Anda di halaman 1dari 19

- JURNAL READING PENGARUH BERKUMUR TEH HIJAU (CAMELLIA SINENSIS) TERHADAP

PENURUNAN JUMLAH KOLONI STREPTOCOCCUS MUTAN PADA ANAK

oleh:
1. Veronita
2. Mareny Triana
3. Hasmila Devi

(04031181320009)
(04031181320029)
(04031181320039)

Dosen Pembimbing : drg. Budi Asri Kawuryani, MM


Dosen Penguji

: drg. Novita Idayani, Sp. KGA

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016

Abstract:
Karies gigi adalah salah satu penyakit mulut yang memiliki prevalensi tergolong
tinggi di Indonesia, terutama pada anak. Salah satu etiologi karies adalah
mikroorganisme. Mikroba patogen yang dominan sebagai penyebab karies adalah
Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Dengan mengurangi tingkat Streptococcus
mutans di rongga mulut, maka akan memastikan pencegahan terjadinya karies gigi.
Anak-anak merupakan usia yang sangat rentan terkena karies, hal ini disebabkan karena
kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan manis dan pembersihan rongga mulut yang
kurang efektif. Upaya pembersihan rongga mulut dapat dilakukan secara mekanis dan
kimiawi. Secara mekanis dapat dilakukan dengan menggosok gigi. Sedangkan secara
kimiawi dapat dilakukan dengan penggunaan obat kumur. Penggunaan obat kumur juga
menjadi salah satu upaya untuk menurunkan jumlah koloni bakteri dalam rongga mulut.
Salah satu contoh obat kumur yang sangat mudah diperoleh di pasaran yaitu
klorheksidin. Klorheksidin merupakan obat kumur yang efektif mengurangi jumlah
Streptococcus mutans. Namun, klorheksidin dapat menyebabkan rasa tidak enak dan
menyebabkan stain pada gigi. Telah banyak penelitian mengenai tanaman herbal yang
memiliki potensi besar sebagai obat pencegah penyakit gigi dan mulut, misalnya teh
hijau. Teh hijau mengandung flovonoid, tanin, vitamin, fluorida dan garam mineral
lainnya. Komponen aktif teh hijau yaitu polifenol. Sejumlah besar polifenol teh hijau
tersebut adalah flavonol yang dikenal sebagai cathechin yang dilaporkan dapat
menghasilkan oksidatif stress sehingga merusak membran sel bakteri dan dapat
mencegah aktivitas enzimatik Streptococcus mutans. Oleh karena itu, teh hijau dapat
digunakan sebagai obat kumur untuk menghambat pembentukan plak serta mencegah
karies gigi, penyakit periodontal, halitosis, dan kanker mulut. Kesimpulan: Berkumur
dengan teh hijau dapat mengurangi jumlah koloni Streptococcus mutans pada anak.

BAB I
PENDAHULUAN
Karies gigi adalah salah satu penyakit mulut yang memiliki prevalensi tergolong
tinggi di Indonesia, terutama pada anak. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(RIKESDAS) tahun 2013 menunjukkan prevalensi karies gigi di Indonesia mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2007 yaitu 43,4% menjadi 53,2%.1,2 Karies gigi merupakan
salah satu penyakit infeksi pada gigi yang menyebabkan kerusakan jaringan keras gigi yang
ditandai dengan adanya kavitas pada gigi. Karies memiliki etiologi multifaktorial seperti
substrat, mikroorganisme, host, dan waktu yang mengakibatkan demineralisasi email.3
Mikroba patogen yang dominan sebagai penyebab karies adalah Streptococcus
mutans dan Lactobacillus.4 Telah banyak penelitian yang membuktikan adanya hubungan
yang erat antara jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans pada saliva dengan prevalensi
karies gigi. Anak-anak dengan tingkat karies tinggi juga mengalami peningkatan jumlah
koloni Streptococcus mutans.3 Bakteri ini merupakan flora nomal dalam rongga mulut,
namun apabila terjadi perubahan lingkungan pada rongga mulut, bakteri ini dapat menjadi
patogen. Dengan mengurangi tingkat Streptococcus mutans di rongga mulut, maka akan
memastikan pencegahan terjadinya karies gigi.
Anak-anak merupakan usia yang sangat rentan terkena karies. Hal ini disebabkan
karena kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan manis dan pembersihan rongga mulut yang
kurang efektif. Upaya pembersihan rongga mulut dapat dilakukan secara mekanis dan
kimiawi. Secara mekanis dapat dilakukan dengan menggosok gigi. Sedangkan secara kimiawi
dapat dilakukan dengan penggunaan obat kumur.5,6 Penggunaan obat kumur juga menjadi
salah satu upaya untuk menurunkan jumlah koloni bakteri dalam rongga mulut. Di Indonesia,
salah satu contoh obat kumur yang sangat mudah diperoleh di pasaran yaitu klorheksidin.
Klorheksidin merupakan agen antimikroba berspektrum luas dan memiliki efek bakterisidal
terhadap semua jenis mikroba, termasuk bakteri, jamur, dan virus. Klorheksidin terbukti
dapat menghambat pembentukan plak, mengurangi inflamasi gingiva dan mencegah karies
gigi. Selanjutnya, klorheksidin 0,2% sebanyak 10 ml sekali sehari dapat mereduksi koloni
Streptococcus mutans 30-50%. Klorheksidin merupakan obat kumur yang efektif mengurangi
jumlah Streptococcus mutans. Namun, klorheksidin dapat menyebabkan rasa tidak enak dan
menyebabkan stain pada gigi.3
Seiring dengan berjalannya waktu, banyak penelitian mengenai tanaman herbal yang
memiliki potensi besar sebagai obat pencegah penyakit gigi dan mulut, misalnya teh hijau. 3

Teh hijau (Camellia sinensis) merupakan salah satu tanaman yang sudah banyak digunakan
sebagai obat terutama karena sifat antibakteri dan antioksidan seperti anti kanker, anti
hipertensi, anti virus dan mengurangi peluang penyakit kardiovaskuler. Aktivitas antibakteri
dari teh hijau juga sudah banyak diselidiki dan didokumentasikan. 7,8 Teh hijau mengandung
flovonoid, tanin, vitamin, fluorida dan garam mineral lainnya. Komponen aktif teh hijau yaitu
polifenol. Sejumlah besar polifenol teh hijau tersebut adalah flavonol yang dikenal sebagai
cathechin yang dilaporkan dapat menghasilkan oksidatif stress sehingga merusak
membran sel bakteri dan dapat mencegah aktivitas enzimatik Streptococcus mutans.7 Oleh
karena itu, teh hijau dapat digunakan sebagai obat kumur untuk menghambat pembentukan
plak serta mencegah karies gigi, penyakit periodontal, halitosis, dan kanker mulut.1
Dalam penelitian in vitro telah menunjukkan bahwa polifenol teh hijau dapat
menghambat pertumbuhan dan perlekatan patogen periodontal. Teh hijau juga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans yang merupakan bakteri kariogenik.
Rasheed dan Haider menjelaskan efek antibakteri dari catechin teh hijau terhadap bakteri
Streptococcus mutans dan menyatakan bahwa catechin dapat mengurangi prevalensi
pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans dan terjadinya karies. Tsuchiya et al. juga
melaporkan bahwa ekstrak teh hijau memiliki efek pencegahan terhadap karies gigi, dan
menyimpulkan bahwa ketika mulut dibilas dengan larutan ekstrak teh hijau (5.0 mg/ml) yang
mengandung catechin, dan hasil mengungkapkan bahwa catechin dapat dipertahankan dalam
air liur selama 60 menit.6 Signoretto et al. juga menunjukkan bahwa minum teh dapat
menurunkan koloni Streptococcus mutans dan Lactobacillus pada plak gigi dan air liur.9
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa komponen bioaktif dari teh hijau dapat
mempengaruhi proses pembentukan karies melalui beberapa mekanisme yang berbeda seperti
menghambat pertumbuhan Streptococcus, mengganggu proses adhesi bakteri enamel gigi,
dan bertindak sebagai inhibitor dari glucosyl transferase dan amilase. Selain itu, penelitian
ini juga mengatakan bahwa teh hijau aman dan memiliki efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan dengan sodium fluoride.9 Dengan demikian, pada makalah ini akan dibahas
mengenai pengaruh berkumur teh hijau (Camellia sinensis) terhadap penurunan jumlah
koloni Streptococcus mutans pada anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teh Hijau (Camellia sinensis)
2.1.1 Taksonomi dan Morfologi
TAKSONOMI
Kingdom

Plantae

Subkingdom

Tracheobionta

Superdivisi

Spermatophyta (tumbuhan biji)

Divisi

Magnoliophyta

Kelas

berbunga)
Dicotyledoneae

Sub Kelas

belah)
Dilleniidae

Ordo (bangsa)

Theales

Familia (suku)

Theaceae

Genus (marga)

Camellia

Spesies

Camellia sinensis

(tumbuhan
(tumbuhan

biji

Gambar 1. Daun dan buah Camellia sinensis.10


Camellia sinensis umumnya dikenal sebagai teh hijau di India yang juga
dibudidayakan di India (Assam) dan Cina. 11 Teh hijau (Camellia sinensis)
merupakan pohon berdaun hijau yang memiliki tinggi 10 - 15 meter di alam bebas
dan tinggi 0,6 -

1,5 meter jika dibudayakan sendiri. Daun dari tanaman ini

berwarna hijau muda dengan panjang 4 - 15 cm dan lebar sekitar 2 - 5 cm.


Tanaman ini memiliki bunga yang berwarna kuning-putih dengan diameter 2,5 - 4
cm dengan 7-8 kelopak bunga, dan biasanya berdiri sendiri atau saling berpasangan
dua-dua. Daun yang muda sebaiknya dipanen untuk produksi teh, biasanya

memiliki rambut-rambut putih pendek di bagian bawahnya, dan untuk daun yang
lebih tua berwarna lebih hijau. Usia daun yang berbeda menghasilkan perbedaan
kualitas teh, dikarenakan komposisi kimianya yang berbeda.10
2.1.2 Kandungan Kimia
Protein
Asam amino

Kandungan Senyawa5
15-20 %
1-4 %, seperti tanin atau 5-N-etilglutamin,
asam glutamat, triptofan, glisin, serin,
asam aspartat, tirosin, valin, leusin,

Karbohidrat

treonin, arginin, dan lisin


5-7 %, seperti selulosa, pektin, glukosa,

Lemak
Sterols
Vitamin
Basis Xanthic

fruktosa, dan sukrosa


5-7 %, seperti asam linoleat dan linolenat
Stigmasterol
B, C, E
Seperti kafein, teofilin dan pigmen seperti

Volatil

klorofil dan karotenoid


Seperti aldehida, alkohol, ester, lakton,

Mineral dan Elemen Lain

dan hidrokarbon
5 %, seperti seperti kalsium, magnesium,
kromium, mangan, besi, tembaga, seng,
selenium, sodium, kobalt, nikel, potasium,
fluoride, dan alumunium

Teh hijau mengandung polifenol, termasuk flavanol, flavandiol, flavonoid,


dan asam fenol (30%). Sejumlah besar polifenol teh hijau adalah flavonol yang
dikenal sebagai catechin. Produk teh hijau yang terbuat dari ekstrak teh hijau
dalam cairan atau bubur mengandung polifenol (45-90%) dan kafein (0,4-10%).
Flavonoid teh hijau lebih tinggi dibanding teh hitam ataupun teh Oolong. Teh hijau
mengandung 6 senyawa catechin utama yaitu catechin, gallocatechin, epicatechin,
epigallocatechin, epicatechin gallate dan epigallocatechin gallate (EGCG), yang
menjadi komponen yang paling aktif.12
2.1.3

Mekanisme Aksi Anti Karies


Phenol akan berpenetrasi ke komponen lipid pada dinding sel bakteri yang
menyebabkan kerusakan struktur yang menyebabkan perubahan pada proses

metabolisme.13 Cathechin dilaporkan dapat menghasilkan oksidatif stress sehingga


merusak membran sel bakteri dan dapat mencegah aktivitas enzimatik
Streptococcus mutans.7
2.2 Klorheksidin
Klorheksidin termasuk kelompok ikatan kimia bisguanida yang bersifat fungisid
dan bakterisid. Klorheksidin merupakan antiseptik yang dapat berdifusi dan diabsorbsi
oleh permukaan gigi dan mempunyai daya antibakteri terhadap organisme yang akan
menempel pada permukaan gigi sehingga klorheksidin dapat mengurangi organisme
penyebab plak.14
2.2.1 Mekanisme Aksi
Klorheksidin merupakan agen spektrum luas yang memiliki aktivitas
meliputi bakteri gram positif, bakteri gram negative. Klorheksidin merupakan
antiseptik kation atau bermuatan positif yang dapat berikatan dengan dinding sel
bakteri bermuatan negative. Hal ini mempengaruhi integritas membran sel bakteri
dan kerusakan pada membran sel bakteri sehingga mengakibatkan perubahan
permeabilitas membran sel bakteri yang akhirnya menyebabkan kebocoran
membran sel dari berbagai arah. Peningkatan konsentrasi mengakibatkan
kerusakan yang lebih besar pada membran.15,16
2.3 Sodium Floride (NaF)
Sodium flouride (NaF) merupakan salah satu bentuk sediaan dari fluoride. NaF
digunakan pertama kali sebagai bahan pencegah karies.14
2.3.1 Mekanisme Aksi
NaF akan terionisasi menjadi Na+ dan F-. Fluor yang terionisasi (F-) tidak
dapat menembus dinding dan membran bakteri, tetapi dapat masuk ke sel bakteri
kariogenik dalam bentuk HF. Ketika pH plak turun akibat bakteri yang
menghasilkan asam, ion hidrogen akan berikatan dengan fluor dalam plak
membentuk HF yang dapat berdifusi secara cepat ke dalam sel bakteri. Di dalam
sel bakteri, HF akan terurai menjadi H+ dan F - lalu H+ akan membuat sel menjadi
asam dan F- akan mengganggu aktivitas enzim bakteri. Fluor

juga akan

menghambat produksi enzim glukosiltransferase (enzim yang dibutuhkan bakteri


untuk metabolisme karbohidrat).17

Fluor akan meningkatkan remineralisasi dengan cara fluor diserap pada


permukaan kristal menarik ion kalsium diikuti dengan ion fosfat untuk
pembentukan mineral baru. Mineral yang baru terbentuk adalah FA yang sangat
resisten terhadap disolusi asam.13
2.4 Streptococcus mutans
2.4.1 Taksonomi dan Morfologi
Taksonomi
Kingdom

Monera

Divisio

Firmicutes

Class

Bacilli

Order

Lactobacilalles

Family

Streptococcaceae

Genus

Streptococcus

Species

Streptococcus mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil


(tidak bergerak), berdiameter 1-2 m, bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk
kokus, berbentuk bulat atau bulat telur, tersusun dalam rantai dan tidak membentuk
spora. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18-40oC. Streptococcus
mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia yang luka dan menjadi
bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies untuk email gigi.18

Gambar 2. Streptococcus mutans.


Streptococcus mutans bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam,
asidodurik, mampu tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan suatu

polisakarida yang lengket disebut dextran. Oleh karena kemampuan ini,


Streptococcus mutans bisa menyebabkan lengket dan mendukung bakteri lain
menuju ke email gigi, lengket mendukung bakteri- bakteri lain, pertumbuhan
bakteri asidodurik yang lainnya, dan asam melarutkan email gigi.19,20
Streptococcus mutans terdapat di 94% saliva penderita karies gigi.
Streptococcus mutans dapat dibedakan dengan jenis lainnya berdasarkan
kemampuannya memfermentasikan manitol dan membentuk glukan. Bakteri ini
termasuk flora normal pada manusia dengan fungsi normalnya yaitu mencegah
adanya penjamuran di dalam rongga mulut.19,21
Sifat kariogenik dari Streptococcus mutans :
Metabolisme Streptococcus mutans mengasilkan asam laktat dari sukrosa
Dapat hidup dalam pH serendah 4,2 (bersifat asidogenik yaitu
menghasilkan asam asidurik, mampu tinggal pada lingkungan asam)
Membentuk matriks plak glukan ekstraseluler dalam jumlah yang besar,
lengket, dan tidak larut
Melekat pada pelikel dan berkontribusi dalam pembentukan plak
Bakteri

ini

memanfaatkan

enzim

glucosyltransferase

(GTF)

dan

fructosyltransferase (FTF) untuk mengubah sukrosa menjadi polisakarida glukan


(dekstran) dan fruktan (levan). Glukan merupakan sumber makanan utama bakteri,
sedangkan fruktan membantu adhesi dan agregasi bakteri dalam pembentukan
plak.
n-sucrose
n-sucrose

glucosyltransferase
fructosyltransferase

(glucan)n + n-fructose
(fructan)n + n-fructose

2.4.2 Peranan Streptococcus mutans Dalam Pembentukan Karies


Karies merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan pada
jaringan keras gigi yaitu pada enamel, dentin, dan sementun gigi yang disebabkan
oleh aktivitas bakteri. Prosesnya dimulai dari demineralisasi gigi secara langsung
yang disebabkan oleh adanya asam laktat yang terakumulasi pada permukaan gigi
melalui plak. Demineralisasi ini dikarenakan oleh asam laktat hasil akhir
metabolisme dari pertumbuhan Streptococcus mutans yang menurunkan pH plak
gigi di bawah nilai pH kritis yaitu 5,2-5,5.13
Setelah menempel pada permukaan gigi, Streptococcus mutans mensintesis
matriks ekstraseluler dextran dari sukrosa, kemudian proses perlekatan bakteri
pada permukaan gigi terjadi, dan diikuti bertambahnya koloni. Agregasi bakteri ini

terjadi karena adanya reseptor dextran pada permukaan gigi sehingga terjadi
interaksi antar sel selama pembentukan plak gigi. Streptococcus mutans lebih
banyak mensintesis dextran ikatan (1-6) yang tidak larut dalam air, sehingga
Streptococcus mutans lebih efisien dalam membentuk plak gigi daripada
Streptococcus sanguis. S. sanguis tidak memiliki reseptor dekstran pada
permukaan gigi. Oleh karena itu, Streptococcus mutans banyak ditemukan pada
karies superficial terkait virulensi S. mutans dalam kemampuannya membentuk
plak gigi (biofilm).13,17
Plak dapat menghambat difusi asam keluar dalam saliva sehingga
konsentrasi asam pada permukaan enamel meningkat. Asam akan melepaskan ion
hidrogen yang bereaksi dengan kristal apatit dan merusak enamel, berpenetrasi
lebih dalam ke dalam gigi sehingga kristal apatit menjadi tidak stabil dan
larut. Selanjutnya infiltrasi bakteri asidurik dan asidogenik pada dentin
menyebabkan dekalsifikasi dentin yang dapatcmerusak gigi. Hal ini menyebabkan
produksi asam meningkat, reaksi pada kavitas oral juga menjadi asam dan kondisi
ini akan menyebabkan proses demineralisasi gigi terus berlanjut.13,14,19

2.5 Lactobacillus acidophilus

Gambar 3. Lactobacillus acidophilus

Bakteri Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus


atau batang, bersifat non motil, dan nonspora. Bakteri ini memproduksi asam laktat
sebagai produk utama hasil fermentasi. Lactobacilus achidophilus menggunakan laktosa
sebagai

sumber utama dalam memproduksi energy. Bakteri ini dapat hidup pada

lingkungan dengan atau tanpa oksigen. Bakteri ini dapat hidup dalam lingkungan yang
sangat asam sekalipun, seperti

pada pH 4-5 atau dibawahnya sampai 2 (bersifat

asidogenik dan asidurik). Lactobacillus acidophilus banyak ditemukan di kavitas gigi


karena bakteri ini tidak terlalu adhesive. Ketika terbentuknya lubang maka proses
kerusakan gigi akan berlangsung cepat.13
2.5.1

Peranan Lactobacillus acidophilus Dalam Pembentukan Karies


Bakteri ini bekerja sama dengan protein yang ada di saliva dan debris
makanan untuk membentuk dental plak. Ketika selesai makan, Lactobacillus
acidophilus memproduksi asam. Ketika ada asam yang diproduksi dalam jumlah
cukup, maka kalsium pada area tersebut akan mengalami demineralisasi. Tidak
hanya menghasilkan asam untuk mendemineralisasi kalsium, Lactobacillus
acidophilus juga merusak enamel gigi. Pada saat enamel gigi dirusak, maka akan
ada groove. Groove ini tempat dimana Lactobacillus acidophilus hidup dan akan
meneruskan aktivitasnya dalam memproduksi asam yang akan menyebabkan
proses karies.13,17

BAB III
PEMBAHASAN
Pada penelitian yang dilakukan oleh Tehrani MH (2011) dilaporkan bahwa berkumur
dengan teh hijau dapat mengurangi jumlah koloni Streptococcus mutans secara signifikan.
Penelitian ini menggunakan 60 anak sehat yang berusia 8-12 tahun, yang dibagi dalam dua
kelompok, yaitu kelompok 1 (berkumur dengan teh hijau) dan kelompok 2 (berkumur dengan
sodium fluoride). Anak-anak diinstruksikan untuk berkumur dengan 20 ml obat kumur yang
mengandung 0.05% sodium fluoride dan 0.5% teh hijau selama 60 detik, selama dua hari
sekali dalam 2 minggu setelah menggosok gigi pagi hari dan malam hari. Obat kumur teh

hijau diperoleh dari proses ekstraksi teh hijau yang dilarutkan dengan etanol. Lalu 6% ekstrak
teh hijau didilusi dengan air dan akan menghasilkan 0,5% obat kumur teh hijau yang
mengandung phenol. Obat kumur yang mengandung 0,05% sodium flouride (NaF) diperoleh
dari melarutkan 1 gram NaF dengan air. Perhitungan jumlah koloni S. mutan diambil dari
saliva anak, dimana pengambilan saliva tersebut dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum
diberi perlakuan dan setelah 2 minggu diberi perlakuan.9

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan jumlah koloni Streptococcus
mutans secara signifikan setelah berkumur teh hijau. Tetapi jika dibandingkan dengan sodium
flouride (kelompok kontrol positif) tidak ada perbedaan yang bermakna dari kedua jenis obat
kumur ini. Dengan kata lain, kedua obat kumur ini dapat menurunkan jumlah koloni
Streptococcus mutans secara bermakna.9
Penelitian Thomas A (2016) juga melaporkan bahwa berkumur dengan teh hijau dapat
mengurangi jumlah Streptococcus mutans secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol
positif (klorheksidin). Penelitian ini menggunakan 30 anak-anak dengan Early Caries
Childhood (ECC) yang berusia 4-6 tahun. Anak-anak dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok 1 (berkumur dengan 0,5% teh hijau) dan kelompok 2 (berkumur dengan 0,2%
klorheksidin). Anak-anak diinsruksikan berkumur sebanyak 5 ml selama 1 menit sehari sekali
dalam waktu 2 minggu setelah sarapan pagi. Teh hijau yang mengandung 6% phenol didilusi
dengan air menjadi 0,5% teh hijau yang mengandung phenol. Sedangkan 0,2% klorheksidin

dibeli secara komersial. Perhitungan jumlah koloni Streptococcus mutans diambil dari 2 ml
saliva anak sebelum perlakuan dan setelah 2 minggu diberi perlakuan.22

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa berkumur dengan teh hijau secara signifikan dapat
menurunkan jumlah koloni Streptococcus mutans pada anak ECC dibandingkan berkumur
dengan klorheksidin. Selain Streptococcus mutans, penelitian ini juga meneliti jumlah koloni
Lactobacillus dan C. albicans. Dapat dilihat bahwa klorheksidin lebih efektif mengurangi
jumlah Lactobacillus dibandingkan teh hijau. Tidak ada perbedaan yang signifikan dari kedua
obat kumur dalam menurunkan jumlah C. albicans. 22
Penelitian Nandan N (2016) melaporkan bahwa teh hijau efektif sebagai obat kumur
dalam mengurangi jumlah Streptococcus mutans plak gigi. Penelitian ini menggunakan 60
anak berusia 12-15 tahun yang memiliki skor DMFT 3. Anak-anak dibagi menjadi 2
kelompok yaitu kelompok 1 (berkumur dengan teh hijau) dan kelompok 2 (berkumur dengan
klorheksidin). Anak-anak diinstruksikan untuk berkumur 10 ml obat kumur selama 1 menit,
dua kali sehari selama 21 hari, 30 menit setelah sarapan dan 30 menit setelah makan malam.
Teh hijau dan klorheksidin dibeli secara komersial. Perhitungan koloni Streptococcus mutans
diambil dari plak gigi anak pada permukaan bukal gigi permanen molar pertama rahang
bawah yang non karies. Pengambilan plak tersebut dilakukan sebelum perlakuan dan setelah
21 hari perlakuan.5

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat penurunan jumlah Streptococcus
mutans yang signifikan setelah berkumur dengan teh hijau. Namun tidak ada perbedaan yang
bermakna dari kedua obat kumur (teh hijau atau klorheksidin) dalam mengurangi jumlah
Streptococcus mutans pada plak anak.5
Pada penenlitian Fajriani (2014) melaporkan bahwa berkumur dengan obat kumur
yang mengandung 2,5% teh hijau dapat menurunkan jumlah Streptococcus mutans secara
signifikan. Penelitian ini menggunakan 30 anak berusia 6-12 tahun, yang memiliki OHIS
kurang/buruk (3,1-6,0) dan memiliki minimal 4 gigi yang mengalami karies. Anak-anak
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok 1 (berkumur dengan teh hijau 2,5%) dan
kelompok 2 (berkumur dengan klorheksidin 0,2%). Anak-anak diinstruksikan untuk
berkumur selama 30 detik. Larutan teh hijau dibuat dengan cara menyeduh 7,5 gram teh hijau
merk Tong Tji dengan aquades 300 ml bersuhu 70-80oC. Sedangkan klorheksidin diperoleh
dari pembelian di pasaran bermerk Minosep. Penghitungan jumlah koloni Streptococcus
mutans dilihat dari saliva anak. Saliva diambil sebelum berkumur, 15 menit dan 30 menit
setelah berkumur. Sebelumnya, obat kumur telah diberikan dan digunakan selama 1 minggu.3

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan jumlah Streptococcus mutans
secara signifikan sebelum berkumur larutan teh hijau dan setelah 15 menit maupun 30 menit
berkumur larutan teh hijau. Jika dibandingkan dengan kontrol positif (klorheksidin), maka
tidak ada perbedaan yang bermakna dari kedua obat kumur ini dalam mengurangi jumlah
Streptococcus mutans.3
Dari keempat penelitian diatas dapat dilihat bahwa berkumur dengan teh hijau dapat
menurunkan jumlah Streptococcus mutans pada saliva maupun plak anak, baik anak dalam
kondisi sehat maupun karies. Berkumur teh hijau juga dapat menurunkan jumlah
Lactobacillus dan C. albicans. Tetapi apabila dibandingkan dengan sodium fluoride, tidak
ada perbedaan yang bermakna dari kedua obat kumur tersebut. Namun, jika dibandingkan
dengan klorheksidin, terdapat penelitian yang kontroversi. Ada penelitian yang mengatakan
bahwa berkumur dengan teh hijau lebih efektif dalam mengurangi jumlah Streptococcus
mutans, namun ada juga penelitian yang melaporkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan dari kedua obat kumur.
Pada penelitian Awandalla HI (2011) juga melaporkan bahwa berkumur dengan teh
hijau dapat mengurangi jumlah Streptococcus mutans pada saliva dan plak orang dewasa
secara signifikan. Penelitian ini menggunakan 25 subjek yang menderita karies, gingivitis,
maupun peridontitis dan berusia 21-46 tahun. Semua pasien diminta berkumur menggunakan
10% sukrosa selama 2 menit, setelah 7 menit saliva dan plak diambil (sebelum berkumur).
Setelah itu pasien berkumur air dan setelah 1 jam, pasien diminta berkumur dengan 2% teh

hijau selama 5 menit, dan kemudian setelah 20 menit pasien diminta berkumur dengan 10%
sukrosa selama 2 menit. Setelah 7 menit saliva dan plak diambil lagi (setelah berkumur).6

Dari tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa setelah berkumur dengan teh hijau terdapat
penurunan jumlah Streptococcus mutans secara signifikan baik pada saliva maupun plak
pasien dewasa. Penelitian ini dan beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa berkumur
dengan teh hijau dapat mengurangi jumlah koloni Streptococcus mutans baik pada anak
maupun dewasa.6

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berkumur dengan teh hijau dapat mengurangi jumlah koloni Streptococcus mutans
pada anak.
3.2 Saran
Teh hijau dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan obat kumur yang dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya karies.

REFERENSI

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Laporan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia;
2008. hal. 140.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Laporan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2013; hal. 118.
3. Fajriani, Jennifer N. Andriani. 2014. Reduction of Salivary Streptococcus mutans
Colonies in Children After Rinsing with 2.5% Green Tea Solution. Journal of
Dentistry Indonesia 2014, Vol. 21, No.3, 79-84.
4. Chacko, Sabu M. 2010. Beneficial Effects of Green Tea: A Literature Review. Chacko
et al. Chinese Medicine 2010, 5:13
5. Dr. Nandan N., Dr. Mythri Prasanna, Dr. Prem Kishore. 2016. Effect of Green Tea as a
Mouth Rinse on Streptococcus Mutans. Journal of Ayurveda and Integrated Medical
Sciences | May - June 2016 | Vol. 1 | Issue 1.
6. Awadalla HI, Ragab MH, dkk. 2011. A pilot study of the role of green tea use on oral
health. Int J Dent Hygiene 9, 2011; 110116.
7. Khurshid, Zohaib. Muhammad S. Zafar, dkk. 2016. Green Tea (Camellia Sinensis):
Chemistry and Oral Health. The Open Dentistry Journal, 2016, Volume 10
8. Gopal, Judy, Manikandan Muthul, dkk. 2016. Bactericidal Activity of Green Tea
Extracts: The Importance of Catechin Containing Nano Particles. Scientific Reports,
Department of Bioresource and Food Science: Konkuk University, Seoul, Korea
9. Maryam Hajenorouzali, Tehrani, dkk. 2011. Comparing Streptococcus mutans and
Lactobacillus colony count changes following green tea mouth rinse or sodium
fluoride mouth rinse use in children (Randomized double-blind controlled clinical
trial). Dental Research Journal / Dec 2011 / Vol 8 / Issue 5.
10. Parmar Namita, Rawat Mukesh, Kumar J. Vijay. 2012. Camellia Sinensis (Green Tea):
A Review. Global Journal of Pharmacology 6 (2): 52-59.
11. Punit R. Bhatt, dkk. 2010. Camellia sinensis (l): the medicinal beverage: a review.
Volume 3, Issue 2, July August 2010.
12. A.B. Sharangi. 2009. Medicinal and therapeutic potentialities of tea (Camellia
sinensis L.) A review. Food Research International 42 (2009) 529535.
13. Fejerskov O, Kidd E. Dental Caries The Disease and its Clinical Management Second
Edition. Blackwell: Munksgaard 2008
14. Kidd EAM, Bechal SJ. Dasar-Dasar Karies, Penyakit dan Penanggulang]nnya.
Jakarta: EGC. 1991.
15. Balagopal S, Radhika A. Chlorhexidine: The Gold Standard Antiplaque Agent. J
Pharm Sci and Res. 2013;5(12):270-4.
16. Mathur S, Mathur T, Srivastava R, Khatri R. Chlorhexidine: The Gold Standard in
Chemical Plaque Control. J Physiol, Pharm and Pharmacol. 2011;1(2):45-50.
17. John D.B. Featherstone. The Science And Practice Of Caries Prevention. American
Dental Association. JADA, Vol. 131, July 2000
18. Widya, Ari Nugraha. Streptococcus mutans, Si Plak Dimana-mana. Fakultas Farmasi
USD Yogyakarta.
19. Said Mohamed Daboor, dkk. 2015. A Review On Streptococcus Mutans With Its
Diseases Dental Caries, Dental Plaque And Endocarditis. Indian J Microbiol Res
2015;2(2):76-82
20. Diana M. and Richard L.G. Streptococcus mutans. Journal of Bacteriology, Nov.
2005, p.78637865 Vol. 187, No. 22
21. Slayton RL, Cooper ME, and Marazita ML. Tuftelin, Mutans Streptococci, and Dental
Caries Susceptibility. J DENT RES 2005 84: 711
22. Ann Thomas, Sneha R Thakur, Sowmya B Shetty. 2016. Anti-microbial efficacy of
green tea and chlorhexidine mouth rinses against Streptococcus mutans, Lactobacilli

spp. and Candida albicans in children with severe early childhood caries: A
randomized. Journal of Indian Society of Pedodontics and Preventive Dentistry.

Anda mungkin juga menyukai