Beranda
My Profile
Cari
BAB II
PEMBAHASAN
A. Blended Learning
Berikut ini akan dipaparkan mengenai pengertian blended learning, karakteristik
blended learning, serta tujuan blended learning.
1. Pengertian Blended Learning
Blended learning istilah yang berasal dari bahasa inggris, yang terdiri dari dua
suku kata, blended dan learning. Blended merupakan campuran, kombinasi yang
baik. Sedangkan learning merupakan pembelajaran. Sedangkan menurut
Harding, Kaczynski dan Wood yang dikutip dalam Charman, blended learning
merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran
tradisonal tatap muka dan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan sumber
belajar online dan beragam pilihan komunikasi yang dapat digunakan oleh guru
dan siswa. Pelaksanaan pendekatan ini memungkinkan penggunaan sumber
belajar online, terutama yang berbasis web, dengan tanpa meninggalkan
kegiatan tatap muka.
Dengan pelaksanaan blended learning ini, pembelajaran berlangsung lebih
bermakna karena keragaman sumber belajar yang mungkin diperoleh. Jadi
blended learning dapat diartikan sebagai proses pembelajaran yang
memanfaatkan berbagai macam pendekatan. Pendekatan yang dilakukan dapat
memanfaatkan berbagai macam media dan teknologi. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa blended learning adalah pembelajaran yang
mengkombinasikan antara tatap muka (pembelajaran secara konvensional,
dimana antara pebelajar dan pemelajar saling berinteraksi secara langsung,
masing-masing dapat bertukar informasi mengenai bahan-bahan pegajaran),
belajar mandiri (belajar dengan berbagai modul yang telah disediakan) serta
belajar mandiri secara online.
Penerapan blended learning tidak terjadi begitu saja. Tapi,terlebih dulu harus ada
pertimbangan karakteristik tujuan pembelajaran yang ingin kita capai, aktifitas
pembelajaran yang relevan serta memilih dan menentukan aktifitas mana yang
relevan dengan konvensional dan aktifitas mana yang relevan untuk online
learning.
Blended learning adalah metode pembelajaran yang memadukan pertemuan
tatap muka dengan materi online secara harmonis. Perpaduan antara training
konvensional di mana trainer dan trainee bertemu langsung dengan training
online yang bisa diakses kapan saja, di mana saja 24 jam sehari, 7 hari
seminggu. Adapun bentuk lain dari blended learning adalah pertemuan virtual
antara trainer dengan trainee. Mereka mungkin saja berada di dua dunia
berbeda, namun bisa saling memberi feedback, bertanya, atau menjawab.
Semuanya dilakukan secara real time. Sebagian menyebutnya dengan long
distance instructed learning, yang lain menyebutnya virtual instructor led
training, training yang dipandu oleh instruktur betulan secara virtual karena
antara peserta dan instruktur berada di tempat yang berbeda. Apapun namanya,
model pembelajaran ini memanfaatkan teknologi IT lewat media video
conference, phone conference, atau chatting online.
Blended learning menjadi model yang menarik di pendidikan tinggi sebagai
inovatif baru teknologi informasi menjadi semakin tersedia. Namun, hanya
pencampuran belajar tatap muka dengan teknologi informasi tidak dapat
memberikan pengajaran yang efektif dan efisien sebagai solusi untuk belajar.
Untuk menjadi sukses, blended learning harus bergantung pada teori belajar
yang solid dan pedagogis strategi. Selain itu, ada kebutuhan untuk pendekatan
penelitian desain berbasis untuk mengeksplorasi pembelajaran campuran
melalui siklusberturut-turut eksperimentasi, di mana kekurangan masing-masing
siklus diidentifikasi, didesain ulang, dan dievaluasi ulang.
2. Karakteristik Blended Learning
Adapun hal-hal yang menjadi karakteristik dari blended learning antara lain:
a. Pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara penyampaian, model
pengajaran, gaya pembelajaran, serta berbagai media berbasis teknologi yang
beragam.
b. Sebagai sebuah kombinasi pengajaran langsung (face to face), belajar
mandiri, dan belajar mandiri via online.
c. Pembelajaran yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara penyampaian,
cara mengajar dan gaya pembelajaran.
d. Guru dan orangtua peserta belajar memiliki peran yang sama penting, guru
sebagai fasilitator, dan orangtua sebagai pendukung.
Sedangkan kategori dalam blended learning ada dua yang utama, yaitu :
a. Peningkatan bentuk aktifitas tatap-muka (perkuliahan). Banyak pengajar
menggunakan istilah blended learning untuk merujuk kepada penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi dalam aktifitas tatap-muka, baik dalam
bentuknya yang memanfaatkan internet (web-dependent) maupun sebagai
pelengkap (web-supplemented) yang tidak merubah model aktifitas.
b. Hybrid learning, yakni pembelajaran model ini mengurangi aktifitas tatapmuka (perkuliahan) tapi tidak menghilangkannya, sehingga memungkinkan
mahasiswa untuk belajar secara online.
Menurut Jared M. Carman, seorang President Aglint Learning menyebutkan lima
kunci dalam mengembangkan blended learning. Adapun ke-5 kunci tersebut
yaitu:
a. Live Event
Pembelajaran langsung atau tatap muka (instructor-led instruction) secara
sinkronous dalam waktu dan tempat yang sama (classroom) ataupun waktu
sama tapi tempat berbeda (seperti virtual classroom). Bagi beberapa orang
tertentu, pola pembelajaran langsung seperti ini masih menjadi pola utama.
Namun demikian, pola pembelajaran langsung inipun perlu didesain sedemikian
rupa untuk mencapai tujuan sesuai kebutuhan.
b. Self-Paced Learning
Mengkombinasikan pembelajaran konvensional dengan pembelajaran mandiri
(self-paced learning) yang memungkinkan peserta belajar belajar kapan saja,
dimana saja dengan menggunakan berbagai konten (bahan belajar) yang
dirancang khusus untuk belajar mandiri baik yang bersifat text-based maupun
multimedia-based (video, animasi, simulasi, gambar, audio, atau kombinasi dari
kesemuanya). Bahan belajar tersebut, dalam konteks saat ini dapat dikirim
secara online (via web maupun via mobile dovice dalam bentuk: streaming
audio, streaming video, e-book, dll) maupun offline (dalam bentuk CD, cetak, dll).
c. Collaboration
Mengkombinasikan kolaborasi, baik kolaborasi pengajar, maupun kolaborasi
antar peserta belajar yang kedua-duanya bisa lintas sekolah/kampus. Dengan
demikian, perancang blended learning harus meramu bentuk-bentuk kolaborasi,
baik kolaborasi antar peserta belajar atau kolaborasi antara peserta belajar dan
pengajar melalui tool-tool komunikasi yang memungkinkan seperti chatroom,
potensinya. Serta metode yang digunakan harus dapat menstimulan potensi dan
bakat peserta didik agar lebih maksimal. Sehingga dapat memenuhi kebutuhan
siswa dan tantangan perkembangan teknologi.
Situasi seperti saat ini mendorong berbagai lembaga pendidikan memanfaatkan
berbagai macam sistem pendekatan dalam strategi pembelajaran. Pendekatan
yang dilakukan dengan memanfaatkan berbagai macam media dan teknologi
untuk meningkatkan efektivitas dan fleksibilitas pembelajaran. Oleh karena itu,
muncullah suatu sistem belajar yang dikenal dengan istilah blended learning.
Melalui blended learning sistem pembelajaran menjadi lebih luwes dan tidak
kaku.
Blended learning merupakan suatu strategi belajar yang berasal dari
pertimbangan-pertimbangan dalam menyempurnakan sistem belajar e-learning.
Dari studi yang ada, kendala terbesar e-learning adalah proses interaksi
langsung antara pemelajar dengan pebelajar. Bagaimanapun belajar merupakan
proses dua arah. Peserta memerlukan feedback dari pemelajar dan sebaliknya
pemelajar juga memerlukan feedback dari pesertanya. Dengan cara ini akan
didapat hasil belajar yang lebih efektif, tepat sasaran.
Hal ini menjawab mengapa program e-learning tidak selalu mendapat hasil
memuaskan. Seringkali materi sudah banyak dan tersedia dengan lengkap.
Orang juga bisa belajar kapan saja dan di mana saja, asal terkoneksi lewat
jaringan nirkabel. Namun tetap saja tingkat penggunaan materi-materi elearning tersebut tergolong rendah. Secara sederhana dapat dikatakan
seseorang butuh teman dan butuh feedback langsung. Sama seperti yang kita
rasakan dalam pembelajaran konvensional di ruang kelas.
Selain itu e-learning menciptakan kesan kesendirian sehingga seseorang tidak
bisa bertahan lama dalam belajar. Dalam setengah jam, seseorang sudah malas
dan tidak terlalu termotivasi untuk melanjutkan pembelajarannya. Bukan karena
materinya tidak bagus atau sistem online dari materi yang disajikan kurang
interaktif, melainkan orang merasa sedang sendiri dan dia perlu orang lain.
Belajar secara mandiri dibutuhkan motivasi dan kesadaran tinggi dari
pebelajarnya.
Berdasarkan pertimbangan permasalah tersebut, metode pembelajaran yang
lebih efektif digunakan adalah blended learning, dimana siswa dapat belajar
secara mandiri dan secara konvensional, keduanya menawarkan kelebihankelebihan yang dapat saling melengkapi.
Blended Learning dibutuhkan pada saat metode pengajaran jarak jauh tidak
begitu dibutuhkan. Proses pengajaran blended learning ini dibutuhkan pada
pemelajar yang membutuhkan penambahan pelajaran.
Blended learning dibutuhkan pada saat :
a. Proses belajar mengajar tidak hanya tatap muka, namun menambah waktu
pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi dunia maya.
b. Mempermudah dan mempercepat proses komunikasi non-stop antara
pengajar dan siswa.
c. Siswa dan pengajar dapat diposisikan sebagai pihak yang belajar.
d. Membantu proses percepatan pengajaran.
e. Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dewasa ini, khususnya
perkembangan teknologi internet turut mendorong berkembangnya konsep
pembelajaran jarak jauh ini. Ciri teknologi internet yang selalu dapat diakses
kapan saja, dimana saja, multiuser serta menawarkan segala kemudahannya
telah menjadikan internet suatu media yang sangat tepat bagi perkembangan
pendidikan jarak jauh selanjutnya. Hal ini lah mengapa untuk saat ini sistem
pembelajaran secara blended learning masih sangat baik di terapkan di
Indonesia agar lebih dapat terkontrol secara tradisional juga.
C. Pelaksanaan Blended-Learning dalam Dunia Pendidikan
Blended learning dipergunakan untuk mendeskripsikan suatu situasi
pembelajaran yang menggabungkan beberapa metode penyampaian yang
bertujuan untuk memberikan pengalaman yang paling efektif dan efisien
(Harriman, 2004; Williams, 2003).Kombinasi yang dimaksud dapat berupa
gabungan beberapa macam teknologi pengajaran, misalnya video, CD-ROM, film,
atau internet dengan pengajaran tatap muka (face to face) yang dilakukan oleh
dosen/pendidik. Singh (2003) menyebut hal ini dengan istilah blended e-learning.
Dari perspektif course design, jenis pengajaran blended ini dapat berada di
antara pengajaran yang sepenuhnya tatap muka sepenuhnya dan pembelajaran
on-line. Kerres and De Witt (2003) mengemukakan kerangka 3C untuk para
pengajar yang hendak merancang blended learning, yang meliputi content (isi
materi pembelajaran), communication (komunikasi antara siswa dan guru serta
antarsiswa sendiri). Dan construction (penciptaan kondisi mental pembelajar
untuk membantu memetakan posisi mereka dalam lanskap pembelajaran).
Dari perspektif guru dan dalam dunia pendidikan, pendekatan blended e-learning
memerlukan keterampilan baru agar pembelajar dapat menyerap sebanyakbanyaknya dari pelajaran yang diberikan. Martyn (2003) mengatakan bahwa
suatu lingkungan blended e-learning yang dapat berhasil terdiri dari satu
pertemuan awal yang sepenuhnya tatap muka (face to face), penugasan online
mingguan disertai dengan komunikasi (konsultasi) online, e-mail, dan ditutup
dengan satu ujian akhir yang berupa tatap muka atau ujian tulis di kelas dengan
dibantu pengawas.
Dengan demikian, pembelajar akan lebih banyak mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan diri serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri (Hooper,
1992; Saunders & Klemming, 2003), meningkatkan kompetensi sosialnya,
meningkatkan kepercayaan diri siswa (Byers, 2001), meningkatkan keterampilan
menggali informasi dan meraih prestasi (Kendall, 2001). Selain itu, guru juga
akan lebih menghargai berbagai perbedaan dalam gaya dan kecepatan belajar
yang dimiliki masing-masing siswa (Piskurich, 2004) serta mendorong
komunikasi, baik antarsiswa sendiri maupun antara siswa dan guru (Joliffe, Ritter,
& Stevens, 2001).
Untuk pelaksanaan Blended Learning dalam dunia Pendidikan, digunakan model
ADDIE (analysis, design, development, implementation, andevaluation) yang
dikemukakan Dick, Carey, and Carey (2001). Model pengajaran ini didasarkan
pada pengembangan pembelajaran yang sistematis dan terdiri dari tujuh fase :
analisis, desain, pengembangan, implementasi, pelaksanaan, evaluasi, dan
feedback).
1. Analisis: fase ini menentukan apa yang akan diajarkan. Tujuan analisis
adalahuntuk mendeteksi karakteristik belajar dan kebutuhan siswa,
menentukanlingkungan tempat pembelajaran akan dilakukan serta menghitung
sumberdaya yang tersedia. Karakteristik siswa ditentukan antara lain
denganmengumpulkan informasi demografis dan melakukan test pendahuluan
untukketerampilan memanfaatkan computer. Fase pertama ini akan
menghasilkantujuan pembelajaran bagi setiap modul serta muatan edukatif
(pengetahuandan keterampilan yang akan dipelajari beserta aktivitas yang
akandikembangkan)
how to learn)
7. Implementasi tekhnologi akhirnya dapat menginspirasi peserta didik menjadi
pembelajar sepanjang hayat (life long learning), sosok pribadi yang mampu
berkembang di tengah perkembangan informasi yang pesat.
8. Blended learning dapat melakukan diversfikasi pembelajaran dan memenuhi
karakteristik belajar siswa yang berbeda beda.
9. Teknologi /Multimedia dalam pembelajaran dapat meningkatkan perhatian dan
motivasi perserta didik
10. Teknologi /Multimedia dalam pembelajaran dapat menggambarkan sesuatu
yang tidak tergambarkan, gerakan gerakan yang kompleks yang sulit
dijelaskan akan dengan mudah ditampilkan untuk memudahkan pemahaman
peserta didik tentang suatu materi pembelajaran.
11. Teknologi /Multimedia dalam pembelajaran dapat menampilkan gambar
gambar dengan lebih mudah dan lebih dinamis
12. Teknologi /Multimedia dalam pembelajaran dapat menampilkan sesuatu yang
abstrak menjadi lebih mudah dipahami.
13. Teknologi /Multimedia dalam pembelajaran dapat menampilkan sesuatu yang
terlalu kecil,terlalu cepat, terlalu berbahaya jika diamati secara langsung.
Namun, model blended learning bukanlah tanpa hambatan dan kritik. Banyak
pendidik mungkin tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk secara
efektif mengajar di lingkungan blended learning. Hal ini menambah energi dan
waktu yang intensif. Tambahan pra-perencanaan dan program diperlukan untuk
menjaga aliran konsisten instruksi selama pembelajaran. Handout, kontrak
kuliah, tugas, dll. semua perlu harus terstruktur di muka. Sebagai hasilnya,
beberapa pendidik mungkin kurang waktu atau keahlian (didaktik atau
sebaliknya) dalam menggunakan platform model blended learning sebagai alat
bantu mengajar dan belajar.
Hambatan / Kekurangan Blended-Learning
1. Media yang dibutuhkan sangat beragam , sehingga sulit diterapkan apabila
sarana dan prasarana tidak mendukung.
2. Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti computer dan akses
internet. Padahal dalam blended learning diperlukan akses internet yang
memadai, apabila jaringan kurang memadai akan menyulitkan peserta dalam
mengikuti pembelajaran mandiri via online
3. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan tekhnologi
4. Kurangnya keterampilan pendidik dalam lingkungan pembelajaran blended
learning
5. Salah satu kelemahan dengan pembelajaran berbasis tekhnologi adalah
kurangnya interaksi antar individu, peserta didik kehilangan banyak kesempatan
untuk membicarakan ide ide mereka dengan orang lain. Filosofi pembelajaran
mandiri dengan menyediakan pilihan tentang bagaimana dan dimana mereka
belajar, yang memiliki keuntungan yang berbeda untuk kedua individu dan
sekolah.
E. Implementasi Blended Learning Dalam Pendidikan Anak Usia Dini
Pelaksanaan blended learning tergantung pada beberapa faktor. (1) Sarana dan
prasarana. Guru perlu memiliki akses terhadap jaringan internet yang cukup
besar dan cepat sehingga memudahkan kerja. Penyediaan sarana dan prasarana
yang memadai juga memerlukan biaya. (2) Guru perlu meningkatkan
kemampuannya dalam bidang TIK dengan cara membaca dan berlatih mandiri
maupun melalui pelatihan formal. Sekolah perlu memperhatikan hal ini sebagai
salah satu pengembangan profesional. (3) Siswa perlu mendapatkan akses
terhadap komputer dan internet dan memiliki kemampuan memanfaatkan Elearning. Sekolah perlu membekali siswa sebelum blended learning
diterapkan(Dr. Sentot Kusairi, M. Si.,2011)
Mengingat kondisi setiap sekolah berbeda, implementasi blended learning dapat
dipilih sesuai dengan kondisi persekolahan. Beberapa ragam blended learning
adalah sebagaimana gambar di bawah.
Model implementasi yang paling sederhana adalah model 5 yakni pemanfaatan
bahan-bahan online tanpa harus mensyaratkan siswa untuk terhubung dengan
internet. Hal ini berarti guru melakukan pembelajaran tatap muka dengan
melibatkan kegiatan siswa yang memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia di
internet misalnya film, animasi, game dan sebagainya.Model implementasi
berikutnya adalah model pembelajaran tatap muka dengan kegiatan siswa dan
guru melakukan akses internet.Misalnya ketika berdiskusi, siswa dapat mencari
bahan-bahan di internet dan mempresentasikannya di kelas.Pada model ini
dibutuhkan jaringan internet di dalam dan di luar kelas.Model-model berikutnya
adalah model dengan pemanfaatan internet yang intensif.
Beberapa cara mengimplementasikan blended learning pada tahap permulaan
diantaranya:
1. Guru mengintegrasikan teknologi komputer dan informasi dalam materi
pembelajarannya. Misalnya guru mendownload video, animasi, dan simulasi
yang sesuai untuk dimanfaatkan di kelas. Berbagai media ini diintegrasikan
dalam pembelajaran.
2. Guru mengembangkan bahan ajar atau modul berbantuan komputer. Bahan
ajar ini dapat diakses oleh siswa dan dapat dipelajari di luar jam tatap muka.
Bahan ajar akan membantu siswa yang mengalami masalah dalam pembelajaran
tatap muka
3. Guru mengoptimalkan email dengan mengembangkan email group sebagai
wahana diskusi guru-siswa-siswa. Group email juga dapat digunakan untuk
berbagi file, mengumpulkan tugas dan sebagainya.
4. Guru mempelajari moodle dan memanfaatkannya sebagai penunjang
pembelajaran tatap muka. Guru memanfaatkan fitur yang tersedia untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran tatap muka.
Guru dan sekolah dapat memilih model yang sesuai dengan sarana prasarana
yang tersedia, kemampuan guru, dan kesiapan siswa. Implementasi model yang
sesuai akan berguna untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pendidikan merupakan pondasi awal untuk membentuk generasi bangsa yang
berilmu dan memiliki pengetahuan luas.Saat ini, pendidikan juga telah menjadi
kebutuhan bagi setiap individu sebagai bekal untuk menghadapi beragam
tantangan kehidupan di zaman yang terus berkembang. Oleh karena itu,
pendidikan harus diterapkan mulai dari usia dini. Pendidikan yang sudah
diterapkan pada anak sejak usia dini, akan menjadi bekal yang sangat berharga
pada saat anak tersebut telah dewasa nantinya. Dengan mantapnya pendidikan
yang diperoleh anak sedini mungkin, maka anak pun akan siap menghadapi
berbagai macam bentuk tantangan yang akan dihadapinya pada masa yang
akan datang.
Salah satu proses yang termasuk ke dalam upaya penanaman nilai pendidikan
pada anak adalah melalui proses pembelajaran. Pembelajaran, baik yang bersifat
formal maupun non-formal, tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan
pada usia tersebut dan membuat anak berada dalam kondisi joyfull learning
(pembelajaran yang menyenangkan). Jika saat ini sudah banyak dikembangkan
media e-learning untuk siswa usia sekolah dasar, maka tidak ada salahnya jika
dalam mengembangkan e-learning untuk anak usia pra-sekolah juga
menerapkan beberapa prinsip dasar dari pengembangan e-learning untuk anak
usia sekolah dasar. Hal tersebut dikarenakan media e-learning untuk anak usia
pra-sekolah salah satunya bertujuan untuk mempersiapkan anak tersebut
memiliki pengetahuan dasar untuk memasuki usia sekolah dasar.
Beberapa prinsip dasar pengembangan media e-learning untuk anak usia prasekolah yang mengadopsi prinsip pengembangan media e-learning untuk anak
usia sekolah dasar antara lain sebagai berikut:
1. Media e-learning dirancang untuk memfasilitasi dan memungkinkan anak
untuk belajar secara mandiri dengan tetap didampingi oleh orangtua maupun
guru/instruktur. Dengan begitu, anak akan dapat mengeksplorasi
pemahamannya terhadap pengetahuan dasar yang diperolehnya.
2. Tahapan-tahapan pembelajaran yang digunakan yaitu kegiatan pembelajaran
pendahuluan, penyampaian informasi dan materi dasar, partisipasi peserta, dan
terakhir evaluasi untuk mengetahui pencapaian pembelajaran. Pendahuluan
yang dimaksud adalah memperkenalkan media e-learning yang dimanfaatkan
serta petunjuk penggunaan dan petunjuk pendampingan bagi orangtua maupun
guru/instruktur. Materi dasar meliputi materi yang berhubungan dengan
keterampilan dasar membaca, menulis, dan menghiung yang sesuai untuk usia
5-7 tahun. Partisipasi peserta meliputi kegiatan interaktif yang terdapat dalam
media e-learning tersebut. Dan evaluasi yang disajikan berbentuk evaluasi
ringan seperti games atau kuis yang mudah dipahami oleh anak.
3. Materi disampaikan bertahap dari bentuk abstrak ke bentuk konkret yang
disampaikan dalam bentuk multimedia interaktif seperti audio, video, teks, alat
bantu (tool), koneksi (link), dan animasi. Agar peserta dapat berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran, sistem dilengkapi dengan simulasi-simulasi yang
memungkinkan peserta untuk mengeksplor pemahaman mereka. Alur materi
dan simulasi dirancang sedemikian rupa agar anak belajar mulai dari
pemahaman yang sederhana hingga ke pemahaman komplek.
4. Orangtua dan pendidik/instruktur berperan sebagai fasilitator yang membantu
anak usia pra-sekolah dalam memanfaatkan e-learning yang telah
dikembangkan. Hal ini dimaksudkan agar anak mengetahui tata cara
pemanfaatan media e-learning tersebut dengan benar sekaligus dapat
membantu untuk memberikan penjelasan di saat anak tersebut menemukan hal
yang tidak dipahaminya. Oleh karena itu, pemanfaatan e-learning untuk anak
usia pra-sekolah ini tetap harus dalam pengawasan dan pendampingan orangtua
maupun pendidik/instruktur.
Contoh konsep media pembelajaran e-learning yang dapat dikembangkan untuk
anak usia pra-sekolah adalah dengan web e-learning. Situs web tersebut dapat
berisi gambar-gambar, audio dan video pembelajaran, aplikasi interaktif, games,
dan simulasi. Keseluruhan konten yang tersedia dalam web tersebut berkaitan
dengan keterampilan dasar yang ingin dicapai, yaitu membaca, menulis, dan
menghitung dasar.
Materi yang disediakan dapat berupa pengenalan angka, pengenalan huruf, dan
cara membaca kata serta kalimat. Seluruh konten tersebut harus mudah diakses
dan dapat di-download, sehingga anak dapat menyimpannya dan
mempelajarinya kembali secara offline. Web tersebut juga harus menyediakan
petunjuk penggunaan yang lengkap dan mudah dipahami oleh anak dan
pendampingnya (orangtua maupun pendidik/instruktur), bentuk web juga harus
tersaji sederhana, simpel, dan menarik dengan warna yang cerah tetapi tetap
natural. Ukuran huruf dan konten juga harus menyesuaikan dengan usia anak
pra-sekolah, dimana ukurannya harus lebih besar dibandingkan dengan ukuran
konten web untuk remaja atau dewasa. Bentuk evaluasi yang disediakan dalam
web tersebut juga diupayakan jangan berbentuk soal tes, melainkan dalam
bentuk games dan simulasi untuk sekedar mengetahui feedback pencapaian
anak pada proses belajar menggunakan media web e-learning tersebut. Lalu,
orangtua maupun guru/instruktur yang mendampingi juga harus senantiasa
memberikan penguatan dan penjelasan terhadap hal yang dipelajari oleh anak.
Karena anak usia pra-sekolah masih belum mampu berpikir secara konseptual
logis, maka masih diperlukan pendampingan dalam memahami setiap hal yang
dilihat atau didengarnya. Dengan demikian anak akan memperoleh pemahaman
yang baik dan benar dari hal yang dipelajarinya.
Hal-hal yang diungkapkan di atas adalah sedikit pengantar mengenai potensi
yang dimiliki oleh e-learning untuk dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran bagi anak usia pra-sekolah. Pengembangan dan pemanfaatan elearning tersebut tentunya harus tetap memperhatikan serta menerapkan prinsip
dasar agar dapat sesuai dengan kemampuan konstruksi pemahaman anak usia
pra-sekolah. Semoga sedikit penjabaran tersebut dapat menjadi motivasi bagi
kita semua untuk dapat terus mengembangkan dan memanfaatkan berbagai
potensi media pembelajaran e-learning dalam pembelajaran, mulai dari usia
sedini mungkin hingga untuk usia dewasa.
BAB III
KESIMPULAN
Blended learning merupakan model pembelajaran campuran antara teknologi
online dengan pembelajaran tatap muka dengan biaya yang rendah, tetapi cara
efektif untuk mengirimkan pengetahuan dalam dunia global.
Program model blended learning mencakup beberapa bentuk alat pembelajaran,
seperti real-time kolaborasi perangkat lunak, program berbasis web online, dan
elektronik yang mendukung sistem kinerja dalam tugas lingkungan belajar, dan
pengetahuan manajemen sistem. Model Blended learning berisi berbagai
aktivitas kegiatan, termasuk belajar tatap muka, e-learning, dan kegiatan belajar
mandiri.Blended learning sebagai model campuran pembelajaran yang dipimpin
instruktur tradisional, pembelajaran online secara synchronous , belajar mandiri
dengan asynchronous, dan pelatihan terstruktur berbasis tugas dari seorang
dosen atau mentor. Tujuan blended learning adalah untuk menggabungkan
pengalaman belajar kelas tatap muka dengan pengalaman belajar secara online.
Dari perspektif guru, pendekatan blended e-learning memerlukan keterampilan
baru agar pembelajar dapat menyerap sebanyak-banyaknya dari pelajaran yang
diberikan. Suatu lingkungan blended e-learning yang dapat berhasil terdiri dari
satu pertemuan awal yang sepenuhnya tatap muka (face to face), penugasan
online mingguan disertai dengan komunikasi (konsultasi) online, e-mail, dan
ditutup dengan satu ujian akhir yang berupa tatap muka atau ujian tulis di kelas
dengan dibantu pengawas. Dengan demikian, pembelajar akan lebih banyak
mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri serta bertanggung jawab
terhadap diri sendiri, meningkatkan kompetensi sosialnya, meningkatkan
kepercayaan diri siswa, meningkatkan keterampilan menggali informasi dan
meraih prestasi. Selain itu, guru juga akan lebih menghargai berbagai perbedaan
dalam gaya dan kecepatan belajar yang dimiliki masing-masing siswa serta
mendorong komunikasi, baik antarsiswa sendiri maupun antara siswa dan guru.
DAFTAR PUSTAKA
Barton, R. (2004). Why use computer in practical science? Dalam Barton, R.
(eds.), Teaching secondary science with ICT (pp. 29). New York: Open University
Press.
Boohan, R. (2002). ICT and Communication. Dalam Amos, S., & Boohan, R. (eds.),
Aspects of teaching secondary science (pp. 211). New York: The Open University.
Clyde, W., & Delohery, A. (2005).Using Technology in Teaching. London: Yale
University Press.
Hofe, R. V. (2001). Investigation into student learning of application in computerbased learning environtment [versi electronik]. Teaching Mathematics and Its
Applications, 20(3), 109-119
Kusni, M. (2010).Implementasi Sistem Pembelajaran Blended Learning pada
Matakuliah AE3121 Getaran Mekanik di Program Aeronotika dan Astonotika,
Seminar Tahunan Teknik Mesin.
Musker, R. (2004). Using ICT in a secondary science department. Dalam Barton,
R. (eds.), Teaching secondary science with ICT (pp. 19). New York: Ope University
Press.
Welington, J. (2004). Multimeda in science teaching. Dalam Barton, R. (eds.),
Teaching secondary science with ICT (pp. 96). New York: Open University Press.
Priyatni, Endah Tri., dan Wahono, Asnawi Susilo. (2010). Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Membaca SD Berbasis Pendidikan Multikultural dan ELearning. Jurnal Penelitian Kependidikan. 20. (2). 156-166.
Ulfa, Maria. (2012). Interactive E-learning untuk Belajar Mandiri Anak. Jurnal
Sarjana Institut Teknologi Bandung Bidang Teknik Elektro dan Informatika. 1. (1).
211-217.
Darin E. Hartley, Selling e-Learning, American Society for Training and
Development, 2001
Dublin, L. and Cross, J. , Mei 2003, Implementing eLearning: Getting the Most
from Your Elearning Investment, the ASTD International Conference.
Michelle Delio, Report: Online Training Boring, Wired News, diaskes
padahttp://www.wired.com/news/business/0,1367,38504,00.html
Hadjerrouit, 2008, Towards a Blended Learning Model for Teaching and Learning
Computer Programming: A Case,Study,( Informatics in Education: Institute of
Mathematics and Informatics, Vilnius, Vol. 7, No. 2, 181210), Journal
Jared A. Carman, 2005, Blended Learning Design: Five Key Ingredients,, diakses
pada http://www.agilantlearning.com/pdf/Blended Learning Design.pdf
Noer, Muhammad, 2010, Blended Learning Mengubah Cara Kita Belajar Di Masa
Depan, diakses pada http://www.muhammadnoer.com/2010/07/blended-learningmengubah-cara-kita-belajar-di-masa-depan/
PREVIOUSGangguan Perkembangan Sosial dan Emosional Anak
Usia DiniNEXTDILEMA IBU KARIR
2 Komentar (+add yours?)
1.
Ini ibu sedang belajar juga, aku ikut copi paste ya mbak . Terima kasih, doa ibu
semoga engkau senantiasa dalam perlindungan Tuhan dan sukses selalu, amin
BALAS
primasuci
Mar 28, 2014 @ 20:20:34
Iya bu. silakan. dengan senang hati jika memamng diperlukan. smga
bermanfaat.. Aamiin..
BALAS
Tinggalkan Balasan
Halaman
My Profile
Kategori
Teknologi (2)
Arsip
April 2014
Februari 2014
Juni 2013
Januari 2013
Januari 2011
Daftarkan saya