Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Theodolit
Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan
tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda dengan waterpass
yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam theodolit sudut yang dapat di
baca bisa sampai pada satuan sekon (detik). Theodolite merupakan alat yang
paling canggih di antara peralatan yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya
alat ini berupa sebuah teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk
membulat (piringan) yang dapat diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal,
sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga
dipasang pada piringan kedua dan dapat diputarputar mengelilingi sumbu
horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua sudut
tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi (Sosrodarsono,
1983).
2.2 Komponen-komponen Theodolit
Komponen-komponen dari alat theodolit adalah sebagai berikut :
1. Plat dinding pelindung lingkaran vertikal di dalamnya
2. Ring pengatur lensa tengah
3. Pengatur fokus benang silang
4. Alat baca lingkaran vertikal/horisontal
5. Lensa obyektif
6. Klem vertikal teropong
7. Penggerak halus teropong
8. Klem alhidade horisontal
9. Penggerak halus horisontal
10. Nivo kotak alhidade horisontal
11. Plat dasar instrumen
12. Nivo tabung alhidade horizontal (Frick, 1979).

2.3 Macam-macam Theodolit


Macam Theodolit berdasarkan konstruksinya, dikenal dua macam yaitu:
1. Theodolit Reiterasi ( Theodolit sumbu tunggal )
Dalam theodolit ini, lingkaran skala mendatar menjadi satu dengan kiap,
sehingga bacaan skala mendatarnya tidak bisa di atur. Theodolit yang di
maksud adalah theodolit type T0 (wild) dan type DKM-2A (Kem)
2. Theodolite Repitisi
Konsruksinya kebalikan dari theodolit reiterasi, yaitu bahwa lingkaran
mendatarnya

dapat

(Sosrodarsono, 1983).

diatur

dan

dapt

mengelilingi

sumbu

tegak

2.4 Pembuatan Peta Planimetris


Peta planimetris sampai saat ini dibuat dengan cara melakukan pengukuran
secara langsung di lapangan. Planimetris merupakan salah satu macam metode
pembuatan peta. Metode ini digunakan untuk memetakan wilayah yang luasnya
hanya beberapa ratus sampai beberapa ribu meter persegi dengan menggunakan
cara pengukuran jarak langsung (Dwi, 2012). Maksud dari pengukuran yang
dilakukan pada pembuatan peta ini adalah mengumpulkan data-data lapangan
yang berupa panjangan dari penggal-penggal garis pembentuk/penentu posisi dari
objek-objek yang diukur. Secara garis besar tahapan pembuatan peta planimetris
meliputi:
a. Pembuatan Kerangka Peta
Kerangka peta yang digunakan adalah dengan menggunakan poligon. Jenis
poligon yang digunakan adalah poligon tertutup.
b. Pengukuran Detail
Detail adalah segala obyek yang ada di lapangan, baik yang bersifat alamiah
seperti sungai maupun hasil budaya manusia seperti jalan, gedung, atau lapangan
yang akan dijadikan isi dari peta yang akan dibuat. Penentuan posisi dari titik-titik
detail, diikatkan pada titik-titik kerangka pemetaan yang terdekat yang telah
diukur sebelumnya, atau mungkin juga ditentukan dari garis ukur, yang
merupakan sisi-sisi dari kerangka peta. Posisi detail dapat ditentukan dengan cara
penyikuan, pemotongan atau pengikatan, dan interpolasi. Namun, dalam
prakteknya selalu digunakan cara kombinasi dari ketiganya.
c. Penggambaran
Penggambaran umumnya dilakukan secara grafis, mengingat hasilukuran
yang didapat berupa penggal-penggal garis saja. Penggambaran peta planimetris
meliputi penggambaran kerangka peta dan penggambaran detail. Penggambaran
detail baru dilakukan setelah penggambaran kerangka peta selesai dan kualitasnya
baik.
2.5 Pengukuran Sudut

Salah satu alat yang didesain untuk mengukur sudut, dalam


bidang geodesi dan pengukuran tanah dikenal dengan nama
teodolit. Teodolit memiliki tiga bagian, bagian atas (teropong,
lingkaran

vertikal,

sumbu

mendatar,

klem

teropong

dan

penggerak halus, aldehide vertikal dan nivo, nivo teropong),


bagian tengah (kaki penyangga, aldehide horizontal, piringan
horizontal, klem dan penggerak halus aldehide horizontal, klem
dan

penggerak

halus

nimbus,

nivo

tabung,

mikroskop

pembacaan lingkaran horizontal), dan bagian bawah (tribranch,


nivo kotak, skrup penyetel ABC, plat dasar).
Prosedur penggunaan teodolit diawali dengan pendirian
teodolit di atas statif dan melakukan sentering dan mengatur
sumbu I agar vertikal. Yang dimaksud sentering adalah bahwa
sumbu I (sumbu vertikal) teodolit segaris dengan garis gaya
berat yang melalui titik tempat berdiri alat. Sentering dilakukan
dengan medirikan teodolit sehingga ujung unting-unting berada
tepat di atas titik (patok). Sedangkan pengaturan sumbu I
vertikal dilakukan dengan cara mengatur posisi nivo kotak dan
nivo tabung (Dwi, 2012).
a) Pengaturan Nivo Kotak
1. Putar teodolit pada sumbu I hingga nivo tabung sejajar
dengan skrup penyetel dan B. Seimbangkan gelembung nivo
dengan memutar skrup penyetel A dan B.
2. Putar teodolit pada sumbu I 1800. Apabila gelembung
bergeser, maka seimbangkan gelembung dengan skrup A
dan atau B.

b) Pengaturan Nivo Tabung


1. Putar teodolit pada sumbu I 900. Apabila gelembung
bergeser, maka seimbangkan dengan skrup C.

2.

Putar teodolit pada sumbu I ke segala arah, apabila


gelembung bergeser, ulangi pengaturan tersebut. Apabila
gelembung tidak bergeser, maka sumbu I telah vertikal.

Setelah dilakukan pengaturan sumbu I vertikal, kemudian


teropong diarahkan pada titik yang yang akan dibidik. Pada saat
melakukan pembidikan, posisi garis bidik diarahkan pada benang
yang digunakan untuk menggantungkan unting-unting. Posisi
suatu target diketahui dengan skala yang terbaca pada bacaan
piringan teodolit. Pengukuran sudut dapat dilakukan dengan cara
repetisi atau reiterasi.
2.6

Pengukuran Jarak Langsung

Pengukuran jarak langsung adalah pengukuran yang dilakukan


dengan cara membentangkan pita ukur sepanjang garis yang
akan diukur dengan alat utama berupa pita ukur. Apabila jarak
tidak dapat diukur dengan sekali bentangan pita ukur, maka
perlu dilakukan pelurusan. Pelurusan dilakukan dengan cara
membuat penggalan-penggalan pada jarak yang akan diukur.
Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali, yakni pengukuran pergi
dan pengukuran pulang (Dwi, 2012).
Pengukuran jarak langsung dapat dilakukan di medan
mendatar dan medan miring. Pengukuran pada medan mendatar
dilakukan

dengan

pelurusan

terlebih

dahulu.

Kemudian

mengukur langsung dengan menggunakan pita ukur. Sedangkan


pada

medan

miring

perlu

dilakukan

beberapa

tahapan

tambahan. Yang pertama adalah melakukan pelurusan seperti


pada medan mendatar. Kemudian melakukan pengukuran jarak
dengan bantuan unting-unting. Di sini pita ukur ditarik sehingga
mendatar dan batas penggal jarak yang diukur di tanah diperoleh
dengan bantuan unting-unting yang digantung dengan benang
dari pita ukur yang direntangkan. Namun, sering kali terdapat
penghalang pada jarak yang akan diukur. Pengukuran pada jarak

terhalang dapat dilakukan dengan beberapa macam cara sebagai


berikut
a. Dengan perbandingan sisi segitiga siku-siku
b. Dengan mengukur titik tengah tali busur
c. Dengan bantuan cermin penyiku atau prisma penyiku
2.7 Sudut Azimuth
Azimut adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari sembarang meridian
acuan. Dalam pengukuran tanah datar, Azimut biasanya diukur dari utara, tetapi
para ahli astronomi, militer dan National Geodetic Survey memakai selatan
sebagai arah acuan. Seperti ditunjukkan dalam gambar 10.7, Azimut berkisar
antara 0 sampai 360 dan tidak memerlukan huruf-huruf untuk menunjukkan
kuadran. Jadi Azimut OA adalah 70, Azimut OB 145, Azimut OC 235, dan
Azimut OD 330. Perlu dinyatakan dalam catatan lapangan apakah Azimut diukur
dari utara atau selatan (Dwi, 2012).
2.8 Rambu Ukur
Dalam ilmu ukur tanah, banyak sekali alat ukur yang digunakan dalam
berbagai macam pengukuran. Ada berbagai macam pengukuran, yaitu pengukuran
sipat datar, pengukuran sudut, pengukuran panjang, dan lain-lain. Alat ukur yang
digunakan pun ada yang sederhana dan modern, yang masing-masing bekerja
sesuai dengan fungsinya. Seperti yang telah kita ketahui bahwa permukaan bumi
ini tidak rata, untuk itu diperlukan adanya pengukuran beda tinggi baik dengan
cara barometris, trigonometris ataupun dengan cara pengukuran penyipatan datar.
Alat yang digunakan dalam pengukuran sipat datar salah satunya adalah rambu
ukur.
Rambu ukur dapat terbuat dari kayu, campuran alumunium yang diberi skala
pembacaan. Ukuran lebarnya 4 cm, panjang antara 3m-5m pembacaan dilengkapi
dengan angka dari meter, desimeter, sentimeter, dan milimeter. Umumnya dicat
dengan warna merah, putih, hitam, kuning. Selain rambu ukur, ada juga waterpass
yang dilengkapi dengan nivo yang berfungsi untuk mendapatkan sipatan mendatar
dari kedudukan alat dan unting-unting untuk mendapatkan kedudukan alat
tersebut di atas titik yang bersangkutan. Kedua alat ini digunakan bersamaan

dalam

pengukuran

sipat

datar.

Rambu

ukur

diperlukan

untuk

mempermudah/membantu mengukur beda tinggi antara garis bidik dengan


permukaan tanah. (Yogie, 2010)

Gambar 1. Rambu Ukur


(Sumber:Yogie, 2010)
Kesalahan yang sering terjadi dalam penggunaan rambu ukur adalah sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.

Garis bidik tidak sejajar dengan garis jurusan nivo.


Kesalahan pembagian skala rambu.
Kesalahan panjang rambu.
Kesalahan letak skala nol rambu.
2.9 Tripod (Statif)
Statif (kaki tiga) berfungsi sebagai penyangga waterpass dengan ketiga
kakinya dapat menyangga penempatan alat yang pada masing-masing ujungnya
runcing, agar masuk ke dalam tanah (Ferdian, 2013). Ketiga kaki statif ini dapat
diatur tinggi rendahnya sesuai dengan keadaan tanah tempat alat itu berdiri.
Seperti tampak pada gambar dibawah ini.

Gambar 6. Tripod (kaki tiga)


(Sumber: Ferdian, 2013)
2.10

Nivo
Pada waktu melakukan pengukuran dengan alat-alat ilmu ukur wilayah, baik

pengukuran mendatar maupun pengukuran tegak, haruslah sumbu kesatu tegak


lurus dan sumbu kedua tegak lurus pada sumbu kesatu. Untuk mencapai keadaan
dua sumbu itu, digunakan suatu alat yang dinamakan nivo. Menurut bentuknya
nivo dibagi dalam dua macam yaitu nivo kotak dan nivo tabung.
Nivo kotak terdiri atas kotak dari gelas yang dimasukkan dalam montur dari
logam sedemikian higga bagian atas tidak tertutup. Kotak dari gelas itu diisi
dengan eter atau alkohol dan diatas di bagian dalam tutup kotak diberi bentuk
bidang lengkung dari bulatan dengan jari-jari yang besar. Bagian kecil kotak itu
tidak berisi zat cair sehingga bagian ini kelihatan sebagai gelembung. Pada bagian
tengah tutup dinyatakan dengan satu atau lebih lingkarang yang konsentris. Nivo
tabung terdiri atas tabung dari gelas yang berbentuk silinder dengan bidang
dalamnya yang atas digosok, hingga mempunyai bentuk bidang bulanan dengan
jari-jari yang besar. Irisan memanjang bidang dalam atas menjadi mempunyai
bentuk busur lingkaran. Setelah tabung diisi dengan eter kecuali sebagian kecil
yang tidak diisi, kedua ujung tabung ditutup dengan menggunakan api colok.
Bagian yang tidak diisi dengan zat cair eter akan berisi uap eter jenuh dan dari
atas kelihatan lagi sebagi gelembung. (Soetomo, 1992).

Lisa Oktavia Br Napitupulu


240110150057
3.3

Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pemetaan planimetris

menggunakan alat ukur teodolit. Pemetaan yang dilakukan merupakan pemetaan


terhadap suatu gedung yang memiliki sudut-sudut pada tiap sisi bangunanya.
Planimetris merupakan salah satu macam metode pembuatan peta. Metode ini
digunakan untuk memetakan wilayah yang luasnya beberapa ratus sampai
beberapa ribu meter persegi dengan menggunakan cara pengukuran jarak
langsung. Peta planimetris adalah peta yang memperlihatkan posisi x dan posisi y
atau koordinat yang hanya memperlihatkan tampak atas saja dari suatu objek
atau objek bangunan, berikut dengan segala yang ada di atasnya
sehingga tampak seperti keadaan sebenarnya. Kenampakan
permukaan

bumi

pada

peta

ini

digambarkan

dengan

menggunakan simbol-simbol tertentu misalnya dataran rendah


digambarkan dengan warna hijau, pegunungan dengan warna
coklat dan perairan dengan warna biru. Peta planimetris sering
disebut juga dengan peta dasar karena peta pada umumnya
adalah menggunakan prinsip planimetris ini.
Praktikum ini dilakukan di Gedung baru Teknologi Pangan.
Pengukuran dilakukan pada 4 tempat alat berbeda dimana setiap 1 tempat alat
membidik beberapa titik yang akan mewakili bentuk bangunan tersebut. Setiap
titik pada bangunan tersebut akan memberikan bentuk gambaran bangunan
dengan sudut dan jarak yang didapat. Oleh karena itu penentuan posisi
dari pada pembidikan merupakan hal yang penting dikarenakan
titik tersebut akan mewakili bentuk lahan atau objek yang akan
dipetakan. Data yang diperoleh dari pembidikan dengan menggunakan teodolit
yaitu bacaan atas, bacaan tengah, bacaan bawah, sudut vertikal, dan sudut
horizontal. Kemudia setiap sudut yang didapat dari teodolit harus dikonversi
terlebih dahulu. Kemudian dari data yang ada maka dilakukan perhitungan untuk
mendapatkan jarak. Perhitungan jarak dapat dihitung dengan menggunakan data
yang didapat setiap satu bidikannya dengan rumus yang digunakan adalah
konstanta dikalikan dengan bacaan atas dikuranng bacaan bawah dikalikan dengan
sin kuadrat sudut zenith (sudut yang digunakan adalah sudut vertikal).

Pada

tahap

awal

dalam

praktikum

ini

yaitu

dengan

melakukan penentuan posisi titik yang ditentukan berdasarkan


pada arah dan jarak dari titik awal yang telah dijadikan patok
sebagai tempat mendirikan alat pertama dan diarahkan pada
arah

utara

yang

telah

ditentukan

sebelumnya

dengan

menggunakan kompas sebagai Bench Mark (BM) dengan sudut


awal 0o. Kemudian alat diputar searah jarum jam untuk
menentukan jarak dari posisi alat yang pertama ke titik-titik
sudut yang terlihat dari posisi alat. Kemudian setelah semua titik
pada bangunan yang terlihat oleh teodolit pada tempat alat satu
dilanjutkan

dengan

tempat

alat

dua,

tetapi

sebelum

memindahkan alat maka tempat alat selanjutnya harus dibidik


untuk mendapatkan jarak antara tempat alat bidikan. Hal ini
dilakukan agar dalam pembuatan peta planimetris lebih mudah.
Kemudian setelah alat dipindahkan dilakukan dengan membidik
titik awal yang akan digunakan untuk bacaan belakang dengan
sudut horizontal awal adalah 0 o. Titik bacaan belakang didapat lebih baik
dilakukan terhadap pembidikan bacaan muka sebelumnya yang masih dapat
dibidik oleh teodolit sebagai bacaan belakang tempat alat yang baru. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui kebenaran dan keakuratan hasil bidikan sebelumnya
sehingga dapat dibandingkan hasil antara keduanya. Pada praktikum ini didapat
36 titik bidikan yang setiap satu tempat alat didapat 9 bidikan. Semakin banyak
titik bidikan makan pembuatan sketsa semakin akurat.
Data hasil jarak dan sudut horizontal yang diperoleh dari tiap titik bidikan
dituangkan dalam bentuk sketsa. Kemudian titik-titik bidikan yang telah dibuat
berdasarkan jarak dan sudut horizontalnya masing-masing kemudian dihubungkan
sehingga membentuk suatu objek bangunan yang dibidik. Saat pengukuran
berlangsung, praktikan membuat sketsa awal dari objek yang
akan

dipetakan

sebagai

bentuk

gambaran

awal

sebelum

pengukuran dan diharapkan hasilnya akan sesuai dengan sketsa


setelah pengukuran. Namun, setelah pembuatan sketsa dari hasil
pengukuran jarak serta sudut horizontal terdapat banyak titik

yang tidak sesuai dengan sketsa perkiraan awal peta. Terdapat


garis-garis yang miring sehingga bentuk bangunannnya tidak simetris. Hal ini
berarti, terjadi kesalahan dalam pengukuran yang dilakukan oleh praktikan yaitu
kurang tepatnya praktikan dalam membaca rambu ukur, atau peletakan rambu
ukur yang tidak sesuai, dan juga saat pemindahan alat selanjutnya dan juga kurang
tepatnya praktikan dalam mendirikan alat sehingga nivo pada teodolit tidak tepat.
BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:

1. Peta planimetris adalah peta yang menampilkan pandangan


atas dari suatu lahan atau objek bangunan.
2. Untuk membuat peta planimetris pada praktikum ini data yang digunakan
haya jarak dan susut horizontal yang telah di konversi.
3. Dilakukan pengukuran dengan 4 tempat alat yang membidik setiap titik
sudut yang mewakili pada objek bangunan yang diamati.
4. Pengukuran yang dilakukan berulang pada titik bidikan dan semakin banyak
titik bidikan yang ukur maka semakin akurat data yang didapat dalam
menggambarkan peta planimetris.
5. Gambar sketsa peta planimetris yang didapat dengan menghubungkan setiap
titik bidikan mendapatkan hasil yang berbeda dengan bentuk objek yang
asli. Hal ini dikarena terjadil kesalahan dalam pengukuran.
4.2

Saran
Saran yang diambil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut, yaitu :

1. Sebelum melaksanakan praktikum seharusnya praktikan dapat memahami


materi praktikum yang akan dilaksanakan agar saat pelaksanaan praktikan
tidak terjadi kesalahan dan tidak menghambar dalam pemindahan alat.
2. Praktikan harus menjaga alat-alat praktikum dengan baik agar tidak rusak
dan dapat dipakai untuk praktikum selanjutnya.

3. Praktikan seharusnya mendirika alat dengan baik dan benar agar saat
pengukuran tidak terjadi kesalahan.
4. Serius dan tidak bercanda dalam melakukan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Ferdian,

Feri.

2013.

Waterpass.

Terdapat

http://www.academia.edu/3790480/Waterpass (diakses pada


Hari Minggu tanggal 1 November 2016 pukul 20.00WIB).
Frick, heinz. 1979. Ilmu Ukur Tanah. Jakarta: Kanisius
Sosrodarsono. Suyono. 1983. Pengukuran Topografi dan Teknik
Pemetaan. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Soetomo, S., dan Takasaki, M. 1992. Pengukuran Topografi dan
Teknik Pemetaan. Jakarta:Pradnya Paramita.
Yogie.

2010.

Rambu

Ukur.

Terdapat

pada

http://yogie-

civil.blogspot.com/2010/06/rambu-ukur_14.html

(diakses

pada tanggal 4 November 2016 pukul 18.40 WIB).


Dwi. 2012. Pemetaan Lapangan (Land Surveyiny) . Terdapat pada
http://secarikkartupos.blogspot.co.id/2012/01/pemetaan-lapangan-landsurveying.html (diakses pada tanggal 4 November 2016 pukul 20.35 WIB)

Anda mungkin juga menyukai