Ditulis oleh:
Sepky Mardian | 120530150501
Nastiti Rizky Shiyammurti | 120620150038
Muhammad Ghifari Akman Moedjenan | 120620150029
Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Poppy Sofia K., SE, MSA, Ak.
Dr. Sugiono Poulus, SE, MBA, Ak., CA
MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
Daftar Isi
Daftar Isi................................................................................................ 2
Abstrak................................................................................................... 3
Pendahuluan.......................................................................................... 3
Apa itu fraud?......................................................................................... 7
Fraud risk assessment..........................................................................15
Fraud risk assessment dan [special] audit...........................................17
Implementasi SA 240 dalam Fraud Risk Assessment...........................22
Daftar Bacaan...................................................................................... 27
Lampiran 1........................................................................................... 30
Pendahuluan
Tidak ada perusahaan yang bebas dari fraud (Scotlant, 1993, p.
12). Praktik fraud bukan suatu baru tetapi telah muncul sejak
munculnya bisnis. Skandal fraud terhadap pelaporan keuangan pada
perusahaan telah ditemukan sejak 1600an di British East India
Company (Dorminey, Scott Fleming, Kranacher, & Riley, 2012, p. 556).
Semakin
kompleknya
transaksi,
berkembangnya
teknologi
dan
setelah kasus Enron, Worldcom dan skandal lainnya 1, isu fraud menjadi
focus dari semua pihak (Johnstone, Gramling, & Rittenberg, 2014, p.
42). Masyarakat meragukan laporan keuangan auditan yang selama ini
dikeluarkan oleh kantor akuntan publik (KAP). KAP tidak lagi bias
diandalkan
sepenuhnya
sebagai
pihak
independen
yang
bias
kasus
tersebut.
Standar-standar
yang
ada
tidak
mampu
Amerika
Serikat
sebagai
regulator
di
negara
Thibodeau & Freier, 2009). Sarbane Oxley Act (SOX) adalah aturan
pertama yang dikeluarkan untuk merespon skandal-skandal yang
terjadi (Johnstone et al., 2014, p. 45).
Berdasarkan
survey
yang
dilakukan
PwC
terhadap
3000
peningkatan
penemuan
fraud
terhadap
laporan
keuanga
meningkat lebih dari 140% (Huang, Lin, Chiu, & Yen, 2016)
Beragam regulator lainnya seperti The Securities and Exchange
Commission (SEC), Public Companies Accounting Oversight Board
(PCAOB) dan The Committee on Sponsoring Organizations (COSO)
mengeluarkan standar-standar baru untuk memastikan pelaporan
keuangan berkualitas. Salah satunya yang dikeluarkan oleh COSO yang
menegaskan pengendalian internal terhadap pelaporan keuangan atau
yang disebut Internal control over financial reporting (ICoFR).
Tabel 1. Timeline of Major Scandals and Subsequent Audit
Changes
ada
resistensi
atas
kewajiban
auditor
untuk
auditor tidak dituntut untuk mengungkapkan fraud (Chui & Pike, 2013,
p. 217), tetapi sebatas pemberian opini atas kewajaran laporan
keuangan. Namun, jika auditor menemukan indikasi fraud, maka harus
diungkapkan dalam management letter. Penelurusan lebih lanjut
terhadap indikasi fraud dilakukan dalam perikatan assurans lainnya
atau special audit atau forensic specialists.
Kondisi ini sesuai dengan hasil riset yang dilakukan ACFE, yang
menemukan bahwa mayoritas fraud ditemukan dalam audit investigasi
bukan audit umum. Hal ini juga disebabkan oleh belum memadainya
kemampuan auditor dalam mendeteksi adanya fraud atau skil forensik
(Chui & Pike, 2013). Jackson (2013, p. 7) menyebutkan bahwa 60%
fraud ditemukan oleh auditor forensic bahkan secara tidak sengaja,
hanya sebesar 12% fraud yang berhasil diungkapkan oleh fraud risk
management dan internal audit.
Untuk mengimbangi kemampuan forensik bagi auditor, maka
COSO dengan ICoFR mewajibkan auditor untuk melakukan penilaian
risiko fraud (fraud risk assessment) dan pengendalian internal. Elemen
risk assessment dalam COSO on internal control harus dijadikan
sebuah proses berkelanjutan yang dilakukan oleh manajemen dan
diperiksa oleh auditor internal dan audit eksternal.
Grafik 1. Percentage of Fraud Cases Uncovered by External
Audit and by Tips
(ACFE)
satunya
adalah
adanya
unsur
kesengajaan
(intent)
atau
kejahatan
kerah
putih
adalah
terminologi
yang
Cressey
pada
1950an
dalam
disertasinya
yang
telah
mewancarai 200 orang pelaku fraud yang berada dalam penjara. Teori
yang juga diperkuat oleh Edwin Sutherland, menjelaskan bahwa fraud
itu terjadi karena 3 faktor yang saling berkaitan yaitu (1) pressure atau
sering dikaitkan dengan motivasi; (2) rationalization yang berkaitan
dengan etika individu dan (3) knowledge and opportunity (Dorminey et
al., 2012, p. 558; Huang et al., 2016; Johnstone et al., 2014, p. 34;
Kassem & Higson, 2012b, p. 191; Levy, 2015, p. 6; Singleton &
Singleton, 2010, p. 44; Vona, 2008, p. 7).
Gambar 1. Fraud Triangle
10
lain.
Kranacher
merepresentasikan
et
motivasi
al.
(2011)
fraud
membuat
dengan
M.I.C.E
akronim
yaitu
untuk
money,
11
tersedianya
suatu
kesempatan
untuk
melakukannya
dan
Fraud
dan
akhirnya
pelaku
akan
melakukan
konversi
12
dapat
terjadi
dalam
berbagai
macam
bentuk
dan
dimaksud
misappropriation,
adalah
(1)
and
(3)
fraudulent
corruption.
statements,
(2)
Beberapa
asset
literature
13
14
15
Frequency
Motivation
Materiality
Benefactors
million to $258
million
Least often:
10,6%
Stock prices,
bonuses
Likely
Company and
fraudster
Large
$150.000
$538.000
Most ofte:
91,5%
Personal
pressures
Unlikely
Fraudster
(against co.)
Small
Medium: 30,8%
Challenge,
business
Depends
Fraudster
Size of victim
Depends
company
Sumber: Singleton & Singleton (2010, p. 64)
Selain, taksonomi fraud yang dikenalkan oleh ACFE, juga
terdapat taksonomi lainnya yang dikembangkan oleh berbagai institusi
seperti oleh KPMG dan lainnya. Berikut adalah taksonomi fraud yang
dimaksud.
Tabel 3. Other Taxonomy of Fraud
Source
Fraud Taxonomy
Insider fraud against the company
Outsider
fraud
against
the
Bologna and Lindquist (2e)
company
Fraud for the company
Employee fraud
Customer fraud
Vendor-related fraud
KPMG
Computer crime
Misconduct
Medical/insurance fraud
Financial reporting fraud
Employee embezzlement
Management fraud
Investment fraud
Albrecht and Albrecht
Vendor fraud
Customer fraud
Miscellaneous fraud
Sumber: Singleton & Singleton (2010, p. 65)
Fraud Risk Assessment: Bagaimana Digunakan Dalam
Perikatan Audit Khusus?
16
bagi
praktisi
untuk
memahami,
mengantisipasi
dan
No.
(AS5),
An
Audit
of
Internal
17
and
Control
Association
(ISACA)
dengan
mengeluarkan
harus
dipertimbangkan
beberapa
faktor
yaitu
faktor
18
fokus
keuangan,
loyalitas
perusahaan
dan
tren
faktor
internal
yang
memicu
terjadinya
fraud
komponen
COSO
tentang
risk
assessment,
19
Penilaian
terhadap
fraud
harus
memastikan
potensi
memadai
atas
fraud.
Dibutuhkan
pelatihan
untuk
terutama
dimulai
dari
semua
proses
aktivitas
pengadaaan
(procurement).
4) Harus ada perhatian besar terhadap urgensi data analysis. Adanya
analis data seperti auditor forensic tidak hanya untuk mengungkap
tingkat
fraud
yang
potensial
tetapi
juga
akan
membantu
20
pelaksanaannya
harus
ditetapkan
secara
tertulis
dan
melaksanakan
merencanakan,
kemahiran
melaksanakan
dan
profesionalnya
mengevaluasi
di
hasil
dalam
prosedur
21
Beberapa
standar
audit
yang
mewajibkan
auditor
untuk
dan
pelaksanaan
auditnya,
auditor
harus
22
lebih
dari
satu
prosedur
diidentifikasi
dapat
pengendalian
yang
seharusnya tersedia.
c. Demikian pula sebaliknya, satu prosedur pengendalian yang
seharusnya ada mungkin akan efektif mencegah lebih dari satu
risiko kecurangan.
d. Dasar yang digunakan untuk menilai risiko kecurangan adalah
daftar prosedur pengendalian yang seharusnya tersedia, bukan
berdasarkan risiko kecurangan yang mungkin terjadi. Penilaian
didasarkan pada tersedia atau tidaknya prosedur pengendalian,
serta efektif atau tidaknya prosedur pengendalian tersebut.
3. Mengidentifikasi apakah pengendalian yang seharusnya ada
tersebut
benar-benar
diterapkan
atau
tidak
diterapkan
oleh
perusahaan.
Langkah ini dilakukan dengan pedoman sebagai berikut.
a. Menilai apakah pengendalian yang seharusnya ada benar-benar
diterapkan
atau
tidak.
Penilaian
ini
berdasarkan
hasil
23
ada
sehingga
diperoleh
nilai
rata-rata
risiko
24
Relating
To
dan
auditor
diharuskan
untuk
mengidentifikasi
dan
untuk
memperoleh
bukti
yang
memadai
melalui
25
yang
bertanggung
jawab
atas
tata
kelola,
menekankan
agar
tidak
melakukan
kecurangan
karena
untuk
memperoleh
keyakinan
memadai
apakah
laporan
disebabkan
oleh
kecurangan
atau
kesalahan.
Karena
keterbatasan bawaan suatu audit, maka selalu ada risiko yang tidak
terhindarkan bahwa beberapa kesalahan penyajian material dalam
laporan keuangan mungkin tidak akan terdeteksi, walaupun audit telah
direncanakan dan dilaksanakan dengan baik berdasarkan SA.
Dalam
memperoleh
keyakinan
yang
memadai,
auditor
mempertimbangkan
potensi
terjadinya
pengabaian
26
gagal
disengaja
mencatat
kepada
transaksi,
auditor.
atau
penyajian
keliru
Usaha-usaha penyembunyian
yang
tersebut
mungkin akan lebih sulit untuk dideteksi jika disertai dengan kolusi.
Kolusi
dapat
menyebabkan
auditor
percaya
bahwa
bukti
audit
keterangan
internal pengetahuan
dari
tentang
manajemen
kecurangan
yg
atau
audit
aktual,
diduga,
bagaimana
pihak
yang
proses
yang
diterapkan
oleh
manajemen
dalam
tidak
biasa
atau
tidak
27
kemungkinan
kolusi
yang
melibatkan
karyawan,
diakibatkan
oleh
kecurangan, maka
auditor
harus
informasi
klien
mungkin
menghalangi
pelaporan
28
jika
penarikan
diri
dimungkinkan
oleh
peraturan
diri
auditor
dari
dan menentukan
apakah
ada
perikatan
ketentuan
dan
alasannya
profesional
atau
badan
pengatur
tentang
penarikan
diri
auditor
dari
29
1. tanggung
jawab
mereka
dlm
merancang,
implementasi,
Daftar Bacaan
Arel, B., Brody, R. G., & Pany, K. (2005). Audit Firm Rotation and Audit
Quality. The CPA Journal, 75(1), 36.
Carey, P., & Simnett, R. (2006). Audit Partner Tenure and Audit Quality.
The
Accounting
Review,
81(3),
653676.
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
30
Chui, L., & Pike, B. (2013). Auditors Responsibility for Fraud Detection:
New Wine in Old Bottles? Journal of Forensic & Investigative
Accounting,
5(1),
204233.
Retrieved
from
http://www.bus.lsu.edu/accounting/faculty/lcrumbley/jfia/Articles/v
5n1.htm
Daniels, B. W., & Booker, Q. (2011). The effects of audit firm rotation on
perceived auditor independence and audit quality. Research in
Accounting
Regulation,
23(1),
7882.
http://doi.org/10.1016/j.racreg.2011.03.008
Dorminey, J., Scott Fleming, A., Kranacher, M. J., & Riley, R. A. (2012).
The evolution of fraud theory. Issues in Accounting Education,
27(2), 555579. http://doi.org/10.2308/iace-50131
GAO.
(2004).
Mandatory
Questionnaires,
Audit
Responses,
Firm
and
Rotation
Summary
of
Study:
Study
Respondents
31
sector.
Public
Money
&
Management,
33(1),
68.
http://doi.org/10.1080/09540962.2013.744866
Johnstone, K. M., Gramling, A. A., & Rittenberg, L. E. (2014). A Risk
based Approach to Conducting a Quality Audit (Ninth Edit). SouthWestern: Cengage Learning.
Kassem, R., & Higson, A. (2012a). Financial Reporting Fraud: Are
Standards
Setters
and
External
Auditors
Doing
Enough.
32
of Scotlant.
Singleton, T. W., & Singleton, A. J. (2010). Fraud auditing and forensic
accounting (4th Editio). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Soltani, B. (2007). Auditing An International Approach. England:
Pearson Education Limited.
Thibodeau, J. C., & Freier, D. (2009). Auditing After Sarbanes-Oxley:
Illustrative
Cases
(2nd
Editio).
McGraw-Hill
Irwin.
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Vona, L. W. (2008). Fraud risk assessment: building a fraud audit
program. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. http://doi.org/x148
33
Lampiran 1
34
35