Anda di halaman 1dari 7

Menangggapi isu social tersebut Robert Ackerman mempunyai pendapat yang berbeda

dengan Andrew Carnegie. Ia menyatakan bahwa kepekaanlah dan bukan tanggungjawab yang
seharusnya menjadi tujuan dari kegiatan social perusahaan. Dia menunjukan bahwa tanggapan
perusahaan terhadap masalah-masalah social mempunyai daur hidup yang dimulai dengan
pengakuan adanya masalah kemudian mempelajari dan meneliti permasalahan tersebut dan
akhirnya berusaha memecahkan masalah tersebut. Oleh karena itu dia menyarankan agar sejak
awal para manajer peka terhadap masalah, sehingga mereka dapat mempertahankan sebesar
mungkin kebebasan manajerial untuk bergerak.
Menjadi pertanyaan sekarang ini dari ketiga buah konsep mengenai isu social tersebut,
konsep yang manakah dapat dianggap sebagai dasar bagi perusahaan besar di Indonesia untuk
mau menjalin kemitraan usaha dengan koperasi/pengusaha kecil?
Ataukah mungkin kalau hal itu tidak mereka lakukan, mereka akan diwajibkan oleh
pemerintah?
Dalam masalah kemitraan ini pemerintah Indonesia bermaksud mengeluarkan suatu
peraturan pemerintah sebelum akhir tahun 1997. Dengan adanya peraturan pemerintah tentang
kemitraan antara pengusaha besar dan pengusaha kecil serta koperasi akan menjadi suatu
kewajiban. Tapi tidak semua perusahaan besar diwajibkan untuk bermitra, tergantung kriteria
perusahaannya. Yang jelas, perusahaan yang telah go public diwajibkan bermitra. Demikian
menurut Menteri Koperasi dan PPK dalam wawancara dengan pers yang diadakan pada tanggal
11 juli 1997 (Kompas, 14 Juli 1997).
Selanjutnya Menteri Koperasi dan PPK menyatakan, kemitraan akan diwajibkan bagi
kegiatan tertentu. Misalnya pengusaha besar tidak bisa membangun usaha tertentu. Misalnya
pengusaha besar tidak bisa membangun usaha tertentu, kecuali mereka bermitra dengan
pengusaha kecil dan koperasi. Menteri memberikan contoh untuk usaha pasar swalayan
misalnya, yang hendak membangun usaha di daerah, diwajibkan bermitra dengan pengusaha
kecil dan koperasi yang ada di daerah itu.
Tidak dapat disangkal lagi, maksud baik dari pemerintah tersebut. Tetapi perlu
diperhatikan, bahwa berhasil tidaknya kemitraan usaha antara pengusaha besar dengan koperasi
dan pengusaha kecil ditentukan oleh beberapafaktor, terutama oleh tujuan dari kemitraan tersebut
dalam arti apa yang ingin dicapai oleh para mitra usah tersebut dan perilaku dari mitra-mitra
usaha sebagaimana telah diterangkan di depan.

Di Amerika Serikat kerja sama antar koperasi umumnya sudah melembaga, dan
membentuk suatu suatu jaringan sendiri sehingga dapat merupakan prasarana bagi koperasikoperasi untuk mengembangkan diri, seperti The Farm Credit System, yang merupakan kerja
sama antara Bank for Cooperatives, Federal Intermediate Bank dan Federal Land Bank dimana
Bank-bank tersebut masing-masing dimiliki oleh koperasi-koperasi lokal dan beroperasi dibawah
keputusan tunggal dari kepengurusan bersama.
Selain kerja sama di bidang pemenuhan kebutuhan modal, koperasi-koperasi pertanian di
Amerika Serikat umumnya mengadakan kerja sama baik di antara sesama koperasi lokal maupun
dengan koperasi-koperasi regional. Koperasi-koperasi regional koperasi-koperasi regional ini
mempunyai arti yang penting bagi koperasi-koperasi lokal karena:

Mereka dapat menyediakan sarana-sarana pertanian secara tepat waktu dengan harga

yang lebih murah, seperti bahan bakar, pestisida, pupuk chemical dan sebagainya.
Memberikan kredit pemasok (supplier credit) kepada koperasi-koperasi lokal umumnya

untuk 10 hari.
Membeli dan memperoses hasil-hasil pertanian, baik dari petani maupun koperasi lokal,

seperti susu, hasil ternak dan sebagainya.


Memasarkan produk pertanian dan koperasi-koperasi lokal.
Seperti telah diterangkan didepan, ada 3 buah Regional Agriculture Input Supply and

Marketing Cooperatives yang besar di Amerika Serikat, yaitu:

CENEX (Farmers Union Central Exchange Inc.)


Land OLakes
Farm Lands Industries
Umumnya semua semua koperasi-koperasi lokal yang bergerak dibidang hasil-hasil

pertanian menjadi anggota-anggota dari salah satu koperasi regional tersebut. Meskipun
demikian, mereka tidak terikat untuk menjual hasil-hasil pertanianya dengan salah satu dari
koperasi regional tersebut atau membeli sarana pertanian keperluanya dari salah satu koperasi
regional tersebut.
Cenex adalah salah satu koperasi pemasok yang melayani lebih dari 1.700 koperasikoperasi lokal terbesar di 14 Negara Bagian. Barang-barang yang dijual adalah: bahan bakar,
minyak pelumas, propane, makanan ternak, bibit, dan traktor dan sebagainya. Disamping itu
cenex juga menjual jasa untuk mengukur kesuburan tanah pertanian milik anggota-anggota,

kebutuhan berbagai jenis pupuk untuk tanah-tanah pertanian anggota dan melaksanakan
pemupukannya.
Land OLakes adalah suatu koperasi regional dan adalah koperasi yang menyediakan
sarana pertanian, memproses dan memasarkan hasil-hasil pertanian (Agriculture Input Supply
and Food Processing-Marketing Cooperatives). Land OLakes ini dimiliki oleh lebih dari
350.000 petani dengan cara memiliki saham langsung atau dengan cara memiliki saham pada
koperasi-koperasi lokal, yang berjumlah lebih dari 1.300 buah yang adalah juga pemegang
saham dari Land OLakes ini adalah membantu petani yang bisa menghasilkan bahan-bahan
makanan yang baik dan memasarkanya. Sarana pertanian yang dipasarkan kepada para petani
adalah seperti makanan ternak, obat-obatan untuk ternak, bibit, pupuk, bahan bakar, chemical
dan sebagainya.
Di samping menjual barang-barang kepada petani seperti tersebut di atas, Land OLakes
juga membeli hasil-hasil pertanian seperti susu, ternak, ayam, kedelai dan sebagainya dari
koperasi-koperasi lokal atau atau langsung dari para petani dan selanjutnya Land OLakes
memproses komoditi-komoditi tersebut menjadi packaged foods untuk dipasarkan melalui
supermarket, grosir dan rumah-rumah makan.
Keuntungan bersih yang diterima dari perjalanan sarana-sarana pertanian dan dari
pemasaran hasil-hasil pertanian dari anggota tersebut, dikembalikan kepada anggota proporsional
dengan besarnya transaksi yang dilakukan anggota dengan Land OLakes. Dalam rangka
pengembangan organisasi dan usaha pada 1982, Land OLakes telah mengadakan marger dengan
Midland Industries.
Koperasi regional yang ke-3 adalah The Ferm Land In Industries, yang mempunyai pola
kegiatan hampir serupa dengan dengan Cenex dan Land OLakes dan kegiatanya tersebar
diberbagai beberapa Negara bagian. Salah satu anggota (koperasi) yang menjadi anggota dari
Farm Land Industries ini adalah The South Dakota Wheat Grower Association berkedudukan di
Aberdeen dan termasuk koperasi lokal yang terbesar. The South Dakota Wheat Grower
Association ini bergerak dibidang pemasaran gandum dan penyedia sarana pertanian bagi
anggota-anggota dan petani. Koperasi ini yang didirikan pada tahun 1923 dimiliki oleh lebih dari
4.700 petani dan pada tahun 1989 memiliki 22 cabang tersebar di 16 kota di South Dakota.
Kembali pada masalah kerja sama antar koperasi di Indonesia, maka dengan system
penjenjangan keperasi, secara federatif ini akan memberikan peluang yang besar bagi terjalinya

kerja sama secara vertikal antar koperasi sejenis itu sendiri dan kerja sama secara horizontal
diantara berbagai jenis koperasi pada berbagai tingkatan atau jenjang yang sama.
C. KERJA SAMA ANTAR KOPERASI BUKA DI BIDANG USAHA
Jika dalam berfederasi pada tingkatan nasionala itu, masing-masing jenis koperasi
umumnya memiliki induk, dimana masing-masing jenis koperasi tersebut dapat menggalang
persatuan dan kerja sama di antara sesama mereka, di bidang usaha dan bahwa keberadaan
induk-induk tersebut dapat mewakili kepentingan masing-masing jenis koperasi pada tingkat
nasional, maka pada tingkatan nasional telah pula terdapat suatu organisasi koperasi bersifat non
usaha yang didirikan oleh gerakan koperasi dengan bertujuan mempersatukan seluruh gerakan
koperasi di Indonesia. Usaha ini mula-mula diwujudkan dengan dibentuknya SOKRI (Sentral
Oeganisasi Koperasi di Indonesia) pada tanggal 12 juli 1947 di Tasikmalaya, dimana kemudian
ditetapka sebagai Hari Koperasi Indonesia. Pelaksanaan dari konggres tersebut diserahkan
kepada pusat koperasi Kabupaten Tasikmalaya dan dipimpin oleh Niti Soemantri sebagai ketua
panitia, D.Dimya sebagai sekretaris dan Ny. Djuaningsih sebagai pembantu umum. Kongres
dihadiri oleh sekitar 500 orang yang merupakan utusan dari koperasi-koperasi di pulau JawaMadura, Kalimantan dan Sulawesi. Memang dari luar Pulau Jawa banyak yang tidak dating
mengingat bahwa pada tahun tersebut Indonsia sedang dalam perjuangan Phisik melawan
Belanda.
Konggres yang keduan dari gerakan koperasi, baru dapat diadaka pada tahun1953 di
Bandung yang dihadiri oleh peserta-peserta dari pulau Jawa maupun dari daerah luar Jawa dan
dipimpin oleh Niti Soemantri. Hadir dan memberikan sambutan pada konggres tersebut adalah:
1. Prof. DR. Sumitro Djojohadikusumo, Menteri Perekonomian, dengan sambutan yang
berjudul: Fungsi Koperasi dalam Proses Pengembangan Ekonomi.
2. Iskandar Tejasukmana (menteri Perburuhan) dengan judul sambutan: Perumahan
Rakyat
3. R. Mohammad Ambyah Hadiwinoto dari GKBI dengan sambutan yang berjudul:
Undang-Undang Koperasi.
4. Rusli Rachim, Kepala Direktorat Perekonomian Rakyat, dengan judul sambutan
Pandidikan dan Penerangan Koperasi.
5. R.S. Suriaatmadja, kepala Direktorat Perekonomian Rakyat, dengan judul sambutan
Perluasan tugas Gerakan Koperasi di Indonesia.

Keputusan-keputusan penting dari kongres tersebut diantaranya adalah:


1. Mendirikan sebuah pemusatan pimpinan koperasi untuk seluruh Indonesia yang
dinamakan Dewan Koperasi Indonesia.
2. Mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
3. Segera membuat Undang-Undang Koperasi yang berdasarkan pada pasal 38 UUD
Sementara R.I.
4. Dijadikanya koperasi sebagai mata pelajaran pada sekolah lanjutan dan menanam benih
kekoperasian pada Sekolah Rakyat.
5. Rencana pembangunan rumah rakyat diundangkan serta menunjuk gerakan koperasi
sebagai penyelenggaraan pembangunan rumah-rumah rakyat dan sebagainya.
Keputusan Kongres tersebut telah diwujudkan dengan:

Dibentuknya Dewan Koperasi Indonesia yang disingkat DKI, sebagai pengganti dari

SOKRI yang dibentuk dalam masa Revolusi Phisik sebagaimana telah diuraikan di atas.
Diterbitkanya Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi pada

tanggal 2-4 Mei 1958.


Telah dilakasanakanya memasukan mata pelajaran koperasi dalam kurikulum Sekolah
Lanjutan.
Nampaknya dari sekian banyak saran-saran atau keinginan dari Kongres Gerakan

Koperasi Indonesia tahun 1953 itu, penunjukan untuk pembangunan Rumah Rakyat oleh gerakan
koperasi merupakan salah satu keinginan yang hingga kini belum tercapai.
Maksud dan tujuan dari pembentukan DKI tersebut adalah:
1)
2)

Menyebarkan, memelihara dan mempertahankan cita-cita koperasi.


Memperhatikan dan membantu pelaksanaan kepentingan perkumpulan koperasi dengan

3)

nyata.
Membela hak hidup dan berkembang secara bebas bagi perkumpulan koperasi terhadap
segala usaha yang merintanginya, bilamana perlu dengan kerja sama, terutama dengan
seluruh gerakan koperasi, serta memandangnya dari sudut Perkembangan Ekonomi
Nasional.

Unuk mencapai tujuan tersebut berbagai usaha akan dilakukan DKI di antaranya adalah:

Memberikan penerangan-penerangan dan pendidikan tentang koperasi kepada rakyat


Indonesia, baik secara lisan ataupun tertulis (melalui majalah majalah koperasi) dan agar

pemerintah membuat Undang-Undang Koperasi yang baru,


Mengadakan hubungan dengan gerakan-gerakan koperasi diluar negeri dan sebgainya.

Pada permulaan tahun enam puluhan, Nampak ada perubahan sikap dari pemerintah dari
Pemerintah terhadap gerakan koperasi, sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah yang
memberlakukan system demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin. Mulailah ikut
campur-tangan pemerintah dalam gerakan koperasi dan ingin menjadikan koperasi
sebagai alat bagi pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi terpimpin.
Pada tanggal 3 juni 1961, dengan Keputusan Presiden No. 236 didirikanlah Kesatuan
Organisasi Koperasi yang disingkat dengan KOKSI, sebagai perwujudan dan Keputusan
Musyawarah Nasional Nasional Koperasi (Munaskop I) yang diselenggarakan pada tanggal 2527 April 1961 di Surabaya.
Pimpinan organisasi berbentuk Dewan Pimpinan, dengan pimpinan tertinggi adalah
Presiden/Pimpinan Besar Revolusi Indonesia, sedangkan Menteri yang diserahi tugas urusan
Koperasi menjadi Ketua Pimpinan Dewan Nasional KOKSI.
Keanggotaan Dewan Pimpinan terdiri dari:
Unsur-unsur pemerintah, Gerakan Koperasi, tenaga-tenaga ahli dan Wakil-wakil Daerah
Tingkat I yang diangkat oleh pemerintah. Sejak itu Gerakan Koperasi Indonesia telah mamasuki
era baru. Jika semula gerakan koperasi, bekerja berazaskan demokrasi, maka semenjak itu
koperasi telah dijadikan alat oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan kebijaksanaan ekonomi
terpimpinya. Sebelumnya pada tahun 1960 telah dikeluarkan inpres no. 2/1960 tentang
pembentukan Badan Penggerak Koperasi yang disingkat BAPENGKOP, yang isinya
memberikan intruksi kepada Menteri Distribusi, Menteri Produksi, Menteri Transmigrasi,
Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah,
Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Pengarahan Tenaga
Rakyat, Menteri Penerangan dan Menteri P & K untuk:
1)

Secara aktif menumbuhkan dan memperluas Gerakan Koperasi meliputi segala bidang

2)
3)

kehidupan masyarakat.
Mendorong, menghubungi, mengawasi Gerakan Koperasi secara aktif.
Menjamin barang-barang yang dibagikan kepada rakyat dan dihasilkan oleh rakyat dapat

4)

disalurkan melalui koperasi.


Membantu mengatasi hambatan koperasi, misalnya: perkreditan, persaingan dengan

5)

swasta dan sebagainya tanpa mengurangi sifat swadaya koperasi.


Mengkoordinir kegiatan antara instansi anggota BAPENGKOP dalam penyusunan
rencana, pelaksanaan maupun pengawasan.

6)

Dalam persoalan teknis peraturan dan hukum perkoperasian, BAPENGKOP

7)

menyerahkan kepada Jawatan Koperasi Departemen Transopemda.


BAPENGKOP dalam menjalankan tugasnya berpegang teguh pada Undang-Undang No.
79/1958 dan PP No. 60/1959 dan mengatakan bahwa salah satu fungsi koperasi adalah
sebagai alat untuk melaksanakan ekonomi terpimpin berdasarkan sosialinme ala
Indonesia.
Bahkan dalam perkembangannya pemerintah berusaha membawa gerakan koperasi

Indonesia ke salah satu aliran politik Munaskop-munaskop dan dengan mengeluarkan undangundang baru yaitu Undang-Undang Koperasi No. 45/1965 yang ternyata hanya berumur pendek.
Keputusan-keputusan Munaskop ke II yang waktu penyelenggaraanya (2 s/d 10 Agustus 1965)
hampir bersamaan dengan diundangkannya Undang-Undang Koperasi No. 14/1965, diantaranya
adalah penentuan Haluan Gerakan Koperasi Indonesia.
Dikatakanya bahwa haluannya adalah:

Berlandaskan idiil: Pancasila.


Lima azimat Revolusi Indonesia (Nasakom, Pancasila, Manipol, Trisakti Tavip,

Berdikari), Dekon, dan Ketetapan-ketetapan MPRS.


Amanat dan tulisan PJM Presiden/PBR Bung Karno.
Dalam undang-undang baru tersebut dengan jelas dikatakan bahwa koperasi berfungsi

sebagai organisasi ekonomi maupun sebagai salah satu alat revolusi dan disamping itu dikatakan
juga bahwa kepengurusan harus mencerminkan kekuatan progresif revolusioner berporoskan
Nasakom dan Manipol.

Anda mungkin juga menyukai