Anda di halaman 1dari 19

COOPERATIVE STRATEGY

Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Stratejik

Disusun Oleh:
Aisyah Nawangsari Putri

166020201111025

Ratna Ayu Kusumaningtyas

166020201111019

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2016

COOPERATIVE STRATEGY
Disarikan dari buku Strategic Strategic Management Competitiveness & Globalization
karangan Michael A. Hitt, R. Duane Ireland, dan Robert E. Hoskisson
Strategi kooperatif merupakan sarana dimana perusahaan bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama. Bekerja sama dengan perusahaan lain adalah strategi yang digunakan untuk
menciptakan nilai bagi pelanggan dengan biaya lebih rendah daripada perusahaan
melakukannya sendiri. Dengan demikian perusahaan membangun posisi yang relatif
menguntungkan untuk berkompetisi.
Strategic Alliances as a Primary Type of Cooperative Strategy
Sebuah aliansi strategis adalah strategi kooperatif di mana perusahaan menggabungkan
beberapa sumber daya dan kemampuan untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Dengan
demikian, aliansi strategis melibatkan perusahaan-perusahaan dengan melakukan pertukaran
dan berbagi sumber daya serta kemampuan untuk mengembangkan, menjual, dan melakukan
pelayanan barang atau jasa. Aliansi strategis memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan
sumber daya yang ada dan kemampuan saat bekerja dengan mitra untuk mengembangkan
sumber daya tambahan dan kemampuan sebagai dasar untuk keunggulan kompetitif yang
baru. Untuk memastikan,kenyataan saat ini adalah bahwa aliansi strategis telah menjadi
landasan strategi yang kompetitif di banyak perusahaan.
Sebuah keunggulan kompetitif yang dikembangkan melalui strategi kooperatif sering disebut
keuntungan kolaboratif atau relasional. Keunggulan kompetitif dapat meningkatkan
keberhasilan marketplace perusahaan. Perubahan teknologi yang cepat dan ekonomi global
adalah contoh dari faktor-faktor yang menantang perusahaan untuk terus meningkatkan
keunggulan kompetitif saat ini sementara mereka mengembangkan keunggulan kompetisi
yang baru untuk mempertahankan daya saing strategis
Three Types of Strategic Alliances
Tiga jenis utama dari aliansi strategis meliputi joint venture, equity strategic alliance, dan
nonequity strategic alliance. Jenis aliansi diklasifikasikan berdasarkan pengaturan
kepemilikannya.

Joint Venture adalah aliansi strategis dimana dua atau lebih perusahaan menciptakan sebuah
perusahaan

baru

mengembangkan

untuk

berbagi

keunggulan

beberapa

kompetitif.

sumber

Biasanya

daya
joint

dan
venture

kemampuan

untuk

dilakukan

untuk

meningkatkan kemampuan perusahaan dalam bersaing di lingkungan kompetisi penuh


ketidakpastian. Joint venture efektif dalam membangun hubungan jangka panjang dan dalam
mentransfer pengetahuan tacit. Pengetahuan tacit hanya dapat dipelajari dengan pengalaman
sehingga membentuk joint venture adalah langkah yang baik untuk memperolehnya.
Equity strategic alliance adalah sebuah aliansi pembentukan sebuah perusahaan di mana dua
atau lebih perusahaan memilikinya dengan persentase yang berbeda-beda. Perusahaan ini
dibentuk dengan menggabungkan beberapa sumber daya dan kemampuan mereka untuk
menciptakan keunggulan kompetitif.
Nonequity strategic alliance adalah sebuah aliansi di mana dua atau lebih perusahaan
mengembangkan hubungan kontraktual untuk berbagi beberapa sumber daya mereka yang
unik dan kemampuan untuk menciptakan keunggulan kompetitif. pada aliansi jenis ini,
perusahaan tidak mendirikan sebuah perusahaan independen yang terpisah dan karena itu
tidak mengambil posisi ekuitas. Untuk alasan ini, nonequity strategic alliance kurang formal
dan menuntut komitmen mitra lebih sedikit daripada joint venture dan nonequity strategic
alliance, meskipun bukti penelitian menunjukkan bahwa mereka menciptakan nilai bagi
perusahaan yang terlibat. Informalitas relatif dan tingkat komitmen yang lebih rendah
mencirikan aliansi strategis nonequity membuat mereka tidak cocok untuk proyek-proyek
yang kompleks di mana keberhasilan memerlukan transfer pengetahuan tacit secara efektif
antara mitra.
Reasons Firms Develop Strategic Alliances
Strategi kooperatif merupakan bagian integral dari lanskap kompetitif dan cukup penting
untuk banyak perusahaan dan bahkan lembaga pendidikan. Bahkan, banyak perusahaan yang
bekerja sama dengan lembaga pendidikan untuk membantu mengkomersialkan ide-ide yang
datang dari penelitian di universitas. Dalam organisasi nirlaba, banyak eksekutif percaya
bahwa aliansi strategis sangat penting bagi keberhasilan perusahaan mereka.
Manfaat lainnya, aliansi strategis memungkinkan mitra untuk menciptakan nilai yang mereka
tidak bisa berkembang dengan bertindak secara independen dan untuk memasuki pasar yang
lebih cepat dan dengan penetrasi pasar yang lebih baik. Selain itu, sebagian besar (tidak

semua) perusahaan kekurangan

sumber daya dan kemampuan yang dibutuhkan untuk

mencapai tujuan mereka, yang menunjukkan bahwa bermitra dengan perusahaan lain akan
meningkatkan kemungkinan mencapai tujuan kinerja perusahaan yang spesifik.
Efek yang lebih baik dari penggunaan strategi kooperatif-terutama dalam bentuk strategis
aliansi. Di perusahaan besar, misalnya, aliansi dapat menjelaskan 25 persen atau lebih dari
pendapatan penjualan. Banyak eksekutif percaya bahwa aliansi adalah kendaraan utama untuk
pertumbuhan perusahaan. Dalam beberapa industri, aliansi melawan aliansi menjadi lebih
menonjol daripada perusahaan melawan perusahaan sebagai sebuah poin dalam berkompetisi.
Misalnya dalam industri penerbangan global, persaingan semakin meningkat antara aliansi
besar bukan antara maskapai penerbangan.
Singkatnya, kita dapat mencatat bahwa perusahaan membentuk aliansi strategis untuk
mengurangi persaingan, meningkatkan kemampuan bersaing mereka, mendapatkan akses ke
sumber daya, memanfaatkan peluang, membangun fleksibilitas strategis, dan berinovasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka harus memilih mitra yang tepat dan mengembangkan
kepercayaan. dengan demikian, perusahaan berusaha untuk mengembangkan portofolio
aliansi di mana mereka menciptakan modal sosial yang memberikan mereka fleksibilitas.
Karena dari modal sosial, mereka dapat meminta bantuan mitra mereka bila diperlukan. Tentu
saja, modal sosial berarti ada timbal balik: Mitra dapat meminta bantuan mereka juga dan
mereka diharapkan untuk menyediakannya.
Kondisi kompetitif yang unik secara individual terjadi pada pasar slow-cycle, fast-cycle, dan
standard-cycle yang menemukan bahwa perusahaan menggunakan strategi kerja sama untuk
mencapai tujuan yang sedikit berbeda.
Slow-cycle markets adalah pasar di mana keunggulan kompetitif perusahaan yang terlindung
dari imitasi untuk waktu yang relatif lama dan di mana imitasi adalah mahal. Pasar ini berada
dekat dengan kondisi monopoli. Rel kereta api, telekomunikasi, utilitas, dan jasa keuangan
adalah contoh dari industri Slow-cycle markets . Di fast-cycle markets, keunggulan
kompetitif perusahaan tidak terlindung dari imitasi, mencegah keberlanjutan jangka panjang
mereka. Di standard-cycle markets, keunggulan kompetitif cukup terlindung dari imitasi,
biasanya memungkinkan mereka untuk dipertahankan untuk jangka waktu yang lebih lama

daripada dalam situasi fast-cycle markets, tetapi untuk jangka waktu yang lebih singkat
daripada di slow-cycle markets.
Slow-Cycle Markets
Perusahaan di slow-cycle markets sering menggunakan aliansi strategis untuk memasuki
pasar yang dibatasi (restricted market) atau untuk membangun waralaba di pasar baru.
Misalnya, karena konsolidasi akuisisi yang telah terjadi selama bertahun-tahun terakhir,
industri baja Amerika hanya memiliki dua pemain utama yang tersisa: U.S. Steel dan Nucor.
Untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk bersaing dengan sukses di pasar baja global,
perusahaan-perusahaan ini membentuk hubungan kerjasama. Mereka telah membentuk aliansi
strategis di Eropa dan Asia dan berinvestasi dalam usaha di Amerika Selatan dan Australia.
Baru-baru ini Nucor telah membentuk perusahaan patungan 50/50 dengan anak Duferco
Group yaitu Duferdofin untuk menghasilkan balok baja dan balok di Italia dan kemudian
untuk mendistribusikan produk ini di Eropa dan Afrika Utara. Duferco telah mencari aliansi
dengan pemain utama dalam rangka untuk terus beroperasi secara global.
Fast-Cycle Markets
Fast-cycle markets yang tidak stabil, tak terduga, dan kompleks; dalam kata,
"hiperkompetitif". Gabungan kondisi ini hampir menghalangi pembentukan keunggulan
kompetitif yang tahan lama, memaksa perusahaan untuk terus-menerus mencari sumber
keunggulan kompetitif baru sekaligus menciptakan nilai dengan menggunakan orang-orang
yang ada saat ini.
Bisnis hiburan cepat menjadi pasar digital baru seperti konten televise yang sekarang tersedia
di Web. Hal ini telah menyebabkan bisnis hiburan ke fastcycle market dimana kolaborasi
penting tidak hanya untuk berhasil tapi untuk bertahan hidup. Banyak dari perusahaanperusahaan yang memiliki konten video digital juga telah berusaha untuk membuat
keuntungan melalui musik digital dan memiliki kesulitan dalam penggalian keuntungan dari
usaha mereka sebelumnya.
Standard-Cycle Markets
Di standard-cycle markets, aliansi lebih mungkin dilakukan oleh mitra dengan sumber daya
dan kemampuan komplementer. Meskipun aliansi maskapai penerbangan awalnya dibentuk

untuk meningkatkan pendapatan, penerbangan telah menyadari bahwa mereka juga dapat
digunakan untuk mengurangi biaya. SkyTeam (diketuai oleh Delta dan Air France)
mengembangkan situs web internal untuk mempercepat pembelian bersama dan bertukar tips
tentang harga. Manajer di Oneworld (American Airlines dan British Airways) mengatakan
anggota aliansi itu telah menyelamatkan lebih dari $ 200 juta melalui pembelian bersama, dan
Star Alliance (Inggris dan Lufthansa) memperkirakan bahwa penerbangan anggotanya
menghemat hingga 25 persen dengan joint orders.
Business-Level Cooperative Strategy
Sebuah perusahaan menggunakan strategi kerja sama level bisnis untuk tumbuh dan
meningkatkan kinerjanya dalam pasar produk individual. Dengan demikian, perusahaan
membentuk strategi koperasi tingkat bisnis ketika perusahaan yakin bahwa menggabungkan
sumber daya dan kemampuan dengan perusahaan lain akan menciptakan keunggulan
kompetitif yang tidak dapat dibuat perusahaan itu sendirian dan akan sukses dalam pasar
produk tertentu.
Complementary Strategic Alliances
Complementary strategic alliances adalah aliansi level bisnis di mana perusahaan berbagi
beberapa sumber daya dan kemampuan dalam cara yang saling melengkapi untuk
mengembangkan keunggulan kompetitif. Vertikal dan horizontal adalah dua jenis
complementary strategic alliances.
Vertical Complementary Strategic Alliance
Dalam sebuah vertical complementary strategic alliance, perusahaan berbagi sumber daya
mereka dan kemampuan dari berbagai tahap rantai nilai untuk menciptakan keunggulan
kompetitif. Sering kali, vertical complementary alliances dibentuk untuk beradaptasi dengan
perubahan lingkungan. Kadang-kadang perubahan mewakili peluang bagi perusahaan yang
bermitra untuk berinovasi sambil beradaptasi.
Fokus strategis di complementary alliances membahas apa yang terjadi dengan aliansi
vertikal mengingat melemahnya ekonomi dunia. Secara khusus, itu menunjukkan bahwa
tekanan ekonomi menciptakan stres dalam hubungan aliansi vertikal antara pembeli dan
pemasok dalam rantai pasokan industri ritel bahan makanan dan pakaian. Namun, dalam

industri lain hal itu mengarah pada kemitraan baru di mana complementary strategic alliances
lebih cenderung meningkat, seperti pada industri pembuatan baja.
Horizontal Complementary Strategic Alliance
Sebuah horizontal complementary strategic alliance adalah sebuah aliansi di mana
perusahaan berbagi beberapa sumber daya dan kemampuan dari tahap yang sama (atau tahap)
dari rantai nilai untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Umumnya, perusahaan
menggunakan omplementary strategic alliances untuk fokus pada pengembangan produk
jangka panjang dan peluang distribusi.
Industri otomotif adalah salah satu industri di mana banyak horizontal complementary
strategic alliances terbentuk. Bahkan, hampir semua produsen mobil global menggunakan
strategi kooperatif untuk membentuk sejumlah hubungan kerjasama. Aliansi Renault-Nissan,
yang ditandatangani pada Maret 1999, adalah contoh yang menonjol dari horizontal
complementary strategic alliance.
Competition Response Strategy
Pesaing melakukan tindakan kompetitif untuk menyerang saingan dan meluncurkan
tanggapan kompetitif untuk tindakan pesaing mereka. aliansi strategis dapat digunakan pada
tingkat bisnis untuk menanggapi serangan pesaing. Karena mereka sulit untuk mundur dan
mahal untuk baiaya operasi, aliansi strategis terutama dibentuk untuk mengambil strategis
daripada tindakan taktis dan untuk menanggapi tindakan pesaing dengan cara yang baik.
Uncertainty Reducing Strategy
Beberapa perusahaan menggunakan aliansi strategis bisnis untuk menghindari risiko dan
ketidakpastian, terutama di pasar fast-cycle. Startegi-strategi ini juga digunakan di saat
terdapat ketidakpastian seperti adanya pasar produk baru atau ekonomi yang berkembang.
Competition Reducing Strategy
Strategi kolusif kadang digunakan untuk mengurangi adanya kompetisi. Terdapat dua macam
strategi kolusif yaitu kolusi eksplisit dan kolusi tacit. Ketika dua atau lebih perusahaan
bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan dalam jumlah produk yang diproduksi dan harga
produk tersebut, maka itu disebut dengan kolusi eksplisit. Kolusi eksplisit bersifat ilegal di
beberapa negara. Sementara kolusi tacit adalah ketika beberapa perusahaan di sebuah industri

secara tidak langsung melakukan koordinasi pada keputusan produksi dan harga dengan
saling mengobservasi tindakan satu sama lain.
Assessment of Business Level Cooperative Strategies
Perusahaan biasanya menggunakan strategi bisnis untuk mengembangkan keunggulan
kompetisi yang dapat berkontribusi pada kesuksesan posisi dan kinerja di pasar produk
individu. Untuk mengembangkan keunggulan kompetisi dengan menggunakan aliansi,
sumber daya dan kemampuan yang terintegrasi haruslah bernilai, langka, tidak dapat ditiru
dengan sempurna, dan tidak tergantikan.
Terbukti, aliansi strategi bisnis, khususnya yang berbentuk vertikal memiliki kemungkinan
terbesar untuk menciptakan keunggulan kompetisi yang berkelanjutan. Aliansi horizontal
yang bersifat komplementer terkadang sulit untuk dijaga karena mereka seringkali adalah
kompetitor.
Meskipun

aliansi

strategis

didesain

untuk

merespon

kompetisi

dan

mengurangi

ketidakpastian, namun itu dapat menciptakan keunggukan kompetisi, meski keunggulan ini
biasanya hanya sementara daripada aliansi strategis yang bersifat komplementer (baik vertikal
maupun horizontal). Alasan utamanya adalah aliansi yang bersifat komplementer memiliki
fokus yang lebih kuat dalam menciptakan nilai dibandingkan aliansi yang bersifat
mengurangi kompetisi atau mengurangi ketidakpastian yang hanya dapat merespon tindakan
kompetitor dan bukannya menyerang kompetitor.
Dari semua strategi kerja sama bisnis, strategi yang bersifat mengurangi persaingan adalah
yang strategi yang memiliki kemungkinan keberlanjutan terendah.
Corporate-Level Cooperative Strategy
Perusahaan menggunakan strategi kerjasama korporat untuk membentu mereka membedakan
antara produk yang ditawarkan atau pasar yang dilayani, atau keduanya. Aliansi diversifikasi,
aliansi sinergis, dan franchising adalah strategi kerja sama korporat yang paling sering
digunakan.
Perusahaan menggunakan aliansi diversifikasi dan aliansi sinergis untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kinerja dengan membedakan operasional mereka melalui sarana selain
merger dan akuisisi. Ketika perusahaan mencari keberagaman dalam pasar di mana
pemerintah melarang adanya merger dan akuisisi, maka aliansi adalah pilihan yang paling

tepat. Aliansi strategis level korporat sendiri memang lebih menarik dibanding dengan merger
dan akusisi karena hanya membutuhkan sedikit komitmen terhadap sumber daya dan lebih
fleksibel dalam operasinya.
Diversifying Strategic Alliance
Aliansi strategis diversifikasi adalah strategi kerja sama level korporat di mana perusahaan
saling berbagi sumber daya dan kemampuan mereka untuk membuat produk baru atau pasar
baru. Perlu diingat bahwa kerja sama antara perusahaan yang terlalu berbeda akan
memperburuk kinerja. Namun, kerja sama juga bisa digunakan untuk mengurangi
diversifikasi di perusahaan yang terlalu terdiversifikasi.
Synergistic Strategic Alliance
Aliansi strategis sinergis adalah strategi kerja sama level korporat di mana perusahaan saling
berbagi sumber daya dan kemampuan untuk menciptakan economies of scope. Aliansi
strategis sinergis menciptakan sinergi antara berbagai fungsi atau bisnis dari berbagai
perusahaan yang terlibat dalam kemitraan.
Franchising
Franchising atau waralaba adalah strategi kerja sama level korporate di mana perusahaan
(franshicor) menggunakan waralaba sebagai hubungan kontrak untuk mendeskripsikan dan
mengontrol sumber daya dan kemampuan dengan mitra (franchisee). Sebuah waralaba sendiri
dapat diartikan sebagai kesepatakan kontrak antara dua perusahaan yang mandiri di mana
franchisor memberikan hak pada franchisee untuk menjual produk franchisor atau melakukan
bisnis di bawah trademark franchisor untuk jangka waktu tertentu di tempat tertentu.
Kesuksesan aliansi ini ditentukan oleh bagaimana franchisor dapat mengulangi kesuksesan
yang sama dari tempat yang satu di tempat lainnya dengan cara yang efektif dan efisien.
Assessment of Corporate-Level Cooperative Strategies
Dalam setiap kerja sama, selalu diperlukan biaya. Dibandingkan dengan kerja sama level
bisnis, kerja sama level korporat memiliki cakupan yang lebih luas, lebih rumit, dan
memerlukan lebih banyak biaya. Sehingga, perusahaan yang membentuk kerja sama ini harus
tahu berapa biaya yang diperlukan dan mengawasi penggunaannya.

Jika perusahaan menggunakan biaya dengan efektif dan efisien, maka mereka dapat
menciptakan keunggulan kompetisi dan nilai. Perusahaan juga bisa belajar banyak dengan
kerja sama ini dan menggunakan pengetahuan atau pengalaman yang mereka dapatkan untuk
kesuksesan di masa mendatang meskipun kerja sama sudah tidak terjalin lagi.
International Cooperative Strategy
Strategi kerja sama internasional atau cross-border adalah kerja sama di mana perusahaan
dengan kantor yang berada di negara yang berbeda memustuskan untuk mengkombinasikan
sebagian sumber daya dankemampuan mereka untuk menciptakan keunggulan kompetisi.
Meskipun kerja sama ini sangat rumit dan sulit untuk dijaga, namun dengan melakukan ini
perusahaan dapat memiliki potensi yang lebih besar untuk menciptakan nilai di luar pasar
mereka dengan sumber daya dan kemampuan yang mereka miliki.
Kerja sama ini dilakukan biasanya untuk mengambil kesempatan sebagai perusahaan dengan
kinerja baik di luar pasar awal mereka atau karena sedikitnya kesempatan untuk tumbuh di
pasar awal karena adanya larangan dai pemerintah untuk melakukan merger dan akuisisi.
Kerja sama ini memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding kerja sama yang dilakukan di
negara yang sama, khususnya apabila perusahaan yang terlibat tidak memahami tujuan
perusahaan lainnya saat melakukan kerja sama.
Network Cooperative Strategy
Strategi ini adalah strategi di mana beberapa perusahaan sepakat untuk memberntuk beberapa
kemitraan untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Saat ini jumlah strategi kerja sama jaringan
terus meningkat karena perusahaan selalu berusaha menemukan cara yang paling tepat untuk
menciptakan nilai dengan cara menawarkan berbagai produk dan jasa di berbagai wilayah.
Perusahaan yang terlibat dalam jaringan akan mendapatkan informasi dan pengetahuan dari
berbagai sumber. Mereka dapat menggunakan informasi yang beragam ini untuk
memproduksi lebih banyak inovasi, tentunya dengan kualitas yang lebih baik. Pada akhirnya,
perusahaan yang terlibat dalam aliansi jaringan cenderung lebih inovatif. Kelemahan dari
aliansi ini adalah perusahaan dapat terkurung dalam jaringan tersebut dan tidak bisa menjalin
kerja sama dengan pihak lain.
Alliance Network Types

Keuntungan dari strategi aliansi jaringan adalah perusahaan mendapatkan akses pada mitra
dari mitra mereka. Memiliki akses untuk melakukan beberapa kolaborasi meningkatkan
kecenderungan peningkatan keunggulan kompetisi dengan peningkatan sumber daya dan
kemampuan. Peningkatan kemampuan juga dapat meningkatkan inovasi produk yang sangat
penting bagi kompetisi di ekonomi global.
Terdapat beberapa tipe aliansi strategis jaringan:

Alliance network adalah seperangkat kemitraan aliansi strategis yang dihasilkan dari

penggunaan strategi kerja sama jaringan.


Stable alliance network dibentuk pada industri yang matang di mana permintaan

relatif konstan dan dapat diprediksi.


Dynamic alliance network digunakan di industri yang memiliki frekuensi inovasi
produk dan life cycle yang singkat.

Competitive Risks with Cooperative Strategies


Tidak dapat dipungkiri, banyak sekali strategi kerja sama yang gagal. Dua pertiga dari strategi
kerja sama mengalami permasalahan serius di dua tahun pertama dan lima puluh persen di
antaranya gagal. Kegagalan ini menunjukkan bahwa meskipun sebuah aliansi memiliki
potensi saling melengkapi dan sinergis, kesuksesan aliansi tersebut tidak dijamin. Namun,
meskipun terjadi kegagalan, pengalaman dalam melakukan aliansi dapat menjadi pelajaran
yang berharga.
Salah satu risiko strategi kerja sama adalah salah satu perusahaan memiliki sikap oprtunis.
Biasanya sikap ini muncul ketika tidak ada pasal dalam kontrak yang mencegah mereka
melakukannya atau ketika aliansi berdasarkan pada persepsi kepercayaan yang salah.
Biasanya perusahaan oportunis menginginkan pengetahuan tacit dari perusahaan lainnya
sebanyak mungkin.
Beberapa strategi kerja sama gagal ketika sebuah perusahaan salah menginterpretasikan
kemampuan mereka pada kemitraan. Risiko salah menginterpretasikan kemampuan banyak
terjadi ketika kontribusi sebuah mitra lebih banyak pada intangible asset atau aset yang tidak
berbentuk. Contoh intangible asset adalah pengetahuan akan kondisi lokal.
Risiko lainnya adalah sebuah perusahaan gagal dalam menyediakan sumber daya dan
kemampuan untuk mitra mereka meskipun mereka sudah sepakat untuk menyediakannya.

Risiko terakhir adalah sebuah perusahaan melakukan investasi untuk aliansi sementara
perusahan lainnya tidak melakukannya.
Managing Cooperative Strategies
Menjaga hubungan dalam strategi kerja sama adalah hal yang menantang. Mempelajari
bagaimana mengelola strategi kerja sama secara efektif adalah hal yang penting karena itu
merupakan sumber dari keunggulan kompetisi. Kemampuan untuk mengelola strategi kerja
sama yang efektif haruslah dimiliki oleh semua perusahaan.
Perusahaan harus dapat mengelolah aset baik yang tangible maupun intangible yang akan
disertakan dalam kerja sama. Seringkali perusahaan hanya fokus pada mengelola aset
tangible.
Dua pendekatan utama yang digunakan untuk mengelola strategi kerja sama yaitu cost
minimization dan opportunity maximization. Pada pendekatan cost minimization perusahaan
mengembangkan kontrak fromal dengan mitranya. Kontrak tersebut menegaskan bagaimana
strategi kerja sama akan diawasi dan bagaimana sikap mitra akan dikontrol. Sementara pada
pendekatan opportunity mazimization mitra disiapkan untuk mendapatkan keuntungan dari
kesempatan yang tak terduga untuk belajar dari satu sama lain dan untuk mengeksplorasi
kemungkinan market place tambahan. Pendekatan ini menggunakan kontrak yang tidak
terlalu formal dan tidak banyak mengatur sikap dari mitra.
Kepercayaan adalah aspek yang penting untuk strategi kerja sama. Perusahaan menyadari
nilai dari bekerja sama dengan perusahan yang terpercaya. Ketika tidak ada rasa percaya,
kontrak formal dan beberapa sistem pengawan digunakan untuk menjaga strategi kerja sama.

Review Jurnal I:
The Impact of Strategic Alliance Partner Characteristics on Firms
Innovation: Evidence from Jordan
Ahmad Nasser Ahmad Abuzaid1
Faculty of Economic and Administrative Sciences, Alzarqa University, Jordan

INTRODUCTION
Inovasi saat ini dianggap sebagai mesin yang paling signifikan dari keberhasilan kompetitif
di banyak industri. Perusahaan dituntut untuk berinovasi terus-menerus untuk membedakan
produk dan layanan mereka untuk menghadapi tekanan dari persaingan asing. Aliansi
strategis dianggap penting dalam meningkatkan kegiatan inovatif internal perusahaan (Deeds
& Rothaermel, 2003). Sirkulasi aliansi strategis dalam industri farmasi mengusulkan
ketidakpastian lingkungan yang tinggi. Inovasi produk tingkat tinggi di industri ini adalah
faktor utama yang berkontribusi terhadap tingginya tingkat ketidakpastian yang kompetitif.
Dengan menggunakan aliansi, perusahaan bisa mendapatkan sumber daya yang paling
penting di luar dari kemampuan bekerja sama perusahaan individu (Byrne, 1993). Biasanya,
kemitraan ini mempertemukan organisasi dengan kompetensi inti yang saling melengkapi
yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan produk baru dan menciptakan proses
baru (Mason, 1993).
Setelah sebuah perusahaan telah membuat keputusan untuk berpartisipasi dalam aliansi
strategis, keputusan penting berikutnya adalah memilih mitra yang tepat (Hitt, Tyler, Hardee,
& Park, 1995). Penelitian sebelumnya mengusulkan bahwa banyak kegagalan strategis aliansi
dapat dikaitkan dengan pemilihan dari mitra.Dalam memilih mitra yang tepat, harus
mengidentifikasi banyak kriteria dan faktor-faktor yang dapat digunakan untuk menjamin praseleksi yang sukses dari mitra aliansi strategis (Wu, Shih & Chanm, 2009; Shah &
Swaminathan, 2008; Bierly & Gallagher, 2007; Hagen, 2002; Kanter, 1994). Kriteria dan
faktor diakui sebagai penentu yang signifikan dari perusahaan dan strategis kinerja aliansi.
Topik ini telah dipelajari secara berbeda dalam keadaan interorganisational bervariasi,
sebagian besar studi fokus pada efek mereka pada keberhasilan aliansi dan kinerja, dan
kinerja perusahaan dalam hal profitabilitas atau paten dan tidak ada penelitian yang dilakukan
untuk menguji secara empiris bagaimana mereka (seperti kriteria seleksi dari mitra aliansi

yang sedang berlangsung) berdampak pada kinerja inovasi industri farmasi Yordania dengan
menggunakan langkah-langkah subjektif.
TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh karakteristik mitra aliansi strategis
yaitu (complementarity, commitment, dan compatibility) pada inovasi perusahaan, yang
meliputi inovasi inkremental dan inovasi radikal.
HIPOTESIS
H0: Tidak ada pengaruh secara statistik signifikan pada ( 0,05) karakteristik mitra aliansi
strategis pada inovasi perusahaan farmasi Yordania. Hipotesis ini menghasilkan berikut subhipotesis:
H1: Tidak ada pengaruh secara statistik signifikan pada ( 0,05) karakteristik mitra aliansi
strategis (compatibility, complementarity, and commitment) pada inovasi inkremental
perusahaan farmasi Yordania.
H2: Tidak ada pengaruh secara statistik signifikan pada ( 0,05) karakteristik mitra aliansi
strategis (compatibility, complementarity, and commitment) pada inovasi radikal perusahaan
farmasi Yordania.
METODOLOGI
Populasi penelitian terdiri dari 13 perusahaan farmasi Yordania dari 16 perusahaan farmasi
yang ada di Yordania. Ukuran sampel penelitian adalah 122 manajer dan kepala divisi yang
sifat kerjanya terkait dengan aliansi strategis, area pemasaran dan produksi dalam target
perusahaan. Pengambilan data dilakukan dengan mendistribusikan kuesioner. Pengujian
hipotesis dengan menggunakan regresi linier berganda.
HASIL PENELITIAN
a. Hipotesis Utama: Tidak ada pengaruh secara statistik signifikan pada ( 0,05)
karakteristik mitra aliansi strategis pada inovasi perusahaan farmasi Yordania.
Nilai beta dan t-test menunjukkan bahwa compatibility, complementarity, dan
commitment memiliki dampak positif pada inovasi perusahaan pada ( 0,05). Dan dampak

tertinggi adalah complementarity (beta 0,456) dan kemudian compatibility (beta 0,268) dan
dampak terendah adalah commitment (beta 0,154).
b. Sub hipotesis pertama: Tidak ada pengaruh secara statistik signifikan pada ( 0,05)
karakteristik mitra aliansi strategis (compatibility, complementarity, and commitment)
pada inovasi inkremental perusahaan farmasi Yordania.
Nilai beta dan t-test menunjukkan bahwa compatibility, complementarity, dan
commitment memiliki dampak positif pada inovasi inkremental perusahaan ( 0,05). Dan
dampak tertinggi adalah complementarity (beta 0.440) dan kemudian compatibility (beta
0.210) dan dampak terendah adalah commitment (beta 0,141).
c. Sub hipotesis kedua: Tidak ada pengaruh secara statistik signifikan pada ( 0,05)
karakteristik mitra aliansi strategis (compatibility, complementarity, and commitment)
pada inovasi radikal perusahaan farmasi Yordania.
Nilai-nilai beta dan t-test menunjukkan bahwa compatibility, complementarity, dan
commitment memiliki dampak positif pada inovasi radikal perusahaan ( 0,05). Dan
dampak tertinggi adalah untuk complementarity (beta 0,372) dan kemudian compatibility
(beta 0,183) dan dampak terendah adalah commitment (beta 0,117).
REKOMENDASI
Berdasarkan hasil yang dicapai dalam penelitian, merekomendasikan bahwa perusahaan yang
mencari inovasi melalui aliansi strategis harus memilih mitra yang tepat yang memiliki
kemampuan yang melengkapi dan memberikan sumber daya yang tidak tumpang tindih
dengan hubungan, dan mitra yang memiliki kompetensi yang unik; dan mitra yang memiliki
tujuan strategis yang kompatibel, budaya organisasi dan gaya manajemen; dan mitra yang
memiliki rasa yang kuat dari komitmen untuk aliansi.

Review Jurnal II
Market Orientation and Communication Methods in International
Strategic Alliances
Penulis: Jong-Kuk Shin, Min-Sok Park, Rhea Ingram

Latar Belakang:
Peningkatan jumlah kemitraan antara perusahaan multinasional merupakan sebuah fenomena
yang penting, terutama di bisnis internasional. Beberapa faktor perlu dipertimbangkan untuk
memahami bagaimana karakteristik dan kondisi pasar mitra yang akan mempengaruhi aliansi
karena adanya hubungan berbeda budaya. Metode komunikasi memiliki peranan yang penting
dalam menyediakan produk dan jasa serta mengindentifikasi permintaan dan keuntungan
bersama. Kedua aktivitas tersebut sangat penting untuk aliansi strategis dari perusahaan
dengan negara yangberbeda.
Sebuah penelitian diperlukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana mengelola faktor yang
berbeda dalam aliansi strategis internasional. Meski telah melihat pentingnya orientasi pasar
dan metode komunikasi, hanya sedikit penelitian tentang aliansi strategis yang fokus pada
permasalahan ini.
Penelitian ini membandingkan dan menganalisis aliansi strategis antara usaha kecil menengah
(UKM) di Amerika Serikat dan Korea dengan memverifikasi perbedaan orientasi pasar dan
metode komunikasi. Beberapa perusahaan menganggap aliansi strategis sebagai alternative di
era dengan kompetisi yang tidak terbatas, namun aliansi seperti itu bukanlah alternatif yang
menyelesaikan setiap permasalah perusahaan. Banyak aliansi strategis yang gagal karena
kesalahan manajemen dan konflik antarmitra yang disebabkan perbedaan budaya korporat.

Hipotesis:
H1: Orientasi pasar dalam aliansi strategis internasional antara UKM Amerika Serikat dan
Korea memiliki perbedaan yang jelas

H2: Metode komunikasi dalam aliansi strategis internasional antara UKM Amerika Serikat
dan Korea memiliki perbedaan yang jelas
H3: Orientasi pasar dalam aliansi strategis internasional UKM berbeda seiring dengan
meningkatnya mitra asing
H4: Metode komunikasi dalam aliansi strategis internasional UKM berbeda seiring dengan
meningkatnya mitra asing
H5: Orientasi pasar dalam aliansi strategis internasional UKM berbeda seiring semakin
lamanya durasi aliansi
H6: Metode komunikasi dalam aliansi strategi internasional UKM berbeda seiring semakin
lamanya durasi aliansi

Metode Penelitian:
Data diambil dari UKM yang berada di Korea dan Amerika Serikat. Karena tidak adanya
UKM yang bekerja sama dengan menggunakan aliansi internasional, maka daftar perusahaan
importir yang digunakan. Daftar ini adalah perusahaan yang memiliki (1) pengalaman di
dunia internasional dan (2) beberapa bentuk aliansi berbasis non-ekuitas. Sampel UKM Korea
ditentukan melalui daftar perusahaan importir dari Kamar Dagang Korea. Sementara
perusahaan di Amerika Serikat diambil secara acak dari 2500 perusahaan ekspor impor
dengan penjualan lebih dari 5 juta dollar selama beberapa tahun yang telah ditetapkan.
Kuisioner berbahasa Inggris dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa korea. Hasil
kuisioner kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris melalui penerjemah
independen untuk menjaga kevalidan. Kuisioner berisi pertanyaan dan skala Likert 1-7 untuk
menjawab (1= sangat tidak setuju, 7= sangat setuju)
Hasil penelitian:
H1: Orientasi pasar berbeda antara UKM Amerika Serikat dan Korea (hipotesis didukung)
H2: Metode komunikasi UKM di aliansi strategis internasional berbeda di setiap negara
(hipotesis didukung)

H3: Tidak ada perbedaan antara orientasi pasar UKM dengan satu atau lebih mitra asing
(hipotesis ditolak)
H4: Tidak ada perbedaan antara metode komunikasi pasar UKM dengan satu atau lebih mitra
asing (hipotesis ditolak)
H5: Tidak ada perbedaan antara orientasi pasar UKM yang menjalin kerja sama dalam jangka
waktu yang berbeda. Namun ditemukan bahwa UKM yang menjalin kerja sama dalam jangka
waktu lebih dari 5 tahun menjadi lebih responsif.
H6: Tidak ada perbedaan antara metode komunikasi pasar UKM seiring semakin lamanya
kerja sama terjalin

Kesimpulan:
Penelitian ini mengarisbawahi kondisi-kondisi penting orientasi pasar dan metode komunikasi
yang mempengaruhi sikap dan kinerja UKM di aliansi strategis internasional. Temuan
menunjukkan bagaimana faktor-faktor mempengaruhi pembentukan aliansi, pengelolaannya,
dan kesuksesannya. Tidak banyak peneliti yang menguji aliansi strategis internasional dengan
fokus pada kondisi yang berbeda antara mitra aliansi, namun penelitian ini mnenunjukkan
pemahaman yang lebih baik untuk perbedaan kondisi yang mempengaruhi permasalahan
dalam aliansi strategis.
UKM di Amerika Serikat lebih fokus pada mengumpulkan imformasi pasar dan cenderung
dipengaruhi oleh informasi tersebut. Namun perusahaan di Amerika Serikat tidak
mempertimbangkan menjaga hubungan jangka panjang dengan berbagi dan merespon
keinginan dan kebutuhan mitra. Sementara UKM di Korea selalu berusaha menjaga hubungan
kemitraan dengan cara mendengar kebutuhan dan keinginan mitra.
Metode komunikasi UKM di Amerika Serikat dan Korea pun berbeda. UKM di Amerika
Serikat lebih banyak berkomunikasi secara berkala dengan mitra, sementara UKM di Korea
lebih banyak berkomunikasi secara formal dibandingkan komunikasi informal karena
perbedaan budaya.

Batasan Penelitian dan Penelitian Mendatang:


Penelitian ini merupakan usaha pertama untuk memahami perbedaan orientasi pasar dan
metode komunikasi di aliansi strategis internasional. Penelitian ini memiliki keterbatasan
yaitu kerangka sampel tidak mempertimbangkan negara lain, hanya UKM yang terlibat
aliansi di Amerika Serikat dan Korea saja. Analisis sampel juga hanya berkisar pada UKM
sehingga hasil penelitian tidak dapat digunakan secara luas. Kemudian penelitian ini tidak
mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kesuksesan aliansi strategis.
Penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian replika di beberapa negara yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai