Anda di halaman 1dari 16

Kabupaten Lebong adalah salah satu kabupaten di Provinsi Bengkulu yang

beribukota Tubei, dengan Motto daerahnya Swarang Patang Stumang


Di Bumi Swarang Patang Stumang ini komunitas suku terbesarnya adalah
Suku Rejang. Suku Rejang sangat dikenal dengan suku yang memiliki tata cara dan
adat istiadat yang dipegang teguh. Selain memegang teguh adat, budaya Suku Rejang
juga memiliki beragam keteraturan kebudayaan serta cagar budayanya yang unik dan
menyimpan historis tersendiri. Salah satu cagar budaya atas nama suku rejang adalah
rumah adat rejang yang satu-satunya hanya berada di Lebong.
Namun sangat disayangkan, seiring berkembangnya zaman, derasnya arus
globalisasi yang menerjang masyarakat modern terutama anak muda generasi penerus
bangsa iKabupaten Lebong, kurang peduli dan tertarik akan keberadaan cagar budaya
yang dimiliki Kabupaten Lebong.
Sebagian besar anak muda Kabupaten Lebong zaman sekarang, berfikir bahwa
untuk hal-hal yang bersifat peninggalan leluhur, budaya atau benda bersejarah
merupakan hal yang Kuno dan cukup dipelajari oleh orang tua-tua saja. Hingga
dikhawatirkan ketika orang tua-tua sudah tidak mampu mengingat dengan baik,
namun anak muda sebagai generasi penerus tidak ada rasa ingin tahu mengenai cerita
dan sejarah mengenai keberadaan cagar budaya yaitu salah satunya rumah adat rejang
terletak di Kabupaten Lebong, bisa saja kekayaan dan Income Indonesia khusunya
Provinsi Bengkulu bisa saja hilang tenggelam oleh zaman.

PEMBAHASAN
4.1

Sejarah Rumah Adat Kabupaten Lebong


Rumah adat tradisonal suku rejang berlokasi di Kabupaten Lebong, sehingga
banyak masyarakat Lebong, yang mayoritas bersuku Rejang mengenalnya sebagai
rumah adat Lebong.
Rumah adat tradisional Lebong (Suku Rejang), berlokasi di Desa Gunung
Alam, Kecamatan Pelabai, Kabupaten Lebong. Tidak jauh dari pusat pemerintahan,
dengan akses yang mudah dilalui karena sudah kurang lebih sejak 5 Tahun terakhir
jalan gunung alam telah beraspal dan dapat dilalui mobil.
Gb.1 Jalan menuju Rumah adat

Sejak dahulu kala orang-orang di kabupaten yang bersuku rejang memakai


rumah adat tradisional seperti rumah adat ini, namun hingga berkembangnya zaman
masyrakat mulai merubah bangunan rumahnya hingga ditahun 1980an sudah jarang
rumah adat di Lebong yang asli Rejang ditemukan.

Awalnya sejak dahulu kala orang-orang di Kabupaten Lebong, yang bersuku


rejang memakai rumah adat tradisonal seperti rumah adat ini, namun seiring
berkembangnya zaman, satu per satu masyarakat mulai merubah bangunan rumahnya.
Hingga di tahun 1980an sudah jarang sekali rumah adat Lebong yang asli rejang ini
ditemukan.
Setelah ditelusuri Desa gunung alam merupakan salah satu desa tertinggal,
sehingga masih terdapat rumah yang asli dengan adat rejang, dan ditahun 1986 Kantor
Sejarah dan Kepurbakalaan melakukan peninjauan sehingga jatuhlah di rumah milik

Tiak Huriah atau Tiak Ndeu yang dikelola pemerintah dijadikan cagar budaya sebagai
rumah adat tradisional suku Rejang di Kabupaten Lebong.
Desa Gunung Alam ini, setelah di telusuri masih merupakan salah satu desa
paling tertinggal di Kabupaten Lebong, sehingga masih terdapat beberapa rumah yang
asli adat rejang. Dan ditahun 1986 Kantor sejarah dan Kepurbakalaan melakukan
peninjauan tentang peninggalan Rumah Adat Suku Rejang ini, dan pada rumah milik
Tiak Huriah (Bapaknya Huriah) atau Tiak Ndeu yang sangat masih asli berbentuk
rumah Rejang dilakukan pembelian lahan untuk dikelola pemerintah, yang sekarang
rumah tersebut dijadikan cagar budaya sebagai rumah adat tradisional suku Rejang.
Dan ditahun 1986 itulah, terjadi pemugaran rumah adat ini, oleh kantor sejarah
dan kepurbakalan yang berpusat di Jambi dan tim pelaksana, dilaksanakan oleh orang
Lebong sendiri yang dipercayai mengerti dan memahami budaya daerah, sehingga
tidak ada mengurangi makna dan bentuk seperti dulu dari rumah adat tersebut.
Adapun tim pelaksananya yaitu Bapak Anthoni Mukhtar Selaku pegawai Dinas
Kancam bagian Kebudayaan dan seorang yang di tua kan atau budayawan Lebong
Bapak H. Syaimanjai, sejak dari pemugaran yang pertama di tahun tersebut, barulah
di pugar lagi ditahun 2015, oleh Pemerintahan daerah Kabupaten Lebong.

Gb.2. Samping kiri gambar dari rumah adat sebelum di rehab sekitar tahun 2010 dan samping kanan
gambar setelah di rehab 2015

4.2

Bangunan Rumah Adat Kabupaten Lebong


Bangunan rumah adat ini berbeda dengan bangunan penduduk lazimnya. Ia
merupakan rumah kayu yang disangga oleh tiang-tiang rumah yang juga terbuat dari
kayu serta beratap ijuk. Dinding rumah terbuat dari papan yang diberi ukiran. Tiangtiang rumah, tata letak ruangan, ukiran dinding, pekarangan rumah, dan pagar rumah
dirancang sebagai suatu kesatuan yang memiliki fungsi dan makna simbolik.

4.3

Makna Setiap Detil Bangunan Rumah Adat


a

Tiang Rumah
Tiang rumah dibuat dari kayu yang dipilih dari jenis kayu medang atau
meranti. Setiap tiang rumah adalah sepotong kayu yang panjangnya
disesuaikan dengan tinggi lantai rumah, sehingga rumah adat ini seperti
berpanggung. Hal ini memiliki nilai kearifan yang baik untuk kehidupan yaitu
untuk mencegah binatang (tikus, ular atau binatang melata lainnya) masuk ke
dalam rumah.

b Tata Letak Ruangan


Rumah adat tradisional suku Rejang berisi lima ruangan yang terletak
pada lantai utama/lantai bawah , dan satu ruang geligei (tempat tidur anak
gadis) dengan lantai yang berbeda. Kelima ruangan ini disusun dalam dua
deretan. Deretan pertama terdiri dari dua ruangan yang dalam bahasa Rejang
disebut ruang kauk dan ruang daet. Deretan kedua terdiri dari tiga ruang,
yakni ruang umeak dopoa, ruang senigo, dan umeak lem.
1 Ruang Kauk
Ruang kauk terletak di dekat pintu masuk, berfungsi sebagai :
a
b

Ruang tamu biasa atau tamu yang baru datang/asing


Ruang bagi menantu pria yang baru kawin dengan anak tuan
rumah.
Ruang kauk ini merupakan kamar bagi menantu pria. Ia makan,
minum, istirahat, dan tidur di kamar ini. Sesuai dengan letaknya yang
didekat pintu masuk, maka penempatan menantu pria pada ruangan ini
dimaksudkan agar ia dapat menjaga keamanan seisi rumah dari segala
kemungkinan.

2. Ruang Daet
Ruang ini terletak disebelah dalam ruang kauk, berfungsi sebagai
kamar tidur keluarga/ayah, dan anak laki-laki bujang. Tempat tidur
kepala keluarga berada disisi kanan pintu masuk ruang daet, berdekatan

dengan pedukuak, yakni jendela kecil pada dinding pemisah antara ruang
daet dan ruang senigo. Tempat tidur untuk anak bujang laki-laki
disebelah kiri pintu masuk ruang daet.
3. Ruang Umeak Dopoa
Terletak dibagian depan bersebelahan dengan ruang kauk. Umeak
dopoa berarti ruang dapur tempat memasak nasi dan air. Sebagai dapur,
ruangan ini memiliki tungku tempat memasak, bidai yang terbuat dari
bambu tempat menyalai ikan, dan tempat kayu bakar di atas bidai.
Ruangan umeak dopoa ini juga biasa digunakan untuk tempat
menganyam tikar, beronang, teleng dan lain-lain. Hal ini menunjukkan
bahwa suku rejang memiliki jiwa seni tradisional masyarakat sejak
dahulu kala.
4. Ruang Senigo
Ruang senigo ini terletak di sebelah ruang umeak dopoa dan
bersebrangan dengan ruang daet, berfungsi sebagai kamar tidur anak
perempuan yaitu kamar tidur bagi Ibu dan anak-anak kecil
perempuannya, demikian juga bila ada tamu perempuan yang
menginap disini.
Kemudian ruang senigo ini merupakan tempat bagi anak gadis
ketika ada acara menyambei atau perkenalan muda-mudi (bujang
gadis). Pada acara ini, para anak gadis berada diruang senigo, sedang
pemudanya berada di ruang daet, kemudian mereka berkomunikasi
lewat pedukuak. Acara menyambei ini disaksikan ibu dari anak gadis
sambil menganyam tikar.
5. Ruang Umeak Lem
Umeak Lem dalam bahasa indonesia berarti kamar. Terletak di
sebelah dalam sesudah ruang senigo. Ruang ini berfungsi sebagai
tempat menyimpan barang-barang berherga seperti pakaian adat, bahan
pangan/beras, dan lain-lain. Kemudian ruangan ini juga berfungsi
sebagai temat tidur anak perempuan yang sudah kawin sekaligus
tempat perkakas anak gadis.

6. Ruang Geligei
Ruang geligei terletak pada bagian paling atas rumah, yakni
dibawah bubungan atau dekat atap. Ruang ini berfungsi sebagai kamar
tidur anak gadis. Untuk naik ke ruang geligei, anak gadis
menggunakan tangga yang terletak di atas pagu. Bilamana anak gadis
telah naik keruang geligei maka tangga diangkat keruang tersebut. Hal
ini bertujuan untuk menjaga keamanan sang anak gadis. Lantai ruang
geligei terbuat dari bambu yang dianyam agak jarang guna untuk
mengawasi keberadaan nak, apakah sang anak gadis ada atau tidak ada
di dalam ruang geligei.
7. Ukiran Rumah
Masyarakat adat rejang ini tidak sembarang mengecat rumahnya
pada zaman dulu, mereka menggunakan tanah liat yang berwarna agak
kemerahan, kunyit, kapur, tanah dari kulit siput yang dibakar, air jeruk
nipis, dan arang lampu.
Selain cat yang menarik karena dibuat sendiri oleh masyarakatnya.
Rumah adat Rejang ini diwarnai lagi dengan ukiran didinding
rumahnya, namun ukiran yang ada bukan sembarang ukiran. Ukiran
rumah terdiri dari :
a

Gambar bunga berantai pada dinding bagian bawah.


Gambar ini melambangkan makna bahwa suku rejang
memiliki 12 tingkatan masyarakat di Desa yang terikat kuat

antar tingkat layaknya rantai.


Hiasan dinding bagian atas

melambangkan

bahwa

masyarakat Rejang terdiri dari empat petulai dan lima


c

dengan raja.
Lambang sangkar kalong (Sakok keluang). Lambang ini
memiliki makna simbolik bahwa masyarakat suku lain

menjadi anak menantunya.


Gambar ayam jantan pada sisi dinding bagian kanan
melambangkan bahwa pada bagian itu adalah tempat lakilaki.

Hiasan rumah melambangkan bahwa tuan rumah siap


menerima semua tingkatan tamu.

Gb. 3. Atas: Ukiran Sebelah Kanan, bawah : Ukiran sebelah kiri

8. Lubang angin
Lubang angin rumah pada umumnya berada diatas jendela atau
pintu, maka berbeda pada rumah adat Lebong yang berada di atas
yakni pada geligei. Hal ini dimaksudkan agar orang tidak mudah
memasukkan benda atau sesatu yang berbahaya kedalam rumah,
seperti guna-guna dan sebagainya.

4.4

Nilai

kearifan

yang

terkandung

dalam

rumah

adat

Lebong

guna

meningkatkan rasa kepudilian generasi muda terhadap cagar budaya


Kabupaten Lebong.
Masyarakat Lebong bermayoritaskan suku Rejang ini, merupakan salah satu
daerah yang kaya akan kebudayaan. Salah satunya tertuang dalam rumah adatnya
yang mengandung sejuta nilai kearifan yang mampu mengarahkan kita sebagai
masyarakat modern zaman sekarang untuk hidup lebih baik sesuai dengan cita leluhur
bangsa.
Rumah adat ini sangat mementingkan peran sebagai anggota keluarga, dari
tatanan letak bangunan menunjukkan bahwa seorang lelaki yang dikodrat untuk
memimpin diletakkan di awal masuk rumah di sebelah luar, karena jika terjadi hal
yang ditakutkan, para lelaki bisa mengatasinya terlebih dahulu. Dimana sekarang di
era Globalisasi sangat banyak sekali orang-orang yang melupakan bahkan

mengabaikan perannya sebagai anggota keluarga yang baik dimana anggota keluarga
yang baik ini harus bertanggung jawab atas keluarganya.
Kemudian rumah adat ini sangat menjaga dan melindungi anggota keluarga
perempuan. Kamar atau ruangannya diletakkan disebelah dalam, terutama anak gadis
perempuan. suku rejang ini sangat menjaga martabat keluarga, kamar anak gadisnya
tempatkan di kamar tersendiri agak keatas akses ke kamarnya pun mengunakan
tangga yang tidak tetap ketika anak gadis sudah naik tangganya pun disimpan di
kamarnya, sehingga hal yang ditakutkan tidak terjadi. Anak gadisnya pun jika ingin
berpacaran dalam hal ini menyambei (perkenalan dengan lawan jenisnya) berada
dalam 2 ruangan berbeda dirumahnya, dan disaksikan pula oleh sang ibu. Ini
menunjukkan adanya perlindungan atas perempuan dan menerangkan bahwa suku
Rejang melarang adanya pergaulan bebas remaja, dimana dizaman sekarang sangat
marak terjadi dikalangan remaja karena kesalahan dalam pergaulan serta peran orang
tua yang sangat kurang dalam mengawasi dan mengontrol anak-anaknya.
Rumah adat ini juga menjadi bukti sejarah bahwa suku Rejang memiliki
tingkatan dalam masyarakat adatnya pada zaman dahulu, namun mereka tetap
menerima tamu dari berbagai kalangan, dan menerima juga menantu dari suku
manapun, sehingga dari zaman dahulu sangat terkenal bahwa masyrakat Indonesia
khusunya di Suku Rejang ini sangat ramah tamah. Serta menjaga kesatuan dan
mengecilkan perbedaan ditengah-tengah kehidupan. Selain itu tergambar sekali lewat
ukiran dinding rumahnya, bahwa Suku Rejang mempunyai jiwa seni yang tinggi,
memiliki kreatifitas dan sentuhan kekuatan magis yang sangat melekat dalam rumah
adat di Kabupaten Lebong ini. Sehingga sebagai bagian dari masyarakat dan generasi
muda, penting sekali untuk belajar dan mempunyai rasa ingin tahu tentang kehidupan
leluhur bangsa, karena kita tidak boleh lupa bahwa cita-cita dari leluhur bangsa inilah
yang membawa kita menuju gerbang kemerdekaan.
Kehidupan yang penuh keterarutan ikut tergambar yang menjadi bukti
perjalanan kehidupan zaman yaitu sebuah cagar budaya Rumah adat. Jika masyarakat
dengan penuh kesadaran dan ada punya rasa kepedulian, hal-hal yang sifat arif yang
terkandung dalam rumah adat Rejang ini dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan
bermasyarakat agar ada keterikatan silahturahmi antar warga yang mulai meluntur
akibat pengaruh globalisasi ini.

Belajar meningkatkan rasa kepedulian yang merupakan cikal bakal dari cinta
tanah air ini, bisa dilakukan lewat melestarikan income kebudayaan daerah, salah
satunya melestarikan cagar budaya rumah adat daerah. Selain ikut terlibat dalam
program pemerintah dalam pelestarian, sebagai generasi muda juga dapat menambah
jiwa patriotisme dan nasionalisme ditengah derasnya pengaruh budaya barat yang
mulai melunturkan jiwa nasionalisme generasi muda sebagai penerus bangsa.
4.1

Sejarah Rumah Adat Kabupaten Lebong


Rumah adat tradisonal suku rejang berlokasi di Kabupaten Lebong, sehingga
banyak masyarakat Lebong, yang mayoritas bersuku Rejang mengenalnya sebagai
rumah adat Lebong.
Rumah adat tradisional Lebong (Suku Rejang), berlokasi di Desa Gunung
Alam, Kecamatan Pelabai, Kabupaten Lebong. Tidak jauh dari pusat pemerintahan,
dengan akses yang mudah dilalui karena sudah kurang lebih sejak 5 Tahun terakhir
jalan gunung alam telah beraspal dan dapat dilalui mobil.
Gb.1 Jalan menuju Rumah adat

Awalnya sejak dahulu kala orang-orang di Kabupaten Lebong, yang bersuku


rejang memakai rumah adat tradisonal seperti rumah adat ini, namun seiring
berkembangnya zaman, satu per satu masyarakat mulai merubah bangunan rumahnya.
Hingga di tahun 1980an sudah jarang sekali rumah adat Lebong yang asli rejang ini
ditemukan.
Desa Gunung Alam ini, setelah di telusuri masih merupakan salah satu desa
paling tertinggal di Kabupaten Lebong, sehingga masih terdapat beberapa rumah yang
asli adat rejang. Dan ditahun 1986 Kantor sejarah dan Kepurbakalaan melakukan
peninjauan tentang peninggalan Rumah Adat Suku Rejang ini, dan pada rumah milik

Tiak Huriah (Bapaknya Huriah) atau Tiak Ndeu yang sangat masih asli berbentuk
rumah Rejang dilakukan pembelian lahan untuk dikelola pemerintah, yang sekarang
rumah tersebut dijadikan cagar budaya sebagai rumah adat tradisional suku Rejang.
Dan ditahun 1986 itulah, terjadi pemugaran rumah adat ini, oleh kantor sejarah
dan kepurbakalan yang berpusat di Jambi dan tim pelaksana, dilaksanakan oleh orang
Lebong sendiri yang dipercayai mengerti dan memahami budaya daerah, sehingga
tidak ada mengurangi makna dan bentuk seperti dulu dari rumah adat tersebut.
Adapun tim pelaksananya yaitu Bapak Anthoni Mukhtar Selaku pegawai dinas
Kancam bagian Kebudayaan dan seorang yang di tua kan atau budayawan Lebong
Bapak H. Syaimanjai, sejak dari pemugaran yang pertama di tahun tersebut, barulah
di pugar lagi ditahun 2015, oleh Pemerintahan daerah Kabupaten Lebong.

Gb.2. Samping kiri gambar dari rumah adat sebelum di rehab sekitar tahun 2010 dan samping kanan
gambar setelah di rehab 2015

4.2

Bangunan Rumah Adat Kabupaten Lebong


Bangunan rumah adat ini berbeda dengan bangunan penduduk lazimnya. Ia
merupakan rumah kayu yang disangga oleh tiang-tiang rumah yang juga terbuat dari
kayu serta beratap ijuk. Dinding rumah terbuat dari papan yang diberi ukiran. Tiangtiang rumah, tata letak ruangan, ukiran dinding, pekarangan rumah, dan pagar rumah
dirancang sebagai suatu kesatuan yang memiliki fungsi dan makna simbolik.

4.3

Makna Setiap Detil Bangunan Rumah Adat


c

Tiang Rumah
Tiang rumah dibuat dari kayu yang dipilih dari jenis kayu medang atau
meranti. Setiap tiang rumah adalah sepotong kayu yang panjangnya
disesuaikan dengan tinggi lantai rumah, sehingga rumah adat ini seperti

berpanggung. Hal ini memiliki nilai kearifan yang baik untuk kehidupan yaitu
untuk mencegah binatang (tikus, ular atau binatang melata lainnya) masuk ke
dalam rumah.
d Tata Letak Ruangan
Rumah adat tradisional suku Rejang berisi lima ruangan yang terletak
pada lantai utama/lantai bawah , dan satu ruang geligei (tempat tidur anak
gadis) dengan lantai yang berbeda. Kelima ruangan ini disusun dalam dua
deretan. Deretan pertama terdiri dari dua ruangan yang dalam bahasa Rejang
disebut ruang kauk dan ruang daet. Deretan kedua terdiri dari tiga ruang,
yakni ruang umeak dopoa, ruang senigo, dan umeak lem.
2 Ruang Kauk
Ruang kauk terletak di dekat pintu masuk, berfungsi sebagai :
c
d

Ruang tamu biasa atau tamu yang baru datang/asing


Ruang bagi menantu pria yang baru kawin dengan anak tuan
rumah.
Ruang kauk ini merupakan kamar bagi menantu pria. Ia makan,
minum, istirahat, dan tidur di kamar ini. Sesuai dengan letaknya yang
didekat pintu masuk, maka penempatan menantu pria pada ruangan ini
dimaksudkan agar ia dapat menjaga keamanan seisi rumah dari segala
kemungkinan.

2. Ruang Daet
Ruang ini terletak disebelah dalam ruang kauk, berfungsi sebagai
kamar tidur keluarga/ayah, dan anak laki-laki bujang. Tempat tidur
kepala keluarga berada disisi kanan pintu masuk ruang daet, berdekatan
dengan pedukuak, yakni jendela kecil pada dinding pemisah antara ruang
daet dan ruang senigo. Tempat tidur untuk anak bujang laki-laki
disebelah kiri pintu masuk ruang daet.
3. Ruang Umeak Dopoa

Terletak dibagian depan bersebelahan dengan ruang kauk. Umeak


dopoa berarti ruang dapur tempat memasak nasi dan air. Sebagai dapur,
ruangan ini memiliki tungku tempat memasak, bidai yang terbuat dari
bambu tempat menyalai ikan, dan tempat kayu bakar di atas bidai.
Ruangan umeak dopoa ini juga biasa digunakan untuk tempat
menganyam tikar, beronang, teleng dan lain-lain. Hal ini menunjukkan
bahwa suku rejang memiliki jiwa seni tradisional masyarakat sejak
dahulu kala.
4. Ruang Senigo
Ruang senigo ini terletak di sebelah ruang umeak dopoa dan
bersebrangan dengan ruang daet, berfungsi sebagai kamar tidur anak
perempuan yaitu kamar tidur bagi Ibu dan anak-anak kecil
perempuannya, demikian juga bila ada tamu perempuan yang
menginap disini.
Kemudian ruang senigo ini merupakan tempat bagi anak gadis
ketika ada acara menyambei atau perkenalan muda-mudi (bujang
gadis). Pada acara ini, para anak gadis berada diruang senigo, sedang
pemudanya berada di ruang daet, kemudian mereka berkomunikasi
lewat pedukuak. Acara menyambei ini disaksikan ibu dari anak gadis
sambil menganyam tikar.
5. Ruang Umeak Lem
Umeak Lem dalam bahasa indonesia berarti kamar. Terletak di
sebelah dalam sesudah ruang senigo. Ruang ini berfungsi sebagai
tempat menyimpan barang-barang berherga seperti pakaian adat, bahan
pangan/beras, dan lain-lain. Kemudian ruangan ini juga berfungsi
sebagai temat tidur anak perempuan yang sudah kawin sekaligus
tempat perkakas anak gadis.
6. Ruang Geligei
Ruang geligei terletak pada bagian paling atas rumah, yakni
dibawah bubungan atau dekat atap. Ruang ini berfungsi sebagai kamar
tidur anak gadis. Untuk naik ke ruang geligei, anak gadis

menggunakan tangga yang terletak di atas pagu. Bilamana anak gadis


telah naik keruang geligei maka tangga diangkat keruang tersebut. Hal
ini bertujuan untuk menjaga keamanan sang anak gadis. Lantai ruang
geligei terbuat dari bambu yang dianyam agak jarang guna untuk
mengawasi keberadaan nak, apakah sang anak gadis ada atau tidak ada
di dalam ruang geligei.
7. Ukiran Rumah
Masyarakat adat rejang ini tidak sembarang mengecat rumahnya
pada zaman dulu, mereka menggunakan tanah liat yang berwarna agak
kemerahan, kunyit, kapur, tanah dari kulit siput yang dibakar, air jeruk
nipis, dan arang lampu.
Selain cat yang menarik karena dibuat sendiri oleh masyarakatnya.
Rumah adat Rejang ini diwarnai lagi dengan ukiran didinding
rumahnya, namun ukiran yang ada bukan sembarang ukiran. Ukiran
rumah terdiri dari :
f

Gambar bunga berantai pada dinding bagian bawah.


Gambar ini melambangkan makna bahwa suku rejang
memiliki 12 tingkatan masyarakat di Desa yang terikat kuat

antar tingkat layaknya rantai.


Hiasan dinding bagian atas

melambangkan

bahwa

masyarakat Rejang terdiri dari empat petulai dan lima


h

dengan raja.
Lambang sangkar kalong (Sakok keluang). Lambang ini
memiliki makna simbolik bahwa masyarakat suku lain

menjadi anak menantunya.


Gambar ayam jantan pada sisi dinding bagian kanan
melambangkan bahwa pada bagian itu adalah tempat laki-

laki.
Hiasan rumah melambangkan bahwa tuan rumah siap
menerima semua tingkatan tamu.

Gb. 3. Atas: Ukiran Sebelah Kanan, bawah : Ukiran sebelah kiri

8. Lubang angin
Lubang angin rumah pada umumnya berada diatas jendela atau
pintu, maka berbeda pada rumah adat Lebong yang berada di atas
yakni pada geligei. Hal ini dimaksudkan agar orang tidak mudah
memasukkan benda atau sesatu yang berbahaya kedalam rumah,
seperti guna-guna dan sebagainya.

4.4

Nilai

kearifan

yang

terkandung

dalam

rumah

adat

Lebong

guna

meningkatkan rasa kepudilian generasi muda terhadap cagar budaya


Kabupaten Lebong.
Masyarakat Lebong bermayoritaskan suku Rejang ini, merupakan salah satu
daerah yang kaya akan kebudayaan. Salah satunya tertuang dalam rumah adatnya
yang mengandung sejuta nilai kearifan yang mampu mengarahkan kita sebagai
masyarakat modern zaman sekarang untuk hidup lebih baik sesuai dengan cita leluhur
bangsa.
Rumah adat ini sangat mementingkan peran sebagai anggota keluarga, dari
tatanan letak bangunan menunjukkan bahwa seorang lelaki yang dikodrat untuk
memimpin diletakkan di awal masuk rumah di sebelah luar, karena jika terjadi hal
yang ditakutkan, para lelaki bisa mengatasinya terlebih dahulu. Dimana sekarang di
era Globalisasi sangat banyak sekali orang-orang yang melupakan bahkan
mengabaikan perannya sebagai anggota keluarga yang baik dimana anggota keluarga
yang baik ini harus bertanggung jawab atas keluarganya.
Kemudian rumah adat ini sangat menjaga dan melindungi anggota keluarga
perempuan. Kamar atau ruangannya diletakkan disebelah dalam, terutama anak gadis
perempuan. suku rejang ini sangat menjaga martabat keluarga, kamar anak gadisnya
tempatkan di kamar tersendiri agak keatas akses ke kamarnya pun mengunakan

tangga yang tidak tetap ketika anak gadis sudah naik tangganya pun disimpan di
kamarnya, sehingga hal yang ditakutkan tidak terjadi. Anak gadisnya pun jika ingin
berpacaran dalam hal ini menyambei (perkenalan dengan lawan jenisnya) berada
dalam 2 ruangan berbeda dirumahnya, dan disaksikan pula oleh sang ibu. Ini
menunjukkan adanya perlindungan atas perempuan dan menerangkan bahwa suku
Rejang melarang adanya pergaulan bebas remaja, dimana dizaman sekarang sangat
marak terjadi dikalangan remaja karena kesalahan dalam pergaulan serta peran orang
tua yang sangat kurang dalam mengawasi dan mengontrol anak-anaknya.
Rumah adat ini juga menjadi bukti sejarah bahwa suku Rejang memiliki
tingkatan dalam masyarakat adatnya pada zaman dahulu, namun mereka tetap
menerima tamu dari berbagai kalangan, dan menerima juga menantu dari suku
manapun, sehingga dari zaman dahulu sangat terkenal bahwa masyrakat Indonesia
khusunya di Suku Rejang ini sangat ramah tamah. Serta menjaga kesatuan dan
mengecilkan perbedaan ditengah-tengah kehidupan. Selain itu tergambar sekali lewat
ukiran dinding rumahnya, bahwa Suku Rejang mempunyai jiwa seni yang tinggi,
memiliki kreatifitas dan sentuhan kekuatan magis yang sangat melekat dalam rumah
adat di Kabupaten Lebong ini. Sehingga sebagai bagian dari masyarakat dan generasi
muda, penting sekali untuk belajar dan mempunyai rasa ingin tahu tentang kehidupan
leluhur bangsa, karena kita tidak boleh lupa bahwa cita-cita dari leluhur bangsa inilah
yang membawa kita menuju gerbang kemerdekaan.
Kehidupan yang penuh keterarutan ikut tergambar yang menjadi bukti
perjalanan kehidupan zaman yaitu sebuah cagar budaya Rumah adat. Jika masyarakat
dengan penuh kesadaran dan ada punya rasa kepedulian, hal-hal yang sifat arif yang
terkandung dalam rumah adat Rejang ini dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan
bermasyarakat agar ada keterikatan silahturahmi antar warga yang mulai meluntur
akibat pengaruh globalisasi ini.
Belajar meningkatkan rasa kepedulian yang merupakan cikal bakal dari cinta
tanah air ini, bisa dilakukan lewat melestarikan income kebudayaan daerah, salah
satunya melestarikan cagar budaya rumah adat daerah. Selain ikut terlibat dalam
program pemerintah dalam pelestarian, sebagai generasi muda juga dapat menambah
jiwa patriotisme dan nasionalisme ditengah derasnya pengaruh budaya barat yang
mulai melunturkan jiwa nasionalisme generasi muda sebagai penerus bangsa.

Anda mungkin juga menyukai