Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Umum
Perjalanan merupakan suatu kegiatan rutin yang dilakukan manusia setiap
harinya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perjalanan ini menyebabkan
perpindahan seseorang dari suatu tempat ke tempat lainnya yang disebut sebagai
kegiatan transportasi. Transportasi merupakan bagian yang sangat penting dalam
kehidupan kita. Perpindahan atau pergerakan manusia merupakan hal yang
penting dipikirkan khususnya daerah perkotaan, sedangkan angkutan barang
sangat penting untuk menunjang kehidupan perekonomian. Dari pengertian diatas
telah menggambarkan fungsi utama dari transportasi yaitu untuk menghubungkan
manusia dengan tata guna lahan.
Dengan kata lain transportasi menjadi fasilitas pendukung seluruh
kegiatan, tanpa harus melihat lokasi, perkembangan transportasi harus setara
dengan perkembangan kegiatan kehidupan.
Untuk memenuhi hal tersebut, pengadaan transportasi sebagai pendukung
kegiatan kehidupan harus diperhitungkan secara tepat dan secermat mungkin.
Pengadaan ataupun perencanaan transportasi tersebut bukanlah hal yang mudah
dan instan, karena memerlukan tahapan dan prosedur yang harus dilalui untuk
memperoleh hasil yang baik agar tidak tersendatnya perkembangan dan kegiatan
hidup manusia.

Universitas Sumatera Utara

II.2. Perencanaan Transportasi


Perkembangan yang terjadi pada masa kini dipengaruhi oleh meningkatnya
jumlah penduduk yang begitu signifikan, sehingga memberikan dampak secara
langsung pada perencanaan transportasi. Karena dari waktu ke waktu objek yang
diangkut selalu bertambah. Adanya pertambahan jumlah penduduk tersebut
dengan sendirinya akan membutuhkan pertambahan alat pendukung untuk
kegiatan setiap penduduk tesebut. Jika hal ini tidak diantisipasi sejak dini, maka
dimasa yang akan datang akan menimbulkan suatu masalah ketidakseimbangan
antara kebutuhan transportasi dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang ada.
Ketidakseimbangan tersebut berdampak pada permasalahan transportasi yang
akan kita hadapi, seperti:

Kemacetan, kesemrawutan lalu-lintas, kecelakaan

Lambannya perkembangan suatu daerah

Dan tingginya biaya ekonomi

Akhirnya suatu daerah baik itu kawasan industry, kota, pusat bisnis dan lain
sebagainya akan menjadi kawasan mati yang tidak bisa ditempati.
Untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka
dilakukanlah perencanaan transportasi untuk mencapai suatu keseimbangan.
Menurut Bruton (1970), proses perencanaan transportasi perkotaan didasarkan
pada seperangkat prinsip dan asumsi yang paling dasar yaitu bahwa pola
perjalanan yang nyata, stabil dan dapat diprediksi. Berikut prinsip-prinsip dalam
perencanaan transportasi menurut Bruton (1970):
1.

Adanya hubungan yang menentukan antara semua moda transportasi.

Universitas Sumatera Utara

2. Sistem transportasi mempengaruhi perkembangan suatu daerah, serta


melayani daerah itu.
3. Daerah urbanisasi terus menerus memerlukan pertimbangan wilayah
dengan berbagai macam situasi transportasi.
4. Studi transportasi merupakan bagian penting dari proses perencanaan
secara keseluruhan.
5.

Proses perencanaan transportasi itu berlangsung secara kontinu, dan


membutuhkan data terbaru untuk mengetahui perubahannya.
Menurut (Ofyar Z Tamin, 1997) Transportasi diselenggarakan dengan

tujuan sebagai berikut:


i.

Mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat,
lancar, tertib dan teratur.

ii.

Memadukan transportasi lainnya dalam suatu kesatuan system transportasi


nasional.

iii.

Menjangkau

seluruh

pelosok

wilayah

daratan

untuk

menunjang

pemerataan pertumbuhan dan stabilitas serta sebagai pendorong, dan


penunjang pembanguna nasional.
Tujuan perencanaan transportasi diatas dapat digambarkan seperti Gambar II.1
berikut:

Universitas Sumatera Utara

Gambar II.1 Tujuan Perencanaan Transportasi


Sumber: Fidel Miro (2005)
Sebagai sebuah proses, perencanaan transportasi memberikan solusi
kepada para ahli dan orang-orang yang berkepentingan dalam perencanaan
transportasi untuk memberikan pilihan alternatif-alternatif kebijakan transportasi
untuk mencapai tujuan yang optimal.
Berikut ini merupakan empat tahap dalam perencanaan:
II.2.1 Bangkitan Perjalanan (Trip Generation)
Menurut Adib Kanafani (1983), bangkitan perjalanan adalah tahapan
pemodelan yang meperkirakan jumlah perjalanan yang berhubungan dengan total
jumlah perjalanan yang dilakukan oleh individu atau rumah tangga berasal dari
suatu zona yang tertarik ke suatu tata guana lahan atau zona. Sedangkan menurut
Morlok (1998), mengatakan bahwa banyaknya perjalanan pada tahun rencana

Universitas Sumatera Utara

nanti, sangat ditentukan oleh karakteristik tata guna lahan/petak-petak lahan serta
karakteristik tata guna lahan serta karakteristik sosioekonomi tiap-tiap kawasan
tersebut yang terdapat dalam ruang lingkup wilayah kajian tertentu, seperti area
kota, regional/propinsi atau nasional.
Adib Kanafani (1983), mengatakan bahwa analisa bangkitan perjalanan secara
konvensional dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Produksi perjalanan (Trip Production), yang mengacu pada jumlah
perjalanan yang dilakukan oleh seorang individu atau rumah tangga,
melalui kelompok rumah tangga seperti dengan zona tempat tinggal.
2.

Tarikan Perjalanan (Trip Attraction), yang mengacu pada jumlah


perjalanan yang tertarik menuju lokasi perkotaan tertentu atau kegiatan.
Seperti objek wisata, perbelanjaan, perkantoran, sekolah dan lain
sebagainya.

i
Pergerakan dari zona asal (i)

Pergerakan menuju zona tujuan (d)

Gambar II.2 Bangkitan Dan Tarikan Pergerakan

Universitas Sumatera Utara

II.2.2 Sebaran Perjalanan (Trip Distribution)


John Black (1998), sebaran perjalanan merupakan jumlah atau banyaknya
perjalanan yang bermula dari suatu zona asal yang menyebar ke banyak zona
tujuan atau sebaliknya jumlah atau banyaknya perjalanan/yang datang mengumpul
ke suatu zona tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah zona asal. Sebaran
perjalanan ini akan membentuk suatu pola sebaran arus lalulintas antara zona asal
ke zona tujuan. Jadi sebaran perjalanan merupakan jumlah perjalanan yang berasal
dari suatu tata guna lahan ( seperti zona: i) yang akan menuju suatu tata guna
lahan (seperti zona: d).

Zona
i

Zona
d

Gambar II.3 Sebaran Perjalanan


Pola sebaran arus lalulintas antara zona asal ke zona tujuan adalah hasil
yang terjadi secara bersamaan, yaitu lokasi dan intensitas tata guna lahan yang
akan menghasilkan arus lalulintas, dan pemisahan ruang, interaksi antara dua buah
tata guna lahan yang akan menghasilkan pergerakan manusia dan/atau barang.
Lokasi dan intensitas tata guna lahan yang akan menghasilkan arus
lalulintas. Semakin tinggi tingkat aktivitas suatu tata guna lahan, makin tinggi
pula tingkat kemampuannya dalam menarik lalulintas.

Universitas Sumatera Utara

Pemisahan ruang. Jarak antara dua buah tata guna lahan merupakan batas
pergerakan. Jarak yang jauh atau biaya yang besar akan membuat pergerakan
antara tata guna lahan menjadi lebih sulit (aksesibilitas rendah).
Pemisahan ruang dan intensitas tata guna lahan. Daya tarik suatu tata guna
lahan akan berkurang dengan meningkatnya jarak. Interaksi antardaerah sebagai
fungsi dari intensitas setiap daerah dan jarak kedua daerah tersebut dapat dilihat
pada Table II.1.
Tabel II.1 Interaksi antardaerah
Interaksi dapat

Interaksi

Interaksi

diabaikan

rendah

menengah

Interaksi

Interaksi

Interaksi

rendah

menengah

sangat tinggi

Kecil-Kecil

Kecil-Besar

Besar-Besar

jauh
jarak
dekat

Intensitas tata guna lahan


antara dua zona
Sumber: John Black (1981)

Universitas Sumatera Utara

Berikut salah satu contoh gambaran pola penyebaran perjalanan dari dan
ke berbagai zona:

Zona tujuan J1 (200trip)


200 trip

Zona tujuan J2 (100trip)


100 trip

Zona Asal i

Menghasilkan
1000 perjalanan

menyebar
Zona tujuan J3 (500trip)

500 trip
Zona tujuan J4 (200trip)
200 trip

Gambar II.4 Pola Penyebaran Perjalanan dari dan ke Berbagai Zona


II.2.3 Pemilihan Moda (Moda Split/Moda Choice)
Pada proses perencanaan transportasi empat tahap, pemilihan moda
merupakan tahap ketiga. Menurut beberapa para ahli perencanaan transportasi,
tahap ini merupakan tahap terpenting dan juga merupakan tahap tersulit. Ini
karena peran kunci dari angkutan umum dalam berbagai kebijakan transportasi.
Dan hal ini menyangkut efisiensi pergerakan di suatu daerah, ruang yang harus
disediakan suatu daerah untuk dijadikan prasarana transportasi, dan banyaknya
pilihan moda transportasi yang dapat pilih oleh penduduk.
Dalam tahapan ini merupakan tahapan dalam menentukan model dari
perilaku orang banyak terutama para pengguna jasa transportasi dalam memilih
layanan transportasi yang akan digunakan untuk melakukan perjalanan. Pemilihan
moda ini sangat sulit dimodel, walaupun hanya ada dua pilihan moda yang

Universitas Sumatera Utara

digunakan (angkutan umum atau pribadi). Pemilihan moda juga mepertimbangkan


pergerakan yng menggunakan lebih dari satu moda dalam perjalanan.
Sehingga menurut Fidel Miro (2005), tahap pemilihan moda ini
merupakan suatu tahapan proses perencanaan angkutan yang bertugas untuk
menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah orang dan barang
yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia
untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan
tertentu pula.
II.2.4 Pembebanan jaringan (Traffic Assignment)
Pembebanan jaringan atau pilihan rute ini merupakan tahap ke empat
dalam perencanaan transportasi, yang proses pemilihannya bertujuan untuk
memodelkan perilaku dari pelaku perjalanan dalam memilih rute yang
menurutnya rute terbaik dimana rute tersebut memiliki waktu tempuh yang cepat,
bernialai ekonomis dan terhindar dari kemacetan ataupun berbagai jenis hambatan
lainnya.

II.3. Jangka Waktu Perencanaan


Perencanaan Transportasi membutuhkan proses dalam pelaksanaannya,
dimana dalam menjalankan proses tersebut terdapat beberapa tahapan-tahapan
yang harus dilalui dan adanya batasan waktu, sesuai dengan karakteristik rencana.
Pada bagian ini dijelaskan berbagai batasan waktu perencanaan beserta apa yang
direncanakan, termasuk factor pendukungnya (Fidel Miro, 2005).

Universitas Sumatera Utara

II.3.1. Jangka Pendek (Short Term Planning)

Batasan waktunya antara 0 sampai 4 tahun.

Yang direncanakan adalah segala sesuatu yang segera terwujud.

Sumber-sumber pendukungnya, entah berupa dana, keahlian,


materi, maupun data yang diperlukan dan kebijakan, tidak
diperlukan dalam jumlah banyak.

Dalam

transportasi,

biasanya

berupa

program-program

penambahan armada angkutan, pengaturan jadwal, pengaturan


ruas, proyek-proyek pengadaan dan pemeliharaan fasilitas dan
prasarana.

Secara prosedur berupa kegiatan pelaksanaan di lapangan.

Secara hirarki berupa program pemakaian anggaran

II.3.2. Jangka Menengah (Medium Term Planning)

Batasan waktunya antara 5 sampai 20 tahun.

Rencana ini berbentuk kajian atau studi terhadap kebijakan yang


sudah digariskan.

Kegiatan ini secara batasan waktu dapat berupa penyiapan


dokumen-dokumen teknis,fisik dan finansial.

Dalam formatnya, rencana ini merupakan kegiatan penyiapan


rencana umum,detail teknis,studi kelayakan, rencana umum
transportasi, studi kelayakan proyek, dokumen rancangan induk
jaringan transportasi.

Secara prosedur berupa kegiatan-kegiatan seperti: pengumpulan


data dan informasi, analisis data, peramalan dan penaksiran kondisi

Universitas Sumatera Utara

masa depan, perumusan beberapa rencana, dan pengevaluasian


kelayakan rencana.

Secara hirarki, dapat berupa pembiayaan dan dapat pula berupa


kegiatan yang dilakukan oleh perencana (planner) yang tergabung
dalam lembaga-lembaga riset dan pengembangan.

Tahapan ini bersifat semi-fleksibel terhadap situasi yang terjadi


selama jangka waktu rencana.

II.3.3. Jangka Panjang (Long Term Planning)

Batasan waktunya diatas 20 tahun.

Disebut sebagai:
o Strategi
o Perspektif
o Cakrawala
o Horizon Plan

Dalam formatnya, rencana ini berupa kebijakan-kebijakan jangka


panjang yang telah menetapkan sasaran 25 tahun ke depan dan
ditentukan oleh badan legislative.

Secara prosedur, rencana ini berupa ide-ide, dengan sasaran yang


dituju berada pada masa diatas 25 tahun.

Secara hirarki, rencana ini adalah tujuan yang ingin dicapai oleh
masyarakat dan mutlak flexible dengan perubahan situasi yang
terjadi selama jangka waktu rencana.

Universitas Sumatera Utara

II.4. Dasar-Dasar Prinsip Analisis Sebaran Perjalanan


Banyak pertanyaan tentang distribusi perjalanan muncul karena pelaku
perjalanan di daerah perkotaan biasanya memiliki sejumlah tujuan untuk
perjalanan dari asal yang berbeda. Karena itu jelas bahwa setiap pelaku perjalanan
akan memilih jalan alternatif terdekat untuk mencapai tujuan tersebut, dan
melakukan itu secara konsisten, maka proses distribusi perjalanan akan benarbenar dipahami, dan skema perhitungan sederhana dari model distribusi
perjalanan yang rumit akan cukup untuk memperkirakan arus lalu lintas. Namun
menurut Adib Kanafani (1983), tidak semua pelaku perjalanan memilih tujuan
terdekat, dan ciri utama dari pelaku perjalanan adalah tidak selalu memilih tujuan
yang sama, kecuali untuk perjalanan untuk bekerja. Tujuan dari analisis distribusi
perjalanan adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu proses ini dan
untuk mengadopsi permintaan dan penawaran variabel yang secara konsisten
dapat memprediksi cara perjalanan didistribusikan dari asal ke tujuan.
Menurut Adib Kanafani (1983), Ada dua jenis proses distribusi perjalanan
di daerah perkotaan. Satu dapat disebut sebuah proses jangka panjang, seperti
distribusi perjalanan dari rumah-ke-kantor, dan yang lainnya, proses jangka
pendek, seperti distribusi perjalanan berbelanja. Pertama adalah sebuah proses
yang stabil dan berubah hanya dalam jangka panjang, baik dengan perubahan
lokasi perumahan atau pekerjaan. Tapi dari hari ke hari, pembuat perjalanan akan
selalu memilih tujuan yang sama, yaitu dari tempat kerja. Proses kedua lebih acak
di alami, untuk itu ada kemungkinan bahwa pembuat perjalanan dapat mengubah
tujuan perjalanan belanja biasanya dari hari ke hari.

Universitas Sumatera Utara

Berikut adalah pendekatan untuk perjalanan pemodelan distribusi (Adib Kanafani,


1983):
Model distribusi perjalanan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori sesuai
dengan pendekatan pemodelan dasar, kategorinya sebagai berikut:
1.Model asal-tujuan
2. Model pilihan
3. Model fisik interaksi spasial
Agar dapat digunakan untuk perencanaan lalulintas, setiap model distribusi
perjalanan harus memenuhi sifat sebagai berikut:
Adib Kanafani (1983), memberikan sifat dasar dari model distribusi perjalanan
sebagai berikut:
1. Konservasi
Dalam hal ini dikatakan bahwa dalam kebanyakan studi transportasi perkotaan,
banyak upaya telah dilakukan untuk mendapatkan solusi model distribusi
perjalanan untuk memastikan kesetaraan yang tepat antara baris dan kolom jumlah
dan perkiraan sebelumnya produksi perjalanan dan daya tarik.
2. Non-negatif
Memberikan batasan, ini mungkin terlihat seperti aturan berlebihan. Namun, yang
sering terjadi di kalibrasi model distribusi jika tidak dibatasi, beberapa skema
perhitungan akan menghasilkan perkiraan negatif.
3. Divisibility dan Kompresibilitas.
Aturan ini berlaku untuk model di mana lokasi asal dan lokasi tujuan yang terdiri
dari zona. Divisibility mensyaratkan bahwa jika zona didefinisikan ulang dengan
membaginya ke dalam dua zona, maka perkiraan model untuk dua zona baru

Universitas Sumatera Utara

harus ditambahkan hingga perkiraan untuk keaslian zona . Compressibility adalah


sebaliknya dan membutuhkan bahwa jika dua zona yang dikompresi bersamasama menjadi satu, lalu lintas model estimasi arus untuk zona baru harus jumlah
dari nilai-nilai untuk asli dua zona.

II.5. Model Sebaran Perjalanan


Model merupakan alat bantu yang dapat digunakan untuk mencerminkan
atau menggambarkan dan menyederhanakan suatu realita secara terukur
(Tamin,1997). Sedangkan pemodelan merupakan suatu aktivitas meringkas dan
menyederhanakan kondisi nyata (Fidel Miro, 2005). Pemodelan sebaran
pergerakan

merupakan

bagian

informasi

yang

sangat

berharga

dalam

memperkirakan besarnya pergerakan antar zona selain informasi bangkitan dan


tarikan perjalanan. Pemodelan pola sebaran perjalanan antarzona ini sudah pasti
sangat dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas sistem jaringan antarzona dan tingkat
bangkitan dan tarikan setiap zona.
Menurut John Black (1983), tujuan pemodelan sebaran perjalanan adalah
untuk menemukan persamaan yang direproduksi pola intra-zona dan inter-zona
lalu lintas. Distribusi perjalanan sangat membantu kita untuk melihat dengan
mudah apa yang disebut dengan pola perjalanan antar zona. Oleh karena itu, untuk
maksud melihat pola perjalanan antar zona berupa arus pergerakan (kendaraan,
penumpang, barang) dalam suatu zona selama periode waktu tertentu digunakan
alat berupa matriks berdimensi dua (baris x kolom) yang disebut dengan Matriks
Asal Tujuan yang sering diringkas dengan M.A.T seperti table berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel II.2 Tabel Matriks Asal Tujuan


To
1

Oi

From
1

Dd

Sumber: Tamin (2000)


Dimana:
Oi = jumlah pergerakan yang berasal dari zona i.
Dd = jumlah pergerakan yang menuju zona tujuan d.
Matriks asal tujuan (MAT) adalah matriks berdimensi dua yang berisi
informasi mengenai besarnya pergerakan antarlokasi (zona) di dalam daerah
tertentu. Jika suatu MAT dibebankan ke suatu system jaringan transportasi, maka
sebuah pola pergerakan akan dapat diperoleh. Dengan mempelajari pola
pergerakan yang terjadi, seseorang dapat mengidentifikasi permasalahan yang
timbul sehingga beberapa solusi segera dapat dihasilkan. MAT dapat memberikan
indikasi rinci mengenai kebutuhan akan pergerakan, sehiingga MAT memegang
peran yang sangat penting dalam berbagai kajian perencanaan dan manajemen
transportasi.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Wayongkere (2012) Matriks Asal Tujuan (MAT) sering


digunakan untuk:
Pemodelan kebutuhan akan transportasi untuk daerah pedalaman atau
antarkota,
Pemodelan kebutuhan akan transportasi untuk daerah perkotaan,
Pemodelan dan perencangan manajemen lalulintas baik di daerah
perkotaan maupun antarkota,
Pemodelan kebutuhan akan transportasi didaerah yang ketersediaan
datanya tidak begitu mendukung baik dari sisi kuantitas maupun kualitas
(misalnya di Negara sedang berkembang),
Perbaikan data MAT pada masa lalu dan pemeriksaan MAT yang
dihasilkan oleh metode lainnya,
Pemodelan kebutuhan akan transportasi antarkota untuk angkutan barang
multi moda.
Berdasarkan data yang terdapat dalam Matriks Asal Tujuan (MAT) nantinya dapat
diolah dengan berbagai metode untuk mengetahui nilai kuantitas dari sebaran
perjalanan.
Menurut Bruton (1970) terdapat beberapa metode (model matematisstatistik) untuk memperkirakan jumlah perjalanan antar zona pada periode tahun
rencana yang sering digunakan para peneliti sebagai berikut:

Metode Analogi (Faktor Pertumbuhan).

Metode Sintetis (Formulasi Perjalanan antar area/analitis).

Metode Analisi Regresi Linear.

Program Linear

Universitas Sumatera Utara

Oleh

Tamin,

(1997).

Metode

untuk

mendapatkan

MAT

dapat

dikelompokkan menjadi dua bagian utama, yaitu metode konvensional dan


metode tidak konvensional Untuk lebih jelasnya, pengelompokkan digambarkan
berupa diagram seperti Gambar II.5.

Gambar II.5 Metode Untuk Mendapatkan MAT


Sumber: Tamin, O.Z (1997)
II.6. Metode Konvensional
Metode konvensional dikelompokkan menjadi dua bagian utama, yaitu
metode langsung dan metode tidak langsung.
II.6.1. Metode Langsung
Yang dimaksud dengan metode langsung adalah pendekatan yang
dilakukann dengan cara pengumpulan data dan survey lapangan. Pemilihan dalam
penggunaan metode ini sangat tergantung dari ketersediaan surveyor dan kondisi
situasi lapangan. Dengan demikian banyak kesalahan yang terjadi dalam

Universitas Sumatera Utara

penggunaan metode ini, seperti kesalahan teknis dan kesalahan manusia yang
sering terjadi. Berikut adalah beberapa teknik yang tersedia dalam metode
langsung untuk mendapatkan nilai MAT.

Wawancara di tepi jalan

Wawancara di rumah

Metode dengan menggunakan bendera

Metode foto udara

Metode mengikuti mobil.

Dapat dikatakan bahwa pendekatan dengan metode langsuung pada umumnya


mahal, terutama dalam hal kebutuhan akan sumber daya manusia, waktu proses
yang lama, serta hasil akhirnya hanya berlaku untuk selang waktu pendek saja.
II.6.2. Metode Tidak Langsung
Metode

factor

pertumbuhan

dan

metode

sintetis

oleh

Bruton,

dikelompokkan oleh Tamin sebagai metode tidak langsung. Dalam metode ini
dilakukan pemodelan, yang mana pemodelan tersebut merupakan kegiatan
penyederhanaan dengan menggunakan suatu system dalam bentuk unsur atau
factor yang dapat dipertimbangkan mempunyai kaitan dengan situasi yang hendak
digambarkan.

III.7. Metode Analogi (Faktor Pertumbuhan)


Pada metode ini pola perjalanan antar zona pada masa sekarang dapat di
proyeksikan ke masa yang akan datang dengan menggunakan faktor pertumbuhan
zona yang berbeda-beda. Semua model yang ada pada metode analogi tersebut
mempunyai persamaan umum seperti berikut:

Universitas Sumatera Utara

(Pers.2.1)
Dimana:
= jumlah perjalanan masa sekarang dari zona asal ke zona i ke zona tujuan d.
E = tingkat pertumbuhan
Tergantung dari metode yang digunakan, tingkat pertumbuhan ( E ) dapat berupa
satu faktor saja atau merupakan kombinasi dari berbagai faktor, yang bisa didapat
dari proyeksi tata guna lahan atau bangkitan lalulintas.
Adapun pengembangan kelima metode analogi itu secara kronologis
adalah:

Model seragam (Uniform)

Model rata-rata (average)

Model fratar

Model Detroit

Model furnes.

II.7.1 Model Seragam (Uniform)


Model seragam adalah model tertua dan paling sederhana untuk
keseluruhan daerah kajian hanya ada satu nilai tingkat pertumbuhan yang
digunakan untuk mengalikan semua pergerakan pada saat sekarang untuk
mendapatkan pergerakan pada masa mendatang. Secara matematis dapat
dijelaskan sebagai berikut:
.(Pers.2.2)
(Pers.2.3)

Universitas Sumatera Utara

Dimana:
= jumlah perjalanan masa mendatang dari zona asal i ke zona tujuan d.
= jumlah perjalanan masa sekarang dari zona asal ke zona i ke zona tujuan d.
E = tingkat pertumbuhan
T = total pergerakan pada masa mendatang di dalam daerah kajian
t = total pergerakan pada masa sekarang di dalam daerah kajian

II.7.2. Model Rata-Rata (Average)


Model average digunakan pada kondisi dimana masing-masing zona di
dalam sebuah lingkup wilayah memiliki karakteristik pertumbuhan yang berbedabeda satu sama lain. Tingkat pertumbuhan yang berbeda ini dirata-ratakan dengan
jalan menjumlahkan pertumbuhan dizona asal i dan di zona tujuan d kemudian
dibagi dua, seperti berikut:
.....(Pers.2.4)
Dimana:
= jumlah perjalanan masa mendatang dari zona asal i ke zona tujuan d.
= jumlah perjalanan masa sekarang dari zona asal ke zona i ke zona tujuan d.
E = tingkat pertumbuhan zona i dan zona d.

II.7.3. Model Fratar


Model

ini

dikembangkan

oleh

pakar

transportasi

yang

dalam

penggunaannya model ini menggunakan proses pengulangan. Secara matematis


model fratar dapat dinyatakan sebagai berikut:
.(Pers.2.5)

Universitas Sumatera Utara

Dimana:
= perkiraan jumlah perjalanan dari zona asal i ke zona tujuan d.
= jumlah perjalanan masa mendatang yang diharapkan berdasarkan hasil
bangkitan perjalanan dari zona asal i.
= jumlah perjalanan masa sekarang dari zona asal i ke
seluruh zona-zona tujuan d.n yang lainnya.
= factor pertuumbuhan masing-masing zona dalam wilayah studi

II.7.4. Model Detroit


Model ini merupakan penyempurnaan dari dua model yaitu model rata-rata
dan model fratar. Secara matematis, model ini dinyatakan sebagai berikut:
.....(Pers.2.6)
Dimana:
= jumlah perjalanan masa mendatang dari zona asal i ke zona tujuan d.
= jumlah perjalanan masa sekarang dari zona asal ke zona i ke zona tujuan d.
E = tingkat pertumbuhan zona i dan zona d.

II.7.5. Model Furness


Pada saat sekarang model ini sering digunakan dalam perencanaan
transportasi berhubung penggunaannya yang sederhana dan mudah. Bentuk
matematisnya adalah:

Iterasi ke-1

Universitas Sumatera Utara

Iterasi ke-2

Iterasi ke-3
Dan seterusnya secara selang seling(Pers.2.7)
Dimana:
= jumlah perjalanan pada masa mendatang dari zona asal i ke zona tujuan d.
= jumlah perjalanan masa sekarang dari zona asal i ke zona tujuan d.
= faktor pertumbuhan di zona asal i.
= faktor pertumbuhan di zona tujuan d.

II.8. Metode Sintetis


Metode ini merupakan alternative dari metode faktor pertumbuhan yang
didasari oleh dua asumsi:
a. Sebelum pergerakan pada masa mendatang diramalkan, terlebih dahulu
harus dipahami alasan terjadinya pergerakan pada masa sekarang.
b. Alasan tersebut kemudian dimodelkan dengan menggunakan analogi
hukum alam yang terjadi.
Prinsip pada metode ini adalah perjalanan dari zona asal ke zona tujuan
berbanding lurus dengan jumlah bangkitan di zona asal serta tarikan dizona
tujuan. Dan berbanding terbalik dengan kemudahan (aksesibilitas) lalulintas
antara kedua zona tersebut.
Pada metode sintetis ini, perlunya mengetahui pola terjadinya distribusi
perjalanan saat ini sebelum dapat menentukan jumlah distribusi perjalanan untuk
tahun rencana.

Universitas Sumatera Utara

Sama halnya seperti metode analogi, metode sintetis juga memiliki modelmodel yang dapat dipakai untuk memprediksi arus perjalanan masa yang akan
datang. Adapun model-model yang terdapat dalam metode sintetis ini antara lain
adalah:

Model Gravity

Model Opportunity

Model Gravity-Opportunity.

II.8.1 Model Gravity (GR)


Dalam metode sintetis, model gravity merupakan model yang paling
sering digunakan dan paling terkenal karena sangat sederhana dan mudah
dimengerti dalam penggunaannya. Dalam penggunaannya pada perencanaan
transportasi, model gravity ini menggunakan konsep gravity yang diperkenalkan
oleh Isaac Newton seorang ahli fisika tahun 1686.
Adapun formula gravity model dalam transportasi adalah:
.(Pers.2.8)
Di mana :
= jumlah perjalanan dari zona asal i ke zona tujuan d.
= banyak perjalanan yang dihasilkan (berasal) dari zona asal i dan yang
tertarik (menuju) ke zona tujuan d.
= kuadrat jarak atau ukuran tingkat aksesibilitas berupa jarak antara i-d,
waktu tempuh i-d dan ongkos i-d disebut dengan hambatan i-d.
K

= konstanta gravitasi.

Universitas Sumatera Utara

Metode ini berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan


berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel
MAT yang berkatian juga dengan aksesibilitas (kemudahan) sebagai fungsi jarak,
waktu, atau pun biaya. Secara umum, model gravity dinyatakan dalam bentuk
perssamaan sebagai berikut:
(Pers 2.9)
Dimana:
adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona i dan yang berakhir
di zona d.
adalah konstanta yang terkait dengan setiap zona bangkitan dan
tarikan, dimana konstanta ini disebut sebagai factor penyeimbang.
adalah fungsi hambatan atau ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona
i dengan zona d.
Dalam pemakaiannya, sebenarnya ada empat jenis model Gravity, yaitu
antara lain:
Model Tanpa Batasan (UnConstrained Gravity/UCGR)
Model Dengan Satu Batasan (Single Constrain Gravity/SCGR), dengan
batasan di zona asal (Production Constrain Gravity/PCGR).
Model Dengan Satu Batasan (Single Constrain Gravity/SCGR), dengan
batasan di zona tujuan (Atraction Constrain Gravity/ACGR).
Model Dengan Dua Batasan (Double Constrain Gravity/DCGR) yaitu
berupa batasan di kedua zona asal dan tujuan (Production-Atraction
Constrain Gravity/PACGR) atau disebukan juga dengan model dengan
batasan penuh (Full Constrain Gravity/FCGR).

Universitas Sumatera Utara

II.8.1.A Model Tanpa Batasan (UnConstrained Gravity/UCGR)


Model ini bersifat tanpa batasan, dimana model ini tidak diwajibkan
menghasilkan total perjalanan yang sama dengan total pergerakan dari dan ke
setiap zona hasil bangkitan perjalanan. Secara matematis model tersebut dapat
dituliskan sebagai berikut:
....(Pers 2.10)
Dengan

untuk seluruh i dan

untuk seluruh d.

Dimana:
adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona i dan yang berakhir
di zona d.
adalah konstanta yang terkait dengan setiap zona bangkitan dan
tarikan, dimana konstanta ini disebut sebagai faktor penyeimbang.
adalah fungsi hambatan atau ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona
i dengan zona d.
Dalam model UCGR ini, jumlah bangkitan dan tarikan yang dihasilkan tidak
harus sama dengan perkiraan hasil bangkitan pergerakan. Namun, persyaratan
yang perlu diperhatikan adalah total pergerakan yang dihasilkan model harus
sama dengan total pergerakan yang di dapat dari hasil bangkitan pergerakan.

II.8.1.B Model Dengan Batasan Di Zona Asal (Production Constrain


Gravity/PCGR).
Model PCGR ini menyatakan bahwa, total pergerakan orang yang pergi
dari suatu zona harus sama dengan total pergerakan yang dihasilkan dengan
pemodelan. Namun,tarikan pergerakan tidak harus sama. Untuk model ini

Universitas Sumatera Utara

persamaan yang digunakan persis sama dengan persamaan (2.10), tetapi dengan
syarat batas yang berbeda, yaitu:

(Pers 2.11)

Dimana:
adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona i dan yang berakhir
di zona d.
adalah konstanta yang terkait dengan setiap zona bangkitan dan
tarikan, dimana konstanta ini disebut sebagai faktor penyeimbang.
adalah fungsi hambatan atau ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona
i dengan zona d.
Pada model UCGR, nilai

untuk seluruh i dan

Akan tetapi, dalam model PCGR nilai kontanta

untuk seluruh d.

harus dihitung sesuai dengan

persamaan (2.11) untuk setiap zona tujuan i. Konstanta ini memberikan batasan
bahwa total baris dari matriks harus sama dengan total baris dari matriks hasil
tahap bangkitan pergerakan.

II.8.1.C Model Dengan Batasan Di Zona Tujuan (Atraction Constrain


Gravity/ACGR).
Model ini merupakan kebalikan dari model PCGR, yang menyatakan
bahwa kita tahu jumlah arus perjalanan orang yang datang ke zona tujuan, namun
tidak tahu secara pasti berapa jumlah perjalanan dari suatu zona asal. Dengan kata
lain jumlah tarikan pergerakan yang didapat dengan pemodelan harus sama
dengan hasil tarikan pergerakan yang diinginkan. Namun bangkitan pergerakan

Universitas Sumatera Utara

yang didapat dengan pemodelan tidak harus sama. Untuk model ini persamaan
yang digunakan persis sama dengan persamaan (2.10), tetapi dengan syarat batas
yang berbeda, yaitu:

(Pers 2.12)

Dimana:
adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona i dan yang berakhir
di zona d.
adalah konstanta yang terkait dengan setiap zona bangkitan dan
tarikan, dimana konstanta ini disebut sebagai faktor penyeimbang.
adalah fungsi hambatan atau ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona
i dengan zona d.
Dimana dalam model ini, konstanta

dihitung sesuai dengan persamaan (2.12)

untuk setiap zona tujuan d. Konstanta ini memberikan batasan bahwa total kolom
dari matriks harus sama dengan total kolom dari matriks hasil tahap bangkitan
pergerakan.

II.8.1.D Model Dengan Batasan di Zona Asal dan Tujuan (ProductionAtraction Constrain Gravity/PACGR)
Dalam model ini, bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama
dengan yang dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan. Untuk model ini
persamaan yang digunakan persis sama dengan persamaan (2.10), tetapi dengan
syarat batas sebagai berikut:

(Pers 2.11)

Universitas Sumatera Utara

(Pers 2.12)

Dimana:
adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona i dan yang berakhir
di zona d.
adalah konstanta yang terkait dengan setiap zona bangkitan dan
tarikan, dimana konstanta ini disebut sebagai faktor penyeimbang.
adalah fungsi hambatan atau ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona
i dengan zona d.
Kedua konstanta ini menjamin bahwa total baris dan kolom dari matriks hasil
pemodelan harus sama dengan total baris dan kolom dari matriks yang didapat
dari hasil bangkitan pergerakan.

II.8.1.E Fungsi Hambatan


Dalam model gravity fungsi hambatan

adalah hal yang terpenting

untuk diketahui yang harus dianggap sebagai ukuran aksesibilitas (kemudahan)


antar zona. Hyman (1969) menyarankan tiga jenis fungsi hambatan yang dapat
digunakan dalam model gyravity, yaitu:
(fungsi pangkat)...(Pers 2.13)
(fungsi eksponensial-negatif)...(Pers 2.14)
(fungsi tanner)..(Pers 2.15)
Nilai hambatan transportasi biasanya diasumsikan sebagai rute terpendek,
tercepat, atau termurah (jarak, waktu, dan biaya) dari zona asal ke zona tujuan.
Secara umum dengan semakin meningkatnya jarak, waktu, dan biaya maka
jumlah perjalanan akan menurun. Secara umum ditemukan bahwa fungsi pangkat

Universitas Sumatera Utara

lebih cocok untuk pergerakan jarak jauh, sedangkan fungsi eksponensial sering
digunakan untuk pergerakan jarak pendek, dan fungsi tanner mengkombinasikan
kedua faktor tersebut.
Banyak peneliti berpendapat bahwa parameter fungsi hambatan

dapat

menggambarkan biaya rerata perjalanan di daerah kajian tersebut, semakin besar


nilai , semakin kecil nilai biaya rerata perjalanan.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengkalibrasi parameter
model gravity, yaitu:

Metode Sederhana

Metode Hyman

Metode Analisis Regresi-Linear

Metode Penaksiran Kuadart Terkecil

Metode Penaksiran Kemiripan-Maksimum

Metode Penaksiran Entropi-Maksimum

II.8.1.F Metode Analisis Regresi-Linear


Pada study ini, metode analisis regresi-linear digunakan untuk
mengkalibrasi parameter model gravity yang merupakan suatu fungsi tidak-linear.
Agar dapat menggunakan metode ini secara umum, proses transformasi linear
dibutuhkan untuk mengubah fungsi tidak-linear menjadi fungsi linear. Adapun
metode ini terdiri atas:

Universitas Sumatera Utara

II.8.1.F.a Fungsi Hambatan Eksponensial-Negatif


Dalam hal ini, model gravity berfungsi hambatan eksponensial-negatif
dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:
.(Pers 2.16)
Persamaan (2.16) dapat disederhanakan dengan urutan penyederhanaan sebagai
berikut:
.(Pers 2.17)
[

]...(Pers 2.18)
....(Pers 2.19)
.....(Pers 2.20)

Kemudian persamaan (2.20) ditransformasi linear. Dapat disederhanakan dan


ditulis kembali sebagai persamaan linear
dan

dengan mengasumsikan

Dengan transformasi linear tersebut, maka dengan menggunakan analisis regresilinear, parameter A dan B dapat dihitung dan dihasilkan beberapa nilai sebagai
berikut:

dan

) (

dengan persamaan:

...(Pers 2.21)

.(Pers 2.22)
adalah nilai rerata dari

Dengan nilai

dan

ditentukan sesuai dengan jenis batasan model gravity

yang digunakan.

Universitas Sumatera Utara

II.8.1.F.b Fungsi Hambatan Pangkat


Dalam hal ini, model gravity yang mempunyai fungsi hambatan pangkat
dapat dinyatakan sebagai persamaan berikut:
....(Pers 2.23)
Sama dengan model gravity berfungsi hambatan eksponensial-negatif, persamaan
(3.13) dapat disederhanakan dengan urutan penyederhanaan seperti berikut:
...(Pers 2.24)
[

]..(Pers 2.25)
....(Pers 2.26)
.....(Pers 2.27)

Dengan melakukan transformasi linear, persamaan (2.27) dapat disederhanakan


dan

ditulis

kembali

sebagai

mengasumsikan

persamaan

dan

linear

dengan

Dengan transformasi linear tersebut, maka dengan menggunakan analisis regresilinear (persamaan 2.21 dan 2.22), parameter A dan B dapat dihitung dan
dihasilkan beberapa nilai sebagai berikut:
Dengan nilai

dan

ditentukan sesuai dengan jenis batasan model gravity

yang digunakan.

II.8.1.F.c Fungsi Hambatan Tanner


Dalam hal ini, model gravity berfungsi hambatan tanner dapat dinyatakan
sebagai persamaan berikut:
..(Pers 2.28)

Universitas Sumatera Utara

Persamaan tersebut dapat disederhanakan dengan urutan penyederhanaan seperti


berikut:
.....(Pers 2.29)
(

].(Pers 2.30)
..(Pers 2.31)
...(Pers 2.32)

Dengan melakukan transformasi linear, persamaan (2.32) dapat disederhanakan


dan

ditulis

kembali

mengasumsikan

sebagai

persamaan

dan

linear

dengan

Maka dengan menggunakan analisis regresi-linear (persamaan 2.21 dan 2.22),


parameter A dan B dapat dihitung dan dihasilkan beberapa nilai sebagai berikut:
dan
Dengan nilai

.
ditentukan sesuai dengan jenis batasan model gravity

yang digunakan.

II.8.2 Model Opportunity (O)


Model ini dapat dikembangkan untuk menampung lebih dari satu jenis
pergerakan dan juga dapat digunakan untuk pemodelan pergerakan barang. Model
opportunity ini walaupun jarang digunakan, namun model ini merupakan
alternative model gravity.

Universitas Sumatera Utara

II.8.3 Model Gravity-Opportunity (GO)


Dalam model ini diasumsikan bahwa setiap pergerakan yang ada akan
mempertimbangkan setiap kesempatan yang ada secara berurutan dan mempunyai
peluang tertentu yang kebutuhannya terpenuhi.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai