Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Daerah istimewa yogyakarta atau yang lebih dikenal dengan nama jogja, merupakan
kota yang terkenal dengan sejarah dan warisan budayanya.
Yogyakarta merupakan pusat kerajaan mataram,dan sampai saat ini masih ada
keraton yang masih berfungsi dalam arti sesungguhnya.jogja juga memiliki banyak candi
yang berusia ribuan tahun yang merupakan peninggalan kerajaan besar zaman
dahulu,salah satunya adalah candi borobudur yang dibangun pada abad ke 9 olehdinasti
syailendra,sedangkan arsitek dari candi tersebut adalah gunadharma.
Pegunungan,pantai-pantai,hamparan sawah yang hijau dan udara yang sejuk
menghiasi keindahan kota jogja.masyarakat jogja hidup dengan damai dan mempunyai
keramahan yang khaas.coba kita berkeliling desa,kita pasti akan mendapat senyuman
dansapaan yang hangat dari para penduduk sekitar.
Suasana seni yang begitu terasa di jogja.malioboro yang merupakan urat nadi jogja
dibanjiri barang-barang kerajinana dari segenap penjuru.para pengayuh becakpun siap
mengantarkan kita mengelilingi tempat-tempat pariwisata.
Tak ayal bila kota jogja sangat terkenal dan merupakan salah satu tujuan utama para
wisatawan mancanegara,untuk berlibur dan mengabiskan sisa waktu istirahatnya di jogja.
B. Tujuan
1. Mengetahui Sejarah dan Detail Bangunan Candi Borobudur
2. Mengetahui Sejarah dan Detail Bangunan Candi Prambanan
3. Mengetahui Sejarah dan Detail Bangunan Keraton Yogyakarta
4. Mengetahui Sejarah dan Detail Bangunan Museum Dirgantara
C. Manfaat
Manfaat dari kunjungan ke jogja sangat banyak antara lain :
1. Menambah ilmu pengetahuan, wawasan yang umum dan luas.
2. Mengenal tempat-tempat wisata di jogja yang indah dan dipelihara di Indonesia.
3. Mengetahui asal usul dari tempat-tempat wisata di jogja.

BAB II
PEMBAHASAN
ii

A. Candi Borobudur

1. Sejarah
Candi Borobudur adalah nama sebuah candi buddha yang terletak di Borobudur,
Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di
sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km sebelah
barat laut Yogyakarta. Terletak sekitar 40 km (25 mil) barat laut dari Kota Yogyakarta,
Borobudur terletak diatas bukit pada dataran yang dikelilingi dua pasang gunung
kembar ; gunung Sundoro-Sumbing di sebelah barat laut, dan Gunung MerbabuMerapi disbelah timur laut, disebelah utaranya terdapat bukit Tidar, lebih dekat di
sebelah selatan terdapat jajaran perbukitan Menoreh, serta candi ini terletak dengan
pertemuan dua sungai yaitu Sungai Progo dan Sungaai Elo di sebelah timur. Menurut
legenda Jawa, daerah yang dikenal sebagai dataran Kedu adalah tempat yang dianggap
suci dalam kepercayaan Jawa dan di sanjung sebagai Taman oulau Jawa karena
keindahan alam dan kesuburan tanahnya.
Candi berbentuk stupa ini di bentuk oleh para penganut agama Buddha Mahayana
sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen
ini terdiri atas 6 teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat 3 pelataran
melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2672 panel relief dan aslinya terdapat 504
arca Buddha. Stupa utama terbesar terletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan
ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya
terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan
muadra (sikap roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk
memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk nafsu duniawi
menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.
Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelakan siapakah yang membangun
Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan
perbandingan jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis
aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9.
ii

2. Bangunan
Ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha adalah:

Kamadhatu
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih
dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh
tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada
bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160 panel cerita
Karmawibhangga yang kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur tambahan di
sudut tenggara disisihkan sehingga orang masih dapat melihat beberapa relief pada
bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan yang menutupi kaki asli ini
memiliki volume 13.000 meter kubik.

Rupadhatu
Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada dindingnya dihiasi
galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi.
Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300 gambar relief. Panjang relief
seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif. Rupadhatu adalah dunia
yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan
bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan
alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk
atau relung dinding di atas pagar langkan atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca
Buddha di dalam relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar di pagar langkan.
Pada pagar langkan terdapat sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan
peralihan dari ranah Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling
rendah dimahkotai ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan diatasnya
dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya akan
hiasan dan ukiran relief.

Arupadhatu
Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief, mulai lantai
kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan
Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai
berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia
ii

sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum
mencapai nirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa kecil
berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi satu stupa besar
sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun dalam 3 teras
lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72 stupa). Dua teras
terbawah stupanya lebih besar dengan lubang berbentuk belah ketupat, satu teras
teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya berbentuk kotak bujur sangkar.
Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang
seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.
Rancang bangun ini dengan cerdas menjelaskan konsep peralihan menuju keadaan
tanpa wujud, yakni arca Buddha itu ada tetapi tak terlihat.
3. Relief
Pada dinding candi di setiap tingkatan kecuali pada teras-teras Arupadhatu
dipahatkan panel-panel bas-relief yang dibuat dengan sangat teliti dan halus. Relief
dan pola hias Borobudur bergaya naturalis dengan proporsi yang ideal dan selera
estetik yang halus. Relief-relief ini sangat indah, bahkan dianggap sebagai yang paling
elegan dan anggun dalam kesenian dunia Buddha. Relief Borobudur juga menerapkan
disiplin senirupa India, seperti berbagai sikap tubuh yang memiliki makna atau nilai
estetis tertentu. Relief-relief berwujud manusia mulia seperti pertapa, raja dan wanita
bangsawan, bidadari atapun makhluk yang mencapai derajat kesucian laksana dewa,
seperti tara dan boddhisatwa, seringkali digambarkan dengan posisi tubuh tribhanga.
Posisi tubuh ini disebut "lekuk tiga" yaitu melekuk atau sedikit condong pada bagian
leher, pinggul, dan pergelangan kaki dengan beban tubuh hanya bertumpu pada satu
kaki, sementara kaki yang lainnya dilekuk beristirahat. Posisi tubuh yang luwes ini
menyiratkan keanggunan, misalnya figur bidadari Surasundari yang berdiri dengan
sikap tubuh tribhanga sambil menggenggam teratai bertangkai panjang.
Relief Borobudur menampilkan banyak gambar; seperti sosok manusia baik
bangsawan, rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan, serta
menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara. Borobudur tak
ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa
kuno. Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa lampau di Jawa kuno dan Nusantara
abad ke-8 dan ke-9 dengan mencermati dan merujuk ukiran relief Borobudur. Bentuk
rumah panggung, lumbung, istana dan candi, bentuk perhiasan, busana serta
ii

persenjataan, aneka tumbuhan dan margasatwa, serta alat transportasi, dicermati oleh
para peneliti. Salah satunya adalah relief terkenal yang menggambarkan Kapal
Borobudur. Kapal kayu bercadik khas Nusantara ini menunjukkan kebudayaan bahari
purbakala. Replika bahtera yang dibuat berdasarkan relief Borobudur tersimpan di
Museum Samudra Raksa yang terletak di sebelah utara Borobudur.
Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa
Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sanskerta daksina yang artinya ialah timur.
Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita jtaka.
Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang
sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan
pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang
sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke
timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.

B. Candi Prambanan

1. Sejarah
Prambanan merupakan candi hindu yang dibangun oleh raja-raja dinasti Sanjaya pada
abad IX, ditemukanya tulisan nama pikatan pada candi ini yang menimbulkan
pendapat bahwa candi ini dibangun oleh Rakai Pikatan kemudian diselesaikan oleh
raja Rakai Balitung berdasarkan prasasti berangka tahun 856 M Prasasti Siwargiha
sebagai manifest politik untuk meneguhkan kedudukan sebagai raja yang besar.
Terjadinya perpindahan pusat kerajaan Mataram ke Jawa Timur berkaitan tidak
terawatnya candi di daerah ini di tambah terjadinya gempa bumi serta beberapa kali
letusan gunung merapi menjadikan candi prambanan runtuh tinggal puing-puing batu
yang berserakan.
Pada tanggal 20 Desember 1953 pemugaran Candi induk Loro Jonggrang secara resmi
dinyatakan selesai oleh Dr. Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Pertama.
Komplek percandian prambanan terdiri atas bawa, latar tengah dan latar atas (Latar
Pusat) Latar bawah tak berisi apapun. Didalam latar tengah terdapat reruntuhan candi-

ii

candi parawa. Latar pusat adalah latar terpenting diatas berdiri 6 buah candi besar dan
kecil. Candi-candi utama terdiri atas 2 deret yang paling berhadapan.
Deret pertama yaitu candi Siwa, candi Wisnu, dan candi Brahma. Deret kedua yaitu
candi Nandi, candi Angsa dan candi Garuda. Pada ujung lorong yang memisah kedua
deretan candi tersebut terdapat candi apit secara keseluruhan percandian ini terdiri atas
240 buah candi.
Candi Prambanan adalah mahakarya kebudayaan Hindu. Bangunannya yang langsing
dan menjulang setinggi 47 meter membuat kecantikan arsitekturnya tak tertandingi.
Candi yang utama yaitu Candi Siwa (tengah), Candi Brahma (selatan), Candi Wisnu
(utara). Didepannya terletak Candi Wahana (kendaraan) sebagai kendaraan Trimurti;
Candi Angkasa adalah kendaraan Brahma (Dewa Penjaga), Candi Nandi (Kerbau)
adalah kendaraan Siwa (Dewa Perusak) dan Candi Garuda adalah kendaraan Wisnu
(Dewa Pencipta).
Ada sebuah legenda yang selalu diceritakan masyarakat Jawa tentang candi ini.
Alkisah, lelaki bernama Bandung Bondowoso mencintai Roro Jonggrang. Karena tak
mencintai, Jonggrang meminta Bondowoso membuat candi dengan 1000 arca dalam
semalam. Permintaan itu hampir terpenuhi sebelum Jonggrang meminta warga desa
menumbuk padi dan membuat api besar agar terbentuk suasana seperti pagi hari.
Bondowoso yang baru dapat membuat 999 arca kemudian mengutuk Jonggrang
menjadi arca yang ke-1000 karena merasa dicurangi.
Candi Prambanan memiliki 3 candi utama di halaman utama, yaitu Candi Wisnu,
Brahma, dan Siwa. Ketiga candi tersebut adalah lambang Trimurti dalam kepercayaan
Hindu. Ketiga candi itu menghadap ke timur.
Setiap candi utama memiliki satu candi pendamping yang menghadap ke barat, yaitu
Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu. Selain itu, masih
terdapat 2 candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi sudut. Sementara, halaman kedua
memiliki 224 candi.
Memasuki candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya paling tinggi, anda
akan menemui 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi arca Siwa, sementara 3
ruangan yang lain masing-masing berisi arca Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa),
dan Ganesha (putra Siwa). Arca Durga itulah yang disebut-sebut sebagai arca Roro
Jonggrang dalam legenda yang diceritakan di atas.
Di Candi Wisnu yang terletak di sebelah utara candi Siwa, anda hanya akan
menjumpai satu ruangan yang berisi arca Wisnu. Demikian juga Candi Brahma yang
terletak di sebelah selatan Candi Siwa, anda juga hanya akan menemukan satu ruangan
berisi arca Brahma.

ii

Candi pendamping yang cukup memikat adalah Candi Garuda yang terletak di dekat
Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia setengah burung
yang bernama Garuda. Garuda merupakan burung mistik dalam mitologi Hindu yang
bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah, berparuh dan bersayap mirip elang.
Diperkirakan, sosok itu adalah adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti 'terbit' atau
'bersinar', biasa diasosiasikan dengan Dewa Re) dalam mitologi Mesir Kuno atau
Phoenix dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda bisa menyelamatkan ibunya dari
kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan mencuri Tirta Amerta (air
suci para dewa).
Kemampuan menyelamatkan itu yang dikagumi oleh banyak orang sampai sekarang
dan digunakan untuk berbagai kepentingan. Indonesia menggunakannya untuk
lambang negara. Konon, pencipta lambang Garuda Pancasila mencari inspirasi di
candi ini. Negara lain yang juga menggunakannya untuk lambang negara adalah
Thailand, dengan alasan sama tapi adaptasi bentuk dan kenampakan yang berbeda. Di
Thailand, Garuda dikenal dengan istilah Krut atau Pha Krut.
Prambanan juga memiliki relief candi yang memuat kisah Ramayana. Menurut para
ahli, relief itu mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan lewat tradisi lisan.
Relief lain yang menarik adalah pohon Kalpataru yang dalam agama Hindu dianggap
sebagai pohon kehidupan, kelestarian dan keserasian lingkungan. Di Prambanan, relief
pohon Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa. Keberadaan pohon ini membuat
para ahli menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki kearifan dalam
mengelola lingkungannya.
Sama seperti sosok Garuda, Kalpataru kini juga digunakan untuk berbagai
kepentingan. Di Indonesia, Kalpataru menjadi lambang Wahana Lingkungan Hidup
(Walhi). Bahkan, beberapa ilmuwan di Bali mengembangkan konsep Tri Hita Karana
untuk pelestarian lingkungan dengan melihat relief Kalpataru di candi ini. Pohon
kehidupan itu juga dapat ditemukan pada gunungan yang digunakan untuk membuka
kesenian wayang. Sebuah bukti bahwa relief yang ada di Prambanan telah mendunia.
Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena batu-batu asli
banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi hanya akan
direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu, banyak candicandi kecil yang tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya saja.
Sekarang, candi ini adalah sebuah situs yang dilindungi oleh UNESCO mulai tahun
1991. Antara lain hal ini berarti bahwa kompleks ini terlindung dan memiliki status
istimewa, misalkan juga dalam situasi peperangan.
2. Bangunan
ii

Deskripsi bangunan percandian prambanan terdiri atas latar bawah, latar tengah dan
latar atas (latar pusat) yang makin ke arah dalam makin tinggi tempatnyaberturut-turut
luasnya 390 m2 ,222 m2, dan 110 m2. Di dalam latar tengah terdapat reruntuhan candi
Perwara. Apabila seluruhnya telah selesai di Pugar, maka aka nada 224 buah candi
yang ukuranya sama yaitu luas dasar 6 m2 dan tingginya 14 m. candi-candi utama
terdiri atas 2 deret yang saling berhadapan. Deret pertama yaitu Candi Siwa, Candi
Wisnu dan Candi Brahma. Deret kedua yaitu Candi Nandi, Candi Angsa, Candi
Garuda. Di ujung lorong yang memisahkan kedua deretan candi tersebut terdapat
candi apit. Delapan candi lainya disebut candi Sudut. Secara keseluruhan percandian
ini terdiri atas 240 buah candi.
C. Keraton Yogyakarta

1. Sejarah
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di kota Yogyakarta.
Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia
pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat
tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan
hingga saat ini. Keraton ini juga juga merupakan salah satu objek wisatabdi Kota
Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan
berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk pemberian raja-raja Eropa, replika pusaka
keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh
arsitektur istana jawa yang terbaik, memiliki bairung-bairung mewah dan lapangan
serta pavilun yang luas.
Keraton yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan
pasca Perjanjian Giyanti di tahun 1755. Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta
memiliki 7 kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Sri Manganti,
Kedhaton, Kamagangan, Kamadhungan Kiduln (Kamadhungan Selatan), dan Siti
Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai
warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan
bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat
ii

lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilainilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi keraton Yogyakarta.
2. Bangunan
Arsitek kepala istana ini adalah Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh
ilmuwan berkebangsaan Belanda Dr. Pigeund dan Dr. Adam yang menganggapnya
sebagai arsitek dari saudara Pakubuwono II Surakarta. Bangunan pokok dan desain
dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar landscape kota tua Yogyakarta
diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain di tambahkan kemudian oleh para
Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak sekarang ini sebagian besar
merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku
Buwono VIII (bertahta tahun 19211939).
3. Tata Ruang
Dahulu bagian utama istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag di utara
sampai di Plengkung Nirboyo di selatan. Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta dari
utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler
(Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran,
Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti;
Kompleks Kedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul;
Kompleks Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul
(Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing.
Bagian-bagian sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan
simetris. Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara
dan di sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah Kedhaton
sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada
bangunan yang menghadap ke arah yang lain.
Selain bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki bagian
yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks Roto
Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks Istana Putra
Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di nDalem Mangkubumen). Di sekeliling
Keraton dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding
Cepuri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut ada beberapa bangunan yang terkait
dengan keraton antara lain Tugu Pal Putih, Gedhong Krapyak, nDalem Kepatihan
(Istana Perdana Menteri), dan Pasar Beringharjo.
4. Arsitektur Umum
Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari
pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu.
ii

Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan
dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu . Daun pintu terbuat
dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat
dinding penyekat yang disebut Renteng atau Baturono. Pada regol tertentu penyekat ini
terdapat ornamen yang khas.
Bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa
tradisional. Di beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing
seperti Portugis, Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kompleks biasanya
berbentuk/berkonstruksi Joglo atau derivasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa
dinding disebut dengan Bangsal sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong
(gedung). Selain itu ada bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiang
bambu yang disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan ini beratap seng dan
bertiang besi.
Permukaan atap joglo berupa trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah,
maupun seng dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh
tiang utama yang di sebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan, serta
tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap atau hitam
dengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah, dan emas maupun yang lain.
Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat dari kayu memiliki warna senada dengan
warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misal Manguntur Tangkil) memiliki
ornamen Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad, dan Alif Lam Mim Ra,
di tengah tiangnya.
Untuk batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna emas.
Warna putih mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks.
Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat
lebih tinggi dari halaman berpasir. Pada bangunan tertentu memiliki lantai utama yang
lebih tinggi. Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan batu persegi yang disebut Selo
Gilang tempat menempatkan singgasana Sultan.
Tiap-tiap bangunan memiliki kelas tergantung pada fungsinya termasuk kedekatannya
dengan jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakan
oleh Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail ornamen yang lebih rumit dan
indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya. Semakin rendah kelas bangunan maka
ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain
ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau
keseluruhan dari bangunan itu sendiri.

ii

D. Museum Dirgantara

1. Sejarah
Museum Dirgantara adalah museum yang digagas oleh TNI AU untuk mengabadikan
peristiwa bersejarah dalam lingkungan TNI AU, di kompleks pangkalan udara Adi
Sutjipto Yogyakarata. Museum ini menyimpan sejumlah foto tokoh-tokoh sejarahserta
diorama peristiwa sejarah. Sejumlah pesawat tempur dan replikanya juga terdapat di
museum ini yang kebanyakan berasal dari masa Perang Dunia II dan perjuangan
kemerdekaan, diantaranya :

Pesawat PBY-5A (Catalina).

Replika pesawat WEL-I RI-X.

Pesawat A6M5 Zero Zen buatan Jepang.

Pesawat pembom B 25 Mitchell, B 26 Invander.

Helikopter 360 buatan AS.

Museum ini sebelumnya berada di Jalan Tanah Abang Bukit, Jakarta dan diresmikan
pada 4 April 1869 oleh Panglima AU Laksamana Roesmin Noerjadin berkedudukan di
Makowilu V Tanah Abang Bukit, Jakarta. Dengan pertimbangan antara lain bahwa
Yogyakarta merupakan tempat lahir dan pusat perjuangan TNI AU periode 1945-1949
serta tempat penggodokan Karbol AAU, maka pada bulan November 1977 Museum di
Ksatrian AAU di pangkalan Adi sutjipto, Yogyakarta, dan tanggal 29 Juli 1978
diresmikan sebagai Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala.
2. Bangunan
a. Ruang Utama
Beberapa foto Mantan Pimpinan TNI AU
Lambang Lambang
b. Ruang Kronologi I
Pada tanggal 23 Agustus 1945 di umumkan berdirinya Badan Keamanan rakyat
(BKR). Tugas utama BKR udara adalah rakyat merebut dan menguasai pangkalan
Udara setempat, beserta pesawat terbang dan fasilitas lainya dari tang jepang,
sesuai dengan adanya maklumat pemerintah 5 Oktober 1945. BKR di tingkatkan
menjadi TKR (tentara Keamanan Rakyat)
c. Ruang Kronologi II
ii

Pendidikan kadet kadet AURI di dalam dan luar negeri:


Sekolah Penerbangan lanjut di Andir dan Kalijati
Pengiriman Kadet kadet ke luar negeri
d. Ruang Alutsista
Mitsubishi A6 MS Zero Sen
P 51 Mustang
e. Ruang Paskhas
Sisa sisa Operasi Trikora
Uniform Pasukan TNI AU
Meriam PSU (Cannon)
f. Ruang Dioram
Serangan udara pertama dan penembakan VT CIA
Peristiwa 19 Desember 1948
Sekolah penerbanagan AURI Angkatan I 15 November 1945, 21 Juli 1947
peristiwa bersejarah di mulainya pendidikan penerbangan yang pertama
kalinya sejak Indonesia merdeka di resmikan sebagai hari jadi komando
pendidikan TNI AU (Kodkau) sehingga tanggal 15 November di peringati dan
dirayakan setiap tahunya

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
maka dapat disimpulkan bahwa tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja itu sangat
banyak,dan kita harus senantiasa menjaga serta merawatnya agar tetap asri seperti
aslinya.agar menarik para wisatawan untuk berlibur ke jogja.
Selain itu,kota jogja yang menawan itu tidak harus kita tambahkan dengan budayabudaya barat yang kita rasa sangat bagus atau trend.tapi justru itu salah,kita harus tetap
menjaga budaya asli jogja itu sendiri agar mempunyai keaslian yang khas dimata dunia.
ii

Jogja merupakan salah satu kota favorit para wisatawan untuk berlibur dan
menghabiskan sisa waktu istirahatnya di tempat-tempat wisata yang ada di jogja.walaupun
banyak cerita-cerita mistis yang beredar di masyarakat luas,para wisatawan tetap antusias
menikmati tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja.
B. Saran
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak ditemui kesulitan, oleh
karena itu saya mengharapkan saran dan kritik agar saya dapat menyempurnakan makalah
ini.
Demikianlah Kesimpulan dan saran dalam pembuatan makalah ini. Dalam pembuatan
makalah ini banyak sekali kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis sebagai manusia
biasa mohon maaf atas segala keurangan dan kekhilafan. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.
Datangilah tempat-tempat bersejarah yang ada didaerah Istimewa Yogyakarta agar
dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang sejara-sejarah dan seni budaya
Indonesia. Sebagai generasi penerus bangsa kita harus bergotong-royong menjaga
keindahan alam kita.

DAFTAR PUSTAKA

http://taufik3akhyar.blogspot.co.id/2011/07/laporan-karya-wisata-di-daerah-istimewa_27.html
http://sherlystaelgasea.blogspot.co.id/2013/02/laporan-hasil-kunjungan-karya-wisata.html
www.srandilmandalagiri.blogspot.com

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
kasihNya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah saya terima, serta petunjukNya
sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi saya dalam penyusunan makalah ini.
Didalam makalah ini saya selaku penyusun hanya sebatas ilmu yang bisa saya
sajikan,dalam makalah ini saya mengambil topik OBJEK STUDY DI YOGYAKARTA.
Dimana didalam topik tersebut ada beberapa hal yang bisa kita pelajari khususnya tempat
tempat wisata yang ada di jogja yang indah dan menawan.
ii

Saya menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman saya tentang kota
yogyakarta, menjadikan keterbatasan saya pula untuk memberikan penjabaran yang lebih
dalam tentang masalah ini,oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.
Harapan saya, semoga karya tulis ini membawa manfaat bagi kita, setidaknya untuk
sekedar membuka cakrawala berpikir kita tentang kota Yogyakarta.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam proses pembuatan ini.terutama kepada rekan satu kelompok atas kerjasamanya.dan
guru bahasa Indonesia yang telah membimbing dalam penyusunan karya tulis ini.
Jampangkulon, 15 Nopember 2016
Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................i


Daftar Isi ......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang ..................................................................................................1

B.

Tujuan ...............................................................................................................1

C.

Manfaat ............................................................................................................1
ii

BAB II PEMBAHASAN
A.

Candi Borobudur ...............................................................................................2

B.

Candi Prambanan .............................................................................................5

C.

Keraton Yogyakarta ...........................................................................................8

D.

Museum Dirgantara ..........................................................................................11

BAB III PENUTUP


A.

Kesimpulan ......................................................................................................13

B.

Saran ................................................................................................................13

Daftar Pustaka ...........................................................................................................14

ii

Anda mungkin juga menyukai