkat kegawatan dan
memberi tindakan prioritas, diagnosis dan penanganan permasalahan
dalam upaya penyelamatan jiwa, memberikan bantuan hidup dasar (BHD)
dan bantuan hidup lanjut tertentu, membantu pasien mengatasi kegawatan
pernafasan serta jalan nafas, melakukan resusitasi dan stabilisasi serta
pertolongan sementara/tindakan darurat sebelum korban di
evakuasi/transportasi ke rumah sakit rujukan.

Ketrampilan BHD berkaitan dengan pengetahuan dan persepsi perawat,


pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan
perilaku seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu.Sebagian
besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang (Mustofa,
2008). Penelitian Bala, Rakhmat, Junaidi (2013) menunjukkan dari 23
responden sebagian besar responden memiliki pengetahuan tentang BHD
baik yaitu sebanyak 19 orang (82,6%), sedangkan pengetahuan kurang
sebanyak 4 orang (17,4 %).

Persepsi juga berpengaruh pada keberhasilan BHD selain pengetahuan,


persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan
menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna
6

kepada lingkungan mereka. Meski demikian apa yang dipersepsikan


seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang obyektif (Robbins, 2006).
Berdasarkan penelitian dari Pratondo dan Oktavianus (2010) bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan BHD diantaranya
ketersediaan alat, kompetensi perawat, penanganan pasca resusitasi, dll.

Pengetahuan dan persepsi berkaitan dengan ketrampilan BHD namun


belum banyak penelitian tentang pengetahuan dan persepsi yang dilakukan
pada tenaga kesehatan khususnya perawat puskesmas, sehingga peneliti
tertarik untuk meneliti pengetahuan dan persepsi perawat puskesmas
tentang BHD di kota Semarang.

B. Rumusan masalah
Tingginya angka kejadian AMI di kota Semarang memerlukan
pengetahuan dan persepsi yang baik dari tenaga kesehatan khususnya
perawat puskesmas mengenai penanganan yang tepat dalam keadaan kritis.
Perawat puskesmas berperan penting dalam pemberian BHD pada pasien
sebelum di rujuk ke RS. Adapun rumusan masalahnya adalah “Bagaimana
pengetahuan dan persepsi perawat puskesmas tentang BHD di kota
Semarang?”

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui pengetahuan dan persepsi perawat puskesmas tentang
BHD di kota Semarang.
2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik responden
b. Mendeskripsikan pengetahuan perawat puskesmas tentang BHD.
c. Mendeskripsikan persepsi perawat puskesmas tentang BHD.
7

D. Manfaat penelitian
1. Bagi instansi dan profesi
a. Instansi
Dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi
b. Profesi
Memberikan informasi agar perawat dapat meningkatkan kualitas
pelayanan pasien AMIdalam situasi kritis.
2. Bagi penelitian selanjutnya
a. Memberikan informasi dan menjadi acuan untuk penelitian
selanjutnya.

E. Bidang ilmu
Penelitian ini termasuk dalam ilmu keperawatan gawat darurat.
8

F. Keaslian penelitian
Keaslian dalam penelitian ini ditunjukkan dalam tabel 1.1

Tabel 1.1
Nama peneliti/judul Tahun Variabel Desain Hasil
Bala, Rakhmat, Junaidi 2013 Pengetahuan dan Kuantitatif 23 responden
Gambaran pengetahuan dan pelaksanaan bantuan Deskriptif memiliki
pelaksanaan bantuan hidup hidup dasar perawat tingkat
dasar perawat gawat gawat darurat pengetahuan
darurat di Instalasi Gawat tentang bantuan
Darurat (IGD) RSUD hidup dasar
Labuang Baji Makassar baik yaitu (100
%), dan
pelaksanaan
tindakan BHD
baik
yaitu (100 %).
Pratondo , Oktavianus 2010 Persepsi perawat Kualitatif Persepsi
Persepsi perawat tentang fenomenologis perawat tentang
faktor-faktor yang faktor yang
mempengaruhi keberhasilan meningkatkan
Resusitasi Jantung Paru keberhasilan
(RJP) di UPJ RSUD dr. RJP adalah
Kariadi Semarang ketersediaan
alat, kompetensi
perawat,
penanganan
pasca resusitasi,
kolaborasi
dengan dokter,
panduan RJP,
dan response
time
Yuniar 2015 Pengetahuan dan Deskriptif Responden
Pengetahuan dan persepsi persepsi perawat kuantitatif dengan
perawat puskesmas tentang puskesmas pengetahuan
bantuan hidup dasar di kota kurang
Semarang sebanyak 19
responden
(21,6%),
responden
dengan
pengetahuan
cukup sebanyak
55 responden
(62,5%) dan
responden
dengan
pengetahuan
baik sebanyak
14 responden
(15,9%).
9

Beda penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini dilakukan
di kota Semarang menggunakan desain kuantitatif deskriptif dengan sampel
perawat puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai